BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku Pembuatan Pulp
Bahan baku pembuatan pulp berasal dari tumbuh tumbuhan yang
mengandung serat. Serat adalah sel tumbuhan yang berbentuk seperti pipa
(berongga), relatif
Pemilihan jenis tumbuh tumbuhan sebagai bahan baku pulp didasarkan pada
bentuk, jumlah, sifat dan seratnya. Jenis kayu yang biasa digunakan dalam
pembuatan pulp and paper adalah:
a. Soft Wood (kayu lunak), adalah kayu dari tumbuhan conifer, contohnya
pohon Accacia Mangium, Accacia Crassicarpa, Eucalyptus sp, pinus,
cemara, dan Aghatis sp. Kayu ini memiliki panjang dan kekasaran yang
lebih besar dan biasanya dimanfaatkan untuk memberikan kekuatan pada
kertas yang dihasilkan.
b. Hard Wood (kayu keras), adalah kayu yang menggugurkan daunnya setiap
tahun, contohnya Shorea sp (meranti), Rhizopur sp (bakau), Caliandra
calathyrsus sp (kaliandra) dan kulim. Kayu ini memiliki serat pendek
namun lebih halus. Kayu keras juga lebih mudah diputihkan karena
memiliki lebih sedikit kandungan lignin.
Kertas umumnya tersusun atas campuran kayu lunak dan kayu keras untuk
memperoleh kekuatan dan permukaan kayu yang halus dari kertas yang
diinginkan pembeli. Karakteristik dari jenis kayu lunak dan kayu keras dapat
dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Kayu dari Kayu Lunak dan Kayu Keras
Karakteristik
Kandungan Selulosa (%)
Kandungan Lignin (%)
Kandungan Ektraktif (%)
Panjang Serat (%)
Sumber : Herbert.S, 2006
Kayu Lunak
Kayu Keras
40 44
30 32
25 32
26
40 45
15 35
18 25
0,6 1,5
Bahan baku yang digunakan oleh PT. IKPP ada dua jenis yaitu Accacia
mangium (soft wood) dan MTHW (mixed tropical hard wood). Jenis kayu Accacia
jarang dijumpai di Indonesia bagian barat, umumnya pohon ini banyak dijumpai
di Indonesia bagian timur seperti Flores, NTT dan Irian Jaya. Pohon Accacia
mempunyai banyak keistimewaan, antara lain: mempunyai serat panjang, kadar
lignin sedikit, zat ekstraktif sedikit, dan dalam waktu enam tahun diameternya
mencapai 25 30 mm.
Setiap tahun produksi pulp and paper yang dihasilkan oleh industri pulp
terus meningkat. Oleh karena itu, industri pulp membutuhkan persediaan bahan
baku yang cukup sehingga dilakukan pengembangan pembibitan Accacia dan
MTHW sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah Riau sekitarnya. Hutan
tanaman industri ini dikelola oleh PT. Arara Abadi dan merupakan pensuplai
bahan baku PT. IKPP Perawang. Syarat syarat bahan baku pulp and paper pada
PT. Indah Kiat Pulp and Paper dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Syarat syarat Bahan Baku Pulp and Paper pada PT. IKPP
Jenis Kayu
Kadar
Selulosa (%)
Accacia
42 2
MTHW
45 2
Sumber : Smook, 1989
Kadar
Kadar Lignin
Kadar
Hemiselulosa (%)
27 2
30 5
(%)
28 3
20 4
Ekstraktif (%)
32
53
unit glukosa, dan juga disebut derajat polimerisasi. Selama pembuatan pulp di
digester, derajat polimerisasi akan turun pada suatu derajat tertentu. Penurunan
derajat polimerisasi tidak boleh terlalu banyak, sebab akan memendekkan rantai
selulosa dan akan membuat pulp tidak kuat. Selulosa dalam kayu memiliki derajat
polimerisasi sekitar 3500, sedangkan selulosa pada pulp memiliki derajat
polimerisasi 600-1500. Aglomerisasi rantai selulosa yang berkumpul disebut
mikrofil. Beberapa mikrofil yang membentuk struktur yang lebih besar disebut
mikrofibril.
Mikrofibril ini bersama hemiselulosa dan lignin membentuk serat kayu.
Rantai selulosa dengan serat pendek memberikan hasil pulp yang lebih encer.
Faktor-faktor yang memungkinkan selulosa digunakan untuk memproduksi pulp
dan kertas adalah sebagai berikut.
a. Jumlahnya yang banyak sehingga harganya murah
b. Warnanya secara alamiah berwarna putih
c. Zat ini umumnya berbentuk serat dan kekuatan tariknya sanga tinggi
d. Tidak dapat larut dalam air dan pelarut organik
e. Tahan terhadap sejumlah bahan kimia
Hidrolisis total selulosa menghasilkan D-glukosa (sebuah monosakarida)
akan tetapi hidrolisis parsial menghasilkan disakarida (selulosa) dan polisakarida
yang memilki n berurutan dari 3 ke 10. Selulosa memiliki struktur kristal dan
memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam dan basa [Yokoyama, 2008].
Struktur monomer selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.
10
dan oksigen (O). Selulosa terdapat pada semua tanaman pohon tingkat tinggi
hingga organism primitive seperti rumput laut, flagelata dan bakteri. Sellulosa
bahkan dapat diperoleh dari dunia hewan, tunicin, zat kutikula tunicate [Fengel
dan Wegener, 1985]. Selulosa merupakan polimer yang memiliki rantai lurus dan
tidak bercabang.
Ketersediaan selulosa dalam jumlah yang banyak pada pulp akan
membentuk serat yang kuat, berwarna putih, tidak larut dalam air dan pelarut
pelarut organik netral serta tahan terhadap bahan bahan kimia.
b.2.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa juga merupakan polimer yang dibentuk dari gula sebagai
komponen utamanya. Berbeda dengan selulosa yang hanya merupakan polimer
dari lima jenis polimer yang berbeda yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa,
dan arabinosa. Hemiselulosa adalah senyawa gula yang berbeda seperti hexoses
(glukosa, manosa, dan galaktosa) dan pentoses (xylosa dan arabinosa).
Ada beberapa jenis spesies kayu yang memilki hemiselulosa dengan
komposisi yang berbeda. Hardwood lebih banyak memiliki xylan, sedangkan
softwood lebih banyak mengandung glukosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek
daripada rantai selulosa. Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi 300 ke
bawah. Hemiselulosa adalah polimer bercabang dan tidak linier. Selama
pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan selulosa.
Selulosa cukup tahan dalam proses pembuatan pulp dan pemutihan pulp
(bleaching) sedangkan hemiselulosa akan mengalami degradasi dan sebagian
terbuang. Karena derajat polimerisasi n hemiselulosa adalah antara 50 sampai
200, yaitu lebih kecil dari selulosa, maka ia lebih mudah terurai dibandingkan
selulosa [Yokoyama, 2008].
11
12
asam
mineral dalam
seperti
H2SO4, encer.
asam
mineral mineral.
secara
parsial
organik.
asam
organik
dalam
pekat.
Tidak larut dalam alkali Larut
hidroksida.
asam
dalam
hidroksida encer.
organik dalam
pekat.
alkali Larut
dalam
alkali
hidroksida encer.
13
antara serat pendek (hard wood) dan serat panjang (soft wood) dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Kayu
Komponen
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Ekstraktif
Hard Wood
45%
30%
20%
5%
Soft Wood
42%
28%
27%
3%
14
pendek dan kotor, kekuatannya rendah dan tidak stabil. Jika dibuat kertas akan
mengasilkan lembaran yang bersifat bulky dan mencapai kapasitas yang baik. sifat
Bulky dapat memberikan efek bantalan dalam lembaran, sehingga mempunyai
sifat mudah menyerap tinta dan sifat cetak yang baik.
b.3.2 Proses pembuatan pulp Secara Semi kimia ( kimia Mekanik)
Pembuatan pulp secara semi kimia terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
menggunakan bahan kimia yaitu Natrium sulfit dan natrium karbonat, yang
bertujuan untuk menghilangkan sebagian hemiselulosa dan lignin, kemudian
tahap yang kedua dengan pelaksanaan mekanis untuk memisahkan seratnya. Hasil
pulp sulit diputihkan dan umumnya digunakan untuk kantong semen. Rendemen
dan sifat-sifat pulp semimekanis merupakan gabungan pulp kimia dan mekanis
dengan rendemen 55-95%.
Beberapa proses semikimia yang lain adalah:
a. Menggunakan larutan Natrium Sulfit
15
dari proses soda kurang bagus, pulpnya gelap sehingga proses pemutihan lebih
banyak menggunakan bahan kimia yang menyebabkan limbah proses pemutihan
tinggi. Rendemen yang dihasilkan juga rendah sedangkan prosesnya tergolong
mahal karena harga NaOH yang mahal. Reaksi yang terjadi adalah:
RC = CH + H2O
RCH2OH + RCOOH
Lignin
Alkohol
Asam
Keuntungan dari proses soda ini adalah:
a. Mudah dalam recovery atau mendapatkan kembali bahan kimia dalam
pemasakan (recovery NaOH dan back liquor).
b. Bahan baku yang dipakai dapat bermacam macam.
c. Perbandingan bahan kimia terhadap bahan baku yang dipengaruhi densitas
bahan baku karena yang memiliki densitas tinggi biasanya kandungan
ligninnya tinggi sehingga bahan kimia yang dipakai lebih besar daripada
kebutuhan bahan kimia ber densitas rendah.
d. Konsentrasi cooking liquor (cairan pemasak) sebaiknya konsentrasi
pemasak dimulai pada konsentrasi rendah dan diadakan penambahan alkali
selama tenggang waktu tertentu selama pemasakan.
b.3.3.2 Proses asam (Sulfit)
Proses sulfit ini menggunakan bahan pemasak yang berupa campuran dari
H2SO3 dengan ion bisulfit (HSO3) dimana lignin diubah menjadi garam dan asam
lignosulfonik. Sebagian ion positifnya dapat menggunakn kalsium, magnesium,
sodium, dan ammonium. Dilakukan dalam kondisi asam, dimana asam sulfit
dibuat berlebih (pH 1-2), sementara bisulfitnya pada kondisi asam (pH 3-5). Hasil
dari proses ini memiliki rendemen rendah tapi seratnya utuh dan stabil, mudah di
refinery saat pembuatan kertas. Rendemen yang dihasilkan antara 45-60 %.
Kekuatan pulp sulfit lebih kuat dibandingkan dengan pulp proses soda.
Proses sulfit memiliki berbagai kekurangan dibandingkan proses sulfat,
yaitu:
1.
2.
16
3.
Sedangkan kelebihan dari proses ini adalah pulp yang dihasilkan memerlukan
energy refining yang rendah pada derajat giling yang sama dengan kraft dan
dimungkinkannya peningkatan system recovery serta dengan sendirinya dapat
memperbaiki pengendalian polusi. Pulp sulfit sangat cocok untuk pembuatan
kertas tissue, glassine dan kertas cetak bermutu tinggi.
b.3.3.3 Proses Pemasakan Kraft
Proses kraft merupakan proses pembuatan pulp secara kimia dan
berkembang sangat cepat dan telah mendominasi sekitar 70% dari total produksi
pulp. Pada proses kraft digunakan NaOH dan Na2S sebagai bahan pemasak dan
temperatur 165-170 OC. Tujuan pemasakan kraft adalah pemisahan serat dari
serpih kayu secara kimia dan melarutkan lignin semaksimal mungkin yang
terdapat pada dinding serat. Pemisahan serat dicapai dengan pelarutan lignin yang
mengikat serat satu sama lain.
Proses kraft disebut juga proses sulfat karena pemakaian Na2SO4 sebagai
make up pada proses perolehan kembali bahan kimia
pemasak yang
17
yang
C, maka pulp akan rusak jika suhu dibawah 165 OC, maka pulp tidak akan
matang.
e. Waktu tuju dan waktu pada
Waktu tuju adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu
maksimal pemasakan. waktu pada adalah lamanya waktu yang diperlukan
untuk mempertahankan suhu maksimal.
Untuk mengetahui tingkat kematangan pulp dapat dilakukan penetapan
bilangan kappa yang menunjukkan lignin yang masih tersisa dalam pulp setelah
pemasakan.
Reaksi
penghilangan
lignin
saat
pemasakan
pulp
dapat
18
19
Tujuan dari proses pulping adalah low kappa number, dengan kappa
number yang lebih rendah akan memungkinkan kita dalam mencapai target
brightness dengan kebutuhan pemutih yang sedikit.
b.4.3
20
21
Soda loss yang terkandung dalam pulp akan mempengaruhi kualitas pulp
yang akan diputihkan. Soda loss adalah banyaknya zat sodium yang terbawa
keluar sistem dalam bubur pulp yang tersisa dalam proses pemasakan (cooking)
(Putra,I, 2008). Disamping mempengaruhi proses pemutihan pulp, soda loss akan
mempengaruhi proses pencucian. Soda loss yang tinggi akan mengakibatkan
kebutuhan air pencucian yang banyak atau bahan kimia pencuci lebih banyak. Hal
ini juga akan berakibat pulp semakin sulit diputihkan karena kandungan bahan
kimia yang tersisa hasil pemasakan tersebut. Sehingga dibutuhkan nilai soda yang
rendah.