Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TOTAL PARENTERAL NUTRITION


(TPN)
PADA PASIEN DENGAN KERUSAKAN HATI

Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
1. Tri Endah Fatmawati, S.Farm

8. Winda Trisnawati, S.Farm

2. Ika Sukmawati, S.Farm

9. Ayu Okta Rini, S.Farm

3. Dominika Dos Pasos Odos, S.Farm 10.


4. Suci Sintia Perdana, S.Farm

Muhammad Arief Rahman,


S.Farm

5. Sagita Nawa Dwinani, S.Farm

11.

Lila Silvika, S.Farm

6. Wina Dewi Mentari, S.Farm

12.

Mita Joselin, S.Farm

7. Lutfi Nurul Akmalia, S.Farm

13.

Silvi Ayu Vajrika, S. Farm

14.

Rizka Alvianti, S.Farm

PKPA RSUD DR. SOETOMO


PERIODE APRIL-JUNI 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Fungsi Hepar dan Gangguan Hepar
1.1.1 Fungsi Hepar
Hepar secara normal berfungsi untuk:
-

Berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein. Selain itu
juga membantu untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah konstan dengan

mengkonversi zat lainnya seperti asam amino, menjadi glukosa.


Memetabolisme obat dan zat xenobiotik (zat yang asing yang kadang toksik bagi tubuh)
Terlibat dalam sintesis asam amino non-essensial dari asam amino esensial. Hepar juga

mensintesis protein plasma, terutama albumin. Sekitar 3 g albumin diproduksi per harinya.
Peran penting lainnya dari hepar adalah sebagai tempat penyimpanan dan metabolisme
vitamin yang larut dalam lemak dan zat besi. Beberapa vitamin yang larut dalam air,
khususnya vitamin B12 juga disimpan dalam hepar. Vitamin yang disimpan ini akan

dilepaskan ke sirkulasi ketika dibutuhkan.


Hepar juga penting dalam meregulasi fungsi hormon endokrin. Hati dapat menggandakan
aksi beberapa hormon. Juga merupakan organ utama yang dapat membuang hormon peptida

(Tso, P. And McGill, J).


1.1.2 Gangguan Hepar
Ada banyak jenis gangguan (penyakit) hepar. Salah satu penyebabnya adalah virus,
seperti hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis C. Penyebab lainnya adalah akibat dari penggunaan
obat, racun atau terlalu banyak minum alkohol. Jika hati membentuk jaringan parut karena
penyakit, disebut dengan sirosis. Jaundice, atau menguningnya kulit, bisa menjadi salah satu
pertanda adanya gangguan pada hepar (MedlinePlus, 2015).
Apapun penyebabnya, kerusakan pada hepar berkembang dengan cara (tahapan) yang
sama. Tahap awal penyakit liver adalah peradangan (inflamasi). Adanya inflamasi menunjukkan
bahwa tubuh sedang mencoba untuk melawan infeksi atau menyembuhkan cedera. Hati yang
sehat akan mampu untuk beregenerasi ataupun tumbuh kembali ketika mengalami
cedera/kerusakan. Akan tetapi jika terjadi peradangan terus-menerus, hati dapat rusak secara
permanen tanpa sempat beregenerasi.
Jika tidak ditangani, peradangan pada hati akan membentuk jaringan parut (semacam
jaringan fibrosa) menggantikan jaringan hati yang sehat. Proses ini disebut fibrosis. Jaringan
parut ini tidak dapat melakukan fungsi seperti hati yang sehat, terlebih jaringan parut ini dapat
menghambat aliran darah ke hati.
Apabila fibrosis ini tidak ditangani, maka hepar akan mengalami sirosis dimana pada
tahap ini kerusakan pada hepar tidak dapat dipulihkan kembali. Sirosis dapat menyebabkan
sejumlah komplikasi seperti kanker hati. Berikut gejala dari sirosis:
-

Mudah memar atau berdarah


Asites (akumulasi cairan pada rongga perut)
Jaundice (kulit dan mata berwarna kuning)
Kulit terasa gatal
Pembuluh darah menuju hati akan tersumbat dan sewaktu-waktu pembuluh darah ini

dapat pecah
Menjadi lebih sensitif terhadap obat dan efek sampingnya
Terjadi resistensi insulin dan DM tipe-2

Ensefalopati (penurunan fungsi otak akibat akumulasi zat-zat toksik dalam aliran
darah mencapai otak.

