Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul MAKALAH TENTANG SIROSIS HEPATIS
tepat pada waktunya. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
1. Ibu Ns. Heni Dwi Windarwati, S.Kep,M.Kep,SpKepJ dosen pembimbing kami pada
mata kuliah Fundamental of Pathopysiology Digestive System
1. Orang tua dan teman-teman.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan
makalah berikutnya.
Sekian

penulis

sampaikan

terimakasih

kepada

semua

pihak

yang

telah

membantu.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

Kediri, 08 Agustus 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Page 1

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................5
2.1 DEFINISI SIROSIS HEPATIS.........................................................................5
2.2. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................6
2.3 ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS.......................................................................6
2.4 KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS..................................................................9
2.5 FAKTOR RESIKO SIROSIS HEPATIS..........................................................11
2.6. PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS ...........................................................12
2.7 KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS.................................................................13
2.8 MANIFESTASI SIROSIS HEPATIS...............................................................14
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG SIROSIS HEPATIS.....................................16
3.0. PENATALAKSANAAN SIROSIS HEPATIS ..................................................17
BAB III PENUTUP..................................................................................................20
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
Page 2

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan dalam. Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa
gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di
negara maju, maka kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira
30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat , sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat
manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta
orang. Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum
diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara
1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia
mengidap sirosis hepatis (Anonim, 2008).
Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat tinggi.
Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati,
sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun. Angka ini merupakan
perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis B di Indonesia yang berkisar
5-10 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam perjalanan penyakitnya, 20-40
persen dari jumlah penderita penyakit hati menahun itu akan menjadi sirosis hati dalam
waktu sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa lama seseorang menderita hepatitis
menahun itu.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk
di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum
wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan
umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun (Hadi, 2008).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apa yang definisi dari sirosis hepatis?


Bagaimana epidemiologi dari sirosis hepatis?
Apa saja etiologi dari sirosis hepatis?
Page 3

Apa saja klasifikasi dari sirosis hepatis?


Apa saja factor resiko dari sirosis hepatis?
Bagaimana patofisiologi dari sirosis hepatis?
Apa saja komplikasi dari sirosis hepatis?
Bagaimana manifestasi klinis dari sirosis hepatis?
Apa saja pemeriksaan penunjang dari sirosis hepatis?
Apa saja penatalaksanaan dari sirosis hepatis?

1.3 TUJUAN
Agar pembaca khususnya mahasiswa ilmu keperawatan memahami dan mengerti
tentang patofisiologi dari penyakit sirosis hepatis ini dalam sistem digestive. Selain itu juga
untuk memenuhi tugas semester pendek

mata kuliah Fundamental Patophysiology

Digestve System.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI SIROSIS HEPATIS

Page 4

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodulyang terbentuk.
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis
hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi
hati. Perubahan besar yang terjadi karena serosis hati adalah kematian sel-sel hepar,
terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang
menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menybabkan hepar kehilangan fungsinya
dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi intra hepatik
tersumbat (Obstruksi intrahepatik).
Dari beberapa pengertian di atas bisa disimpulakn bahwa penyakit sirosis hepatis
atau orange yellow merupakan penyakit kronis pada hepar ditandai dengan inflamasi
pada hepar yang mengakibatkan distruksi struktur hepar dan hilangnya sebagian fungsi
hati.
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis,
hepatitis virus, dan hepatoksin. Alkoholisme dan malnitrisi adalah dua faktor pencetus
utama untuk sirosis laenac. Sirosis pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis
paling sering dijumpai.

2.2 EPIDEMIOLOGI SIROSIS HEPATIS


Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis
hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam.
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan
dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur
30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
Insidensi penyakit ini disebutkan sangat meningkat sejak perang dunia II, sehingga
merupakan sebagai penyebab kematian paling menonjol. Peningkatan ini sebagian
Page 5

disebabkan oleh insidensi hepatitis virus yang meningkat, namun lebih bermakna
karena asupan alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan satu-satunya
penyebab terpenting sirosis.

2.3 ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS


1.

Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi
alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel
hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling
sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama
dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol
menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang
sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty
liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang lebar dari penyakit hati
yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis
sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirosis.
Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama akumulasi lemak
dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada
individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan,
namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah
serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh
alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut
resistensi insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme
dan diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari
resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit
hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari
semua penyakit hati.

2.

Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak
teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Diistilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun para
dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien
mengembangkan sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh
Page 6

NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe


2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasienpasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini
telah membuatnya sulit untuk para dokter membuat hubungan antara NASH dan
sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa
NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang
tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan
pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis
menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko
mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi virus
hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari
NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada
pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.
3.

Hepatitis Virus Yang Kronis


adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati
bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak akan
mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari pasienpasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu
berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan
dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan
kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan
hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang
progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.

4.

Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan


berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada
kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang
abnormal

(hemochromatosis)

atau

tembaga

(penyakit

Wilson).

Pada

hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap


suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada
organ-organ yang

berbeda

diseluruh

tubuh menyebabkan

sirosis,

arthritis,

kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan
fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan
ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan
besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan
Page 7

yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam
tubuh. Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata, dan otak.
Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan
syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah
dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari
tubuh didalam urin.
5.

Primary biliary cirrhosis (PBC)


adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun
yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh
kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati
yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan
oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan
penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah
produk-produk

sisa,

seperti

pigmen

bilirubin.

(Bilirubin

dihasilkan

dengan

mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama


dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh empedu membuat saluran empedu.
Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran
yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus
menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk
menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes
menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area
kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut,
dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
6.

Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)


adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasienpasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu
yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan
pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan
jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa
pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu
akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.

7.

Hepatitis Autoimun
Page 8

adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal pada
hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati
(hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.
8.

Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan


akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan
enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gulagula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu
enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan
alpha 1 antitrypsin).

9.

Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak
umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga
gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.

2.3 KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS


Berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Sirosis laennec. Serosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Namun
pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular
2. Sirosis pasca nekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada serosis ini karena
hepatotoksin biasanya berasal dari hapatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak
nodul dan jaringan fibrosa
3. Sirosis bilier. Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan koledukus
komunis (duktus sistikus).
4. Sirosis jantung. Penyebabnya adalah gagal jantung sisi kanan (gagal jantung
kongestif).
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular

Page 9

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar
nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

2.5 FAKTOR RESIKO SIROSIS HEPATIS


a. Penyalahgunaan alkohol kronis: Sedikitnya dua minuman per hari untuk wanita atau
empat gelas per hari untuk pria, yang telah dikonsumsi lebih dari 10 tahun, dapat
menyebabkan sirosis. Penyakit hati alkoholik menyebabkan 12.000 kematian per
tahun di Amerika Serikat. Sayangnya, banyak pasien menunjukkan gejala setelah
penyakit hati yang parah telah terjadi.
b. Hubungan seksual yang tidak aman: Hepatitis B dan C infeksi mudah menular
melalui hubungan seksual tanpa pelindung.
c. Penggunaan obat intravena: Transmisi Hepatitis B dan C juga umum melalui
penggunaan narkoba dengan suntikan.
Page 10

d. Penyakit hati kronis karena keturunan atau didapat setelah lahir: Hemokromatosis,
penyakit Wilson, dan hepatitis autoimun merupakan faktor risiko kuat untuk sirosis.

2.6 PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS

Page 11

2.7 KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS


Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut berbagai
macam

komplikasi sirosis hati :


Page 12

1. Hipertensi Portal
2. Asites
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri abdomen serta demam4.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah satu
manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40% pasien
sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan perdarahan.
5. Ensefalopati Hepatik. Rnsefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai
gangguan kesadaran dan koma. Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan
hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3
berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,
peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein,
konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan alkalosis. Berikut pembagian stadium
ensefalopati hepatikum :
Stadium
0

Manifestasi Klinis
Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,

1
2
3
4

konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.


Gangguan pola tidur
Letargi
Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.
Tabel 1
Pembagian stadium ensefalopati hepatikum14

6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal


akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan
organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

2.8 MANIFESTASI SIROSIS HEPATIS


Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis
Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B,
hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami
penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang

Page 13

paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Palmar Eritem

Spider Naevi

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1.

Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam


darah

2.

Asites, edema pada tungkai

3.

Hipertensi portal

4.

Kelelahan

5.

Kelemahan

6.

Kehilangan nafsu makan

7.

Gatal

8.

Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh


hati yang sakit.

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber
energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme
amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga
disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak
gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium
kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan
koma.

