Anda di halaman 1dari 71

PKPA RSUD dr.

SOETOMO
IRNA BEDAH KELOMPOK II

MALFUNGSI SHUNT+INFECTED
SHUNT +
VENTRIKULITIS

KELOMPOK II

Okky Fajrin D.,S.Farm

Lusi Wijaya K.P.,S.Farm

Ni Putu Ridha
D.,S.Farm

Ni Luh Putu Diah,


S.Farm

Hana Rahmawati,
S.Farm

Windha Renni
P.,S.farm

Risna Pradina S.,


S.Farm

Afifah Faza, S.Farm

Andro Fauzy, S.Farm


Devy Novitasari, S.Farm
Metha Andriani, S.Farm

Riesa Uzvi F.,S.Farm

Ukhti Aulia F.,S.Farm

DATA PASIEN

Alasan MRS : Keluar cairan bening dari kepala kanan 2


hari, Demam 2 hari.

Riwayat penyakit : Kecelakaan motor pada 2006.


Menjalani OF impresi dan Tracheotomy pada oktober
2006 dan pemasangan VP shunt pada november 2006.

IRNA/ Ruangan : Bedah / Bedah G


DFP 1-LEMBAR PENGOBATAN
No

Nama Obat dan Dosis Regimen

Infus D5:PZ 500:1000 cc/ 24 jam

Ceftriaxon 2 x 1 g

Ranitidine 2 x 50 mg IV

No RM : 12.39.77.15
4
Nama/Umur:
18 tahun L
KetorolacM.3 Husain/
x 30 mg IV
BB / TB/ LPT: 55 kg
Alamat:
Sunan Prapen 3/9 Kebomas
5
Ondancentron 3 x 4 mg IV
Riwayat Alergi : -

Tanggal Pemberian Obat

25/
2

26/
2

27/
2

28/
2

1/3

2/3

3/3

4/3

5/3

6/3

7/
3

8/
3

9/
3

10
/3

11
/3

2:1
/24
jam

500
:50
0

1x

1x

1x

Diagnosis: Malfungsi shunt (+), Infected shunt

2x
1x(+), Ventrikulitis

Alasan
MRS:
Pasien
mengeluh
keluar
cairan

putih bening dari kepala kanan sejak 2 hari dan

2x

1x

demam 2 hari

1x

1x

Tramadol 3 x 100 mg IV

Diet TKTP

Asam mefenamat 3 x 500 mg PO

Tgl MRS/KRS: 23/2/2015 (IRD)

Keterangan
3x 1x KRS
:

Pindah Ruangan Tanggal :


24/2/2015 (ROI), 25/2/15 (Bedah

G) Malam
Nama Dokter:
Apoteker

: Lusi

KP,
Nama
Wijaya

S.Farm

Metamizol 3 x 1 g

2x

1x

10

Infus D5NS 1000 cc/24 jam

11

Injeksi Fosfomycin 2 x 2g IV

2x

500
cc

12

PCT PO 3x 1 tab (500mg)

1x

13

Injeksi amikacin IV 2 x 375 mg

1x

1x

14

Injeksi amikacin intratekal 2 x 35 mg

DATA KLINIK PASIEN


No

Data Klinik

Tanggal

Nilai
Normal

26/2

27/2

28/2

1/3

2/3

3/3

Suhu

36,5-37,2 0C

37

37

35

Nadi

80-100

96

96

RR

16-20

18

18

120/80

120/70

120/70

4-5-6

456

456

Baik

cukup

cukup

cukup

cukup

cukup

cukup

4/3

5/3

6/3

7/3

8/3

9/3

36,6

37

37

37,2

36,8

Tekanan darah
5

GCS

456

456

456

456

456

456

456

96
18
120/8
0

10/3

11/3

456

456

456

456

cukup

cukup

cukup

cuku
p

cuku
p

cuku
p

cuku
p

456

cuku
p

KU
7

Kejang/MS

Rh/Wh

10

11

12

Mual/muntah/diar
e
EVD/24jam

Nyeri Kepala

+/-/-

2000cc
jernih

Sore +

2500cc
jernih

1000c
c
jernih

300cc
jernih

200 cc

300 cc

300
cc

350
cc

500
cc

350
cc

DATA LABORATORIUM

No

Data
Laboratoriu
m

Tanggal
Nilai
Normal

23/2

24/2

3/3

6/3

9/3

Hb

Leukosit

Trombosit

SERUM ELEKTROLIT
1
K
2
Na
3
Ca

23/
2

24/
2

3/3

6/3

9/3

RFT

DARAH LENGKAP
1

12,9-15,9
g/dL
(3,7 10,1)
x103/L
(150-400)
x103/L
3,8-5
136-144
97-103

13,6

BUN

9,86

Scr

0,77

283

4,2
148
109

3,3
136
101

BGA
pH
PCO2

PO2
HCO3

BE

7,38
36
121
21,3
-3,8

No

Data
Laboratorium

Tanggal
Nilai Normal

23/2

24/2

28/2

3/3

6/3

9/3

LIVER FUNCTION TEST

SGOT

< 41

14

SGPT

< 38

15

LAIN-LAIN

Albumin

4,54

2,1

GDA

113

CRP Kimia

1,18

4
HbsAg
CAIRAN OTAK

Warna

Tak
berwarna

Tak berwarna

kuning

kuning

kuning

Kejernihan

Agak
keruh

jernih

jernih

jernih

Agak
keruh

Jumlah sel

H98

H78

H96

H63

H60

Glukosa

68

64

57

46

51

Protein total

18

45

72,2

66,7

138,2

Nonne

Pandy

+1

+1

+1

+2

Laporan Operasi
Tanggal operasi

: 24 Februari 2015

Jam Operasi

: 16.45 -20.45

Jenis pembedahan
Diagnosa

: AFF Shunt + EVD Keen (D)

pra bedah

Jenis operasi

: Expose Shunt + Diskoneksi Shunt


: Bersih, khusus

Tinjauan Pustaka

VENTRIKULITIS

BATASAN
Ventrikulitis adalah infeksi yang terjadi pada sistem ventrikel otak,
yang muncul sebagai proses primer atau sebagai komplikasi
meningitis, yang sering berkaitan dengan shunt cairan serebrospinal,
external ventricular drain atau alat-alat intrakranial lain (Fujikawa et
al., 2006) .

