Anda di halaman 1dari 40

FASE FARMAKOKINETIK

OBAT
DALAM TUBUH
FASE-FASE OBAT DALAM TUBUH
Fase-fase penting dalam kerja obat, yaitu fase
farmasetis, farmakokinetik dan farmakodinamik.
Pabrikasi
(formulasi, dosis)

Bentuk sediaan
Peroral, rektal
Saluran cerna
(pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif)

Penyerapan
(ketersediaan hayati)
per i.m
Peredaran darah
Jaringan Obat Bebas Reseptor Respon
biologi
Protein plasma Bioaktivasi

Ekskresi bioinaktivasi Metabolisme


Farmakokinetik adalah perubahan-perubahan
kuantitatif dan tergantung kepada waktu dari
konsentrasi obat dalam plasma dan jumlah total
obat di dalam tubuh yang terjadi setelah
pemberian obat dengan cara yang bermacam-
macam
Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan
Cara Penyerapan Obat melalui Membran Biologis
Obat menembus membran biologis melalui proses difusi
Mekanisme difusi dipengaruhi oleh:
1. Struktur kimia
2. Sifat kimia fisika obat
2. Sifat membran biologis
 Melalui pori (cara penyaringan)
 Melarut dalam lemak penyusun
Difusi pasif membran
 Difusi pasif dengan fasilitas
Proses difusi

 Sistem pengangkutan aktif


Difusi aktif
 Pinositosis
Difusi

Transpor pasif

Difusi
terfasilitasi

ATP

Transpor aktif
A. Difusi Pasif
1. Difusi pasif melalui pori
Membran sel berpori  sekitar 4Å dapat dilewati
secara difusi oleh molekul bersifat hidrofil.
- Molekul  < 4Å
- Molekul dengan jumlah atom C<3 atau BM<150
Kecepatan difusi tergantung pada:
- Ukuran pori
- Ukuran molekul obat
- Perbedaan kadar antar membran
Sel glomerulus kapsula Bowman ginjal
 Pori lebih besar, dapat dilewati molekul obat  ±
4Å dan molekul protein BM sampai 5000.
Sebagian besar obat  > 4Å sehingga kurang
penting dalam mekanisme pengangkutan obat.
2. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak
penyusun membran
Overton (1901)
Kelarutan senyawa organik dalam lemak
berhubungan dengan mudah atau tidaknya
penembusan membran sel.
Senyawa non polar bersifat mudah larut dalam
lemak. Mempunyai nilai Koefisien partisi lemak/air
besar sehingga mudah menembus membran sel
secara difusi pasif.
3. Difusi pasif dengan fasilitas
Kadang-kadang obat mempunyai  > 4Å, dapat
melewati membran karena ada tekanan osmosa, yang
disebabkan oleh perbedaan kadar antar membran.
Pengangkutan berlangsung dari daerah dengan kadar
yang tinggi ke daerah dengan kadar yang lebih rendah
dan berhenti setelah mencapai kesetimbangan.
Gerakan ini tidak memerlukan energi dan terjadi
secara spontan.
Membran sel bersifat permeabel terhadap seyawa
polar tertentu. Kecepatan penetrasinya 10-10.000 kali
lebih besar dibanding kelarutan dalam lemak.
 Mekanisme khusus “Teori Pembawa Membran”
Diduga molekul obat membentuk kompleks dengan
suatu molekul pembawa dalam membran yang
bersifat mudah larut dalam lemak sehingga mudah
menembus membran
Pada sisi membran yang lain (sisi 2), kompleks akan
terurai melepas molekul obat dan molekul
pembawa bebas kembali ke tempat semula
berinteraksi lagi dengan molekul obat lain
 Keadaan kesetimbangan
Proses difusi dengan bantuan pembawa dapat
dilihat pada gambar.
Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang
muatannya berlawanan dengan molekul obat.
Penembusan obat ke dalam membran biologis dapat
berjalan cepat bila ada katalisator enzim dan
ukuran bentuk kompleks cukup kecil.
Co difusi pasif dengan fasilitas : penetrasi gula
misalnya glukosa, amino, gliserin, urea, ion Cl ke
membran sel darah merah.
Membran Lemak

Obat (O) + Pembawa (P) (OP) (OP) (P) + (O)


Kompleks mudah
Larut dalam lemak
(P)

Kompleks
(OP)

