Anda di halaman 1dari 6

STUDI PEMBUANGAN LIMBAH LIQUID (B3) PADA BAWAH PERMUKAAN

DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEEP WELL INJECTION


Darma Samuel H1,Ugeng Wijaya2, Syaifful Amri2
1
2

Program Studi Teknik Lingkungan - FTM UPN Veteran Yogyakarta


Program Studi Teknik Pertambangan - FTM UPN Veteran Yogyakarta
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur Depok Sleman DIY, 55283
Email : darmasamuelhutajulu@yahoo.co.id

Abstrak
Pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari limbah cair
berbagai industri khususnya industri migas dan
pertambangan saat ini menjadi isu sosial. Secara alamiah
limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi mengandung berbagai macam
unsur dan senyawa bersifat hazard dan toxic (beracun),
contohnya antara lain H2S, NH3, Hg, Sulphur slurry.
Upaya dalam meminimalisasi dampak yang dapat
ditimbulkan oleh limbah tersebut dengan metode
penginjeksian. Metode ini dapat mengurangi beban
pencemaran lingkungan di permukaan. Sedangkan
penentuan luas daerah kajian di lokasi sumur injeksi dan
kelayakan sebuah sumur menjadi sumur injeksi dilakukan
melalui tahapan diantaranya adalah melakukan survey
lapangan dan pemetaan terhadap lokasi sumur
injeksi,menentukan sumur yang depleted yaitu sumur yang
tidak mempunyai potensi di masa depan untuk
menghasilkan minyak dan gas. Hal ini didasarkan atas studi
reservoar terhadap zona-zona yang sudah tidak potensial
dan diverifikasi ketidakpotensialnya pada sumur lain yang
berhubungan di zona yang sama.Data-data geologis di zona
injeksi tentang kapasitas tampung, bottom hole pressure,
permeabilitas, keberadaan zona confinement dan
containment (impermeable layer), sumur injeksi secara
geologi harus terlindung dari sumber air tanah.
Injeksi limbah cair merupakan alternatif pembuangan
limbah yang cukup efektif sehingga dapat mengurangi
beban pencemaran perairan di permukaan, pemanfaatan
sumur kering yang tepat dan sumur yang tidak potensial
untuk pembuangan limbah.
Kata kunci : limbah, sumur, injeksi.

lingkungan dimana air tersebut dibuang. Kandungan kimia


dari air terproduksi yang mungkin mencemari lingkungan
adalah minyak (yang tidak/belum dapat terpisahkan dari
air) , logam berat seperti Cd, Hg, As, Cr, Cu, Pb, Ni, Ag
dan Zn serta kimia organic lain yang mungkin ada dalam
bentuk fenol murni dan atau senyawa fenol yang lain.

I.

Sampai saat ini air terproduksi(limbah cair) pada umumnya


dibuang kepermukaan. Oleh karena itu diperlukan
perlakuan (treatment) baik kimiawi maupun fisik untuk
mengurangi kandungan kimia tersebut sehingga air yang
akan dibuang dapat memenuhi persyaratan minimal
menurut undangundang yang umum telah diberlakukan
(umumnya persyaratan pembuangan air ditentukan oleh
gubernur daerah setempat). Treatment untuk air terproduksi
seringkali memerlukan biaya yang sangat besar sehingga
membebani biaya dan kinerja dari operator migas. Selain
itu pembuangan limbah dipermukaan seringkali
mengakibatkan konflik dengan masyarakat sekitar karena
operator migas seringkali dituduh sebagai penyebab
terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
diperlukan alternatif lain untuk pembuangan limbah
produksi.