ETIOLOGI
(Guanci, 2013 and Sellner, 2010)

ETIOLOGI

Coagulase-negative staphylococci, Bacillus gram negatif, dan


Staphylococcus aureus penyebab ventrikulitis terbesar, namun dapat
juga disebabkan oleh bakteri patogen lainnya. Sebagai contoh,
Streptococcus pneumonia dan batang gram negatif sering menyebabkan
ventrikulitis akibat trauma pada kepala.

Cocci gram positif dan Acinetobacter biasa ditemukan pada ventrikulitis


akibat penggunaan kateter.

(Guanci, 2013)

Patofisiologi

Gambar Aliran CSF (Cerebro Spinal Fluid) (Guanci,


2013)

Patofisiologi

CSF (Cerebro Spinal Fluid) diproduksi oleh choroid plexus pada ventrikel
dan mengalir pada sistem ventricular pada otak dan sumsum tulang
belakang, direabsorbsi pada arachnoid villi .

CSF cairan jernih dan tidak berwarna, mengandung protein 5-45 mg/dL
dan glukosa 50-70 mg/dL mudah untuk terkena infeksi.

Infeksi reabsorbsi arachnoid villi terhambat sehingga dapat


bermanifestasi menjadi hidrosefalus dan dapat meningkatkan tekanan
intrakranial

(Guanci, 2013).

GEJALA

Triad symptoms: perubahan status mental, demam, dan


sakit kepala.

Gejala lain: cepat marah, kesulitan untuk membuka


mata,dan fotofobia.

Dapat disertai rendahnya glukosa pada CSF


(hypoglycorrhachia), meningkatnya protein pada CSF dan
pleositosis CSF

(Guanci, 2013).

DIAGNOSA

Diagnosa ventrikulitis sulit dilakukan karena rendahnya nilai diagnostik dari


cairan serebrospinal (CSS), tidak spesifiknya gejala klinis dari infeksi, dan
lambat serta kritisnya perkembangan mikroorganisme menunda identifikasi
patogen dan terapi yang tepat (Ziai and Lewin, 2008).
Diagnosa dini rasio leukosit/eritrosit dalam CSS dibagi dengan
leukosit/eritrosit dalam darah perifer (disebut indeks sel). Indeks sel
menunjukkan peningkatan signifikan pada ventrikulitis (Ziai and Lewin, 2008).
Cell index =
Parameter laboratorium yang digunakan (Beer, 2008) :
a. Menurunnya glukosa dalam cairan serebrospinal
b. Naiknya protein dalam cairan serebrospinal
c. Pleositosis cairan serebrospinal
d. Kultur cairan serebrospinal atau gram stain yang positif

Pasien demam
dengan EVD

Pemeriksaan :
Sampel CSS dan kultur darah
Pewarnaan gram CSS
Kultur CSS
Hitung indeks sel

Algoritma Terapi Ventrikulitis terkait


Beer, 2008
EVD
CSS purulen ??

Tidak (Hemoragik)

Ya

Pewarnaan gram CSS menunjukkan


bakteri gram positif
Ya, kemungkinan
kontaminasi atau
kolonisasi

Tidak,
Indeks sel naik >5 dan
pemakaian EVD >3 hari

Terapi antibiotik sistemik tergantung data :

Flukoxasilin + Rifampisin atau Fosfomisin

Vankomisin intrathekal (bila kultur darah


negatif)
Pada area dengan prevalensi MRSA dan MRSE tinggi :

Vankomisisn IV (bila kultur darah positif) +


vankomisisn intrathekal
Alternatif :

Linezolid IV (untuk pasien kerusakan ginjal)

Sefalosporin generasi ke-3 atau ke-4/


meropenem

Penggantian EVD untuk pasien


yang tidak merespon
meropenem

Bila kultur CSS positif sesuaikan


terapi dengan hasil kultur

Algoritma Terapi cont...


CSS purulen ??

Ya

Segera beri antibiotika spektrum luas yang mencakup bakteri gram


positif dan gram negatif
Sefalosporin generasi ke-3 + Rifampisin atau Fosfomisin
Pada area dengan prevalensi MRSA, MRSE dan multiresistensi gram
negatif tinggi :
Vankomisin IV + Sefalosporin generasi ke-4 atau meropenem

Pertimbangkan
penggantian EVD
Bila kultur CSS positif sesuaikan
terapi antibiotik dengan hasil kultur

Pertimbangkan aminoglikosida IV bila


kultur CSS berulang menunjukkan
bakteri gram negatif walaupun setelah
pemberian antibiotika IV

Beer, 2008

SHUNT

Ventricular shunt bertujuan untuk mengurangi peningkatan tekanan


intrakranial yang berhubungan dengan hidrosefalus.

