Anda di halaman 1dari 36

PENERAPAN KOLABORASIMODEL PEMBELAJARAAN PETA

KONSEP DAN NUMBERED HEAD TOGETHERUNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENDIAGNOSIS
PERMASALAHAN PENGOPERASIAN PERSONAL COMPUTER
PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN
TKJ SMK NEGERI 26 JAKARTA

DI SUSUN OLEH
DINA AMALIA
5215095035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JANUARI 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian ini telah selesai meskipun jauh
dari sempurna. Peneliti berharap proposal penelitian ini, dapat diterima dan
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam bidang pendidikan.
Proposal penelitian ini disusun untuk menjelaskan tentang PENERAPAN
KOLABORASI

MODEL

PEMBELAJARAN

PETA

KONSEP

DAN

NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR


MENDIAGNOSIS

PERMASALAHAN

PENGOPERASIAN

PERSONAL

COMPUTER PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TKJ SMK


NEGERI 26 JAKARTA karena dengan penelitian ini sangat berguna untuk
mengetahui sejauh mana hasil belajar yang dicapai dalam pemberian tugas
pekerjaan rumah.
Dalam penyusunan proposal penelitian ini peneliti banyak menghadapi kesulitan
baik dalam penyusunan maupun dalam pengumpulan data. Tetapi semua itu dapat
peneliti atasi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu, terutama :
1. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan moril maupun
materil.
2. Bapak Dr. Bambang Dharma Putra, M.Pd sebagai dosen pembimbing
dalam penelitian.
3. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kelengkapan
proposal penelitian ini. Akhir kata semoga proposal penelitian ini dapat
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.
Jakarta, Januari 2012

Peneliti

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat dan segala informasi
menjadi berlipat ganda setiap detiknya. Hal ini erat kaitannya dengant
eknologi yang memberikan peluang berkembangnya sains. Berbagai macam
penemuan dalam bidang teknologi banyak bermunculan selaras dengan
perkembangan sains. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan sains. Solusi untuk meningkatkan sumber daya manusia
adalah melalui pendidikan.
Penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dirasa mampu
untuk meningkatkan semangat peserta didik dalam mengikuti proses belajar
mengajar, karena dengan pembelajaran secara kooperatif semaksimal
mungkin partisipasi siswa dalam memperoleh pengetahuan sangat
diperlukan.
Metoda pengajaran yang akan diterapkan harus memperhatikan
sasaran atau subyek pelaku tindakan. Subyek penelitian ini adalah siswa
SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dimana mereka termasuk dalam
kategori remaja. Menurut Arikunto (2008:38) siswa pada kategori remaja
cenderung bersifat mandiri, ingin segala sesuatunya serba bebas, menuntut
kreativitas, ingin dihargai sebagai anak gede yang tidak mau dikungkung

tetapi ingin bebas. Oleh karena itu, metoda pembelajaran yang menjadi
alternative pilihan dan dapat diterapkan pada siswa SMK adalah
pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran KKPI di
SMK Negeri 26 Jakarta, dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran mata
pelajaran KKPI masih menggunakan metode ceramah, pembelajaran masih
didominasi oleh guru dan kurang terpusat pada siswa. Siswa hanya diberi
tugas dan berdiskusi pada bagian materi tertentu saja. Hal ini menyebabkan
siswa kurang merespon selama kegiatan pembelajaran berlangsung karena
siswa merasa bosan, jenuh,

mengantuk dan kurang dilibatkan dalam

kegiatan pembelajaran. Siswa menganggap bahwa apa yang disampaikan


guru sudah banyak tanpa mereka berinisiatif untuk mencoba memecahkan
masalah, mereka hanya bergantung pada penyampaian materi guru yang
berlanjutsampaimereka lulus. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa
yang kurang optimal dalam mencapai ketuntasan belajar.
Oleh karena itu, dengan penerapan kolaborasi model pembelajaran
diharapkan siswa akan merasa lebih dihargai di dalam proses pembelajaran
karena guru berusaha memberikan suatu tanggung jawab kepada masingmasing siswa atas tugas atau pertanyaan yang telahdiberikanoleh guru.
Kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Number Head Together
merupakan suatu kegiatan berkesinambungan, setelah siswa memahami
materi dengan peta konsep yang ada kemudian pengetahuan siswa akan

