Anda di halaman 1dari 15

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku Pembuatan Pulp
Bahan baku pembuatan pulp berasal dari tumbuh tumbuhan yang
mengandung serat. Serat adalah sel tumbuhan yang berbentuk seperti pipa
(berongga), relatif

panjang sekitar 1,1 2,5 mm dengan ujung meruncing.

Pemilihan jenis tumbuh tumbuhan sebagai bahan baku pulp didasarkan pada
bentuk, jumlah, sifat dan seratnya. Jenis kayu yang biasa digunakan dalam
pembuatan pulp and paper adalah:
a. Soft Wood (kayu lunak), adalah kayu dari tumbuhan conifer, contohnya
pohon Accacia Mangium, Accacia Crassicarpa, Eucalyptus sp, pinus,
cemara, dan Aghatis sp. Kayu ini memiliki panjang dan kekasaran yang
lebih besar dan biasanya dimanfaatkan untuk memberikan kekuatan pada
kertas yang dihasilkan.
b. Hard Wood (kayu keras), adalah kayu yang menggugurkan daunnya setiap
tahun, contohnya Shorea sp (meranti), Rhizopur sp (bakau), Caliandra
calathyrsus sp (kaliandra) dan kulim. Kayu ini memiliki serat pendek
namun lebih halus. Kayu keras juga lebih mudah diputihkan karena
memiliki lebih sedikit kandungan lignin.
Kertas umumnya tersusun atas campuran kayu lunak dan kayu keras untuk
memperoleh kekuatan dan permukaan kayu yang halus dari kertas yang
diinginkan pembeli. Karakteristik dari jenis kayu lunak dan kayu keras dapat
dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Kayu dari Kayu Lunak dan Kayu Keras
Karakteristik
Kandungan Selulosa (%)
Kandungan Lignin (%)
Kandungan Ektraktif (%)
Panjang Serat (%)
Sumber : Herbert.S, 2006

Kayu Lunak

Kayu Keras

40 44
30 32
25 32
26

40 45
15 35
18 25
0,6 1,5

Bahan baku yang digunakan oleh PT. IKPP ada dua jenis yaitu Accacia
mangium (soft wood) dan MTHW (mixed tropical hard wood). Jenis kayu Accacia
jarang dijumpai di Indonesia bagian barat, umumnya pohon ini banyak dijumpai
di Indonesia bagian timur seperti Flores, NTT dan Irian Jaya. Pohon Accacia
mempunyai banyak keistimewaan, antara lain: mempunyai serat panjang, kadar
lignin sedikit, zat ekstraktif sedikit, dan dalam waktu enam tahun diameternya
mencapai 25 30 mm.
Setiap tahun produksi pulp and paper yang dihasilkan oleh industri pulp
terus meningkat. Oleh karena itu, industri pulp membutuhkan persediaan bahan
baku yang cukup sehingga dilakukan pengembangan pembibitan Accacia dan
MTHW sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah Riau sekitarnya. Hutan
tanaman industri ini dikelola oleh PT. Arara Abadi dan merupakan pensuplai
bahan baku PT. IKPP Perawang. Syarat syarat bahan baku pulp and paper pada
PT. Indah Kiat Pulp and Paper dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Syarat syarat Bahan Baku Pulp and Paper pada PT. IKPP
Jenis Kayu

Kadar

Selulosa (%)
Accacia
42 2
MTHW
45 2
Sumber : Smook, 1989

Kadar

Kadar Lignin

Kadar

Hemiselulosa (%)
27 2
30 5

(%)
28 3
20 4

Ekstraktif (%)
32
53

b.2 Kandungan Kimia penyusun Kayu


Kayu sebagai bahan baku dasar dalam industri pulp dan kertas umumnya
mengandung beberapa komponen kimia, antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin,
dan ekstraktif. Jenis kayu yang berbeda memiliki komponen selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang berbeda satu sama lain, maka reaktivasinya juga
berbeda.
b.2.1 Selulosa
Selulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu yang berupa polimer
karbohidrat glukosa dan memiliki komposisi yang sama seperti pati. Beberapa
molekul selulosa membentuk suatu rantai selulosa. Selulosa juga termasuk
polisakarida yang mengidentifikasikan bahwa didalamnya terdapat senyawa gula.
Rumus kimia selulosa adalah (C6H10O5)n dimana n adalah jumlah pengulangan

