Anda di halaman 1dari 8

Osteomyelitis

DEFINISI
Kata osteomyelitis berasal dari bahasa Yunani kuni osteon (tulang) dan muelinos
(sumsum) dan bermakna infeksi pada bagian sumsum tulang. Literatur medis umum
mengembangkan definisi menjadi proses inflamasi pada seluruh tulang termasuk korteks dan
periosteum, dengan proses patologis terbatas pada endosteum. Penyakit ini meliputi tulang
kortikal dan periosteum, dan dapat juga dipertimbangkan sebagai kondisi inflamasi pada tulang ,
dengan permulaan pada kavitas sumsum dan sistem havarian dan meluas dengan melibatkan
periosteum pada area terpengaruh. Infeksi terjadi pada bagian terkalsifikasi ketika pus dan edema
pada kavitas sumsum dan di bawah periosteum menghambat suplai darah lokal sehingga terjadi
iskemia dan tulang terinfeksi menjadi nekrosis dan memicu pembentukan sequester. Sequester
adalah segmen tulang yang menjadi nekrotik karena luka iskemik yang disebabkan proses
keradangan. Hal ini merupakan tanda klasik dari osteomyelitis. Walaupun osteomyelitis
mempunyai banyak faktor penyebab seperti luka trauma, radiasi, dan beberapa substansi kimia,
istilah osteomyelitis banyak digunakan untuk mendeskripsikan infeksi tulang yang diinduksi
oleh mikroorganisme pyogenik (Marx, Baltensperger, and Eyrich, 2009). Walaupun organisme
yang dikultur berbed-beda, organisme terisolasi yang paling umum ditemukan adalah
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus serta streptococci lain (Ongole and Praveen,
2007).
Pada umumnya, organisme pyogenik rahang mencapai sumsurm tulang pada gigi dengan
abses atau infeksi setelah pembedahan, namun karies gigi merupakan penyebab yang paling
umum di antara semuanya.Tetapi, pada beberapa kasus tidak ada sumber infeksi yang dapat
diidentifikasi, dan penyebaran secara hematogen diduga sebagai asal mula penyakit. Pada
beberapa pasien tidak ada organisme infeksius yang dapat diident ifikasi, kemungkinan karena
terapi antibiotik sebelumnya atau metode isolasi bakteri yang inadekuat. Koloni bakteri juga bisa
terdapat pada poket tulang terisolasi yang kecil dan luput pada saat pengambilan sampel (White
and Pharoah, 2009).

Marx RE, Baltensperger M, Eyrich GK. 2009. Osteomyelitis of the Jaws. Berlin: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg. Pp. 6
White SC, Pharoah MJ. 2009. Oral Radiology: Principles and Interpretation. Sixth Edition. St.
Louis: Mosby Elsevier. Pp. 331
Ongole R, Praveen BN. 2007. Clinical Manual Oral Medicine and Radiology. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. Pp. 115-116

TANDA KLINIS
Banyak kasus dari osteomyelitis pada kepala dan leher yang lebih sering melibatkan
mandibula daripada maksila rahang. Hal ini terkait dengan fraktur traumatik rahang atau infeksi
yang menyebar dari sumber odontogenik (Robinson, 2010). Osteomyelitis akut ditandai dengan
gejala rasa nyeri dan pembengkakan, sedangkan pada kasus kronis gejala tidak tampak atau sakit
terasa samar, namun terdapat peristiwa eksaserbasi. Pada kasus tertentu dapat ditemukan
limfadenopati regional dan demam. Selain itu juga terdapat gambaran tulang terkalsifikasi pada
tulang terinfeksi dan aliran pus serta paresthesia pada bibir bawah yang dipersarafi saraf
mentalis. Pada pemeriksaan oral, gigi pada area terinfeksi sensitif terhadap perkusi dan terjadi
pembesaran mandibula atau rahang yang asimetris. Bila infeksi sudah mencapai otot
pengunyahan maka akan terjadi trismus (Larheim and Westesson, 2006).

Gambar 1.1. (a) Kasus osteomyelitis kronis sekunder pada lansia di mandibula kiri.
Terdapat fistula ekstraoral dan pembentukan parut di mandibula kiri. (b) Gambaran intraoral
pada pasien yang sama dengan eksposur pada bagian tulang terinfeksi dan sequestra (Marx,
Baltensperger, and Eyrich, 2009).