Pendahuluan
Kegiatan ekploitasi dan produksi minyak dan gas
konvensional dan kegiatan eksplorasi lainnya seperti Coal
Bed Methane akan menimbulkan limbah cair yaitu air
terproduksi, yang merupakan air formasi atau air yang
secara natural ada di reservoar, yang terikut dengan fluida
ke atas permukaan bumi. Air didalam reservoar atau
formasi (terlebih mekanisme pendorong keluarnya produksi
migas dengan menggunakan dorongan air yang kuat
strong water drive mechanism) akan terikut didalam
produksi migas dan makin lama jumlahnya cenderung
semakin besar yang ditunjukkan dengan water cut yang
makin tinggi seiring dengan bertambahnya waktu produksi.
Secara alamiah kandungan kimiawi didalam gas, minyak
dan air yang terproduksi akan berbeda dari masing-masing
lapangan namun dibeberapa tempat air terproduksi akan
mengandung senyawa-senyawa toxic yang akan mencemari

Tabel 1. Contoh kandungan kimia air terproduksi dan


air formasi darisalah satu lapangan

II.
Tinjauan Geologi
II.1 Geologi Regional Cekungan Kutai
Cekungan Kutai dibatasi oleh Paternoster platform,
Barito Basin, dan Pegunungan Meratus ke selatan, dengan
Schwaner Blok ke barat daya, lalu Tinggian Mangkalihat di
sebelah utara - timur laut, dan Central Kalimantan
Mountains (Moss dan Chambers, 1999) untuk barat dan
utara (Gambar 3.1.1). Cekungan Kutai memiliki sejarah
yang kompleks (Moss et al., 1997), dan merupakan satusatunya cekungan Indonesia yang telah berevolusi dari
internal rifting fracture/foreland basin ke marginal-sag..
Sebagian besar produk awal pengisi Cekungan Kutai telah
terbalik dan diekspos (Satyana et al., 1999), pada Miosen
Tengah sampai Miosen Akhir sebagai akibat dari terjadinya
tumbukan / kolusi block Micro Continent. Dari peristiwa ini
menyebabkan adanya pengangkatan cekungan, perubahan
sumbu antiklin dan erosi permukaan yang mengontrol
sedimentasi pada Delta Mahakam. Delta Mahakam
terbentuk di mulut sungai Mahakam sebelah timur pesisir
pulau Kalimantan. Dengan garis pantainya berorientasi arah
NE-SW dan dibatasi oleh Selat Makasar, selat yang
memisahkan pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Gambar 2.1 Peta Regional Cekungan Kutai


Seperti halnya beberapa cekungan di Asia Tenggara
lainnya, half graben terbentuk selama Eosen sebagai akibat
dari fase ekstensional atau pemekaran regional (Allen dan
Chambers, 1998). Pemekaran ini merupakan manifestasi
tumbukan sub lempeng Benua India dengan lempeng
Benua Asia yang memacu pemekaran di sepanjang
rangkaian strike-slip fault dengan arah baratlaut-tenggara
(NW-SE) yang merupakan reaktifasi struktur sebelumnya,
yaitu sesar Adang- Lupar dan sesar Mangkalihat.
Cekungan ini mulai terisi endapan sedimen
transgresif pada kala Eosen Akhir hingga Oligosen.
Kemudian diikuti oleh sekuen regresif pada kala Miosen
Awal yang merupakan inisiasi kompleks Delta Mahakam
saat ini. Proses progadasi Delta Mahakam meningkat