diperkuat dengan diskusi kelompok dimana masing-masing siswa memiliki


tanggung jawab menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sebelum
mereka melakukan praktikum. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk
penguatan bagi siswa dalam memahami materi pelajaran yang telah
dipelajari. Dengan penerapan kolaborasi model pembelajaran siswa tidak
akan pasif karena pembelajaran yang berorientasi pada siswa, guru
merupakan fasilitator bagi siswa dalam proses pemahaman terhadap materi
pelajaran yang akan diperoleh siswa, serta kemampuan mereka dalam
melakukan praktikum.
Diharapkan dengan penerapan kolaborasi kedua model pembelajaran
dapat meningkatkan hasil belajar siswa, oleh karena itu peneliti
berkeinginan untuk melakukan penelitian pada proses belajar mengajar yang
terjadi di SMK Negeri 26 Jakarta. Penelitian ini mengambil judul
Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Peta Konsep & Numbered
Head Together Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Mendiagnosis Permasalahan Pengoperasian Personal Computer
di SMK Negeri 26 Jakarta.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
diambil adalah Bagaimana penerapan Kolaborasi model pembelajaran Peta
Konsep & Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada

materi

mendiagnosis

permasalahan

pengoperasian

personal

Computer?
C. TujuanPenelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan pembelajaran
Peta Konsep & Numbered Head Together agar dapat meningkatkan hasil
belajar pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal
computer pada siswa X program keahlian TKJ SMK Negeri 26 Jakarta.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian tindakan ini adalah Jika siswa kelas X
SMK Negeri 26 Jakarta diajar menggunakan kolaborasi model pembelajaran
Peta Konsep & Numbered Head Together maka hasil belajar siswa pada
materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer akan
meningkat.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada berbagai pihak sebagai
berikut:
1. Bagi SMK Negeri 26 Jakarta
Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah untuk meningkatkan
mutu pendidikan di sekolah tersebut.
2. Bagi Guru

a. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk


menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran pada mata
pelajaran KKPI agar dapat meningkatkan pemahaman dan peran aktif
siswa.
b. Guru dapat mengevaluasi siswa atas berhasil atau tidaknya pembelajaran
yang sudah dilakukan. Oleh karena itu dengan penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran guru.
3. Bagi Siswa
a. Dapat memotivasi dan hasil belajar siswa.
b. Dapat mendorong siswa untuk berani mengemukakan idea tau pendapat
serta merasa ikut bertanggung jawab atas pertanyaan yang diberikan oleh
guru.
c. Dapat menimbulkan rasa percaya diri terhadap potensi atau kemampuan
yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
4. Bagi Peneliti
a. Dapat memberikan pengalaman pada peneliti dalam menghadapi
permasalahan pendidikan yang ada di lapangan sebagai acuan yang bisa
digunakan dalam proses mengajar pada kesempatan yang akan dating.
b. Dapat memperoleh informasi secara langsung mengenai proses dan hasil
penerapan model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together
dilapangan guna meningkatkan hasil belajar siswa.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.

Belajar dan Pembelajaran


Kegiatan yang tidak pernah ditinggalkan manusia selama
menjalani hidupnya adalah berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik

secara langsung maupun tidak langsung, interaksi tersebut merupakan


usaha manusia untuk belajar memahami hidup. Dengan belajar manusia
bisa lebih mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang
seharusnya tidak dilakukan demi keberlanjutan hidupnya. Secara psikologis
Slameto (2003:2) menjelaskan bahwa:
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya atau proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan. Sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Hamalik (2004:27) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan. Dalam interaksi dengan lingkungan inilah serangkaian
pengalaman baru akan tercipta. Konsep serupa juga dipaparkan oleh Azwar
(2004:164) dalam bukunya bahwa belajar merupakan setiap perubahan
perilaku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya, oleh karena itu manusia selalu terbuka terhadap
seluruh perubahan yang terjadi pada dirinya.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:17) belajar merupakan
Seseuatu yang kompleks, hal ini dibuktikan dengan adanya interaksi
antara siswa dan guru. Dari sudut siswa belajar dialami sebagai suatu
proses, sedangkan dari sudut guru proses belajar merupakan perilaku
belajar tentang suatu hal. Dari kegiatan belajar, mengajar, guru
membelajarkan siswa dengan harapan siswa belajar.

Perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang banyak


sifat maupun jenisnya, adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam
perngertian belajar adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh
Slameto (2003:3); (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam
belajar bersifat kontinyu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar
bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat
sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6)
perubahan mencakup semua aspek tingkah laku. Adapun ciri-ciri perubahan
tingkah laku yang terjadi dalam diri seseorang dapat dilihat pada uraian
berikut.
Pertama, Perubahan secara sadar berarti bahwa seseorang yang
akan belajar menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya
ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Jadi,
perubahan tingkah laku yang terjadi karena keadaan tidak sadar tidak
termasuk perubahan dalam pengertian belajar, karena orang yang
bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.
Kedua, Perubahan dalam belajar bersifat kontiyu yaitu sebagai
hasil belajar yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang akan terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan
ataupun proses belajar berikutnya.
Ketiga, Perubahan dalam belajar bersifat positif aktif yaitu dalam
pembelajaran

perubahan-perubahan

perbuatan

belajar,

perubahan-

perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memeperoleh sesuatu


yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha

belajar itu dilakukan semakin banyak dan semakin baik perubahan yang
diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena suatu usaha invidu sendiri.
Keempat, Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara,
perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata tidak dapat
digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan terjadi karena
proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti tingkah laku yang
terjadi setelah belajar bersifat tetap.
Kelima, Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah perubahan
tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan
belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
Keenam, Perubahan mencakup semua aspek tingkah laku, yaitu
perubahan yang diperoleh seseorang setelah proses belajar meliputi
perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu,
sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dan sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu dalam konteks
memahami suatu hal serta memperoleh keterampilan nilai dan sikap untuk
mencapai sebuah perubahan tingkah laku dalam diri individu tersebut yang
terkait dengan interaksi lingkungan. Meskipun demikian, tidak semua
perubahan yang terjadi dalam diri individu dapat dikatakan sebagai proses
belajar, perlu digaris bawahi bahwa kondisi belajar adalah ketika individu
terlibat atau melibatkan diri secara sadar dan secara emosional dengan

proses belajar sehingga terjadi perubahan pandangan, pemahaman maupun


tingkah laku dalam diri individu tersebut. Jadi ketika suatu perubahan
terjadi pada diri individu secara tidak sadar, perubahan tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai hasil dari proses belajar.
B.

Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim, dkk (2002:2) pembelajaran kooperatif ditandai
dengan adanya struktur tugas, tujuan, dan struktur penghargaan
(reward). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajran kooperatif
didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas
bersama, mereka harus mengkoordinasikan usahanya ini melalui
penggunaan pembelajaran.
Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat
menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya.
Agar manusia terhindar dari hal-hal tersebut maka diperlukan interaksi
yang saling asuh atau tenggang rasa dan saling menyayangi. Menurut
Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi 2004:61) pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar
sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
Menurut Nurhadi, dkk (2004:61)pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi
yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatu cara pembelajaran yang dilakukan

secara sengaja dan sistematis, yang bertujuan mengembangkan interaksi


yang salah asah, silih asih dan silih asuh sesama siswa sebagai latihan
hidup di dalam masyarakat nyata yang bertujuan untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan
pertama pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil akademik,
dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya.
Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang
kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.
Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajran kooperatif memberi peluang
agar siswa dapat menerima teman-temanya yang mempunyai berbagai
perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan
penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain
berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Meurut Nurhadi, dkk (2004:61-62). Unsur-unsur pembelajaran
kooperatif adalah adanya:
a. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa saling merasa membutuhkan. Hugungan yang

saling

membutuhkan

inilah

yang

dimaksud

dengan

saling

ketergantungan positif.
b. Intekasi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat
saling bertatap muka sehingga dapat melakukan dialog, tidak hanya
dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar
kelompok,

meskipun

demikian,

penelitian

ditujukan

untuk

mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara


individual. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata
pengusaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial sperti tenggang
rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan
mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja
diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi
tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama
siswa.
C.