Shunt dapat bersifat sementara maupun permanen. Dapat berupa device


internal maupun external. Tipe internal yang banyak digunakan adalah
ventrikuloperitoneal (VP), tipe lainnya adalah ventrikuloatrial (VA) dan
ventriculopleural shunt

Zunt, 2010

Ventricularperitoneal shunt

Salah satu komplikasi paska pemasangan shunt


Infeksi Cerebrospinal Shunt
Infeksi setelah pemasangan shunt
SHUNT INFECTION
adalah terisolasinya organisme dari cairan ventrikular, shunt tube, reservoir,
dan atau kultur darah bersamaan dengan adanya gejala klinis dari infeksi
shunt, seperti demam, peritonitis, meningitis, tanda infeksi di sepanjang
saluran shunt, atau tanda dan gejala non-spesifik seperti sakit kepala, muntah,
perubahan status mental atau kejang. Demam dan muntah merupakan gejala
klinis yang paling sering muncul.
Laksmi and Sharguna, 2006

Ditandai dengan :
1.

Kultur positif bakteri patogen

2.

Nilai WBC 1000-5000/mcL

3.

Persentase Neutrofil 80 %

4.

Konsentrasi protein 100-500 mg/dL

5.

Konsentrasi glukosa cairan cerebrospinal 40 mg/dL


Wells, 2013

Etiologi

Infeksi pada shunt seringkali disebabkan oleh flora


normal kulit non patogen (komensal) yang berkoloni pada
alat shunt, spesies Staphylococcus coagulase negatif dan
positif adalah yang paling banyak ditemukan

Keberadaan benda asing seperti shunt kateter dapat


menurunkan kemampuan imun tubuh untuk melawan
bakteri fagosit, dan meningkatkan kemampuan bakteri
tertentu untuk melekat pada kateter

Zunt, 2010

Penyebab paling sering pada infeksi shunt :

Organisme

Laju infeksi

Reference

Staphylococcus
2,7% dari 161 pasien
epidermidis (77,8%)
Staphylococcus aureus
(11,1%)
Candida spp (11,1%)

Enger et al., 2003

Coagulase-negative
staphylococci (33,3%)
Pseudomonas
aeruginosa (33,3%)
Acinetobacter
calcoaceticus (8,3%)
Bacills cereus (8,3%)
Enterobacter cloacae
(8,3%)

Alleyne et al., 2000

Zunt, 2010

4,0% dari 308 pasien

faktor resiko

Kebocoran CSS paska operasi

Usia muda, terutama kelahiran prematur (<40 minggu


kehamilan)

Lama operasi

Riwayat pemasangan shunt sebelumnya

Kelainan neural tube aperta

Zunt, 2010; Darmadipura et al., 2008

PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya infeksi pasca pemasangan shunt (infected
shunt) :

Terjadinya kolonisasi saat operasi


Jika terjadi beberapa minggu setelah operasi, biasanya
dikarenakan skin-colonizing organism

Lamanya jaringan yang terinfeksi terpapar shunt


Terbukanya luka operasi atau kulit dapat menjadi akses
masuknya bakteri

Hematogenous seeding, penyebaran dari bagian


lain yang terinfeksi
Infeksi dari bagian distal kateter
Wheeler et al., 2009

PATOFISIOLOGI
Berdasarkan timbulnya infeksi pasca operasi:

Algoritma CSF Shunt Infection

Data Terapi

Penggunaan Antibiotik Terhadap Bakteri Patogen

(AACN, 2013)

Dosis Antibiotik

(AACN, 2013)

ANTIBIOTIKA
Golongan
Spektru
Non m
Lactam Lactam
ase
ase

BM

Lipofi Kemamp Sifat


litas
uan
Menemb
us CSF
(AUCCSF/

Ikatan
Protei
Ora
n
l
(Albu
min)

Dosis
IV

IM

Durasi
Terapi

Stabilita
s

AUCS
Ceftriax
one

Gram (-) 554. Hidro


0.007 Bakte
bacilli,
58
filik
(Nonrisid
sesitif
g/m
inflamati
terhdap
ol
on
H.
conditio
Influenza
n). 0.04, N.
0.17
Gonorrhe
(Inflamat
ae dan
ion
betaconditio
laktamas
n)
e
producin
g strain.

8595%

1g
30menit
sebelu
m op.

Larutan
rekontit
usi
dengan
Aqua
pro
injeksi
dengan
konsent
rasi 100
mg/ml
stabil
pada
suhu
kamar
(25C)
selama
1 hari
dan
stabil
selama
10 hari

Golongan
Spektrum
Non Lactam Lactam
ase
ase

BM

Lipofili Kemampu
tas
an
Menembu
s CSF
(AUCCSF/A

Sifat

Ikatan
Protein
(Album
in)

Dosis

UCS
Fosfomy
cin

Amikasi
n

Gram (-)
dan
beberapa
strain
Staphyloc
occus
saphroph
yticus,
tidak
sensitif
terhadap
P.
aeruginos
a.
Gram (-),
sensitif
terhadap
P.
aeruginos
a,
Acinetoba
cter.
Sensitif
terhadap
gram (-)
resisten
aminoglik
osida lain.

138. Hidrofi 0.18 baik Bakter Tidak


059
lik
pada
isid
diikat
g/mo
kondisi
protei
l
inflamasi
n
maupun
tidak

585. Hidrofi 0.24 pada Bakter 0-11%


603
lik
kondisi
isid
g/mo
nonl
inflamasi.