Ketika didiagnosa dengan sirosis, pengobatan akan berfokus untuk mempertahankan


kondisi, agar tidak memburuk menjadi gagal hati. Ketika terjadi gagal hati, hati akan kehilangan
seluruh fungsinya. Satu-satunya pilihan untuk mengatasi hal ini adalah transplantasi hati
(American Liver Foundation, 2015).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, adanya gangguan pada hepar akan cenderung menyebabkan
malnutrisi, terkait perannya dalam mengatur metabolisme karbohidrat, lipid, protein serta
vitamin. Pasien dengan gangguan hati akibat alkohol mempunyai insiden malnutrisi lebih besar
dibandingkan dengan gangguan hati bukan akibat alkohol. Pada pasien dengan gagal hati, faktor
yang berkontribusi terhadap malnutrisi meliputi perubahan laju metabolisme, malabsorpsi lemak,
rasa cepat kenyang, dan gangguan pengosongan lambung. Pasien dengan gagal hati stadium
akhir akan mengalami pengecilan otot, berkurangnya cadangan lemak, dan penurunan berat
badan berlebihan. Namun lebih banyak pasien akan mengalami defisiensi vitamin yang larut
dalam lemak, anemia zat besi, folat dan defisiensi piridoksin, dan hilangnya massa otot secara
perlahan. Oleh karena itu, pada pasien dengan gangguan hepar diperlukan pemberian TPN
(Total Parenteral Nutrition) untuk mengatasi malnutrisi tersebut (Krenitsky, 2003).
1.2

Pengertian TPN
Pasien dengan penyakit berat perlu pemenuhan kebutuhan nutrisi yang mencukupi.

Dalam perawatan intensif (intensive care), seringkali muncul kasus malnutrisi terhadap protein
dan kalori yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemberian nutrisi secara oral karena
adanya gangguan saluran pencernaan, sehingga perlu diberikan nutrisi parenteral untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien sehari-hari (James-Chatgilaou, 1998).Nutrisi parenteral
adalah suatu bentuk sediaan cair farmasi yang dalam kombinasi sesuai dapat menyediakan semua
nutrien diet normal yang diabsorpsi melalui saluran pencernaan. Pemberian nutrisi parenteral
jangka panjang yang diberikan pada pasien di rumah (Home Parenteral Nutrition / HPN)
diindikasikan untuk pasien yang menderita kegagalan fungsi saluran cerna (Lund, 1994).
TPN hanya digunakan pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu pada pasien operasi yang
kekurangan nutrisi, kemoterapi atau terapi radiasi, kelainan saluran cerna akut atau jangka
panjang, trauma, luka bakar, dalam keadaan koma, pasien gagal ginjal atau pasien dengan

penyakit hati. Penghentian TPN dilakukan ketika pasien telah siap untuk memperoleh nutrisi
secara oral atau enteral, serta harus dimulai secara perlahan (The Joint Formulary Committee,
2009; James-Chatgilaou, 1998).
1.2.1

Jalur Pemberian
TPN diberikan melalui pembuluh vena, yang secara umum dibagi menjadi dua jalur,

yaitu melalui vena sentral (Central Vein Nutrition / CPN) dan vena perifer (Peripheral Parenteral
Nutrition / PPN). PPN memiliki resiko komplikasi lebih jarang dan biaya lebih murah.
Sedangkan pada pemberian melalui jalur sentral (central line), nutrisi parenteral dimasukkan
mulai vena subklavian menuju vena cava superior melalui operasi.Terdapat jalur khusus perifer
yang dimasukkan melalui vena median basilika atau vena sefalis dan berujung di vena
subklavian. Jalur ini dapat digunakan sebagai regimen CPN dengan keamanan menyamai PPN.
Jalur ini disebut Peripherally Inserted Central Catheters (PICC). Jalur PICC dapat digunakan
untuk berbagai suplai makanan dan dapat diaplikasikan pada bagian manapun yang
memungkinkan (Dartford & Gravesham NHS Trust, 2006).
1.2.2

Regimentasi Pemberian
Pemberian TPN untuk pasien dewasa dimulai dengan tunjangan parsial yang lalu

ditingkatkan untuk mencapai target kalori dalam 24 jam. Salah satu metode umum untuk
memulai terapi adalah dengan menyediakan setengah dari volume dan nutrien yang diharapkan
pada hari pertama kemudian ditingkatkan untuk memenuhi target hari selanjutnya.Metode umum
kedua ialah menyediakan volume target TPN dengan nutrien sekitar 50% total target hari
pertama. Emulsi lipid harus diberikan sebagai infus terpisah, paling tidak pada hari pertama.
Pemberian hari selanjutnya ialah untuk memenuhi jumlah nutrien yang ditargetkan (Rollins,
2002).
1.2.3