unit glukosa, dan juga disebut derajat polimerisasi. Selama pembuatan pulp di
digester, derajat polimerisasi akan turun pada suatu derajat tertentu. Penurunan
derajat polimerisasi tidak boleh terlalu banyak, sebab akan memendekkan rantai
selulosa dan akan membuat pulp tidak kuat. Selulosa dalam kayu memiliki derajat
polimerisasi sekitar 3500, sedangkan selulosa pada pulp memiliki derajat
polimerisasi 600-1500. Aglomerisasi rantai selulosa yang berkumpul disebut
mikrofil. Beberapa mikrofil yang membentuk struktur yang lebih besar disebut
mikrofibril.
Mikrofibril ini bersama hemiselulosa dan lignin membentuk serat kayu.
Rantai selulosa dengan serat pendek memberikan hasil pulp yang lebih encer.
Faktor-faktor yang memungkinkan selulosa digunakan untuk memproduksi pulp
dan kertas adalah sebagai berikut.
a. Jumlahnya yang banyak sehingga harganya murah
b. Warnanya secara alamiah berwarna putih
c. Zat ini umumnya berbentuk serat dan kekuatan tariknya sanga tinggi
d. Tidak dapat larut dalam air dan pelarut organik
e. Tahan terhadap sejumlah bahan kimia
Hidrolisis total selulosa menghasilkan D-glukosa (sebuah monosakarida)
akan tetapi hidrolisis parsial menghasilkan disakarida (selulosa) dan polisakarida
yang memilki n berurutan dari 3 ke 10. Selulosa memiliki struktur kristal dan
memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam dan basa [Yokoyama, 2008].
Struktur monomer selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Monomer Selulosa


Merupakan komponen kimia utama sebagai penyusun dinding sel kayu.
Selulosa adalah karbohidrat yang tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H),

10

dan oksigen (O). Selulosa terdapat pada semua tanaman pohon tingkat tinggi
hingga organism primitive seperti rumput laut, flagelata dan bakteri. Sellulosa
bahkan dapat diperoleh dari dunia hewan, tunicin, zat kutikula tunicate [Fengel
dan Wegener, 1985]. Selulosa merupakan polimer yang memiliki rantai lurus dan
tidak bercabang.
Ketersediaan selulosa dalam jumlah yang banyak pada pulp akan
membentuk serat yang kuat, berwarna putih, tidak larut dalam air dan pelarut
pelarut organik netral serta tahan terhadap bahan bahan kimia.
b.2.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa juga merupakan polimer yang dibentuk dari gula sebagai
komponen utamanya. Berbeda dengan selulosa yang hanya merupakan polimer
dari lima jenis polimer yang berbeda yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa,
dan arabinosa. Hemiselulosa adalah senyawa gula yang berbeda seperti hexoses
(glukosa, manosa, dan galaktosa) dan pentoses (xylosa dan arabinosa).
Ada beberapa jenis spesies kayu yang memilki hemiselulosa dengan
komposisi yang berbeda. Hardwood lebih banyak memiliki xylan, sedangkan
softwood lebih banyak mengandung glukosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek
daripada rantai selulosa. Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi 300 ke
bawah. Hemiselulosa adalah polimer bercabang dan tidak linier. Selama
pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan selulosa.
Selulosa cukup tahan dalam proses pembuatan pulp dan pemutihan pulp
(bleaching) sedangkan hemiselulosa akan mengalami degradasi dan sebagian
terbuang. Karena derajat polimerisasi n hemiselulosa adalah antara 50 sampai
200, yaitu lebih kecil dari selulosa, maka ia lebih mudah terurai dibandingkan
selulosa [Yokoyama, 2008].