dengan sangat signifikan pada kala Miosen Tengah, yaitu


ketika tinggian Kuching di bagian Barat terangkat dan
inversi pertama terjadi. Progradasi tersebut masih
berlangsung hingga saat ini. Inversi Kedua terjadi pada
masa Mio-Pliosen, ketika bagian lempeng Sula-Banggai
menabrak Sulawesi dan menghasilkan mega shear PaluKoro.
II.1.1 Tatanan Tektonik Cekungan Kutai Tatanan tektonik
cekungan kutai dapat diringkas sebagai berikut:
Awal Synrift (Paleosen ke Awal Eosen): Sedimen tahap
ini terdiri dari sedimen aluvial mengisi topografi NE-SW
dan NNE-SSW hasil dari trend rifting di Cekungan Kutai
darat. Mereka menimpa di atas basemen kompresi Kapur
akhir sampai awal Tersier berupa laut dalam sekuen.
Akhir Synrift (Tengah sampai Akhir Eosen): Selama
periode ini, sebuah transgresi besar terjadi di Cekungan
Kutai, sebagian terkait dengan rifting di Selat Makassar,
dan terakumulasinya shale bathial sisipan sand.
Awal Postrift (Oligosen ke Awal Miosen): Selama
periode ini, kondisi bathial terus mendominasi dan
beberapa ribu meter didominasi oleh akumulasi shale. Di
daerah structural shallow area platform karbonat
berkembang
Akhir Postrift (Miosen Tengah ke Kuarter): Dari Miosen
Tengah dan seterusnya sequence delta prograded secara
major berkembang terus ke laut dalam Selat Makassar,
membentuk sequence Delta Mahakam, yang merupakan
bagian utama pembawa hidrokarbon pada cekungan.
Berbagai jenis pengendapan delta on dan offshore
berkembang pada formasi Balikpapan dan Kampungbaru,
termasuk juga fasies slope laut dalam dan fasies dasar
cekungan. Dan juga hadir batuan induk dan reservoir yang
sangat baik dengan interbedded sealing shale. Setelah
periode ini, proses erosi ulang sangat besar terjadi pada
bagian sekuen Kutai synrift.

II.1.2 Struktur Geologi Regional Cekungan Kutai


Pembentukan dan perkembangan struktur utama yang
mengontrol sub Cekungan Kutai Bawah erat kaitannya
dengan proses tektonik Inversi Kedua, yaitu strukturstruktur geologi dengan pola kelurusan arah timurlautbaratdaya (NNE-SSW). Menurut Allen dan Chambers,
(1998) pola ini dapat terlihat pada struktur umum yang
tersingkap di Cekungan Kutai saat ini, yaitu berupa jalur
sesar-sesar
anjakan
dan
kompleks
rangkaian
antiklin/antiklinorium.
Perkembangan struktur lainnya adalah pola kelurusan
berarah baratlauttenggara (NW-SE), berupa sesar-sesar
normal yang merupakan manifestasi pelepasan gaya utama
yang terbentuk sebelumnya. Sesar-sesar ini terutama berada
di bagian utara cekungan, memotong sedimen berumur
Miosen Tengah dan bagian lain yang berumur lebih tua.
II.2. Stratigrafi Regional Cekungan Kutai
Satyana et all, 1999 dalam An Outline Of The
Geology Of Indonesia, 2001 melakukan penelitian dan
menyusun stratigrafi Cekungan Kutai dari tua ke muda
sebagai berikut :
1. Formasi Beriun
Formasi Beriun terdiri dari batulempung, selang seling
batupasir dan batugamping. Formasi Beriun berumur Eosen

Tengah Eosen Akhir dan diendapkan dalam lingkungan


fluviatil hingga litoral.
2. Formasi Atan
Diatas Formasi Beriun terendapkan Formasi Atan yang
merupakan hasil dari pengendapan setelah terjadi
penurunan cekungan.
III.

Basic Teori
Deep Well Injection adalah metode pembuangan
limbah cair berbahaya maupun limbah cair yang tidak
berbahaya. Sebagian berpendapat bahwa limbah cair
diinjeksikan dekat dengan permukaan atau formasi batuan
dasar (bedrock) yang cukup dalam dan merupakan wadah
sebagi tempat penyimpanan. Umumnya limbah yang
diinjeksikan adalah limbah dengan toksisitas tinggi
(beracun) dan tanpa perlakuan (treatment). Teknologi ini
memanfaatkan sumur injeksi yang terdiri dari pipa
konsentris yang memanjang ribuan meter dari permukaan
bumi ke zona injeksi, dan zona tersebut pada umumnya
sebagai zona reservoar hidrokarbon yang tidak produktif
lagi. Zona target injeksi secara umum berada pada
kedalaman 5000 feet (1500 m), dimana lapisan yang
bersifat impermabel (kedap air) sehingga tidak
memungkinkan akan terjadinya migrasi dari air terproduksi
ke permukaan. Lapisan-lapisan kedap yang ada antara lain
merupakan 2 lapisan kedap atas dan atau lapisan kedap
bawah dari Zona Target Injeksi yang dikatakan sebagai
Zona Confinement dan Zona Containment.