Gambar 1.2. Osteomyelitis pada mandibula; pasien laki-laki usia 58 tahun dengan rasa
nyeri dan pembengkakan perimandibular. A. Gambaran radiografi panoramik menunjukkan
destruksi tulang yang difus pada molar dan sequestrum terduga pada premolar. B. Gambaran CT
axial menunjukkan destruksi yang melebar dari foramen mentalis (tanda panah atas) ke area
molar dan defek pada tulang kortikal lingual, namun tak ada sequestrum. Perhatikan bagian kecil
di periosteal bukal pada regio molar (tanda panah) (Larheim and Westesson, 2006).

Gambar 1.3. Osteomyelitis, mandibula; Wanita usia 46 tahun sebelumnya merasa nyeri
pada molar. Setelah ekstraksi, nyeri masih terasa dan bertambah dengan pembengkakan
perimandibular. A. Gambaran panoramik menunjukkan destruksi tulang yang difus (tanda
panah). B. Gambaran CT axial menunjukkan destruksi difus dari tulang kortikal bukal (tanda
panah) dan sequestrum (kepala panah) (Larheim and Westesson, 2006).

Gambar 1.4. Osteomyelitis, mandibula; Wanita usia 46 tahun dengan nyeri, selulitis
mandibula, dan pembengkakan difus di leher. Gambaran CT Axial menunjukkan gambaran
moth-eaten dan infeksi ekstensif bilateral (Larheim and Westesson, 2006).

Gambar 1.5. Osteomyelitis, mandibula; Wanita usia 72 tahun dengan nyeri ringan dan variabel
serta pembengkakan tiga tahun setelah ekstraksi gigi. Saat ini dengan paresthesia saraf mental. A.
Gambaran panoramik menunjukkan perubahan sklerotik difus (tanda panah), dan fokus kecil
pada destruksi tulang (kepala panah). B. Gambaran CT axial menunjukkan perubahan sklerotik
yang ekstensif dan difus pada mandibula kanan, melintasi garis tengah. C. CT koronal melalui
foramen mentalis menunjukkan destruksi tulang parah di bagian kanan (tanda panah),
menyebabkan paresthesia. D. CT axial tujuh tahun kemudian masih menunjukkan ostomyelitis
sklerotik, dengan eksaserbasi dan sequestrasi (kepala panah) (Larheim and Westesson, 2006).

Gambar 1.6. Osteomyelitis kronis pada regio molar dan premolar satu di bagian kiri mandibula
(Fragiskos, 2007)
Fragiskos FD. 2007 Oral Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Pp. 361
Robinson RA. 2010. Head and Neck Pathology: Atlas for Histologic and Cytologic Diagnosis.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Pp. 99
Larheim TA, Westesson P-L. 2006. Maxillofacial Imaging. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. Pp. 119-125

ETIOLOGI
Berbagai faktor dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada osteomyelitis, seperti
infeksi odontogenik langsung dari pulpa ke rahang, infeksi tulang dari infeksi odontogenik
supuratif yang sebelumnya sudah terjadi, seperti abses periapikal, poket periodontal pada tulang
rahang yang mengalami fraktur, granuloma atau kista periapikal terinfeksi, gingivitis ulseratif
nekrosis akut, abses periodontal, perikoronitis, dan gigi fraktur atau ujung akar gigi yang
tertinggal (Pramod and Pramod, 2014; Purkait, 2011). Osteomyelitis dapat terjadi akibat fraktur
rahang dengan tulang terekspos di luar kulit atau mukosa yang disebabkan trauma, pencabutan
gigi tanpa asepsis dan cakupan antibiotik yang layak, cedera akibat luka tembakan pada rahang
dengan laserasi jaringan lunak dan tulang terekspos, penyebaran mikroorganisme dari infeksi
jaringan lunak di atas tulang, serta infeksi sekunder yang terjadi setelah proses radiasi. Infeksi