11

Gambar 2.2 Struktur Monomer Hemiselulosa


b.2.3 Lignin
Lignin adalah polimer yang sangat kompleks yang tersusun dari unit-unit
phenil propane yang membentuk dinding sel pada kayu. Lignin merupakan
komponen non-karbohidrat utama pada kayu dan juga merupakan perekat antar
serat-serat kayu. Komponen ini harus dihilangkan pada proses pemutihan agar
mutu pulp yang dihasilkan akan lebih baik, karena lignin dapat menyebabkan
pulp berwarna coklat.
Lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi
turunan yang dapat larut. Turunan-turunan lignin yang dapat larut dibentuk
dengan memperlakukan kayu pada suhu tinggi dengan memberikan larutan yang
mengandung belerang dioksida dan ion-ion hidrogen sulfit. Lignin juga dapat
larut sebagai alkali lignin pada kayu dengan suhu tinggi (17C) dengan
menambahkan NaOH dan Na2S. Unit unit pembentuk lignin terdiri dari pkoumaril alkohol, konoferil alkohol, dan sinapil alkohol.

12

Gambar 2.3 Struktur Monomer Lignin


Tabel 2.3 Perbedaan Sifat Kimia Fisika Komponen Kayu
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Tidak larut dalam air
Larut dalam air
Tidak larut dalam air.
Larut dan terhidrolisis dalam Larut dan terhidrolisis Tidak larut dalam asam
beberapa
pekat,

asam

mineral dalam

seperti

H2SO4, encer.

asam

mineral mineral.

klorida, dan fosfat.


Tidak larut dalam asam Larut dan terhidrolisis Larut

secara

parsial

organik.

asam

organik

dalam

pekat.
Tidak larut dalam alkali Larut
hidroksida.

asam
dalam

hidroksida encer.

organik dalam
pekat.
alkali Larut

dalam

alkali

hidroksida encer.

b.2.4 Zat Ekstraktif


Substansi lain yang ada pada kayu dalam jumlah kecil yaitu zat ekstraktif.
Substansi ini dapat diekstraksi dari kayu, dengan pelarut air atau pelarut organik
lain seperti alkohol atau eter. Ekstraktif terdiri dari asam lemak, asam resin, dan
fenol. Jika ekstraktif yang diekstraksi berjumlah sangat sedikit maka hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya pitch dalam pembuatan pulp dan kertas. Pitch
adalah sekumpulan ekstraktif yang tidak larut, yang dapat menyebabkan endapan
menjadi lengket pada peralatan seperti pada penyaringan dan pada pembuatan
lembaran pulp. Untuk melihat lebih jelas perbandingan komposisi kimia kayu

13

antara serat pendek (hard wood) dan serat panjang (soft wood) dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Kayu
Komponen
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Ekstraktif

Hard Wood
45%
30%
20%
5%

Soft Wood
42%
28%
27%
3%

Sumber: Training Manual, Wood Yard, 1995

b.2.5 Senyawa kimia organik


Kandungan anorganik dalam kayu sangat rendah yang biasanya diukur
sebagai abu, yang jarang melebihi 1% dari berat kering kayu. Namun kandungan
abu dalam daun dan kulit dapat jauh lebih tinggi. Abu ini berasal dari garamgaram yang diendapkan dalam dinding sel. Endapan yang khas adalah berbagai
garam logam, seperti karbonat, silikat, oksalat, dan fosfat.
b.2.6 Holoselulosa
Holoselulosa adalah semua fraksi karbohidrat yang terdapat dalam kayu,
merupakan serat yang bebas dari sari ekstraktif dan lignin. Holoselulosa terdiri
dari campuran selulosa dan hemiselulosa.
b.3 Proses Pembuatan pulp
Pulp merupakan hasil pemisahan serat dari tanaman berserat yang melalui
bermacam-macam proses dalam pembuatannya. Proses pembuatan pulp pada
dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan baku yang mengandung serat
dengan cara mekanis, kimia, atau gabungan dari keduanya.
Proses pembuatan pulp ada tiga metode, yaitu:
b.3.1 Proses pembuatan pulp Secara Mekanik
Pembuatan pulp secara mekanis, pada umunya menggunakan bahan baku
yang mempunyai serat pendek. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis adalah
menguraikan atau memisahkan serat yang ada dalam kayu secara paksa dengan
tenaga mekanis dan tidak menggunakan bahan kimia. Pembuatan pulp dengan
cara ini jarang digunakan karena membutuhkan biaya yang besar, pulp yang
dihasilkan sulit untuk diputihkan, dan umumnya digunakan untuk bahan baku
kertas koran. Pada proses mekanis, lignin tidak dihilangkan atau hanya sedikit
yang hilang. Sehingga rendemen bisa mencapai 90-95%. Kandungan seratnya