a. Sumur KELAS I adalah sumur injeksi yang digunakan


untuk membuang limbah industri atau limbah perumahan
ke formasi yang paling dalam.
b. Sumur KELAS II adalah sumur injeksi yang digunakan
untuk injeksi air yang berhubungan dengan air terproduksi
dari formasi migas (sebagai bagian integral dari operasi
produksi), injeksi air yang ditujukan untuk menaikkan
perolehan (EOR), atau injeksi hidrokarbon untuk disimpan,.
c. Sumur KELAS III adalah sumur injeksi yang digunakan
untuk ekstraksi mineral didalam tanah seperti penambangan
garam, belerang dan uranium.
d. Sumur KELAS IV adalah sumur injeksi yang digunakan
untuk membuang limbah berbahaya dan radioaktif kedalam
zona air tanah yang telah ditinggalkan atau diatasnya. Hal
ini sudah dilarang karena membahayakan kesehatan
masyarakat.
e. Sumur KELAS V adalah sumur-sumur yang tidak
termasuk Kelas I-IV (contohnya pengembalian fungsi
aquifer, buangan pompa pemanas atau AC ,dsb). Deep Well
Injection dapat dikategorikan kedalam KELAS II yang
selain dimaksudkan untuk pembuangan limbah air
terproduksi juga dapat digunakan untuk:
a. Menambah tekanan di formasi yang telah gembos
(depleted) sehingga dapat membantu untuk menambah
dorongan keluarnya fluida (gas/minyak) kepermukaan
(pressure maintenance atau EOR).
b. Memperkuat formasi sehingga dapat menyangga beban
diatasnya sehingga menghindari kemungkinan terjadinya
penurunan tanah Walaupun demikian, injeksi air juga dapat
merugikan apabila tidak dilakukan dengan tepat dan benar,
karena hal tersebut dapat merusak formasi hidrokarbon
disekitarnya, serta mencemari air tanah .
Pembagian sumur injeksi menurut UIC. Sumur kelas IV
tidak digambar karena sudah tidak diperbolehkan untuk
digunakan lagi.

Gambar 2.1. Skema Struktur Geologi Zona Target Injeksi


(International Association of Oil & Gas Producer / OGP
2000)
Zona Confinement adalah lapisan yang berada
disekitar zona containment dan strata geologinya berada
diantaranya. Zona confinement terdiri dari lapisan batuan
dimana tidak memungkinkan terjadinya penyebaran dan
migrasi dari fluida yang diinjeksikan. Zona Containment
adalah formasi geologi, grup formasi, atau bagian dari
formasi yang memungkinkan perpindahan fluida secara
terbatas keatas dan kebawah zona injeksi. Fluida dapat
masuk ke dalam zona ini, namun tidak dapat keluar dari
zona ini.

3.1 Prinsip Dasar Metode Deep Well Injection


Menurut UIC (Underground Injection Control), 1980
sumur Injeksi dapat diklasifikasikan (lihat Gambar-3) atau
diterangkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kelas Sumur Injeksi


IV.