30 mg
every
24 jam

Durasi
Terapi

Stabilitas

Golongan
Spektrum
Non Lacta Lactam
mase
ase

BM

Lipofili Kemamp
tas
uan
Menembu
s CSF
(AUCCSF/A

Sifat

Ikatan
Protein
(Album
in)

Bakteri
sid

0-11%

Bakteri
sid

10-50%

Dosis

UCS
Amikasin

Vancomy
cin

Cefotaxi
m
(rekome
ndasi
first
choice
dari
hasil
kultur)

Gram (-),
585.60 Hidrofili 0.24 pada
sensitif
3
k
kondisi
terhadap P.
g/mol
nonaeruginosa,
inflamasi.
Acinetobact
(DIH, 2008)
er. Sensitif
10-20%.
terhadap
Non
gram (-)
inflamasi
resisten
15-24%
aminoglikos
ida lain.
1449.3 lipofilik
Drug of
0.14-0.18
g.mol1
choice for
pada
treatment
kondisi
of infections
noncaused by
inflamasi
oxacillindan 0.30
resistant
pada
Staphylococ
kondisi
cus aureus
inflamasi.
and
(DIH, 2008)
epidermidis
inflamasi
20-30%

Gram + 455. Hidro


dan gram 47g/ filik
- (lebih
mol
aktif
melawan
strai
kuman
Bacilli
termasuk
kuman

<40%

30 mg
every
24 jam

Durasi
Terapi

Stabilitas

Golongan
Spektrum
Non Lacta Lactam
mase
ase

BM

Lipofili Kemamp
tas
uan
Menembu
s CSF
(AUCCSF/A

Sifat

Ikatan
Protein
(Album
in)

Bakteri
sid

<30%

Bakteri
sid

Not
defined
clearly.

Bakteri
sid

74-86%

UCS
Gentamy
cin

Efektif for
therapy
gram
(-)

477.59
6 g/mol

Clindamy
cin

Gram (+)
cocci dan
anerobs

424.98
g/mol

Cefazolin

Gram (+)
cocci ( but
not
enterococci
or oxacillin
resistent S.
Aureus),
E.coli,
Klebsiella, P.
mirabillis

454.51
g/mol

lipofilik

>> 1 pada
kondisi
noninflamasi
dan
inflamasi.
(DIH, 2008)
inflamasi
10-30%
lipofilik
No
significant
level in
CSF
(inflamasi/
non
inflamasi)
lipofilik 0.007-0.1
kondisi
non
inflamasi
dan 0.15
pada
kondisi
inflamasi

Dosis

Durasi
Terapi

Stabilitas

Catatan :

Semua AB diatas ditanggung oleh BPJS namun dengan restriksi (Baca :


restriksi Amikasin)

Berdasarkan Handbook of Atimicrobial Therapy tahun 2005 :

AB Profilaksis Untuk Bedah Kepala & Leher :


Clidamycin 600-900 mg IV + Gentamycin 1.5 mg/kgBB (IV)
OR
Cefazolin 1-2 g setiap 4-6 jam (IV)

AB Profilaksis untuk Bedah Neurology :


Cefazolin 1-2 g setiap 4-6 jam (IV)
OR
Vancomycin 1 g (IV)

Pilihan Terapi untuk infeksi S.


Epidermidis (Handbook Of
Antimicrobila Therapy, 2005)

TERAPI ANALGESIK PASKA OPERASI


Analgesik

Tanggal

Nama

Dosis

25/2

26/2

27/2

28/2

Ketorolac

3x30 mg IV

//

Tramadol

3x100 mg IV

//

Asam
mefenamat

3x500 mg
PO

//

Metamizol

3x1 g IV

Skala nyeri
Suhu (C)

1/3

2/3

3/3

37

35

4/3

//

TAD
37

Tujuan mengurangi nyeri dengan meminimalkan efek samping akibat penggunan


analgesik, mengembalikan pasien dapat beraktivitas normal lebih cepat, dan meminimalkan
efek yang mengganggu dari nyeri yang tidak teratasi (Ramsay, 2000; Donnelly et al., 2013)
Pada pasien paska operasi bedah saraf (pemasangan/penggantian shunt, kraniotomi, operasi
kraniofasial, aneurisme intrakranial, dkk,), pemberian opioid harus dengan bijak karena efek
sedasi yang tinggi dapat menutupi tanda perubahan TIK akut atau mempengaruhi
kemampuan pasien dalam penilaian neurologis. Jika terdapat risiko perdarahan, NSAID tidak
digunakan dalam 24 jam pertama paska operasi (Association of Paediatric Anaesthetists of
Great Britain and Ireland, 2012)

Pada tanggal 25/2 ketorolak 3x30 mg IV dan tramadol 3x100 mg IV (tidak


ada data skala/keluhan nyeri pasien)
Analisis:
Kombinasi analgesik dengan mekanisme kerja yang berbeda efektif untuk
mengurangi nyeri paska operasi. Ketorolak digunakan bersamaan dengan
analgesik opiod untuk nyeri sedang-berat paska operasi (McEvoy, 2011;
Donnelly et al., 2013) kombinasi kedua analgesik tersebut sudah tepat
-Ketorolak NSAID yang bekerja dengan menghambat COX-1 dan COX-2
Dosis (multiple) : 30 mg tiap 6 jam. Pasien mendapatkan ketorolak 3x30 mg,
jika dosis kurang dapat menyebabkan efek analgesik tidak adekuat DRP
regimen dosis (underdose dan frekuensi kurang)
- Tramadol golongan opioid yang bekerja dengan menghambat reseptor
(McEvoy, 2011)
Rekomendasi:
Pemberian ketorolak disesuaikan kondisi pasien, jika dengan 3x30 mg dan
tramadol nyeri pasien sudah berkurang maka dosis sudah tepat. Jika efek
analgesik tidak adekuat, dosis ketorolak dapat dinaikkan menjadi 120 mg/hari
(4x30 mg)
Pada tanggal 26/2 tramadol distop, ketorolak 3x30 mg tetap diberikan
(tidak ada data skala/keluhan nyeri pasien)

Pada tanggal 27/2 ketorolak 3x30 mg IV + asam mefenamat 3x500 mg PO


(tidak ada data skala/keluhan nyeri pasien)
Analisis:
- Penggunaan dua atau lebih NSAID dapat meningkatkan risiko perdarahan
saluran cerna DRP interaksi obat-obat
- Mekanisme : NSAID nonspesifik yang menghambat COX-1 dan COX-2, hambatan
COX-1 menyebabkan penurunan produksi PG di lambung yang berfungsi sebagai
faktor protektif dan menghambat agregasi platelet iritasi/perdarahan
saluran cerna. Penggunaan kombinasi 2 atau lebih NSAID dapat meningkatkan
risiko perdarahan saluran cerna (Baxter, 2008; OConnel and Vondracek, 2011)
Rekomendasi:
Dilakukan penilaian skala/keluhan nyeri pasien untuk menentukan analgesik
yang diperlukan. Kombinasi analgesik bisa dilakukan dengan menggunakan obat
yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.