Model Pembelajaran Coperative Learning tipe Numbered Head


Together
Metode pembelajaran model NHT adalah salah satu bagian dari
metode pembelajaran struktural. Model NHT dikembangkan oleh Spencer
Kagan dan teman-temannya. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan

metode lainnya, namun metode pembelajaran struktural yang menekankan


pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan
dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang
lebih tradisional, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru
kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa memberikan jawaban
setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjukkan oleh guru.
Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja sama saling
bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Ada struktur
yang memiliki tujuan umum (goal) untuk meningkatkan penguasaan isi
akademik dan ada pula struktur yang tujuannya untuk mengerjakan
keterampilan sosial.
Model NHT dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) siswa dibai dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa dalam
setiap kelompoknya mendapatkan nomor urut, (2) guru memberikan tugas
dan masing-masing kelompok mengerjakan permasalahn, (3) kelompok
memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap
anggota kelompok mengetahui jawaban ini. (4) guru menyebutkan salah
satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut melaporkan hasil kerja
kelompok, dan (5) jika memungkinkan, guru dapat mengubah komposisi
kelompok sehingga siswa yang memiliki nomor sama membentuk
kelompok baru.
Dalam metode NHT setiap tim, anggota terdiri dari 3-5 siswa
dengan kemampuan yang bervariasi. Ada siswa yang berkemampuan

tinggi, sedang dan rendah. Di sini ketergantungan positif juga


dikembangkan, sehingga siswa yang berkemanpuan rendah terbantu oleh
siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu setiap siswa dalam kelompok
diberi nomor yang berbeda-beda, misalnya jika dalam satu kelompok terdiri
dari 5 siswa maka akan terdapat 5 nomor yang berbeda, sehingga dapat
memudahkan guru dalam menilai tingkat kemampuaan siswa. Kemudian
guru memberikan soal untuk didikusikan. Adapun tahan pelaksanaan NHT
digambarkan seperti berikut:

Tahap I

Tahap II

Numbering
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang dengan masing-masing
anggota diberi nomor 1-5

Questioning
Guru member pertanyaan atau masalah yang akan
dibahs oleh siswa

Numbering
Tahap III

Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk


menyatukan pendapat terhadap jawaban dari
pertanyaan yangNumbering
diberikan oleh guru dan
meyakinkan
bahwa
tiap
anggotatertentu,
dalam tim
Guru menyebutkan satu nomor
kemudian
mengetahui
jawaban tersebut.
siswa
yang memegang
nomor yang dimaksud oleh
guru mengacungkan tangan dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Kemudian guru bertanya pada siswa yang memiliki
nomor yang sama untuk menanggapi atau
menjawab pertanyaan yang sama.

Tahap IV

Gambar 2.1 Tahapan Pelaksanaan Metode Pembelajaran THT


Kelebihan metode struktural NHT adalah melibatkan lebih banyak
siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pada saat pertanyaan diajukan
keseluruh kelas, masing-masing anggota kelompok memiliki kesempatan
yang sama untuk mewakili kelompok memberikan jawaban melalui
pemanggilan nomor anggota secara acak. Wakil kelompok yang menjawab
pertanyaan guru, tidak hanya terfokus pada siswa yang lebih mampu atau
didasarkan pada kesepakatan kelompok, tetapi semua siswa mempunyai
kesempatan untuk mewakili kelompok tanpa dibeda-bedakan. Selain itu
kelebihannya adalah dapat mengubah struktur kelas traditional, seperti
mengacungkan tangan terlebih dahulu sebelum ditunjuk guru untuk
menjawab pertanyaan. Susana seperti ini dapat menimbulkan persaingan
antar siswa, bahkan dapat menimbulkan kegaduhan di kelas karena para
siswa saling berebut untuk mendapatkan kesempatan menjawab pertanyaan
dari guru. Namun dengan menggunakan metode ini suasana kegaduhan
akibat memperebutkan kesempatan menjawab pertanyaan dari guru tidak
akan dijumpai karena siswa yang menjawab pertanyaan ditunjuk langsung
oleh guru berdasarkan pemanggilan nomor secara acak.
Kelemahan dari metode NHT adalah membutuhkan waktu yang
cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target kurikulum.

Selain itu membutuhkan kemampuan khusus bagi guru dalam melakukan


atau menerapkan model belajar kooperatif serta menuntut sifat tertentu dari
siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Meskipun demikian, kelemahan
tersebut dapat datasi bila guru senantiasa berusaha mempelajari dan
menerapkan pembelajaran kooperatif metode NHT secara sungguhsungguh, serta dimbangi dengan penggunaan fasilitas pembelajaran secara
optimal.
D.