Metode Penelitian
Dalam menentukan luas daerah kajian di lokasi
sumur injeksi dan menentukan kelayakan sebuah sumur
menjadi sumur injeksi digunakan metoda pendekatan
sebagai berikut:
1. Melakukan survey lapangan dan pemetaan terhadap
lokasi sumur injeksi mulai dari penentuan titik koordinat

hingga rona lingkungan awal dan membuat peta topografi


dan hidrogeologi untuk melihat daerah kajian berdasarkan
potensi dampak lingkungan yang signifikan.
2. Sumur-sumur yang akan digunakan sebagai sumur
injeksi tersebut merupakan sumur-sumur yang depleted,
yang artinya tidak punya potensi di masa depan untuk
menghasilkan minyak dan gas. Hal ini didasarkan atas studi
reservoar terhadap zona-zona yang sudah tidak potensial
dan diverifikasi ketidak-potensial-nya juga pada sumursumur lain yang berhubungan di zona yang sama. Dengan
studi ini, dapat ditentukan sumur-sumur dan zona yang
dapat digunakan sebagai target injeksi.
3. Data-data geologis di zona injeksi tentang kapasitas
tampung; bottom hole pressure; permeabilitas; keberadaan
zona confinement dan containment (impermeable layer) sumur injeksi secara geologi harus terlindung dari sumber
air tanah yang dijadikan air minum serta formasi produksi
hidrokarbon; data CBL (cement bond log) - sumur injeksi
ini harus terhindar dari kegagalan yang cukup potensial
seperti retak dinding sumur secara vertical dan ketidaklayakan proses penyemenan didalam lubang sumur; dan
data lainnya yang harus menunjukkan data-data yang cukup
sehingga sumur-sumur tersebut layak digunakan sebagai
sumur injeksi.
Data-data diatas diperlukan sebagai jaminan bahwa
sumur injeksi dan zona target injeksi yang digunakan bisa
menampung/memproteksi air terproduksi tanpa adanya
perpindahan tidak terkontrol ke zona-zona lain, khususnya
zona air bawah tanah yang dikonsumsi.
4. Dilakukan Test Injeksi pada zona-zona yang telah
ditentukan dengan menggunakan pompa-pompa pada
tekanan tertentu. Test injeksi ini dilakukan selama 1 (satu)
jam hingga 4 (empat) jam. Test injeksi ini akan
memberikan data injectivity index dan/atau laju alir injeksi
(injectivity test).

V. Hasil dan Diskusi


Pada umumnya prinsip dasar awal penentuan sumur
injeksi yaitu melakukan survey berdasarkan hasil data
observasi bahwa sumur-sumur yang akan di pakai sebagai
sumur injeksi akan digunakan secara maksimal pada waktu
berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih diperlukan sumursumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk
memilih lokasi sebaiknya digunakan peta topografi dan
hidrogeologi.
Peta topografi digunakan sebagai acuan dalam
penentuan lokasi antara sumur (depleted) yang satu dan
yang lainnya. Selain itu peta tersebut juga digunakan untuk
menganalisis morfologi permukaan sehingga dapat
menentukan teknologi pemompaan dan pemipaan yang
tepat dan ekonomis dalam pendistribusian limbah cair dari
sumber ke sumur yang menjadi target injeksi selain itu peta
topografi digunakan untuk menaganilisis tingkat hazard
(bahaya) apa bila terjadi suatu bencana. Sedangkan peta
hidrogeologi berguna untuk mengetahui dan menganalisis
zona target injeksi bawah permukaan yang paling layak
dilakukan penginjeksian. Salah satu paremeter dalam
menetukan zona target injeksi adalah kajian mengenai
aliran air bawah tanah. Kajian tersebut antara lain mengenai
perbedaan kondisi energi di dalam aliran air bawah tanah,