Pada tanggal 28/2 3/3 metamizol 3x100 mg IV (tidak ada data


skala/keluhan nyeri pasien)
Metamizole (der. Pyrazole)
-Efek analgesik poten, lebih besar daripada aspirin/PCT (2,5 g metamizol
ekivalen dengan 50 mg petidin atau 10 mg morfin oral)
- Mempunyai efek antipiretik melalui hambatan sintesis prostaglandin di
hipotalamus, efek lebih besar dari PCT
(Hernndez-Cortez, 2006)
Analisis:
-Metamizol tidak masuk dalam Formularium Nasional dan pada pasien tidak
mendapat ACC KFT sehingga pasien membeli DRP kegagalan
mendapatkan terapi
- Suhu tubuh pasien normal sehingga tidak perlu diberikan
analgesik/antipiretik DRP ada terapi tidak ada indikasi
Rekomendasi :
-Dilakukan penilaian keluhan/skala nyeri pada pasien untuk menentukan
indikasi pemberian analgesik. Jika memang diperlukan, metamizol dapat
diganti dengan asam mefenamat seperti sebelumnya, tetapi jika asam
mefenamat kurang adekuat dapat diberikan natrium diklofenak
-Suhu pasien normal sehingga tidak perlu diberikan analgesik/antipiretik.

Terapi stress ulcer dan


postoperative nausea vomiting
Nama obat dan
regimen dosis

25/2/
15

26/2/
15

27/2/
15

28/2/
15

1/3/
15

2/3/
15

3/3/
15

Ranitidin 2x50
mg (IV)

22.00

09.00
12.00

09.0
0

Ondansetron
3x4mg (IV)

13.00
22.00

09.15
22.00

//

09.0
0

//

Terapi stress ulcer


Nama

Ranitidin

Mekanisme kerja

Menghambat reseptor H secara


selektif dan reversible, sehingga
sekresi asam lambung akan dihambat
(Dewoto, 2009).

Indikasi

Ulcer duodenum, ulcer gastrik


(Dewoto, 2009)
Postoperative ulcer (Lacy, et al.,
2009)

Dosis

IV : 50 mg tiap -8 jam
Oral : 150 mg tiap 12 jam (Lacy, et
al., 2009)

Parameter monitoring

Tidak ada keluhan mual, muntah,


atau nyeri ulu hati

DRP
Uraian

Rekomendasi/saran

Tindak lanjut

Ranitidin IV menurut
literatur diberikan tiap 6-8
jam (Lacy, et al., 2009).
sedangkan dokter
memberikan dua kali
sehari. Bahkan pada
tanggal 26 dan 3, pasien
hanya diberikan sekali saja

Melakukan konfirmasi
kepada dokter terkait dosis
pemberian agar di
dapatkan efek yang sesuai
dengan yang diinginkan

Menyampaikan kepada
dokter dengan komunikasi
yang baik antar tenaga
kesehatan.

Ranitidin dapat digunakan


sebagai terapi post operatif
terjadinya ulcer(Lacy et
al., 2009) Tercatat pada
tanggal 26 pasien mengeluh
mual, namun pada pasien
ini ranitidin diberikan
hingga tanggal 3 maret
2015 tanpa adanya keluhan
mual muntah atau nyeri ulu
hati dari pasien,

Melakukan konfirmasi ulang


kepada dokter terkait
penggunaan ranitidin tanpa
keluhan. Ranitidin postop
cukup diberikan setelah
operasi sampai sehari
setelah operasi atau
sampai keluhan mual,
muntah, nyeri ulu hati
hilang, jika tidak ada
keluhan apapun sebaiknya
penggunaan ranitiidin
dapat dihentikan.

Menyampaikan kepada
dokter dan menanyakan
alasan penggunaan
ranitidin tersebut, jika
diperlukan bisa
menanyakan langsung
kepada pasien.

Terapi PONV
Beberapa terapi PONV :
Drug

Dose

Timing

Ondansetron

48 mg IV

At end of surgery

Metoclopramide

25 or 50 mg IV for
prophylaxis

Dexamethasone

510 mg IV

Before induction

Dimenhydrinate

12mg/kg IV

(McCracken et al.,
2008)

Terapi PONV
Nama

Ondansetron

Mekanisme kerja

Antagonis reseptor 5-HT yang terdapat pada


chemoreceptor trigger zone di area postrema otak
dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna
(Dewoto and Louis, 2009).

Indikasi

Ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan


muntah yang berhubungan dengan operasi dan
pengobatan kanker (Dewoto and Louis, 2009).