14

pendek dan kotor, kekuatannya rendah dan tidak stabil. Jika dibuat kertas akan
mengasilkan lembaran yang bersifat bulky dan mencapai kapasitas yang baik. sifat
Bulky dapat memberikan efek bantalan dalam lembaran, sehingga mempunyai
sifat mudah menyerap tinta dan sifat cetak yang baik.
b.3.2 Proses pembuatan pulp Secara Semi kimia ( kimia Mekanik)
Pembuatan pulp secara semi kimia terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
menggunakan bahan kimia yaitu Natrium sulfit dan natrium karbonat, yang
bertujuan untuk menghilangkan sebagian hemiselulosa dan lignin, kemudian
tahap yang kedua dengan pelaksanaan mekanis untuk memisahkan seratnya. Hasil
pulp sulit diputihkan dan umumnya digunakan untuk kantong semen. Rendemen
dan sifat-sifat pulp semimekanis merupakan gabungan pulp kimia dan mekanis
dengan rendemen 55-95%.
Beberapa proses semikimia yang lain adalah:
a. Menggunakan larutan Natrium Sulfit

dan Natrium Karbonat sebagai

Buffer, reaksi yang terjadi adalah Sulfonasi Lignin dan Hidrolisa


Hemiselulosa.
b. Proses alkali lignin
Merupakan proses perendemen bahan baku dalam larutan NaOH pada
suhu kamar dan tekanan atmosfer kemudian dilanjutkan dengan proses
secara mekanik. Pada proses ini, lignin terlarut sedikit sehingga brightness
kertas masih rendah.
b.3.3 Proses pembuatan pulp Secara Kimia
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp dengan
menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian
bagian kayu yang tidak diinginkan, sehingga pulp yang dihasilkan berkadar
selulosa tinggi. Hasil pulp mudah diputihkan dan pada umumnya menghasilkan
kertas misalnya kertas tissu, kertas cetak dan lain lain.
Ada tiga macam proses pembuatan pulp secara kimia, yaitu sebagai berikut:
b.3.3.1 Proses Soda
Proses soda ini dengan menggunakan NaOH yang merupakan bahan kimia
pemasak utama pada temperatur 160-170 oC. Proses ini cocok digunakan untuk
kandungan lignin yang sedikit (non kayu). Kualitas pulp kayu yang dihasilkan

15

dari proses soda kurang bagus, pulpnya gelap sehingga proses pemutihan lebih
banyak menggunakan bahan kimia yang menyebabkan limbah proses pemutihan
tinggi. Rendemen yang dihasilkan juga rendah sedangkan prosesnya tergolong
mahal karena harga NaOH yang mahal. Reaksi yang terjadi adalah:
RC = CH + H2O