permeabilitas lapisan pembawa air, dan arah aliran air


bawah tanah.
Perbedaan kondisi energi di dalam aliran air tanah
berguna menganalisis tekanan air bawah tanah sehingga
dapat mencegah terjadinya pergerakan air ke discharge
area. Hal tersebut dikarenakan apabila terjadi pencemaran
di air bawah tanah dan discharge area maka racun dari
limbah dapat menyebabkan efek letal (kematian) dan
subletal (dampak ringaan hingga cacat). Sedangkan kajian
mengenai permeabiltas lapisan bawah air berkaitan dalam
tingkat penyebaran air apabila terjadi kebocoran. Apabila
lapisan tersebut adalah permeabel maka kebocoran tersebut
dapat berdampak luas dan apabila lapisan tersebut
impermiabel maka kebocoran tersebut tidak berdampak
luas. Selanjutnya paremeter hidrogeologi yang perlu
diperhatikan adalah arah aliran air bawah tanah. Hal
tersebut dikarenakan apabila terjadi kebocoran limbah
maka dapat diprediksi penyebarannya, salah satunya adalah
dengan mengetahui arah aliran bawah tanah.
Sumur yang digunakan sebagai sumur injeksi pada
umumnya dapat dilakukan dengan pengeboran sumur baru
yang hanya dikhususkan untuk penginjeksian, namun biaya
yang dikeluarkan cukup besar ataupun sumur yang tidak
potensial lagi hidrokarbonnya (depleted). Pada umumnya
kontraktor migas menggunakan sumur yang tidak produktif
lagi. Studi yang mengenai hal ini dapat ditunjukkan dengan
data konfirmasi sumur-sumur yang tidak potensial lagi
sebagai contoh berikut, Berdasarkan hasil studi dan hasil
test injeksi, disimpulkan adanya potensi pemanfaatan
sumur-sumur yang tidak produktif digunakan sebagai
sumur-sumur injeksi untuk air terproduksi. Dibawah
menunjukkan data-data pendukung dari sumur-sumur
injeksi yang akan digunakan. Pada umumnya sumur-sumur
injeksi tersebut adalah sumur bekas produksi gas yang
dibor hampir 10-20 tahun yang lalu dan juga telah diplugging sehingga status sumur injeksi yang dioperasikan
adalah sumur yang sudah tidak produktif lagi.

Gambar 5.1 Log sumur W1

Dari gambar 5.1 dapat dilihat bahwa data dari log


sumur menunjukan lapisan kedap air dengan Sandy Shale
(Lempung pasiran), tebal 80 ft, porositas<12%,
permeabilitas 0.01 md, kedalaman 7437 ft dibawah muka
air laut dan lapisan kedap air dengan Sandy Shale (
Lempung pasiran, tebal 60 ft, porositas < 12%,
permeabilitas 0.01 md. Kedalaman 7561 ft dibawah muka
air laut sebagai confinement zone.

permeabilitas 0.01 md. Kedalaman 7640 ft dibawah muka


air laut sebagai confinement zone.

Gambar 5.4 Log Sumur W4

Gambar 5.2 Log Sumur W2


Dari gambar 5.2 dapat dilihat bahwa data dari log
sumur menunjukan lapisan kedap air dengan Sandy Shale
(Lempung pasiran), tebal 60 ft, porositas <13%,
permeabilitas 0.02 md, kedalaman 7554 ft dibawah muka
air laut dan lapisan kedap air dengan Sandy Shale (
Lempung pasiran, tebal 50 ft, porositas < 11%,
permeabilitas 0.01 md. Kedalaman 7648 ft dibawah muka
air laut sebagai confinement zona.

Dari gambar 5.4 dapat dilihat bahwa data dari log


sumur menunjukan lapisan kedap air dengan Sandy Shale
(Lempung pasiran), tebal 32 ft, porositas <12%,
permeabilitas 0.02 md, kedalaman 7576 ft dibawah muka
air laut dan lapisan kedap air dengan Sandy Shale (
Lempung pasiran, tebal >80 ft, porositas < 12%,
permeabilitas 0.01 md. Kedalaman 7580 ft dibawah muka
air laut sebagai confinement zone.
Secara umum reservoir D-15C adalah merupakan
reservoir besar yang terisolasi dengan reservoir-reservoir
lain di sekitarnya, baik secara lateral maupun vertikal
(seperti digambarkan pada korelasi dan peta penyebaran
reservoir). Reservoir ini terbentuk sebagai akibat proses
sedimentasi di lingkungan distributary channel atau sungai
pada delta plain dan merupakan hasil stacking atau
penumpukan beberapa tubuh endapan sedimen dari banyak
sungai, sehingga secara umum di banyak tempat akan
dijumpai sebagai sedimen sangat tebal dan beberapa tempat
hanya lapisan tipis. Dan untuk korelasi sumur W1, W2,
W3, W4 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.3 Log Sumur W3