Dosis

Untuk PONV :
Oral: 16 mg diberikan satu jam sebelum induksi
anastesi.
IV: 4 mg single dose sebelum induksi anastesi atau 4-8
mg setelah operasi selesai (Dewoto and Louis, 2009;
McCracken, et al., 2009)

Terapi PONV
Nama

Ondansetron

Dosis

IV : 0,1-0,2 mg/kg (Dewoto and Louis, 2009)


IV : o,15mg/kg (dewasa: 4mg) (Drug dose)

ESO potensial

> 10% : Nyeri kepala (9-27%), fatigue (9-13%),


konstipasi (6-11%) (Lacy et al., 2009)

Parameter monitoring

Tidak ada keluhan mual atau muntah

Uraian

Rekomendasi/saran

Tindak lanjut

Dosis ondansetron untuk


PONV menurut literatur
yaitu 4mg-11mg untuk
IV, sedangkan pada
tanggal 25 dan 28
februari pasien
diberikan 12 mg IV

Menginformasikan
Melakukan konfirmasi
kepada dokter terkait
kepada dokter
dosis, dosis yang
berlebih dihindari untuk
meminimalkan efek
samping. Jika
penggunaan ondansetron
dosis 4mg-11mg dapat
mengatasi keluhan tidak
perlu ada penambahan
dosis

Penggunaan ondansetron
dapat terus digunakan
setelah penggunaannya
sebagai profilaksis
apabila masih terdapat
keluhan mual muntah
pada pasien, namun
berdasarkan data klinik
keluhan mual hanya
pada tanggal 26
februari, sedangkan

Menginformasikan
kepada dokter terkait
penggunaan obat dengan
keluhan pasien, jika
pasien sudah tidak
mengeluh mual muntah
sehari setelah operasi
sebaiknya penggunaan
ondansetron dihentikan
untuk mengurangi
potensi terjadinya efek

Mengkonfirmasi dan
melakukan komunikasi
yang efektif antar
tenaga kesehatan.
Mengkonfirmasi kepada
perawat terkait keluhan
pasien dan jika
diperlukan menanyakan
langsung kepada pasien.

PERHITUNGAN KALORI

TERAPI NUTRISI DAN CAIRAN


Perhitungan Total Parenteral Nutrition (TPN) dan Evaluasi Jumlah Cairan

Kandungan kalori D5 500 cc 200 kkal/L

Kandungan kalori D5NS 1000 cc 170 kkal/L

Diet TKTP 2100 kkal

1 gram protein = 1 gram karbohidrat = 4 kkal

Kondisi pasien BB 55 kg

Kebutuhan karbohidrat pasien = 25 kkal x BB = 25 kkal x 55 kg = 1375 kkal

Kebutuhan protein pasien = 1 kkal x BB = 1 kkal x 55 kg = 55 kkal

Total kebutuhan energi pasien = 1375 kkal + 55 kkal = 1430 kkal

25 Februari 2015
Post OP Katabolisme meningkat

Kebutuhan kalori = 50% dari kalori total 50% x 1430 kkal = 687,5 kkal

Intake kalori
Infus D5 1000 cc/24 jam
Jumlah kalori dari D5= 190 kkal
Kekurangan kalori = 687,5 kkal 190 kkal = 497,5 kkal DRP

Saran

Penambahan Infus D10

Jumlah kalori dari D10 = 380 kkal

Jumlah kalori D5 + D10 = 190 kkal + 380 kkal = 570 kkal lebih 72,5 kkal

Volume D10 yang diberikan harus mampu memenuhi kekurangan kebutuhan kalori sebanyak =
497,5 kkal

Volume D10 = 500 cc

26 Februari 2015
Post op

Kebutuhan kalori = 75% dari kalori total 75% x 1430


kkal = 1072,5 kkal

Intake kalori
Infus D5 500 cc/24 jam
Jumlah kalori dari D5 = 190 kkal
Diet TKTP
Jumlah kalori dari TKTP = 2100 kkal
Jumlah kalori D5 + TKTP = 190 kkal + 2100 kkal = 2290
kkal lebih 1217,5 kkal

27 Februari 2 Maret 2015


Post op

Kebutuhan kalori = 100% dari kalori total 100% x


1430 kkal = 1430 kkal

Intake kalori
Infus D5 500 cc/24 jam
Jumlah kalori dari D5 = 190 kkal
Diet TKTP
Jumlah kalori dari TKTP = 2100 kkal
Jumlah kalori D5 + TKTP = 190 kkal + 2100 kkal = 2290
kkal lebih 860 kkal

3-4 Maret 2015


Post op

Kebutuhan kalori = 100% dari kalori total 100% x


1430 kkal = 1430 kkal

Intake kalori
Infus D5NS 1000 cc/24 jam
Jumlah kalori dari D5NS = 170 kkal
Diet TKTP
Jumlah kalori dari TKTP = 2100 kkal
Jumlah kalori D5NS + TKTP = 170 kkal + 2100 kkal =
2270 kkal lebih 840 kkal

5 Maret 2015
Post op

Kebutuhan kalori = 100% dari kalori total 100% x


1430 kkal = 1430 kkal

Intake kalori
Infus D5NS 500 cc/24 jam
Jumlah kalori dari D5NS = 170 kkal
Diet TKTP
Jumlah kalori dari TKTP = 2100 kkal
Jumlah kalori D5NS + TKTP = 170 kkal + 2100 kkal =
2270 kkal lebih 840 kkal

6-10 Maret 2015


Post op

Kebutuhan kalori = 100% dari kalori total 100% x


1430 kkal = 1430 kkal

Intake kalori
Infus D5NS 1000 cc/24 jam
Jumlah kalori dari D5NS = 170 kkal
Diet TKTP
Jumlah kalori dari TKTP = 2100 kkal
Jumlah kalori D5NS + TKTP = 170 kkal + 2100 kkal =
2270 kkal lebih 840 kkal

Informasi obat kepada perawat


No.

1.

Nama Obat dan


Regimen

Ceftriaxon 2 x 1 g i.v

Uraian Informasi

Rekonstitusi:
Ceftriaxon 1 g/vial direkonstitusi dengan 9,6
ml wfi terlebih dulu, kemudian diencerkan
dengan 50-100 ml cairan infus yang
kompatibel (PZ, D5)
Administrasi:
Ceftriaxon yang sudah direkonstitusi dapat
diberikan selama 30 menit kepada pasien
Stabilitas:
1. Ceftriaxon yang belum direkonsitusi
disimpan di ruangan yang bersuhu kurang dari
sama dengan 25 C dan terlindung dari cahaya
matahari langsung
2. Ceftriaxon yang sudah direkonstitusi dapat
stabil selama 2 hari jika disimpan pada 25 C
dan stabil 10 hari pada suhu 4 C

Informasi obat kepada perawat.. cont


No.