RCH2OH + RCOOH

Lignin
Alkohol
Asam
Keuntungan dari proses soda ini adalah:
a. Mudah dalam recovery atau mendapatkan kembali bahan kimia dalam
pemasakan (recovery NaOH dan back liquor).
b. Bahan baku yang dipakai dapat bermacam macam.
c. Perbandingan bahan kimia terhadap bahan baku yang dipengaruhi densitas
bahan baku karena yang memiliki densitas tinggi biasanya kandungan
ligninnya tinggi sehingga bahan kimia yang dipakai lebih besar daripada
kebutuhan bahan kimia ber densitas rendah.
d. Konsentrasi cooking liquor (cairan pemasak) sebaiknya konsentrasi
pemasak dimulai pada konsentrasi rendah dan diadakan penambahan alkali
selama tenggang waktu tertentu selama pemasakan.
b.3.3.2 Proses asam (Sulfit)
Proses sulfit ini menggunakan bahan pemasak yang berupa campuran dari
H2SO3 dengan ion bisulfit (HSO3) dimana lignin diubah menjadi garam dan asam
lignosulfonik. Sebagian ion positifnya dapat menggunakn kalsium, magnesium,
sodium, dan ammonium. Dilakukan dalam kondisi asam, dimana asam sulfit
dibuat berlebih (pH 1-2), sementara bisulfitnya pada kondisi asam (pH 3-5). Hasil
dari proses ini memiliki rendemen rendah tapi seratnya utuh dan stabil, mudah di
refinery saat pembuatan kertas. Rendemen yang dihasilkan antara 45-60 %.
Kekuatan pulp sulfit lebih kuat dibandingkan dengan pulp proses soda.
Proses sulfit memiliki berbagai kekurangan dibandingkan proses sulfat,
yaitu:
1.
2.

Menghasilkan gas buang SO2 yang bersifat korosif


Tidak bisa dipakai untuk softwood yang banyak
mengandunga resin karena senyawa-senyawa resin didalam kayu tidak larut
dalam asam

16

3.

Tidak bisa dipakai untuk hardwood yang banyak


mengandung tannin.

Sedangkan kelebihan dari proses ini adalah pulp yang dihasilkan memerlukan
energy refining yang rendah pada derajat giling yang sama dengan kraft dan
dimungkinkannya peningkatan system recovery serta dengan sendirinya dapat
memperbaiki pengendalian polusi. Pulp sulfit sangat cocok untuk pembuatan
kertas tissue, glassine dan kertas cetak bermutu tinggi.
b.3.3.3 Proses Pemasakan Kraft
Proses kraft merupakan proses pembuatan pulp secara kimia dan
berkembang sangat cepat dan telah mendominasi sekitar 70% dari total produksi
pulp. Pada proses kraft digunakan NaOH dan Na2S sebagai bahan pemasak dan
temperatur 165-170 OC. Tujuan pemasakan kraft adalah pemisahan serat dari
serpih kayu secara kimia dan melarutkan lignin semaksimal mungkin yang
terdapat pada dinding serat. Pemisahan serat dicapai dengan pelarutan lignin yang
mengikat serat satu sama lain.
Proses kraft disebut juga proses sulfat karena pemakaian Na2SO4 sebagai
make up pada proses perolehan kembali bahan kimia

pemasak yang

menggantikan Na2CO3 pada proses soda.


NaOH
Na+ +OHNa2S
2Na+ + S-2
-2
S + H2S
SH- + OHPermasalahan yang timbul pada proses kraft adalah bau tidak sedap yang
ditimbulkan dari senyawa sulfur yang terbentuk pada proses pada pemasakan
sistem chemical recovery sehingga perlu penanganan yang lebih baik sebelum
dilepas ke udara. Selain waktu pemasakannya yang singkat, pulp yang dihasilkan
pada proses ini mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan proses kimia lainnya
yaitu masalah pitch yang dapat ditekan, kekuatan pulp yang tinggi. Variabelvariabel yang berpengaruh terhadap pemasakan adalah : kualitas serpih, sifat-sifat
white liquor, dan variabel pengendali pemasakan. Variabel pengendali yang utama
adalah :
1.
2.
3.
4.

Waktu dan suhu yang dinyatakan sebagai H faktor


Penambahan alkali
Rasio cairan pemasak terhadap serpih
Sulfiditas

17

Parameter kondisi pemasakan proses kraft adalah:


a. Alkali aktif
Alkali aktif menyatakan jumlah dari larutan NaOH dan Na 2S yang
ditambahkan sebagai larutan pemasak (white liquor) dan dinyatakan dalam
persen beratnya terhadap berat kering bahan kimia pemasak.
Aktif alkali = NaOH + Na2S
b. Sulfiditas
Untuk mengetahui perbandingan antara NaOH dan Na2S

yang

ditambahkan atau dengan kata lain perbandingan dengan Na2S terhadap


alkali aktif.
Sulfiditas = (Na2S / alkali aktif ) * 100 %
c. Rasio
Merupakan perbandingan antara berat total cairan pemasak terhadap berat
bahan baku kering. Ratio penting untuk penyebaran white liquor yang
merata keseluruh digester untuk pencampuran terhadap chip dan untuk
sirkulasi white liquor.
d. Temperatur
Temperatur maksumim yang diinginkan untuk pemasakan, yaitu 165-170
O