Metode Pembelajaran Peta Konsep


1. Pengertian Model Pembelajaran Teknik Peta Konsep (Mind Mapping)
Dalam proses belajar siswa mendapatkan materi berupa informasi
mengenai teori, gejala, fakta maupun kejadian-kejadian. Informasi yang
diperoleh akan diolah siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan
kerja sistem otak, sehingga informasi yang diproleh dan diolah akan
menjadi suatu ingatan.
Berdasarkan tahapan evolusi, otak pada makhluk hidup berbai
menjadi tiga bagian yaitu, batang atau otak reptilia (Primitif), sistem
limbic atau otak mamalia, dan neokorteks. Masing-masing berkembang
dalam waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi makhluk hidup.
Sebagian besar orang hanya menggunakan otak kirinya sebagai saran
berkomunikasi dan perolehan informasi dalam bentuk verbal ataupun
tertulis. Bidang pendidikan, bisnis, dan sins cenderung yang digunakan
adalah otak belahan kiri. Dalam proses belajar siswa selalu dituntut untuk
mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima materi pelajaran.
Materi pelajaran akan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak

dapat mempertahankan ingatan tersebut dalam jangka waktu yang lama.


Hal itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara kedua
belahan otak yang akhirnya dapat menimbulkan terganggunya kesehatan
fisik dan mental seseorang.
Untuk menyeimbangkan antara kedua belahan otak maka
diperlukan adanya masukan musik dan estetika dalam proses belajar.
Masukan musik dan estetika dapat memberikan umpan balik positif
sehingga dapat menimbulkan emosi positif yang membuat kerja otak lebih
efektif (Bobbi de Porter dan Hernacki, 1999:38).
Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya
ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat,
didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat
informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi
informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang
diajarkan.
Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam tulisan linier
panjang yang mencakup seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan
terlihat sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton
akan menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran.
Otak tidak dapat langsung mengolah informasi menjadi bentuk rapi
dan teratur melainkan harus mencari, memilih, memutuskan dan
merangkainya dalam gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra, bunyi
dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan
oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami.
Teknik mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian. Pertama catat, tulis,

susun (CTS), yaitu teknik mencatat yang mampu mensinergikan kerja otak
kiri dengan otak kanan, sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat
sepuluh kali lipat. CTS menghubungkan apa yang didengar menjadi poinpoin utama dan menuliskan pemikiran dan kesan dari materi pelajaran
yang telah dipelajari (Bobbi de Porte dan Hernacki, 1999: 152).
Teknik mencatat kedua, pemetaan pikiran (Mind Mapping), yaitu
cara yang paling mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak dan
untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Tommy dan Bary
Buzzan (dalam Rostikawati hal 4) menjelaskan peta pemikiran merupakan
teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara
teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran
manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal
sehingga membuka potensi otak.
Bobbi de Porter Hernacki (1999: 152) menjelaskan, peta pikiran
merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan
citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan
yang lebih dalam.
2. Perbedaan Catatan Tradisonal dan Peta Konsep
Berikut ini perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa)
dengan catatan pemetaan pikiran (Mind Mapping/ Peta konsep)
Catatan biasa:
1) Hanya berupa tulisan-tulisan saja
2) Hanya dalam satu warna
3) Untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lama
4) Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama
5) Statis
Peta pikiran (Mind Mapping)
1) Berupa tulisan, simbol atau gambar

2)
3)
4)
5)

Berwarna-warni
Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek
Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif
Membuat individu menjadi lebih kreatif.

Sumber: Iwan Sugiarto (dalam Rostikawati, hal 4)


Dari uraian tersebut, peta pikiran (Mind Mapping) adalah satu
teknik mencatat dan mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran
memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di
dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak
maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala
bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secra verbal.
3. Tahapan Dalam Pembuatan Peta Konsep
Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam peta pikiran (mind
mapping) adalah sebagai berikut:

1.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2.

Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari.

3.

Siswa diminta untuk membuat peta pikiran sesuai dengan materi


yang telah diajarkan.

4.

Siswa diminta untuk mempresentasikan hasil peta pikiran yang


telah dibuat di depan kelas.

5.

Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan tentang


peta konsep yang telah dibuat oleh siswa dengan mengacu pada
peta konsep bandingan yang dimiliki oleh guru.

E.

Hasil Belajar
Penilaian

dilakukan

untuk

memperoleh

informasi

tentang

kemajuan dan hasil belajar dalam ketuntasan penguasaan kompetensi.