2.

Nama Obat dan


Regimen

Ranitidin 2 x 50 mg
i.v

Uraian Informasi

Administrasi:
Untuk injeksi intravena langsung (bolus(, 50
mg Ranitidin harus diencerkan dengan paling
tidak 20 ml cairan infus dan diberikan selama
5 menit (4 ml/menit)
Stabilitas:
Ranitidin harus disimpan pada rentang suhu 430 C dan dijauhkan dari paparan cahaya
matahari dan panas. Ranitidin memiliki warna
sediaan yang jernih dan tidak berwarna. Pada
suhu 40 C dapat terjadi perubahan warna
menjadi lebih gelap namun ini tidak
berpengaruh pada efek ranitidin.

Informasi obat kepada perawat.. cont


No.

3.

Nama Obat dan


Regimen

Ketorolac 3 x 30 mg
i.v

Uraian Informasi

Administrasi:
Ketorolac yang diberikan dengan intravena
langsung (bolus) disuntikkan kepada pasien
tidak lebih dari 15 detik
Stabilitas:
Ketorolac memiliki warna sediaan jernih dan
sedikit berwarna kuning. Penyimpanannya di
ruangan yang suhunya terkontrol dan
terlindung dari paparan cahaya matahari
langsung. Paparan cahaya matahari dalam
jangka waktu lama menyebabkan perubahan
warna dan precipitasi yang dapat berakibat
pada penurunan pH sediaan menjadi < 3

Informasi obat kepada perawat.. cont


No.

4.

Nama Obat dan


Regimen

Ondasetron 3 x 4 mg
i.v

Uraian Informasi

Administrasi:
Ondasetron yang diberikan dengan intravena
langsung (bolus) disuntikkan kepada pasien
paling tidak selama 30 detik atau lebih
disarankan selama 2-5 menit
Stabilitas:
Ondasetron (4 mg/2 ml) memiliki warna
sediaan jernih dan tidak berwana. Ondasetron
harus disimpan dalam ruangan dengan suhu
terkontrol, terlindung dari paparan cahaya,
panas, dan kondisi beku.

Informasi obat kepada perawat.. cont


No.

5.

Nama Obat dan


Regimen

Tramadol 3 x 100 mg
i.v

Uraian Informasi

Administrasi:
Tramadol diberikan dengan intravena langsung
(bolus) disuntikkan kepada pasien secara
perlahan selama 2-3 menit
Stabilitas:
Ketorolac memiliki warna sediaan jernih dan
tidak berwarna. Suhu pada ruangan
penyimpanan harus dibawah 30 C

Informasi obat kepada perawat.. cont


No.

6.

Nama Obat dan Regimen

Uraian Informasi

Amikasin 2 x 375 mg i.v Administrasi:


Sediaan amikacin yang tersedia di UPF adalah
500 mg/ 2ml, sedangkan dosis yang diinginkan
adlah 375 mg. Volume yang diambil sesuai dosis
adalah
Kemudian disuntikkan kepada pasien selama 2-3
menit secara perlahan
Stabilitas:
Amikasin memiliki warna sediaan larutan yang
sedikit kuning hingga kuning jelas yang dapat
stabil hingga 2 tahun oada ruangan dengan suhu
terkontrol. Pada suhu 25 C sediaan ini dapat
stabil selama 36 bulan, pada suhu 37 C stabil
selama 12 bulan dan suhu 56 C stabil selama 3
bulan. Perubahan warna amikasin dapat terjadi
akibat oksidasi udara namun perubahan tersebut
tidak berpengaruh pada potensi efek obat

Informasi obat kepada perawat.. cont


No.

7.

Nama Obat dan


Regimen

Uraian Informasi

Amikasin 2 x 35 mg Administrasi:
intratekal
Sediaan amikacin yang tersedia di UPF adalah 500 mg/
2ml, sedangkan dosis yang diinginkan adlah 35 mg untuk
rute intratekal. Oleh karena itu sediaan dapat diencerkan
dengan 100 ml cairan infus kompatibel kemudian volume
diambil sesua dosis yaitu
Kemudian disuntikkan kepada pasien selama 2-3 menit
Stabilitas:
Amikasin memiliki warna sediaan larutan yang sedikit
kuning hingga kuning jelas yang dapat stabil hingga 2
tahun oada ruangan dengan suhu terkontrol. Pada suhu 25
C sediaan ini dapat stabil selama 36 bulan, pada suhu 37
C stabil selama 12 bulan dan suhu 56 C stabil selama 3
bulan. Perubahan warna amikasin dapat terjadi akibat
oksidasi udara namun perubahan tersebut tidak
berpengaruh pada potensi efek obat

Informasi obat kepada Pasien


No.

1.

Nama Obat dan Regimen

Asam Mefenamat 3 x
500 mg

Uraian Informasi

Indikasi:
Asam mefenamat diberikan untuk membantu
mengatasi nyeri yang dirasakan pada bagian
kepala pasien
Cara Minum:
Asam mefemat 500 mg kaplet diminum 3 kali
sehari segera setelah makan dengan segelas air
putih (perut tidak boleh kosong saat minum obat).
Cara ini untuk mencegah terjadinya ESO pada
organ pencernaan yaitu mual, muntah dan nyeri
perut
Efek Samping:
Pada sebagian jika pasien mengalami keluhan
setelah minum obat, segera beritahu perawat
ataupun dokter

Informasi obat kepada Pasien


No.