Page 14

Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup
kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet
rendah protein dan rendah garam.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG SIROSIS HEPATIS


Pemeriksaan diagnostik untuk menetapkan adanya gangguan fungsi hepar meliputi
pemeriksaan terhadap dan tindakan berupa
1. Bilirubin terkonjungsi dan tak terjonjungsi (meningkat)
2. Urobilinogen urine meningkat
3. Masa protrombin (memanjang)
4. Trombosit, eritrosit, leukosit (menurun)
5. Hipokalemia
6. Hiponatremia
7. Enzim-enzim serum: ALT, AST, LDH dan alkalin fosfatase (meningkat)
Page 15

8. CT scan
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain :
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan
SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila
enzim ini normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun,
pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat
menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada
sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri
dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi
immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi
porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat
adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan
sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

3.0 PENATALAKSANAAN SIROSIS HEPATIS


Etiologi

sirosis

mempengaruhi

penanganan

sirosis.

Terapi

ditujukan

untuk

mengurangi progresifitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah


kerusakan hati, serta pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis
yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati. Bila tidak
terdapat koma hepatikum, berikan diet yang mengandung protein 1gr/kgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.4
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat


kolagenik
Page 16

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi


besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati non alkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.


Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun.
Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama
4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan


terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU,
3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

Diberikan antifibrotik, dalam hal ini lebih mengarah untuk keradangan dan tidak
terhadap fibrosis. Diberikan Interferon untuk mengurangi aktivitas sel stelata,
kolkisin untuk antiradang dan cegah pembentukan kolagen, metotreksat, vitamin
A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites
Tirah baring
Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor
dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari
(dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis
max.160 mg/hari)
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti
dengan pemberian albumin.

Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)9


Diberikan antibiotik golongan cephalosporin generasi III seperti cefotaxime
secara parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima hari/evaluasi cairan ascites
ulang. Pengobatan selanjutnya berdasar hasil kultur dan tes kepekaan
antibiotik cairan ascites. Obat pilihan yang sering dipakai:
-

Ceftriaxone

Kombinasi amoksisilin-as. Klavulamat

Ciprofloxacin
Page 17

Sedangkan untuk profilaksis terhadap PBS ulang (terutama jika albumin <
1g/dl):

Norfloksasin 400 mg/hari, jangka panjang

Ciprofloxacin 750 mg/1x/minggu

Cotrimoxazole 2x2 gr/5 hari/minggu

Varises Esofagus
Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol)
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

Ensefalopati Hepatik
Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia
Diet rendah protein 0,5 gr/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya
asam amino rantai cabang

Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena
itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa
hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan
yang berlebihan.

Pada sirosis hepatis yang berat dapat dilakukan transplantasi hepar.

Page 18

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Definisi sirosis hepatis (orange yellow) adalah penyakit kronis pada hepar dengan
inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hati. Sirosis hepatis ini dapat disebabkan oleh intrahepatik dan
ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus, dan hepatoksin. Alkoholisme dan malnitrisi adalah
dua faktor pencetus utama untuk sirosis laenac. Sirosis pascanekrotik akibat hepatotoksin
adalah sirosis paling sering dijumpai
Epidemiologi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Penderita sirosis hepatis lebih banyak
dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur ratarata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49
tahun.
Klasifikasi sirosisi hepatis Berdasarkan penyebabnya yaitu: 1. Sirosis laennec. 2.
Sirosis pasca nekrotik. 3. Sirosis bilier. 4. Sirosis jantung. Berdasarkan morfologi Sherlock
membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1.

Mikronodular

2.

Makronodular

3.

Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


Page 19

1.

Sirosis hati kompensata.

2.

Sirosis hati Dekompensata


Sedangkan untuk penataaksanaannya dilakukan berdasarkan klasifikasi sirosis

secara fungsional.

DAFTAR PUSTAKA
-

Nurdjanah, S. 2006. Sirosis hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat
Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

Lindseth, G.N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam
Patofisiologi Sylvia A.Price et.al. Edisi 6. EGC: Jakarta.

Kumar V., Cotran R.S., & Robbins S.L. 2004. Hati dan saluran empedu dalam
Robbins Buku Ajar Patologi 7th Edition Volume 2. EGC: Jakarta.

Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan, Panggul,
Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. EGC: Jakarta

Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor.
Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63..

Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
p. 415-9.

Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UI; 2006. hal. 443-53.

Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam :


Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC ; 2006. Hal.472-5.

Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts General
Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-10
Page 20

Page 21

Anda mungkin juga menyukai