penyakit tulang seperti Pagets disease, displasia fibrosa, dan osteopetrosis juga merupakan salah
satu faktor penyebab osteomyelitis. Faktor lain seperti keracunan fosfor, infeksi anakoretik, dan
faktor idiopatik juga berpengaruh (Purkait, 2011). Selain itu infeksi dapat terjadi sebagai akibat
dari laserasi dan infeksi kelenjar getah bening dimana infeksi menyebar secara hematogen.
Osteomyelitis sering terjadi pada pasien dengan resistansi host yang menurun, vaskularisasi
rahang yang berubah, atau penderita penyakit sistemik (Sanghai and Chatterjee, 2009).
Sebagai

penyakit

keradangan,

perkembangan

osteomyelitis

tergantung

pada

keseimbangan antara virulensi dan jumlah mikroorganisme yang ada pada tulang dan kapasitas
pertahanan lokal maupun sistemik tubuh pasien terhadap infeksi. Bagaimanapun juga, selain
kedua faktor tersebut terdapat beberapa faktor predisposisi yang berperan penting terhadap
patogenesis osteomyelitis (Purkait, 2011).
Terdapat dua faktor predisposisi dari osteomyelitis, yakni faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor predisposisi lokal dari osteomyelitis antara lain posisi anatomis dari penyakit,
penyakit tulang yang dialami, dan cedera akibat radiasi. Tulang mandibula memiliki suplai darah
yang lebih sedikit bila dibandingkan maksila, selain itu mandibula memiliki tulang kompak yang
lebih banyak yang menyebabkan osteomyelitis lebih sering terjadi pada mandibula. Penyakit
tulang berjangka waktu lama seperti Pagets disease, displasia fibrosa, lesi kista, osteopetrosis,
menjadikan tulang lebih rentan terhadap osteomyelirtis, apabila infeksi terjadi pada jaringan.
Radioterapi pada area kepala dan leher terkadang membentuk endarteritis obliteratif, yang
menghasilkan suplai darah ke arah tulang rahang terganggu. Pada kondisi ini kemungkinan
terjadinya osteomyelitis meningkat apabila infeksi terjadi pada tulang (Purkait, 2011).
Faktor predisposisi sistemik pada osteomyelitis meningkatkan perkembangan penyakit
dengan menurunkan resistansi tubuh terhadap infeksi. Faktr ini meliputi malnutrisi dan
alkoholisme kronik, adiksi obat-obatan terlarang, anemia khususnya sickle cell anemia, diabetes
yang terkontrol dengan rendah, leukimia akut, agranulositosis, sifilis, campak dan demam tifoid,
infeksi HIV dan AIDS, serta infeksi saluran kencing (Purkait, 2011).
Pramod JR, Pramod J. 2014. Textbook of Oral Medicine. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. Pp. 191

Sanghai S, Chatterjee P. 2009. A Concise Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. Pp. 137-138
Purkait SK. 2011. Essentials of Oral Pathology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
(P) Ltd. Pp. 402-403

FAKTOR PREDILEKSI
Osteomyelitis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin, namun kebanyakan penderitanya
berjenis kelamin laki-laki. Hingga saat ini faktor predileksi jenis kelamin tersebut belum
diketahui penyebabnya, yang mana diduga karena laki-laki memiliki eksposur trauma yang lebih
besar bila dibandingkan dengan wanita (Robinson, 2010; Yochum and Rowe, 2005). Kaneda et
al. menyebutkan bahwa bagian molar dan premolar rahang bawah lebih sering terinfeksi
osteomyelitis bila dibandingkan dengan regio lain, karena regio posterior merupakan bagian
yang paling umum mengalami infeksi odontogenik. (Kaneda et al., 1989; Prasad et al., 2007)
Yochum TR, Rowe LJ. 2005. Yochum and Rowes Essentials of Skeletal Radiology. Volume 1.
Third Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Pp. 1374

Prasad KC, Prasad SC, Mouli N, Agarwal S. Osteomyelitis in Head and Neck. Acta OtoLaryngica 2007; 127: 194-205

Kaneda T, Yamamoto H, Suzuki H, Ozawa M. A clinicoradiological study of maxillary


osteomyelitis. J Nihon Univ Sch Dent 1989;/31:/464-9

Anda mungkin juga menyukai