Komposisi Total Parenteral Nutrition


TPN ditujukan untuk menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan seperti pada diet

normal. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individual. TPN terdiri dari
air, protein, karbohidrat, lemak, elektrolit, trace elements, dan vitamin.
Air
Kebutuhan air pada dewasa normal adalah 30-35 ml/kg/hari. Pasien dengan kondisi
tertentu seperti diare, muntah, berkeringat, dan demam memerlukan jumlah air yang
lebih besar. Kebutuhan air juga dipengaruhi oleh beberapa penyakit seperti gangguan
jantung, saluran pernafasan, hati, dan ginjal.
Energi dan Nitrogen
Kebutuhan energi pada pasien sulit ditentukan dan kemungkinan dapat mencapai
12000 kJ/hari. Kebutuhan energi meningkat pada pasien dengan luka bakar, sepsis,
pireksia dan trauma sehingga pasien perawatan intensif membutuhkan energi dalam
jumlah besar.
Sumber energy
Glukosa adalah sumber karbohidrat yang paling banyak dipilih. Larutan glukosa
pekat diberikan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan diberikan dalam bentuk infus
melalui vena sentral untuk menghindari trombosis. Emulsi lemak menyediakan asam
lemak esensial bagi tubuh dan berguna sebagai pembawa vitamin larut lemak.

Intralipid adalah emulsi lipid/water yang menyediakan sumber energi 4600 kJ/L
(10%) atau 8400 kJ/L (20%). Meskipun lipid tidak lazim digunakan sebagai sumber
energi, sebaiknya diberikan setidaknya tiap minggu untuk mencegah defisiensi asam
lemak.
Sumber nitrogen
Satu gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein, yang setara dengan 5-6 gram
asam amino. Albumin dibutuhkan jika terjadi hipoalbuminemia yang sering terjadi
pada pasien dalam kondisi sakit kritis.
Nutrisi mikro
Elektrolit, vitamin, mineral, dan trace elements penting untuk menyediakan sumber
nutrisi menyeluruh dan mencegah ketidakseimbangan atau defisiensi yang mungkin
timbul.Larutan elektrolit untuk nutrisi parenteral mengandung Na, K, Ca, Mg, Cl, dan
asetat dalam berbagai konsentrasi, atau berupa garam elektrolit tunggal. Larutan asam
amino dapat mengandung klorida dan asetat, atau fosfat, dan ada yang mengandung
berbagai jenis elektrolit. Jumlah tiap-tiap elektrolit yang ditambahkan bersifat
individual bergantung kebutuhan pasien. Vitamin dibutuhkan tubuh dalam proses
metabolisme. Vitamin-vitamin larut air seperti asam askorbat, vitamin B6, niasin,
riboflavin, dan vitamin B12 biasanya tersedia dalam bentuk injeksi tunggal.
Sedangkan vitamin larut lemak, seperti vitamin A, D, E, K dapat ditambahkan ke
dalam formulasi nutrisi parenteral. Trace elements esensial dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah yang kecil, yaitu zink, tembaga, mangan, besi, krom, molibdenum, dan
selenium. Trace elementsini berperan sebagai kofaktor dalam sistem enzim (JamesChatgilaou, 1998; Rollins, 2002)

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Kebutuhan Energi Pasien Gangguan Hepar

Pemberian nutrisi bagi pasien dengan gangguan hepar sangat diperlukan untuk membantu
menambah energi pada pasien. Pada beberapa keadaan sering ditemukan indikasi pemberian
nutrisi parenteral pada penderita penyakit hati kronis.Apabila ditemukan penderita dengan
asupan nutrisi yang buruk dtambah lagi dengan stress penyakit lainnya dan hiperkatabolisme
akan menurunkan respon imunitas tubuh .Gangguan metabolisme pada penderita penyakit hati
kronik umumnya sesuai dengan beratnya kegagalan faal hati
Tujuan pemberian TPN pada penderita dengan penyakit hati kronis
1. Mencegah hipoglikemi
Penderita dengan penyakit hati kronik yang berat atau sedang menderita stres berat
cenderung mengalami hipoglikemi karena proses glikogenolisis dan glukoneogenesis di
hati terganggu
2. Memberikan asam amino terutama asam amino rantai cabang
Asam amino rantai cabang bermanfaat untuk mengatasi ensefalopati hepatik dan
mengurangi katabolisme protein otot.
3. Memberikan asupan nutrisi lainnya seperti vitamin,mineral dan air
(Djumaha, Ali, 2011).
a. Kebutuhan cairan
Kebutuhan disesuaikan dengan keadaan hidrasi dan ada/tidaknya udema Kebutuhan
cairan ini umumnya paling banyak sekitar 1500 ml/hari. Pemberian cairan yang biasa-biasa saja
pada penderita denga kadar albumin rendah akan terjadi ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
b. Karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai bahan bakar untuk pasokan energi bagi tubuh.
Karbohidrat terbuat dari rantai panjang yang berbeda dan dibentuk oleh rangkaian gula
sederhana (monosakarida). Glukosa merupakan salah satu monosakarida yang mewakili sumber
energi utama untuk semua jaringan. Kadar gula dalam darah secara pribadi berkisar antara 50
dan 110 mg / dl (2,8-6,1 mmol / l). 1 g karbohidrat memberikan energy untuk tubuh sebesar 4
kilokalori (kkal 4).
c. Kebutuhan kalori:
Sumber kalori utama adalah glukosa. Kebutuhan kalori 25-30 kal/KgBB/hari. Bila
dibutuhkan kalori cukup banyak dapat diberikan emulsi lemak berupa asam lemak rantai medium
dengan jumlah 25-30% dari total kebutuhan kalori. Pada gagal hati akut bila kadar gula darah <
90 mg%,harus diberi bolus glukosa hipertonis karena hipoglikemi berat dapat menimbulkan
kelainan otak yang permanen dan menimbulkan pankreatitis akut yang fatal. Pada gagal hati akut
kebutuhan minimal kalori 1600 kal/hari.
Kebutuhan energi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Berat badan
normal (tinggi dalam sentimeter dikurangi 100) di kali kebutuhan 35 = energi dalam kilokalori
per hari. Perhitungan ini menganggap kandungan energi dari semua makanan, termasuk dari
protein, yang tidak utama digunakan sebagai sumber energi.
Contoh:
Seorang

pria

dari

174

cm

membutuhkan

sekitar

2.600

kilokalori

ketika

di rumah sakit, maka (174-100 = 74, 74 kali 35 = 2590 kkal). Diet ini harus mencakup dari 90 g

(kompensasi sirosis, status gizi yang baik) untuk 120g (sirosis dekompensasi, malnutrisi) dari
protein. 1 g protein memberikan 4 kilokalori (kkal) energi.
d. Kebutuhan Lemak
Pada 9 kilokalori (kkal) per gram, lemak tidak akan meningkatkan kadar toxic ammonia
pada hepatic encephalopathy. Lemak digunakan sebagai sumber energi dan sebagai tempat
penyimpanan energi. Penggunaan lemak hewani tidak boleh terlalu tinggi dan penggunaan lemak
nabati tidak boleh terlalu rendah. Sekitar 40% pasien yang menderita sirosis hati dengan
pencernaan lemak terganggu juga dapat mempengaruhi penyerapan vitamin yang larut dalam
lemak (A, D, E dan K), sehingga dapat menyebabkan kekurangan dan harus dilengkapi nutrisi
parenteral pada pasien ini.
e. Asam Amino/Protein:
Kebutuhan berkisar antara 0.8-1,5 g/kgBB/hari. Perlu diperhatikan asam amino aromatik
mungkin mempresipitasi ensefalopati karena itu hendaknya dipilih larutan yang kaya akan asam
amino rantai cabang.Jumlah asupan protein yang masih bisa ditolerir sekitar 40-60 gr/hari.
Pemberian asam amino ini harus dibarengi asupan karbohidrat yang adekuat. Agar asam amino
yang diberikan tidak dipecah menjadi kalori.
f. Elektrolit
Bila ada udem pemberian Na tidak boleh lebih dari 20 meq/hari. Pada gagal hati akut bila
ditemukan hiponatremia tidak perlu dikoreksi. Pemberian glukosa akan meningkatkan influks K
kedalam sel,karena itu pemeriksaan K sangat diperlukan.Bila faal ginjal baik perlu diberikan K
120-200 meq/hari. Untuk kebutuhan Ca dapat diberikan calcium chlorida atau calcium gluconas
1 ampul/hari. Cairan dasar diusahakan jangan yang mengandung laktat,dapat dipilih larutan
asetat (ringer asetat) (Plauth, M., et al, 2008).
2.2

Rekomendasi Terapi Yang Diberikan Pada Pasien Gangguan Hepar

DIET :
1. Protein
Konsumsi protein direkomendasikan sebagai berikut:
1,2 g protein per kg berat badan setiap hari pada pasien kompensasi sirosis hepar
1,5 g protein per kg berat badan setiap hari pada pasien sirosis hepar dekompensasi
dan malnutrisi
2. Asam amino
Pasien mengomsumsi 0,2 g BCAA per kg berat badan setiap hari. Bahan makanan
dengan kandungan BCAA (branched-chain amino acids) yang tinggi yaitu susu dan
makanan yang berasal dari nabati. Daging dan ikan memiliki kandungan AAA (aromatic
amino acids) yang tinggi.
3. Karbohidrat
1 g karbohidrat memberikan tubuh dengan 4 kilokalori (kkal) dengan mengonsumsi
makanan tinggi serat, seperti : roti gandum, mie gandum, biskuit kering, buah,
sayuran, kentang, dan beras merah.
Pada pasien sirosis hepar, menggunakan laktulosa dengan dosis 15-30ml (syrup) 3x
sehari atau 6 g laktulosa (granul) 3-5x sehari
4. Garam

a. Diet ketat rendah garam (1 g garam per hari)


b. Diet rendah garam (3 g garam per hari)
c. Mengurangi konsumsi garam (6 g garam per hari)
Untuk diet ketat dan diet rendah garam dilakukan di rumah sakit untuk mengurangi
edema dengan jangka waktu singkat. Diet ketat rendah garam dapat mengurangi edema
500ml. Sedangkan untuk mengurangi konsumsi garam dapat dilakukan di rumah seharihari dalam jangka waktu yang panjang.

(Plauth, M., 2008).


2.3 Total Parenteral Nutrition (Tpn) Untuk Gangguan Hepar
1. Alcoholic Steatohepatitis (ASH)
a. Indikasi dan waktu pemberian Nutrisi Parenteral
Pemberian TPN sesegera mungkin ditujukan untuk pasien ASH dengan kondisi malnutrisi
sedang atau berat, dimana pasien tidak dapat diberikan nutrisi secara oral atau enteral.
Pasien ASH yang dapat diberikan nutrisi secara oral atau enteral namun sedang menjalani
puasa (termasuk puasa dimalam hari) selama lebih dari 12 jam, maka dapat diberikan
glukosa 2-3 gram/kg/hari secara intravena. Pasien yang menjalani puasa lebih dari 72 jam,
dapat diberikan TPN (Plauth dkk, 2009).
b. Jumlah energi
Kebutuhan energi pasien ASH yaitu 1,3 kali tingkat metabolisme basal (Plauth dkk, 2009)
c. Jumlah Nutrisi yang Diberikan
Karbohidrat seharusnya diberikan dalam bentuk glukosa untuk memenuhi 50-60% dari
kebutuhan energi non-protein. Lipid diberikan dalam bentuk emulsi dengan kandungan n6 asam lemak tak jenuh yang lebih rendah bila dibanding emulsi minyak kedelai dan
diharapkan dapat memenuhi 40-50% dari kebutuhan energi non-protein. Asam amino
dapat diberikan sejumlah 1,2 g/kg/hari untuk pasien yang tidak mengalami malnutrisi atau
pasien dengan malnutrisi sedang, sedangkan untuk pasien dengan malnutrisi berat dapat
diberikan 1,5 g/kg/hari. Vitamin, mineral dan trace element dapat diberikan setiap hari
diawal pemberian TPN untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Plauth dkk, 2009)

(Plauth dkk, 2009)


2. Sirosis Hepar
a. Indikasi dan waktu pemberian Nutrisi Parenteral
Pemberian TPN sesegera mungkin ditujukan untuk pasien sirosis dengan kondisi
malnutrisi sedang atau berat, dimana pasien tidak dapat diberikan nutrisi secara oral atau
enteral. Pasien ASH yang dapat diberikan nutrisi secara oral atau enteral namun sedang
menjalani puasa (termasuk puasa dimalam hari) selama lebih dari 12 jam, maka dapat
diberikan glukosa 2-3 gram/kg/hari secara intravena. Pasien yang menjalani puasa lebih
dari 72 jam, dapat diberikan TPN. Pemberian nutrisi parenteral perlu dipertimbangkan
pada pasien dengan kondisi unprotected airways dan encephalopathy (HE) ketika pasien
batuk dan pada pasien dengan gangguan refleks menelan. Pasien sirosis seharusnya
mendapat nutrisi parenteral di awal paska operasi jika pasien tidak mampu mendapat
nutrisi secara oral atau enteral (Plauth dkk, 2009).
b. Jumlah energi
Kebutuhan energi pasien sirosis yaitu 1,3 kali tingkat metabolisme basal (Plauth dkk,
2009).
c. Jumlah Nutrisi yang Diberikan
Karbohidrat seharusnya diberikan dalam bentuk glukosa untuk memenuhi 50-60% dari
kebutuhan energi non-protein. Nutrisi parenteral yang dapat mengakibatkan hiperglikemia
harus dihindari. Jika terjadi hiperglikemia, infus glukosa diturunkan menjadi 2-3 g/kg/hari
dan ditambah pemberian insulin intravena. Lipid diberikan dalam bentuk emulsi dengan
kandungan n-6 asam lemak tak jenuh yang lebih rendah bila dibanding emulsi minyak
kedelai dan diharapkan dapat memenuhi 40-50% dari kebutuhan energi non-protein.
Asam amino dapat diberikan sejumlah 1,2 g/kg/hari untuk pasien compensated cirrhosis
yang tidak mengalami malnutrisi dan untuk pasien dengan malnutrisi berat dapat
diberikan 1,5 g/kg/hari.

Larutan asam amino standar dapat diberikan untuk

encephalopathy ringan. Pasien dengan encephalopathy berat dapat diberikan larutan asam
amino lengkap yang telah disesuaikan dengan kondisi hepar. Larutan tersebut
mengandung sejumlah asam amino dengan peningkatan jumlah rantai cabang serta
kandungan asam amino aromatik, methionin dan triptofan yang lebih rendah.
Air, elektrolit, vitamin, dan trace element dapat diberikan setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari (Plauth dkk, 2009)

(Plauth dkk, 2009)


3. Acute Liver Failure (LF)
LF adalah suatu kondisi serius yang ditandai dengan gangguan fungsi metabolisme dan dapat
diperparah oleh kegagalan berbagai organ. LF tergantung pada interval mulai munculnya
jaundice hingga terjadinya encephalophati. LF dibedakan menjadi hiperakut (interval <8
hari), akut (interval < 29 hari) dan subakut (interval 29-72 hari) (Plauth dkk, 2009)
a. Indikasi dan waktu pemberian Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral dapat diberikan pasien pada LF ketika pasien dianggap tidak mampu
mendapat nutrisi secara oral dalam 5-7 hari kedepan terlepas dari status nutrisi pasien saat
ini. Nutrisi parenteral sangat membantu pasien LF yang tidak dapat makan secara enteral
(Plauth dkk, 2009).
b. Jumlah energi
Pada pasien LF, energi yang dikeluarkan saat istirahat meningkat 1,2-1,3 kali bila
dibandingkan dengan orang sehat (Plauth dkk, 2009).
c. Jumlah nutrisi yang diberikan
Pemberian glukosa dalam jumlah yang cukup (2-3 g/kg/hari) merupakan suatu kewajiban
untuk mencegah dan mengatasi hipoglikemia. Pemberian xylitol atau sorbitol sebagai
sumber glukosa tidak memberikan manfaat pada pasien LF akut dikarenakan kedua gula
tersebut harus dimetabolisme lebih dulu di hati. Glukosa dan lipid (0,8-1,2 g/kg/hari)
dapat diberikan secara bersamaan. Asam amino tidak harus diberikan pada pasien LF
hiperakut. Asam amino (0,8-1,2 g/kg/hari pada nutrisi parenteral) atau protein (0,8-1,2
g/kg/hari pada nutrisi enteral) dapat diberikan pada pasien LF akut dan sub akut untuk
mendukung sintesis protein.
(Plauth dkk, 2009)

2.4

Contoh Sediaan untuk Gangguan Hepar

Nama Obat
Komposisi

Aminofusin Hepar
Kadar tinggi dari rantai cabang amino acids (Isoleucine, leucine, valine)
dan kadar rendah dari methionine, phenylalanine dan tryptophan. Other

Indikasi

amino acids, sorbitol, xylitol dan electrolytes


Nutrisi parenteral esensial untuk pasien dengan insufisiensi hati kronik

Dosis

yang berat
1000-1500ml/hr dengan kecepatan infus 2 ml/kgBB/jam atau 40

Kontra Indikasi

tetes/menit
Koma hepatik endogen, atrofi hepatik akut, hiperkalemia, syok,
dekompensasi kordis, intoleransi fruktosa atau sorbitol, defisiensi fruktosa

Kemasan
Pabrik

1,6-difosfat, keracunan metanol, kelainan matabolisme asam amino


Larutan infus 500 ml
Kalbe Farma (MIMS 2013/2014)

Nama Obat
Komposisi

Comafusin Hepar
Dosis tinggi dari branched-chain amino acids 43 %, xylitol, vit dan

Indikasi

electrolytes
Semua kasus berat pada insufisiensi hati dengan koma endogen atau

Dosis

prekoma hepatik
1000-1500 ml/hr dengan kecepatan infus 40-60 ml/jam atau 15-20

Kontra Indikasi
Kemasan
Perhatian
Pabrik

tetes/menit
Insufisiensi Ginjal Berat
Larutan infus 500 ml
Defisiensi K
Kalbe Farma (MIMS 2013/2014)

Nama Obat
Kandungan
Indikasi

OTSU-D5
Glukosa
Larutan nutrisi yang memberikan 200 kKal/Liter.
Terapi cairan pengganti selama dehidrasi dan syok.
Kontraindikasi : Hiperglikemia (keadaan kadar glukosa darah yang
tinggi), diabetes insipidus, sindroma malabsorpsi glukosa-galaktosa,
anuria (tidak dibentuknya kemih oleh ginjal), perdarahan intrakranial dan
intraspinal.
Perhatian : Gagal ginjal, trauma sebelum operasi atau sesudah operasi,

sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang
dihasilkan oleh bakteri atau kedua-duanya) berat.
Efek samping : Jarang : hiperglikemia, iritasi lokal, anuria, oligouria
(sekresi kemih yang berkurang dibandingkan dengan masukan cairan),
kolaps sirkulatori, tromboflebitis, udema, hipokalemia, hipomagnesia,
Kemasan

hipofosfatemia.
Infus 5% x 100 ml

Nama Obat
Kandungan

Ringer Glukosa
Per 1000 mL Glucose 50 gram, NaCl 8,6 gram, KCl 0,3 gram, CaCl2 0,33

Indikasi

gram, air untuk injeksi ad 1,000 mL.


Menambah kalori, mengatasi dehidrasi isotonis, pengganti cairan tubuh
yang hilang dalam keadaan asam basa berkeseimbangan atau asidosis

Kontraindikasi

ringan dan mengembalikan keseimbangan elektrolit.


Hiperhidrasi, diabetes mellitus, asidosis, kelainan ginjal parah, gangguan
pemanfaatan glukosa oleh tubuh pada pasca operasi, sindroma
malabsorpsi glukosa-galaktosa.
Perhatian : Payah jantung, udem dengan retensi Natrium, gangguan ginjal,
keadaan asidosis laktat, kerusakan hati, sepsis parah, kondisi pra dan

Efek samping

pasca trauma.
Tromboflebitis (pada pH rendah 3,5-5), panas, iritasi atau infeksi pada
tempat penyuntikan, trombosis atau flebitis vena yang meluas dari tempat

Kemasan

penyuntikan, ekstravasasi.
Larutan Infus 500 ml x 20
Dosis : Injeksi Intra Vena 3 mL/kg berat badan/jam atau 70 tetes/70 kg
berat badan/menit atau 210 mL/70 kg berat badan/jam.

Nama Obat
Kandungan

Eas Pfrimmer
Per liter : 8 Asam amino esential termasuk Histidin (esensial untuk
penderita uremia) 69 gram

Indikasi

Azotemia (kehilangan urea atau senyawa nitrogen lainnya dalam darah),


gagal ginjal akut, insufisiensi ginjal kronis tingkat lanjut, setiap selesai

Kemasan
Dosis

dialisis untuk mengganti asam amino yang hilang akibat dialisis.


Infus 250 ml x 1's
250 ml/hari. Kecepatan infus maksimal : 20 tetes/menit.

Nutrient Intake Asam Amino


Pemberian asam amino harus sejumlah 1,2 g kg -1/ d1 pada pasien kompensasi sirosis
hepatik dengan tanpa adanya kekurangan gizi atau malnutrisi. Sedangkan pemberian asam amino
1,5 g kg-1/ d1 diiberikan pada pasien dengan dekompensasi sirosis hepatik dengan adanya
kekurangan gizi atau malnutrisi.
Pada pasien enselopathy ringan (<II) dan pasien gangguan liver dengan gangguan
ensolphaty lebih berat (III-IV) harus diberikan cairan standar yang biasanya mengandung
peningkatan asama amino rantai cabang dan kandungan lebih rendah dari asam amino aromatik,
metionin, trytophan.

Pada uji klinis, pasien dengan sirosis hepatik dan hepar enselopathy pemberian protein
dan asam amino dengan rentang 0,6-1,2 g kg-1 d-1.
Sediaan yang ada dipasaran :
1. Aminofusin hepar (kalbe farma)
50 g AA, 45% BCAA, 8 g/L LOLA, 200 Kkal xylitol, sorbitol, elektrolit
Indikasi : Nutrisi parenteral esensial untuk mempertahankan kiesadaran pasien
dengan insufisiensi hati kronik yang berat.
Dosis : 0,7-1 g/kgBB/hari dengan kecepatan infus 40 tetes/menit
2. Aminoleban infusion (otsuka)
L-treonin 4,5 g, L-serin 5,0 g, L-prolin 8,0 g, L-sistein HCl monohidrat 0,4 g g setara
0,3 g sistein, asam aminoasetat 9,0 g, L-alanin 7,5 g, L-valin 8,4g, L-metionin 1,0 g,
L-isoleusin 9,0 g, L-leusin 11,0 g, L-fenilalanin 1,0 g, L-triptofan 0,7 g, L-lisin-HCl
7,6 g setara L-lisin 6,1 g, L-histidin-HCl 3,2 g setara L-histidin 2,4 g, L-arginin-HCl
7,3 g setara L-arginin 6,0 g per L.
Indikasi : ensefalopati hepatik pada penyakit hati kronis
Dosis : dewasa : 500-1000 ml infus intravena (kira-kira 25-40 tetes / menit). Total
nutrisi parenteral 500-1000 ml harus dikombinasikan dengan larutan dekstrosa atau
larutan lain dan diberikan melalui vena sentral.
3. Aminosteril N HEPA (fresenius)
Asam amino 5%, 7%.\
Indikasi : nutrisi parenteral untuk penderita gagal hati yang berat dengan atau tanpa
disertai ensefalopati. Terapi untuk koma hepatik.
Dosis : 1,5 g/kgBB/hari.
(ISO Indonesia, Vol. 48, 2013-2014).
BAB III
KESIMPULAN
Hepar memiliki peran penting pada sistem metabolisme dalam tubuh. Kerusakan yang
terjadi pada hepar dan jika tidak segera ditangani akan mempengaruhi sistem metabolisme
sebagai fungsi dari hepar itu sendiri. Jika kondisi kerusakan hepar pasien semakin berat, maka
fokus utamanya adalah untuk mempertahankan kondisi pasien agar tidak memburuk menjadi
gagal hati. Gangguan pada hepar dapat menyebabkan malnutrisi, , terkait perannya dalam
mengatur metabolisme karbohidrat, lipid, protein serta vitamin. Farmasis memiliki peranan
penting dalam memilih pasien dengan kondisi yang sesuai untuk pemberian TPN, mengatur
regimentasi dosis dan meracikkan sediaan TPN, memonitor kondisi pasien, memberikan saran
kefarmasian,

dan

edukasi

pada

pasien

(James-Chatgilaou,

1998;

Lund,

2994). Monitoring kondisi pasien meliputi:


Kadar Glukosa Darah
Karena tingginya konsentrasi glukosa pada nutrisi parenteral, disarankan untuk mengawasi kadar
glukosa darah pasien pada interval reguler dan batasan hiperglikemia, menggunakan skala
insulin sliding atau subkutan. Hiperglikemia berkelanjutan dapat menyebabkan kematian.
Sindrom Refeeding
Merupakan keadaan meningkatnya elektrolit dan cairan tubuh yang parah disertai abnormalitas
metabolik pada pasien malnutrisi yang sedang menjalani terapi refeeding, baik secara oral,

enteral, maupun parenteral. Hal ini dapat menyebabkan gangguan jantung, pernafasan,
neuromuskular, ginjal, metabolis, hematologis, hepar dan pencernaan, hingga kematian.
Kondisi Darah
Pemantauan kondisi darah sangat penting untuk menunjukkan perkembangan asupan nutrisi
parenteral pada pasien. Beberapa parameter yang harus dipantau ialah:
-Sebelum Pemberian : U & Es, LFTs, bone, Magnesium, glukosa & FBC;Kadar Fosfat,
Magnesium, Natrium dan Kalium perlu diperbaiki untukmenghindari sindrom refeeding.
-Pemantauan Harian : Berat badan, kadar gula darah acak, U & Es, glukosa, FBC
-PemantauanRutin Seminggu Dua Kali: LFTs, bone, INR, Magnesium; osmolalitas serum &
urin; Total protein; Albumin
-Pemantauan Rutin Setiap Dua Minggu : Zinc (Dartford & Gravesham NHS Trust, 2006).
Dalam pemberian TPN bagi pasien perlu diperhatikan jumlah yang dibutuhkan oleh
pasien dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Monitoring terhadap pasien perlu dilakukan
sehingga kondisi pasien dapat terjaga secara stabil.

DAFTAR PUSTAKA
American Liver Foundation. 2015. The Progression of Liver Disease.
Dartford and Gravesham NHS Trust. Guidelines for Parenteral Nutrition for Adults. July 2006.
Djumhana, Ali., 2011, Nutrisi Parenteral pada Penderita Penyakit Hati Kronis, Fak. Kedokteran,
Universitas Padjajaran, Bandung.
ISO Indonesia, Vol. 48, 2013-2014.
James-Chatgilaou, G. Intensive Care. In: Hughes, J. Donelly, R., James-Chatgilaou, G. (Eds.).
Clinical Pharmacy : A Pharmaceutical Approach. South Yarra : Macmillan Education
Australia Pty Ltd, 1998.
Krenitsky, J. 2003. Nutrition for Patients with Hepatic Failure. Practical Gastroenterology. 6: 2342.
Lund, W. The Pharmaceutical Codex, 12th Ed., London : The Pharmaceutical Press, 1994.
MedlinePlus. 2015. Liver Diseases.
MIMS, 2013-2014
Plauth, M., 2008. A Guide for Patients with Liver Diseases including Guidelines for Nutrition
(Nutrition and Dietetics in Cirrhosis of the Liver and other Chronic Liver Diseases). Falk
Foundation. Germany.

Plauth, M., Cabre, E., Campillo, B., Kondrup, J., Marchesini, G., Schutz, T., Shenkin, A. &
Wendon, J., 2009, ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Hepatology, Clinical
Nutrition, 28, 436-444.
Rollins, C.J. Basic of Enteral and Parenteral Nutrition. In: Wolinsky, I. and Williams, L. (Eds.).
Nutrition in Pharmacy Practice. Washington D.C. : American harmaceutical Association,
2002.
The Joint Formulary Committee. British National Formulary 58.London : BMJ Group and RPS
Publishing, 2009.
Tso, P. And McGill, J. The Physiology of the Liver. Chapter 28. Pages: 514-525.

Anda mungkin juga menyukai