C, maka pulp akan rusak jika suhu dibawah 165 OC, maka pulp tidak akan

matang.
e. Waktu tuju dan waktu pada
Waktu tuju adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu
maksimal pemasakan. waktu pada adalah lamanya waktu yang diperlukan
untuk mempertahankan suhu maksimal.
Untuk mengetahui tingkat kematangan pulp dapat dilakukan penetapan
bilangan kappa yang menunjukkan lignin yang masih tersisa dalam pulp setelah
pemasakan.

Reaksi

penghilangan

lignin

saat

pemasakan

pulp

dapat

dikelompokkan atas 3 tahap, yaitu :


1. Initial delignifikasi, yaitu reaksi awal lignin dengan bahan kimia terutama
fase impregnasi ( masuknnya bahan kimia kedalam chip), terjadi pada
temperatur < 140 OC dan menghasilkan lignin terlarut 20-25 %.
2. Bulk delignifikasi, yaitu reaksi utama lignin dengan bahan kimia dimana
kecepatan reaksi delignifikasi akan meningkat dengan kenaikan temperatur
( diatas 140 OC), menghasilkan lignin terlarut 70-80 %.
3. Residual delignifikasi, yaitu reaksi sisa lignin dengan bahan kimia. Reaksi
ini berlangsung lambat dan pada tahap ini lignin sudah terlarut 90-95%

18

b.4 Parameter Kualitas Brownstock Pulp


b.4.1 Rendemen (yield)
Rendemen adalah jumlah pulp kering yang dihasilkan per berat kering
bahan baku yang dinyatakan dalam persen. Rendemen merupakan salah satu
parameter produksi pulp yang dijadikan sebagai persyaratan pada proses produksi
pulp. Semakin besar rendemen pemasakan, maka semakin menguntungkan.
Rendemen pemasakan merupakan salah satu pemicu perkembangan teknologi
proses produksi pulp. Proses kraft yang berkembang saat ini telah mengalami
modifikasi proses untuk menaikkan mutu dan rendemen pemasakan. Pemasakan
proses kraft (sulfat) lebih banyak digunakan di Indonesia karena proses sulfat
lebih baik dari proses soda, dimana proses sulfat ini mempunyai beberapa
keunggulan, yaitu serat yang dihasilkan lebih fleksibel, waktu pemasakan lebih
singkat, pulp dapat diputihkan sampai derajat putih yang tinggi, kekuatan fisik
pulp lebih tinggi dan penggunaan kembali bahan kimia sisa pemasak lebih mudah
untuk di daur ulang.
b.4.2 Bilangan Kappa
Dehartin. B.(1996) menjelaskan bahwa, bilangan kappa didefinisikan
sebagai jumlah mililiter dari 0,1 N larutan kalium permanganat yang di konsumsi
oleh 1 gram pulp kering. Hasilnya dikoreksi terhadap 50 % pemakaian
permanganat. Pengujian bilangan kappa untuk menentukan kandungan lignin
dalam pulp, ini digunakan di dalam kontrol pabrik untuk dua maksud : pertama,
untuk mengindikasi derajat delignifikasi yang dicapai selama pemasakan,
contohnya bilangan kappa yang digunakan untuk mengontrol pemasakan. Kedua,
untuk mengindikasikan keperluan bahan kimia untuk pemutih. Di dalam
pengujian bilangan kappa yang diketahui yaitu seberapa banyak jumlah
permanganat yang di tambahkan ke suatu contoh pulp, setelah beberapa waktu
tertentu jumlah permanganat yang telah bereaksi dengan pulp yang ditentukan
dengan titrasi terhadap contoh. Untuk kraft pulp berhubungan antara bilangan
kappa dan kandungan lignin dirumuskan seperti berikut:
Lignin (%) = 0,147 x Kappa Number

19

Tujuan dari proses pulping adalah low kappa number, dengan kappa
number yang lebih rendah akan memungkinkan kita dalam mencapai target
brightness dengan kebutuhan pemutih yang sedikit.
b.4.3

Viskositas pulp (viscosity)


Viskositas adalah suatu ukuran sifat fluida untuk melawan gaya yang

menyebabkannya mengalir dinyatakan dalam mili paskal detik (mPa.s) diukur


pada suhu tertentu. Viskositas pulp dalam cuprammonium adalah viskositas
larutan pulp 1 % dalam cuprammonium yang mengandung tembaga (Cu) dengan
konsentrasi 14,8 15,2 g/L dan amoniak (NH3) dengan konsentrasi 190-210 g/L
ditentukan dengan cara mengukur waktu alirannya melalui pipa kapiler, diukur
pada suhu 20 C. Viskositas pulp dalam kuprietildiamin adalah viskositas larutan
pulp 0,5 % dalam kuprietildiamin 0,5 ml yang ditentukan dengan cara mengukur
waktu alirnya melalui pipa kapiler, diukur pada suhu 25 C. Derajat polimerisasi
(DP) pulp yaitu banyaknya unit glukosa dalam rantai selulosa.
Viskositas merupakan tingkat degradasi selulosa dan indikasi dari kekuatan
serat. Viskositas dijadikan sebagai indicator karena baik penurunan maupun
kenaikannya akan mempengaruhi kekuatan pulp (Kocurek, M.J, 1989). Semakin
rendah viskositas, maka makin banyak molekul selulosa terdegradasi yang berarti
rantai selulosa makin pendek. Panjang rantai selulosa penting memberikan
kekuatan pada lembaran kertas. Nilai dari viskositas sering dinyatakan dalam
cm3/g atau Cp (mPa.s).
Dengan melarutkan suatu contoh pulp di dalam suatu larutan selulosa dan
kemudian mengukur viskositas larutan, satu hal yang bisa diperoleh dari
perhitungan yang baik terhadap derajat polimerisasi dari selulosa, suatu nilai
viskositas yang lebih rendah berarti lebih banyak selulosa yang terdegradasi, dan
terdiri dari rantai selulosa yang lebih pendek, ketika nilai viskositas jatuh ke
bawah pada level tertentu, maka kekuatan pulp mulai berkurang, viskositas sering
digunakan untuk mengukur degradasi selulosa selama proses pemutihan
(Dehartin.B (1996).

20

Pengujian viskositas jauh lebih mudah dibanding pengujian kekuatan fisik


dan bisa berguna didalam perhitungan dari bahan kimia yang merusak pulp,
viskositas dari larutan adalah suatu ukuran panjang rantai selulosa atau derajat
polimerisasi, kondisi pengujian harus dengan hati-hati dikontrol seperti: suhu,
konsentrasi dari pulp terlarut, kecepatan gradien selama pengujian dan di dalam
beberapa kasus, pembukaan dari larutan terhadap oksigen, ada variasi signifikan
di dalam metode, perlengkapan yang digunakan untuk mengukur viskositas
biasanya sebuah pipa viscometer, konsentrasi dari pulp atau pelarut yang
digunakan bisa berubah-ubah (Dehartin.B (1996)
b.4.4 Derajat Putih (brightness)
Derajat putih adalah perbandingan antara intensitas cahaya biru dengan
panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan lapisan magnesium
oksidasi pada kondisi sudut datang cahaya 45 dan sudut pantul 0 dinyatakan
dalam persen (% GE). Derajat putih (d/0) adalah faktor pantul intrinsik yang
diukur pada panjang gelombang 457 nm dengan pencahayaan baur dan sudut
pengamatan 0 dinyatakan dalam (% ISO).
Pengujian derajat putih sangat spesifik dari faktor refleksi (pemantulan)
sinar yang berasal dari lembaran kertas / pulp, sinar yang menyangkut pada
lembaran kertas yang salah satunya bisa diabsorbsi, dipancarkan melalui lembaran
atau yang di pantulkan. Derajat putih merupakan salah satu pengujian yang paling
signifikan dan dengan frekuensi yang digunakan pada pemutihan. Pengujian inilah
yang digunakan dalam pengendalian yang rutin spesifikasi komersial untuk
diagnosis didalam masalah-masalah proses dan sebagai parameter kunci di dalam
perkembangan proses (Kocurek,M.J, 1989).
b.4.5 Faktor - H
Faktor H merupakan suatu variabel yang menyatakan fungsi suhu dan waktu
pemasak. Faktor-H digunakan sebagai penyesuaian waktu pada berbagai suhu
pemasakan dan juga untuk memperkirakan kondisi pemasak bila terjadi
penyimpangan dari standar operasi (Dehartin.B (1996).
b.4.6 Soda Loss