Penilaian di sekolah dilakukan dalam bentuk ulangan harian dan penguasaan
untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar di kelas. Menurut Sudjana
(2008: 22)penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan yang telah ditetaqpkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain,
penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan
hasil belajar siswa.
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya (Sudjana, 2008:22). Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional
yang berisi rumusan kemmpuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai
siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
Bloom (dalam Sudjana, 2008: 22) mengklasifikasikan hasil belajar
menjadi tiga ranah kognitif, ranah afekti dan ranah psikomotorik.
1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri


enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.

F.

Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir duhubungkan pada tujuan hipotesis yaitu jika
siswa kelas X SMK Negeri 26 Jakarta diajar menggunakan kolaborasi
model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together maka hasil
belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian
personal computer akan meningkat. Model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam
mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar,

yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan


kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola
kelas. Dengan model pembelajaran diharapkan tumbuh berbagai kegiatan
belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain
terciptalah interaksi antara guru dan siswa. Proses akan berjalan dengan
baik jika siswa lebih banyak aktif.
Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya hasil belajar siswa,
serta kurangnya keaktifan mereka di dalam kelas, menyebabkan hasil
belajar mereka tidak sesuai dangan harapan, dan tidak mencapai standar
kompetensi minimal sesuai yang ditargetkan. Untuk itu diperlukan upaya
mengaktifkan

siswa,

mengajak

siswa

untuk

berfikir

kritis

dan

mengembangkan daya nalarnya dalam memecahkan masalah, salah satunya


dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran peta konsep dan
Numbered Head Together.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan


Dalam penelitian, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena
pengumpulan data dilakukan dalam situasi yang sesungguhnya oleh peneliti.
Sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian kualitatif, yaitu manusia
sebagai alat atau instrument (Moleong, 2066:9).

Pada penelitian ini, kehadiran peneliti sebagai subyek pemberi tindakan


sebagai

pengajar

yang

membuat

rancangan

pembelajaran

sekaligus

menyampaikan bahan ajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta


peniliti bertindak sebagai pengumpul dan penganalisis data, dan sebagai
pelapor hasil penelitian. Proses pengumpulan data dilakukan selama proses
belajar berlangsung di kelas pada saat penelitian tindakan kelas.
B. Lokasi dan Subyek penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK 26 Jakarta yang terletak di Jalan Balai
Pustaka, Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh
peniliti (Arikuto, 202:122). Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah
siswa kelas X Program keahlian TKJ di SMK Negeri 26 Jakarta.
C. Intrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat
untuk mendapatkan data tentang aktivitas yang dilakukan oleh guru sebagai
pengajar dengan peserta didik selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
2. Lembar Wawancara
Lembar wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
informasi mengenai tingkah laku siswa, hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah diterapkannya kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep &
Numbered Head Together.
3. Soal Tes
Arikunto (2006: 150) menyatakan tes merupakan serentetan pertanyaan
atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,

pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu


atau kelompok.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2008:204) Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian ini mendapatkan data.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode:
1. Observasi (Pengamatan)
Menurut Arikunto (2006: 156)obervasi atau yang sering disebut
dengan pengamatan meliputi kediatan pemusatan perhatian terhadap
sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Menurut Nasution
(dalam Sugiyono, 2008:226) observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu
fakta mengenai dunia kenyataan diporelah melalui observasi. Dalam
penilitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan
peneliti dalam menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep &
Numbered Head Together dan aktivitas siswa ketika proses pembelajaran
sedang berlangsung. Obervasi ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya
kesesuaian antara perencanaan dan pelaksannan tindakan yang dilakukan
oleh peneliti. Hasil kegiatan observasi ini ditulis dalam lembar observas.
2. Interview (Wawancara)
Menurut Arikunto (2006: 150) menyatakan wawancara atau
konsioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interview). Esterberg (dalam Sugiyono, 2008: 231) mengatakan bahwa
wawancara adalah merupakan pertemuaan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksi makna
dalam suatu topic tertentu. Teknik wawancara dilakukan di awal dan akhir
pemberian tindakan pada penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara
awal untuk mengetahui bagaimana pelaksannaan pembelajaran pada
kompetensi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer
di SMK Negeri 26 Jakarta, dan peneliti melakukan wawancara di akhir
pemberian tindakan untuk mengetahui tanggapan guru terhadap penerapan
kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together
pada kelas X bidang keahlian TKJ. Wawancra dilakukan dengan guru mata
pelajaran.
3. Soal Tes
Menurut Arikunto (2006: 150) menyatakan tes merupakan
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang akan dilakukan
dalam penelitian ini berupa tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Test
awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai
bahasan atau materi yang akan disampaikan atau diajarkan, sedangkan tes
akhir dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa
setelah pemberian tindakan dalam proses pembelajaran. Instrument yang
digunakan yaitu soal-soal yang berbentuk tes obyektif dan tes subyektif.