Nama Obat dan Regimen

Uraian Informasi

2.

Paracetamol 3 x 500 mg

Indikasi:
Paracetamol diberikan untuk membantu mengatasi
nyeri yang dirasakan pada bagian kepala pasien
Cara Minum:
Paracetamol 500 mg kaplet diminum 3 kali sehari
setelah makan dengan segelas air putih
Efek Samping:
Pada sebagian kecil orang, paracetamol dapat
menyebabkan kemerahan pada kulit. Jika Pasien
mengalami keluhan setelah minum obat, segera
beritahu perawat ataupun dokter

DAFTAR PUSTAKA
Alnimr, A., 2012. A Protocol for Diagnosis and Management of Cerebrspinal Shunt
Infections and other Infectious Condition in Neurosurgical Practice. Basic
and Clinical Neuroscience, vol 3, number 5.
Association of Paediatric Anaesthetists of Great Britain and Ireland, 2012. Good
practice in postoperative and procedural pain management 2 nd edition.
Pediatric Anesthesia, Vol. 22., p. 54-55.
Baxter, Karen. 2008. Stockleys Drug Interactions Eight Edition. Great Britain:
Pharmaceutical Press. pp. 151-152.
Beer, R., Lackner, P., Pfausler, B., Schmutzhard, E., 2008. Nosocomial
ventriculitis and meningitis in neurocritical care patients. Journal
Neurology, Vol. 255, p. 1617-1624.
Darmadipura, M.S., Kasan, U., Bajamal, A.H., Turchan, A., Parenrengi, M.A., dan
Wahyuhadi, J. 2008. Infeksi Pasca Pemasangan Shunt. In: Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bag/SMF Ilmu Bedah Syaraf. Surabaya: Rumah Sakit Dokter
Soetomo Surabaya.
Dewoto, Hedi.R., Louisa, Melva. 2009. Serotonin, Obat Serotonergik dan Obat
Antiserotonergik. In: Sulistia dan Gunawan., Farmakologi dan Terapi. 5thEd.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI., pp. 288-298.
Dewoto, Hedi.R. 2009. Histamin dan Antialergi. In: Sulistia dan Gunawan.,
Farmakologi dan Terapi. 5thEd. Jakarta: Balai Penerbit FKUI., pp. 273-287.

Donnelly, A.J., Golembiewski, J.A., Rakic, A.M., 2013. Perioperative care. In:
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,
Kradjan, W.A., Williams, B.R., (Eds.). Koda-Kimble & Youngs Applied
Therapeutics The Clinical Use of Drugs Tenth Edition. USA: Lippincott
Williams & Wilkins. pp. 166-172.
Fujikawa, A., Tsuchiya, K., Honya, K., Nitatori, T., 2006. Comparison of MRI
sequences to detect ventriculitis. AJR Amsterdam Journal Roentgenology,
Vol. 187, p. 1048-1053.
Guanci, Mary McKenna. 2013. Ventriculitis of the Central Nervous System.
Elsevier, Crit Care Nurs Clin N Am 25 (2013) 399-406.
Hernndez-Cortez, Enrique. 2006. Non-steroidal anti-inflammatory analgesics in
children. Anestesia en Mxico, Vol. 18, No. 1, p. 162-164.
http://www.drugs.com/uk/amikin-injection-100mg-2ml-spc-9647.html
Lacy, C.F, Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2009. Drug Information
Handbook. Ohio: American Pharmacist Association.
Lakshmi, V., and Sarguna, P. 2006. Ventriculoperitoneal Shunt Infections. Indian
Journal of Medical Microbiology. Vol 24, p. 52
Li, X.Y., Wang, Z.C., Li, Y.P., Ma, Z.Y., Yang, J., and Cao, E.C. Study on Treatment
Strategy for Ventriculitis Associated With Ventriculoperitoneal Shunt For
Hydrocephalus. Pubmed vol 17 No 9, p.558-560.
McCracken, Geoff., Houston, Patricia., Lefebvre, Gulaine. 2008. Guideline for the
Management of Postoperative Nausea and Vomiting. SOGC clinical practice
guideline, p. 600-607.
McEvoy, Gerald K., 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of

OConnel, M.B. and Vondracek, S.F., 2011.Osteoporosis and other metabolic bone
disease. In: Dipiro, J.T. (Ed), Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach
8th Edition. USA: The McGraw-Hills Companies.
Ramsay, Michael. 2000. Acute postoperative pain management. Baylor University
Medical Center Proceedings, Vo. 3, No. 3, p. 244-247.
Sellner,J., Tuber, M.G., Leib, S.L., in Roos, K.L., and Tunkel, A.R., 2010.
Handbook of Clinical Neurology Vol 9 3 rd Series. Amsterdam: Elsevier. Page 116.
Treatment Guideline. 2005. Handbook of Antimicrobial Therapy. NewYork: The
Medical Letter.
Trissels, LA. 2009. Handbook ofSteril Injection 11thEdition. Bethesda: American
Health-System Pharmacist.
Wells, D. L., Allen, J. M., 2013. Ventriculoperitoneal Shunt Infections in Adult
Patients. AACN Advance Critical Care, vol 24, p 6-12.
Wheeler, D.S., Wong, H.R., and Shanley, T.P. 2009. The Central Nervous System in
Pediatric Critical Illness and Injury. London: Springer Science & Bussiness
Media.
Ziai, W.C., dan Lewin III, J.J., 2008. Update in diagnosis and management of
central nervous system infections. Neurologic Clinics, Vol. 26, p. 427-468.
Zunt, J.R. In: Roos, K.L., and Tunkel, A.R. 2010. Handbook of Clinical Neurology
(Vol 96): Bacterial Infections of The Central Nervous System. Amsterdam :
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai