Anda di halaman 1dari 19

ANATOMI DAN FISIOLOGI

1.

Mulut

a.

Anatomi

Mulut terbuka kearah belakang menuju cavum pharyngis. Bagian atas dibatasi
olehpalatum, bagian bawah oleh dinding dasar mulut, bagian samping oleh pipi.
Dasar mulut bertumpu pada ligamen otot.
b.

Fisiologi

Mukosa
Permukaan bagian dalam mulut lebih sempit, ditutupi oleh lapisan mukosa
yang sangat tipis, bening dan agak melekat : adanya ayaman kapiler tight junction
pada mukosa yang tipis tersebut memudahkan penyerapan. Selanjutnya prinsip ini
digunakan untuk pemberian zat aktif per lingual.
Pengeluaran air liur (saliva)
Air liur terutama mengandung enzim ptyalin yang merupakan suatu amylase
dengan pH aktivitas optimum 6,7. Proses hidrolisa ptyalin terhadap amilum akan
berlanjut sekitar 30 menit didalam lambung, walaupun pH-nya menurun karena
bercampur dengan cairan lambung.

2.

Lambung

a.

Anatomi

Lambung merupakan sebuah kantong dengan panjang sekitar 25 cm dan 10 cm saat


kosong, volume 1 1,5 liter pada dewasa normal.
b.

Fisiologi
Pengeluaran cairan lambung terjadi karena tiga proses yaitu : proses mekanik

(kontak makanan dengan dinding lambung), proses hormonal (sekresi lambung) dan
persarafan.

3.

Usus halus

a.

Anatomi

Usus halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri atas 3 bagian yaitu
duodenum yang terfiksasi, jejunum dan ileum yang bebas bergerak. Diameter usus
halus tergantung pada letaknya (2-3 cm) dan panjang keseluruhan antara 5-9 cm.
b.

Fisiologi
Usus halus terdiri atas 5 lapisan melingkar, berupa jaringan otot (musculus) dan

lapisan lender (mukosa). Lapisan yang paling dalam (lapisan mukosa) sangat
berperan pada proses penyerapan obat.
4.

Usus besar (Kolon)

a.

Anatomi
Ileum

dipisahkan

dari

usus

besar

oleh valvula

ileocaecal atauvalvula

BAUCHI, serabut-serabut lipatan otot menonjol ke dalam lubang saluran yang


berfungsi mencegah aliran dari usus besar menuju usus halus.
Posisi usus besar seperti kerangka pigura. Berukuran panjang 1,4-1,8 meter dan
diameternya kea rah distal semakin membesar. Usus besar dibedakan atas :

Usus besar menaik (Colon ascendens) dimulai dari caecum, segmen yang
membesar dengan bentukan vertikel berupa appendix/ usus buntu. Colon
ascendens ini pendek berukuran sekitar 15 cm dan berdiameter cukup besar (6

cm) dan terfiksasi.


Usus besar melintang (Colon transfersum), mengambang dan berukuran
panjang sekitar 50 cm dan berdiameter 4-5 cm. muncul dari sudut hepatic
(flexura hepatica) menuju sudut limpa (lien) dan sebagian besar menempel

pada lengkungan lambung


Usus besar menurun (Colon descendens), melekat dan relatifpendek (12 cm),

berdiameter kecil (3 cm)


Colon ileocaecal, dilanjutkan dengan Colon pelvinal atau signoida yang
muaranya lebih lebar.

b.

Fisiologi
Bila usus halus merupakan organ penyerapan maka usus besar merupakan agen

penyerapan air, penampungan dan pengeluaran bahan-bahan feces.


B. VASKULARISASI LINTASAN PENYERAPAN
1. Mulut
a. Vaskularisasi darah
Vaskularisasi daerah lidah terutama dilakukan oleh arteria lingualis dan arteria
facialis yang merupakan cabang arteria carotis. Pembuluh nadi balik terdiri atas :

Vena facialis dan kolateralnya


Vena lingualis, terutama vena raninus
Vena-vena tersebut bergabung membentuk vena besar dan masuk ke vena

jugularis interna. Lengkungan palatum mendapat darah dari arteri maxilaris


interna. Sedangkan vena maxilaris bertanggung jawab terhadap pembuluh darah
balik yang bermuara di vena jugularis interna.

Darah vena dari daerah mulut mengalir ke jantung dan selanjutnya mengalir
ke organ-organ tubuh lainnya dan kemudian memasuki hati. Jadi semua zat aktif
yang diserap pada jalur ini tidak segera mengalami metabolism hepatic yang
dapat berakibat inaktivasi sebelum diedarkan ke seluruh tubuh atau yang kita
kenal sebagai efek lintasan pertama hepatik.
b. Vaskularisasi getah bening
Pembuluh getah bening berasal dari semua bagian mulut. Pembuluh ini dapat
mencapai limfonoduli yang sangat tersebar dan dengan demikian membantu
penyerapan dan pembagian zat aktif tertentu.
2. Lambung
a. Vaskularisasi darah
Debit darah pada lambung adalah 250 ml/menit. Pembuluh darah arteri yang
mengalir ke lambung berasal dari arteria coeliaca yang mengikuti dua lekukan
lambung. Sejalan dengan vena,darah arteri tersebut menuju hati dengan
perantaraan vena porta, sehingga dengan demikian darah akan mengaliri lambung.
Jadi zat aktif yang diserap di lambung akan melewati hati lalu di metabolism dan
hal ini sering menyebabkan ketidakaktifan obat (efek lintasan hepar pertama).
b. Vaskularisasi getah bening (limfe)
Pembuluh getah bening pada saluran cerna berasal dari jaringan sub mukosa
dan sub serosa. Pembuluh tersebut berkumpul lagi dalam limfonoduli di sekitar
pembuluh arteri besar dan dalam simpul yang lebih kecil di dekat collateral.

3. Usus halus
a.

Vaskularisasi darah
Usus halus mendapatkan aliran darah dari pembuluh nadi (arteri) yang berasal

dari ketiga cabang aorta abdominal dan kolateralnya. Pembuluh nadi balik (vena)
berada pada batasan yang kurang lebih sama dengan pembuluh nadi.
Jadi semua darah vena yang mengalir dari usus mengumpul pada vena aorta
seperti saat mengalir dari lambung. Jadi zat aktif yang diberikan melalui mulut,
penyerapannya pasti akan melewati hati (lintasan pertama hepatik) dan mengalami
perubahan.
b.

Vaskularisasi getah bening

Usus halus mempunyai struktur anatomi yang menunjang fungsi penyerapan tersebut.
4.

Usus Besar (Kolon)

a.

Vaskularisasi darah

Usus besar mendapatkan aliran darah dari arteria mesentericum superior dan inferior.
Pembuluh darah balik pada usus besar adalah :
-

Vena mesentericum superior yang mengalirkan darah daricaecum dan usus besar

sebelah kanan.
-

Vena mesentericum inferior yang mengalirkan darah dari sigmoidatau signoida.

Bila akan dirancang suatu obat per oral dengan penyerapan efektif pada saluran cerna,
maka harus dipertimbangkan kemungkinan lewatnya obat melalui hati dan akibatakibat yang ditimbulkan.
b.

Vaskularisasi getah bening (limfe)

Seperti pada semua saluran cerna , terdapat dua rangkaian pembuluh getah bening
yaitu yang sub mukosa dan sub serosa. Jaringan ini dikeluarkan oleh limfonoduli
coeliaca sub mukosa. Disamping kanan terdapat ileocoeliaca yang sangat penting.

C.

PERSARAFAN

Pengeluaran empedu akan dirangsang oleh system saraf otonom, sehingga semua
gangguan terhadap saraf dapat berpengaruh pada pengeluaran empedu. Jadi transit
usus yang sangat cepat akan mengacau kesempunaan penyerapan zat aktif tertentu
yang terionkan atau yang penyerapannya terjadi dengan cara aktif.

D.

FAKTOR PATO-FISIOLOGI YANG BERPERAN PADA PENYERAPAN

OBAT PER ORAL


v FAKTOR FISIOLOGIK
1.

Permukaan Penyerap

Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti dibandingkan dengan


usus halus. Lambung lebih merupakan organ penggetahan dibandingkan dengan
organ penyerap. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan
peroral, dan tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan terjadinya
penyerapan pasif dan zat aktif lipofil dan bentuk tak terionkan pada pH lambung yg
asam (asam lemah seperti asam salisilat, barbiturat).
Usus halus mempunyai luas permukaan penyerap 40-50 m2. Penyerapan ini dapat
terjadi secara kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan keasaman pH yang akan
mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya

terjadi pada daerah tertentu. Suatu alkaloida yang kuat dan terionkan dalam cairan
lambung, secara teori kurang sediserap. Bila pH menjadi netral atau alkali, bentuk
basanya akan mengendap pada pH. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak
larut untuk dapat diserap dalam jumlah yang cukup. Leh sebab itu harus dirancang
suatu bentuk sediaan dengan perlepasan dan pelarutan zat aktif yang cepat.

2.

Umur

Terjadinya keadaan dosis-lebih disebabkan oleh adanya penyerapan tak terkontrol.


Pada bayi dan anak-anak, sebagian seistem enzimnya belum berfungsi sempurna
sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak
sempurnanya proses detoksifikasi metabolik, atau karena penyerapan yang tidak
sempurna dan karena gangguan saluran cerna sebagai akibat adanya bahan tambahan
tertentu yang tidak dapat diterima.
Oleh sebab itu pengaturan dosis obat pada bayi tidak dapat dihitung dengan rumus
yang sederhana seperti pada orang dewasa, tetapi harus menggunakan fungsi berat
badan.
Pada penderita tua, terlihat fenomena penurunan penyerapan dan kecendurungan
menurunnya HCl lambung sehingga mengurangi penyerapan asam lemah.
Posologi pada penderita tua tampaknya sangat dipengaruhi oleh faktor individu.
Secara sederhana pemberian obat pada keadaan tersebut harus dilaksanakan dengan
sangat hati-hati.
3.

Sifat Membran Biologik

Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa pencernaan akan


mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan terjadinya

difusi pasif zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk yang tak terionkan
dilambung dan terutama diusus besar. Semua jenis transpor zat aktif diusus halus
yang meliputi:
Transpor dengan pembentukan pasangan ion
Transpor sederhana
Transpor aktif
Pinositosis
Adanya berbagai mekanisme tersebut menyebabkan pelipat ganda kemampuan
penyerapan usus halus dibandingkan dengan kemampuan usus besar.
4.

Laju Perlewatan

Laju transit dan waktu tinggal dilambung merupakan salah satu faktor yang sangat
penting, yang mempengaruhi intensitas penyerapan. Suatu zat aktif yang sukar
diserap lambung seharusnya tidak tinggal lama dilambung. Oleh sebab itulah waktu
pengosongan lambung sebaiknya diusahakan terjadi lebih cepat. Sebaliknya bila
transit diusus berjalan lambat, hal tersebut menguntungkan bagi zat aktif yang hanya
diserap pada bagian tertentu saluran cerna, terutama dalam hal transpor aktif. Contoh
yang klasik adalah riboflavin yang diserap pada bagian atas usus halus. Bila obat
dalam

keadaan

terlarut

melewati

daerah

penyerapan

terlalu

cepat

maka

penyerapannya menjadi sangat sedikit. Fenomena yang sama juga terjadi pada
tetrasiklina, fenisilina, seofulvin dan garam-garam besi (fe).
Kecepatan transit dilambung tak dapat dikontrol selama waktu makan dan gumpalan
makanan meninggalkan lambung bertahap dalam waktu yang lama ataupun singkat.
Faktor yang meningkatkan waktu pengosongan lambung
Faktor yang dapat meningkatkan waktu pengosongan lambung, daiantaranya adalah:
Volume

Menurut beberapa peneliti, selama puasa lambung dapat menghasilkan beberapa


ml/jam cairan asam bila dilakukan pemasangan pipa. Pada saat puasa di luar waktu
makan dapat terjadi pengeluaran karena rangsangan. Psikis dan pada keadaan ini
tampaknya lambung hanya mengandung cairan yang bersifat asam lemah. Pemberian
sediaan padat per oral saat puasa sebaiknya disertai segelas air, agar mempercepat
terjadinya peluruhan, pelarutan dan transit.
Sekresi lambung dapat terjadi akibat timbulnya suatu rangsangan subyektif, misalnya
bau yang tidak enak dan aspek yang menarik. Dengan demikian psikisme individu
sangat berperan. Pada seseorang depresif, sekresi lambung akan meningkat mulai dari
awal hingga akhir makan dan peningkatan ini sangat tergantung pada individu.
Dengan demikian nyatahlah bahwa sediaan yang diberikan peroral dapat mempunyai
ketersediaanhayati yang berbeda-beda tergantung pada cara penelanan:
Dengan atau tanpa air (peningkatan laju pelarutan, penurunan derajat keasaman
karena pengenceran, proses transit dipercepat bila subyek berpuasa)
Sebelum atau selama makan, awal akhir makan : keasaman dan sekresi proteolitik
akan meningkat pada akhir makan.
Karena pelarutan dilambung selama waktu makan sulit dikendalikan dan adanya
resiko peresapan zat aktif oleh makanan maka lebih disukai pemberian obat diantara
waktu makan atau sebelumnya. Namun bila diinginkan pengurangan efek iritasi yang
mungkin terjadi pada mukosa lambung maka pemberian obat dapat diberikan saat
makan.
Sangat mudah dilihat bagaimana volume makanan dalam lambung yang bertambah
dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi
karena alasan yang diharapkan. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan
penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal,
peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,.
Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks mienterik lokal

dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas pompa pilorus.
Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding
dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu
tertentu.
Konsistensi isi lambung
Kekentalan cairan lambung sangat berperan dan pemberian obat saat puasa
bersamaan dengan segelas airakan menngkatkan secara nyata laju pelarutan tersebut
lebih encer dari sop encer.
Keasaman
Keasaman (pH) cairan lambung selama mendekati satu, tetapi karena adanya
pengenceran biasanya pH dapat berada antara 1 dan 3.
Pengukuran pH sekresi lambung pada umumnya dilakukan dengan pengambilan
melalui pipa, sedangkan pengukuran pH pada binatang dilakukan dengan menusukan
fistula ke lambung melalui kulit. Tehnik yang pertama dapat menimbulkan trauma
dan komposisi cairan lambung setelah eksitasi mekanik mungkin berada dengan
komposisi yang dihasilkan pada keadaan fisiologi. Hal yang sama terjadi bila
lambung dirangsang oleh bahan-bahan tertentu seperti histamin. Bila penggunaan
fistula pada hewan mempunyai masalah ekstrapolasi klasik, maka hal yang sama
berlaku pula pada manusia.
Pengukuran pH cairan lambung dengan elektroda gelas yang dimasukan kedalam
lambung memberikan hasil yang baik.

Kandungan bahan-bahan tertentu yang berada disaluran cerna.


Kandungan bahan berlemak, asam lemah, bahan pencerna daging, gula. (bahan-bahan
tersebut terinduksi oleh kontak dengan mukosa duedenum, sekresi hormon,
esterogastron, dan akan menhambat pengosongan lambung).

Keadaan emosi
kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung dan sebaliknya ketakutan
dapat memperlambat pengosongan lambung.dan dapat menyebabkan penutupan
pylorus.
Para peneliti menyimpulkan bahwa gerakan lambung tidak sangat kuat dan terjadi
secara peristaltik. Gerakan tersebut merupakan gelombang kontraksi yang dimulai
dari daerah fundus bagian tengah dan berpindah menuju pylorus. Gerakan dimulai 510 menit sesudah makanan masuk kedalam lambung dan terjadi selama 4-6 gerakan
setiap menit dan selanjutnya mencapai pylorus dalam waktu 20 detik. Dengan
demikian makanan tertimbun pada lapisan berikutnya tanpa energi pengadukan.
Adanya pengadukan di permukaan menjamin pencampuran yang lebih baik antara
cairan lambung dan bahan yang akan diserap kecuali pada daerah pylorus yang
gelombang geraknya lebh kuat. Hanya campuran isi lambung yang cukup encer yang
dapat melewati pylorus secara bertahap.
Sediaan obat yang diserap tercampur dengan masa makanan tanpa benar-benar
teraduk bila ia berada dalam daerah pylorus. Perlepasan, pelarutan dan penyerapan
dilambung terjadi dengan hambat bila obat digunakan bersamaan atau setelah makan.
Sebaliknya saat puasa dan disertai dengan segelas air, ketiga fase tahapan predisposisi obat akan terjadi secara efektif. Tetapi cairan dengan cepat memasuki
duedenum, terutama bila yang ditelan berbentuk cairan dan diminum bersama segelas
air. Dengan demikian saat puasa pylorus akan terbuka atau terbuka sedikit dan
pembukaan lambung pertama menyebabkan obat segera memasuki duedenum dan
pylorus segera menutup kembali.
Mekanisme pembukaan dan penutupan pylorus sesungguhnya masih kabur. Proses
tersebut merupakan fungsi pH cairan duedenum (pylorus hanya dapat membuka bila
pH di ddeudenum
Faktor yang mempercepat pelewatan dilambung

Semua faktor yang berlawanan dengan yang telah disebutkan sebelumnya seperti
keasaman, pengenceran, posisi berbaring pada sisi kiri akan mengaktifkan
pengosongan lambung.
Bila akan dibuat sediaan obat dengan waktu tinggal dilambung yang relatif singkat
maka harus dicoba menetralkan keassaman lambung dengan senyawa dapar pada pH
yang lebih tinggi.
Pelewatan diusus halus
Adanya makanan mengaktifkan proses pelewatan diusus halus dan pada pagi hari
diwaktu puasa pelewatan tersebut menjadi lambat. Pengeluaran empedu akan
dirangsang oleh sistem saraf otonom, sehingga semua gangguan terhadap saraf dapat
berpengaruh pada pengeluaran empedu.

5.

pH dan Perubahan pH karena formulasi

keasaman (pH) dan laju transit merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses
pelarutan dan penyerapan. Derajat keasaman pH cairan saluran cerna berbatas 1-8
sehingga memungkinkan terjadinya pelarutan sebagian besar zat aktif pada daerah
tertentu disaluran cerna. Jadi pH merupakan faktor yang mempengaruhi seluruh
proses penyerapan.
Perbedaan pH disepanjang saluran cerna memungkinkan berkembangnya pembuatan
sediaan yang tahan cairan lambung atau sediaan dengan aksi terkendali. Penyalut
selulosa atau amilum asetoftalat mempunyai sifat polielektrolit dan akan melarut
sesuai dengan fungsi pH, misalnya jenis Eudragit.
Perubahan pH dengan formulasi
Hampir tidak mungkin membuat formula yang sesuai dengan keseragaman pH
seluruh usus, sebaliknya hal tersebut dapat dilakukan pada cairan lambung dengan
tujuan untuk :
meningkatkan ketersediaan hayatizat aktif yang tak larut pada pH lambung (asam
salisilat menjadi lebih larut).
Mengurangi iritasi bentik asam dari zat aktif (salisilat),
Mencegah peruraian yang disebabkan oleh keasaman cairan lambung.
pH cairan lambung dapat di tingkatkan dengan pemberian suatu senyawa asam
(natrium bikarbonat, kalsium karbonat, dan lain- lain), tetapi cara lebih klasik adalah
dengan mengubah pH daerah difusi di sekitar partikel oleh dapar yang ada basa atau
dengan menggunakan garam yang larut dari zat aktif asam.
6.

Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan pada cairan usus menurun karna adanya garam empedu.Hal
yang sama terlihat paada cairan lambung yang mendapatkan masukan garam empedu.
Tegangan permukaan cairan lambung berkisar antara 38-47 /dyne/cm2. Pengurangan
tegangan permukaan akan memudahkan pembasahan dan pelarutan partikel yang
semula belum larut. Senyawa senyawa choleretie merangsang pengeluaran cairan
empedu, sehingga akan meningkatkan pelarutan dan mempermudah pengemulsian
dan penyerapan bahan lemak dan vitamin yang larut lemak.
7.

Kekentalan
Kekentalan juga menghambat proses bahwa kekentalan menghambat proses

penyerapan yaitu dengan menghambat pembasahan partikel dan menekan laju


pelarutan.
Kekentalan juga menghambat proses difusi molekul zat aktif saat proses pelarutan
dimukosa penyerapan. Malahan dapat dikatakan bahwa kekentalan menghambat
proses transit dan terutama meningkatkan waktu-tinggal dalam lambung. Telah kita
ketahui bahwa pemberian segelas air bersamaan dengan pemberian zat aktif akan
mempercepat proses penyerapan. Bahan pengental yang digunakan dalam formulasi
juga akan meningkatkan viskositas cairan cerna.
8.

Isi Saluran Cerna yang dapat Mengubah Aksi Zat Aktif

a.

Musim

Senyawa ini merupakan mukopolisakarida alami yang melapisi saluran cerna, dapat
membentuk kompleks dengan zat aktif dan menghambat proses penyerapan. Hal
tersebut terjadi pada streptomisina, dihidrosterpromisina, antikolinergik dan
penurunan tekanan darah golongan amonium kuarterner yang bentuk kompleksnya
sangat kuat. Pemberian senyawa amonium kuartener yang inert secara farmakologik,
dapat memperbaiki penyerapan zat aktif amonium kuartener dengan cara inhibisi
kompetitif pada tempat aksi musim.

b.

Garam empedu

Konsentrasi garam empedu, bahan penurunan tegangan permukaan fisiologik berada


diatas konsentrasi misiler kritik (CMC). Jadi dapat terjadi interaksi antara garam
empedu dan zat zat aktif dengan miselinisasi yang dapat melarutkan zat aktif
tertentu yang tidak larut dalam air dan dengan demikian memperbaiki penyerapannya.
Hal tersebut terjadi bila zat aktif mempunyai sifat kimia tertentu sehingga dapat
diserap dengan mudah. Pada keseimbangan antara bentuk bebas dan bentuk miselnya,
bila bentuk bebas diserap dengan cepat maka media air segera diisi kembali oleh
bentuk bebasnya yang dilepaskan oleh misel. Proses ini akan meningkatkan
penyerapan, seperti yang telah diketahui sejak lama berlaku untuk monogliserida,
asam lemak dan vitamin larut-lemak, juga berlaku terhadap sulfadiasina, fenolftalein
dan steroida tertentu.
c.

Ion-ion tertentu : Ca, Mg, Fe.

Molekul-molekul tertentu dengan ion-ion bervalensi dua atau tiga, seperti kalsium
atau magnesium akan membentuk kelat yang tak terserap.
d.

Flora Usus

Flora usus mengeluarkan enzim, misalnya penisilinase yang menginaktifkan zat aktif
tertentu.
e.

Enzim

Enzim dapat merusak zat aktif tertentu, misalnya zat aktif peptida akan merusak oleh
enzimproteolitik (insulin, ositosin). Dalam hal tertentu, enzim tersebut menyebabkan
peningkatan perlepasan obat dan mempengaruhi sifat sediaan yang tahan asam atau
sediaan lepas lambat, lipase usus akan menghidrolisa lemak tahan asam.

v FAKTOR PATOLOGI
Faktor patologi berpengaruh pada 3 hal utama, yaitu pengetahan, pergerakan dan
penyerapan.
1.

Gangguan Fungsi Pengetahan

Psikis merupakan satu faktor yang dapat meningkatkan atau menghambat proses
pengeluaran getah. Pada orang pemarah akan terjadi peningkatan pengeluaran getah
dan sebaliknya akan terjadi hambatan pengeluaran getah pada seseorang yang
depresif.
Pengeluaran getah lambung meningkat pada keadaan tukak duedenum yang mana
berlebihan asam dapat merusak aktivitas enzim pankreatik. Sebaliknya pengeluaran
getah lambung berkurang pada keadaan pH yang meningkat akibat tukak lambung,
gastritis kronis, penyakit beimer dan diabetes.
Tidak cukupnya pengeluaran getah empedu yang disebabkan oleh pembuntuan
(obstruksi) saluran empedu akan menghambat penyerapan lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak.
2.

Gangguan Transit

Waktu tinggal dalam lambung pada umumnya akan meningkat pada keadaan:
Penyempitan pilorus (stenose pylorus)
Tukak lambung (ulkus ventriculi) pada bagian juxta pylorus
Kelainan pembuluh darah tertentu
Sprue
Myxcodemia (salah satu bentuk peradangan kelenjar)
Gerakan usus halus tergantung pada sistem simpatik dan

Semua hal yang berpengaruhi gerakan tersebut juga akan mempengaruhi waktu
transit. Tukak duedenal menyebabkan gerakan duodenum yang berlebihan sedangkan
sprue dan colitis ulcerosa (keradangan usus besar yang bersifat seperti tukak)
umumnya menghambat gerakan usus.
3.

Gangguan Penyerapan.

a.

Pengurangan luas permukaan penyerap

Pembedahan: Gastrectomie (berpengaruh

pada

luas

permukaan

penyerap,

pemotongan usus (pengaruhnya tergantung pada panjang dan letak pemotongan)


Anomali atau cacat pada mukosa permukaan, baik karena bawaan atau karena
perolehan :entropati pada gluten, intoleransi selektif pada karbohidrat dan
pertumbuhan mikroba.
b.

Perubahan Media Usus

Penambahan senyawa anti mikroba atau anti parasit dapat memutuskan ikatan
konjugasi garam empedu (akibat terjadi kesalahan penyerapan lemak dan vitamin
yang larut lemak), dan merusak zat aktif sebelum diserap (vitamin B12).
Adanya

bahan

obat

antimikroba

berspektrum

luas

dapat

mengganggu

keseimbangan flora usus, misalnya neomisina dapat merintangi kerja. Lipase


pankreatik dan garam empedu

Anda mungkin juga menyukai