Dari gambar 5.3 dapat dilihat bahwa data dari log
sumur menunjukan lapisan kedap air dengan Sandy Shale
(Lempung pasiran), tebal 45 ft, porositas <10%,
permeabilitas 0.01 md, kedalaman 7564 ft dibawah muka
air laut dan lapisan kedap air dengan Sandy Shale (
Lempung pasiran, tebal 90 ft, porositas < 12%,

Gambar 5.6. Korelasi struktural berdasrkan datum coal

Pada gambar 5.6 penampang dibawah ini menunjukkan


bahwa reservoir DC-15 ditandai dengan warna orange

Gambar 5.5. Intepretasi 3D (tiga dimensi) seismic


Salah satu upaya pengendalian dampak injeksi air
terproduksi adalah dengan melakukan isolasi secara
mekanik yang dilakukan mulai dari konstruksi sumur pada
saat pertama kalinya yang bertujuan untuk sumur produksi.
Isolasi Mekanik, memilki tujuan agar:
Tidak terdapat gejala gerakan fluida ke dalam lapisan air
tanah melalui rekahan vertikal di sekitar lubang sumur
Tidak terdapat gejala kebocoran di dalam selubung
(casing), tubing atau packer.
Data mekanik integrity termasuk CBL (Cement Bond Log)
dan intepretasinya di semua sumur injeksi harus
menunjukkan cement bond yang baik yang artinya
adanya isolasi mekanik di bawah dan diatas zona target
injeksi.
VI. Kesimpulan
1. Pembuangan limbah cair (B3) dapat menggunakan
metode deep weel injection karena menerapkan prinsip zero
discharge pada permukaan, metode ini merupakan
pembuangan limbah yang cukup efektif dan dapat
digunakan untuk mengurangi beban pencemaran
dipermukaan, maupun lingkungan.
2. Metode deep well injetion dapat memenfaatkan sumur
yang tidak produktif (idle well) dan menghemat cost dalam
treatment limbah B3.
3. Metode pembuangan limbah deep weel injection dapat
mencegah konflik dengan masyarakat sekitar karena karena
metode ini lebih aman mengurangi potensi terjadinya
pencemaran lingkungan.
VII. Ucapan Terima Kasih
Dari Penulisan kami mengucapkan terimakasih kepada
kaprodi teknik lingkungan Ir. Suharwanto MT, Kaprodi
Teknik Pertambangan Ir. Anton Sudiyanto MT, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta yang telah
mendukung kegiatan penelitian.

Daftar Pustaka
Allen,G.P, Chambers, J.L.C,1998, Sedimentation in the
Modern and Miocene Mahakam Delta, IPA.
Anonim,1993. Water Disposal Study East Kalimantan,
Jakarta :PPPTMGB LEMIGAS
Dinata, Fransica Vinda. 2011. Analisis Fasies batubara dan
Karakteristik Petrofisik Formasi Balikpapan,
lapangan X, Cekungan Kutai Berdasarkan data
Log Sumur dan Inti batuan. Skripsi Jurusan
Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta.
Grobbel, Christopher.2010.Deep Well Injection: A Position
Paper, For Friends of the Jordan River Watershed,
Inc., and with support of the Freshwater Future,
Inc.
Supriyadi, 2001. ASPEK LEGALITAS PELAKSANAAN
PEMBUANGAN LIMBAH FLUIDA INDUSTRI
MIGAS DI BAWAH PERMUKAAN,PPPTMGB
Lemigas
PERTAMINA, PROCEEDING
SIMPOSIUM
NASIONAL
IATMI
2001
Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001

Anda mungkin juga menyukai