21

Soda loss yang terkandung dalam pulp akan mempengaruhi kualitas pulp
yang akan diputihkan. Soda loss adalah banyaknya zat sodium yang terbawa
keluar sistem dalam bubur pulp yang tersisa dalam proses pemasakan (cooking)
(Putra,I, 2008). Disamping mempengaruhi proses pemutihan pulp, soda loss akan
mempengaruhi proses pencucian. Soda loss yang tinggi akan mengakibatkan
kebutuhan air pencucian yang banyak atau bahan kimia pencuci lebih banyak. Hal
ini juga akan berakibat pulp semakin sulit diputihkan karena kandungan bahan
kimia yang tersisa hasil pemasakan tersebut. Sehingga dibutuhkan nilai soda yang
rendah.

Anda mungkin juga menyukai

  • Artikel
    Artikel
    Dokumen10 halaman
    Artikel
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • TANKI KIMIA
    TANKI KIMIA
    Dokumen18 halaman
    TANKI KIMIA
    Pe Ter
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Isi OK
    Isi OK
    Dokumen21 halaman
    Isi OK
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen6 halaman
    Bab V
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Organisasi PT IKPP
    Organisasi PT IKPP
    Dokumen6 halaman
    Organisasi PT IKPP
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • BAB Ii
    BAB Ii
    Dokumen3 halaman
    BAB Ii
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Lampiran B Kelompok VII
    Lampiran B Kelompok VII
    Dokumen35 halaman
    Lampiran B Kelompok VII
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Absorbsi Gas Kelompok 6 Kelas C-Revisi
    Laporan Absorbsi Gas Kelompok 6 Kelas C-Revisi
    Dokumen32 halaman
    Laporan Absorbsi Gas Kelompok 6 Kelas C-Revisi
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Lampiran B Kelompok IV
    Lampiran B Kelompok IV
    Dokumen35 halaman
    Lampiran B Kelompok IV
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen7 halaman
    Bab 2
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen18 halaman
    Bab 3
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 11
    Bab 11
    Dokumen9 halaman
    Bab 11
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • PAP Filtrasi
    PAP Filtrasi
    Dokumen17 halaman
    PAP Filtrasi
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Adsorpsi Koloid
    Adsorpsi Koloid
    Dokumen16 halaman
    Adsorpsi Koloid
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Appendixx
    Appendixx
    Dokumen211 halaman
    Appendixx
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Rukun Kelapan
    Rukun Kelapan
    Dokumen4 halaman
    Rukun Kelapan
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Rukun Kelapan
    Rukun Kelapan
    Dokumen4 halaman
    Rukun Kelapan
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Mekflu Filtrasi
    Mekflu Filtrasi
    Dokumen21 halaman
    Mekflu Filtrasi
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen8 halaman
    Bab 1
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen5 halaman
    Bab 3
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen11 halaman
    Bab Iv
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • BAB I Oleooooook
    BAB I Oleooooook
    Dokumen16 halaman
    BAB I Oleooooook
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • Pemanfaatan Pati Talas
    Pemanfaatan Pati Talas
    Dokumen4 halaman
    Pemanfaatan Pati Talas
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat
  • B. Indonesia
    B. Indonesia
    Dokumen6 halaman
    B. Indonesia
    Nur Asiiyah
    Belum ada peringkat