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan cara mengkaji


dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan kamera untuk memperoleh data
berupa gambar dalam proses berlangsungnya delajar mengajar.
5. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk melengkapi data-data yang
tidak terekam dalam lembar observasi, dengan demikian diharapkan tidak
ada data penting yang dilewatkan dalam kegiatan penelitian ini. Catatan
lapangan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti, dibantu oleh guru
mata pelajaran.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Saukah dalam PPKI (2000:25) dijelaskan bahwa analisis
data melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemacahan dan sintesis data
serta pencarian pola, pengungkapan hal penting dan penentuan apa yang
dilaporkan.
Mengacu pada pendapat tersebut, maka analisis adata dalam
penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu meliputi: (1) reduksi data, (2)
data display, (3) penarikan kesimpulan, Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono), 2008:247-2552).
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti menrangkum, memilih hal-hal yang pokok,
menfokuskan pada hal-hal yang penting, cicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display (penyajian data)

Penyajian data adalah proses penampilan data yang terorganisasikan,


tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar ketegori flow chart dan sebagainya.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang akan dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
F. Pengecekan keabsahan Data
Menurut Moloeng (2066:324) untuk menetapkan keabsahan data,
diperlukan teknik pemeriksaan data. Ada 4 kriteria yang digunakan yaitu
derjat

kepercayaan

(credibility),

keteralihan

(transfererability),

kebergantungan (dependability), kepastian (confirmability).


Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan:
1. Teknik Triangulasi
Moeong (2006:330) menjelaskan triangulasi adalah

teknik

pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatau yang lain. Di luar


data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagi pembanding terhadap
data itu. Denzin (dalam Moleong, 2006:330) membedakan 4 macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik dan teori.
Dalam penelitian ini triangulasi adalah sumber, metode, dan teori.
Triangulasi sumber digunakan untuk memeriksa keabsahan data dengan
membandingakan data yang diperoleh dengan fenomena yang ada. Teknik

triangulasi dengan sumber pada penelitian ini dilakukan dengan cara


sebagai berikut:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Data
hsail pengamatan selama pemberian tindakan langsung akan
dibandingkan dengan data hasil wawancara pada guru yang dilakukan
sebelum dan sesudah dilakukan pemberian tindakan pada kelas.
Kemudian dari kedua data tersebut akan dicari kesamaan pandangan
untuk membuktikan bahwa pemebelajaran Teknik Peta Konsep dan
Cooperatif Learning tipe Numbered Head Together dapat memberikan
dampak positif bagi kelas yang diberi tindakan.
b. Membandingkan data dokumen nilai siswa pada pokok bahasan
sebelumnya dengan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
berdasarkan pre test dan post test. Kemudian dari data tersebut akan
dicari kesamaan pandangan untuk membuktikan bahwa hasil belajar
siswa dapat meningkat setelah pemberian tindakan pada siklus I dan
siklus II. Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek temuan
hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data, dan
triangulasi teori dilakukan dengan membandingkan data yang
diperoleh melalui observasi dengan teori terkait.
2. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Pemeriksaan teman sejawat

merupakan

pemeriksaan

yang

dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan sejawat, yang


memiliki pengetahuan yang sama tentang apa yang sedang diteliti.
Sehingga peneliti dapat meriew persepsi, pandangan dan analisis yang
sedang silakukan.

G. Tahap-tahap Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu Penerapan Kolaborasi
Mosel Pembelajaran Peta Konsep dan Numbered Head Together Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Mendiagnosis Permasalah Pengoperasian
Personal Komputer Pada Siswa Kelas X Program Keahlian TKJ SMK Negeri
26 Jakarta, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Researgh). Secra garis besar alur pelaksanaan penelitian
tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu 1)
perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, 4) refleksi.
Secara operasional langkah-langkah penelitian adalah sebagi berikut:
a. SIKLUS I
1. Perencanaan
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Menyusun scenario dan rencana pembelaaran dengan menerapkan
kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head
3)
4)
5)
6)
7)

Together
Menyiapkan media yang dibutuhkan
Menyiapkan lembar observasi, dan menyusun pedoman wawancara
Membuat soal-soal tes tulis untuk mengukur hasil belajar siswa
Menyusun daftar kelompok kecil mata pelajaran NHT
Berkoordinasi dengan guru mata pelajaran dan rekan sejawat
tentang pelaksanaan tindakan yang dilakukan

2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan penerapan kegiatan pembelajaran yang telah
disusun dalam perencanaan. Proses dalam tindakan ini mengikuti urutan

kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam rencana pelaksanaan


pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya.
3. Tahap Pengamatan
Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan berlangsung,
proses pengamatan secra intensif dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai
seorang guru dan seorang teman sejawat. Obyek yang damati peneliti
meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran, pengamatan dilakukan berdasarkan lembar
observasi yang telah disiapkan sebelumnya, selain lembar observasi
disediakan juga catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi.
4. Tahap Refleksi
Tahap ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan
hasil pemahaman siswa, merefleksi adalah menganalisis data-data yang
diperoleh dari observasi, wawancara, tes awal sampai akhir pada siklus I
ini, serta catatan lapamgan yang telah dieroleh. Tahapan refleksi meliputi
kegiatan memahami, menjelaskan dan meyimpan data. Peneliti bersama
pengamat merenungkan hail tindakan I sebagai bahan pertimbangan
apakah siklus I sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih
perlu perbaikan-perbaikan, sebagai pelengkap untuk criteria tindakan yang
telah ditentukan dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses
pembelajaran, hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini
dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya.
b. SIKLUS II
1. Perencanaan
1) Menentukan tujuan pembelajaran

2) Menyusun scenario dan rencana pembelaaran dengan menerapkan


kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head
3)
4)
5)
6)
7)

Together
Menyiapkan media yang dibutuhkan
Menyiapkan lembar observasi, dan menyusun pedoman wawancara
Membuat soal-soal tes tulis untuk mengukur hasil belajar siswa
Menyusun daftar kelompok kecil mata pelajaran NHT
Berkoordinasi dengan guru mata pelajaran dan rekan sejawat
tentang pelaksanaan tindakan yang dilakukan

2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan penerapan kegiatan pembelajaran yang telah
disusun dalam perencanaan. Proses dalam tindakan ini mengikuti urutan
kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaan kegiatan
pada siklus II menitik beratkan pada kelanjutan kegiatan pada siklus I,
yakni

pelaksanaan

pembelajaran

dengan

menggunakan

model

pembelajaran NHT. Peta konsep yang telah ada akan digunakan sebagai
aguan untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
3. Tahap Pengamatan
Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan berlangsung,
proses pengamatan secra intensif dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai
seorang guru dan seorang teman sejawat. Obyek yang damati peneliti
meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran, pengamatan dilakukan berdasarkan lembar
observasi yang telah disiapkan sebelumnya, selain lembar observasi
disediakan juga catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi.
4. Tahap Refleksi

Tahap ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan


hasil pemahaman siswa, kegiatan merefleksi pada siklus II ini
dimaksudkan untuk memperbaiki setiap kesalahan yang terjadi pada siklus
I agar tidak terulang pada siklus II. Tahapan refleksi meliputi kegiatan
memahami, menjelaskan dan meyimpan data. Peneliti bersama pengamat
merenungkan hail tindakan I sebagai bahan pertimbangan apakah siklus II
sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikanperbaikan, sebagai pelengkap untuk criteria tindakan yang telah ditentukan
dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran,
hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini dipergunakan untuk
keberhasilan dalam pembelajaran pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA
Arikuntro,

Suharsini,

Donald

Ary,

danAriefFurchan,

PengantarPenelitianDalamPendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982


Nana Sudjana. (2005) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda
Karya. Suharsimi Arikunto dkk (2007) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Bambang Dharmaputra, "Penyusunan Silabus dalam KTSP SMK," Jurnal 8
Pendidikan, vol.3, No.4, 1-10 (Jakarta, April 2008).
Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi 2004:61)
(Moleong, 2066:9)
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2009. PenelitianTindakanKelas. Jakarta :BumiAksara.
Fitria Kurniawati. 2011. Jurnal Penilaian Tindakan Kelas,
(http://www.docstoc.com/docs/80948628/Proposal-Penelitian-Tindakan-Kelas?
utm_source=email&utm_medium=email&utm_campaign=2&utm_content=3,
diakses 25 Desember 2011)

Anda mungkin juga menyukai