Obat Obat

Sisi 1 Pembawa (P) Sisi 2

Proses Penetrasi Molekul Obat yang Bersifat Hidrofil


ke Membran Biologis dengan Bantuan Pembawa
B. Difusi Aktif
Penembusan membran secara difusi aktif dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Sistem Pengangkutan Aktif
Transpor aktif mirip dengan difusi pasif dengan fasilitas
yaitu sama-sama berdasarkan teori pembawa membran.
Perbedaannya:
a. Pengangkutan obat dapat berjalan dari [ ] rendah ke [ ]
tinggi, tidak tergantung perbedaan kadar antar
membran.
b. Memerlukan ATP untuk transpor aktif.
c. Reaksi pembentuk kompleks obat-pembawa butuh
afinitas.
Contoh : a. Sekresi H+ dari lambung
b. Pelepasan Na+ dari sel saraf dan otot
c. Reabsorpsi glukosa dalam tubulus renalis
d. Pengangkutan aktif K+ dan Na+ dari sel darah
merah
e. Pengangkutan aktif obat: pengangkutan
penisilin ke tubulus renalis
2. Pinositosis
Tipe khas transpor aktif yang mempunyai ukuran
molekul besar dan misal-misal seperti lemak,
amilum, gliserin, vitamin A, D, E & K.
Pengangkutan ini digambarkan seperti sistem
fagositosis pada bakteri.
Bila membran sel didekati oleh molekul obat,
membran membentuk rongga yang mengelilingi
molekul obat & kemudian obat bergerak
menembus membran sel.
FARMAKOKINETIKA
ABSORPSI
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari
saluran GIT ke dalam cairan tubuh dengan cara tertentu.
Secara garis besar proses absorpsi melalui tiga cara, yaitu:
1. Absorpsi pasif  umumnya terjadi melalui difusi
(pergerakan dari [ ] tinggi ke [ ] rendah.
Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi
untuk menembus membran.
2. Absorpsi aktif  membutuhkan karier
(enzim/protein) / pembawa untuk bergerak melawan
perbedaan konsentrasi.
3. Pinositosis  membawa obat menembus
membran dengan proses menelan.
Rute pemberian obat yang membutuhkan proses absorpsi
adalah oral, sublingual, rektal, parenteral tertentu
(intradermal, intramuskular, subkutan & intraperitonial).
Rute pemberian obat yang tidak membutuhkan absorpsi
 Obat langsung masuk ke peredaran darah  sisi
reseptor adalah secara parenteral yaitu intravena,
intraarteri, intraspinal & intraserebral.
Proses penyerapan (absorpsi)  Dasar penting dalam
menentukan aktivitas farmakologis obat, kegagalan atau
kehilangan obat selama absorpsi akan mempengaruhi
aktivitas obat.
1. Penyerapan obat melalui saluran cerna
Pada pemberian secara oral, obat sebelum masuk ke
peredaran darah terlebih dahulu harus diabsorpsi pada
GIT.
Faktor-faktor yang berpengaruh :
a. Bentuk sediaan d. Faktor biologis
b. Sifat kimia fisika e. Dan lain-lain.
c. Cara pemberian
a. Bentuk Sediaan
 Bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, suspensi, emulsi,
serbuk dan larutan  proses absorpsi memerlukan
waktu yang berbeda-beda.
 Makin kecil ukuran partikel, luas permukaan yang
bersinggungan dengan pelarut makin besar
 Absorpsi besar.
 Bahan tambahan  pengisi, pelicin, penghancur,
pembasah, emulgator, dll  dapat mempengaruhi waktu
hancur dan disolusi obat  kecepatan absorpsi obat
dipengaruhi.
b. Sifat Kimia Fisika
 Bentuk asam, basa, ester, garam, kompleks atau hidrat
dari bahan obat dapat mempengaruhi kelarutan dan
proses absorpsi obat.
 Bentuk kristal/polimorf, kelarutan lemak/air & derajat
ionisasi  proses absorpsi obat.
Contoh :
1. Penisilin V dalam bentuk garam K lebih mudah
melarut dibanding penisilin V bentuk basa.
2. Novobiosin bentuk amorf lebih cepat melarut
dibanding bentuk kristal.
c. Faktor Biologis
 Faktor biologis  variasi pH saluran cerna, sekresi
cairan lambung, gerakan saluran cerna, luas
permukaan saluran cerna, waktu pengosongan
lambung, waktu transit dalam usus, serta banyaknya
pembuluh darah pada tempat penyerapan.
d. Faktor Lain-lain
 Umur, diet, interaksi obat dengan senyawa lain &
adanya penyakit tertentu.
 Obat yang bersifat basa lemah  Amin aromatik (AR-
NH2)  aminopirin, asetanilid, kafein atau kuinin, bila
diberikan melalui oral mudah diabsorpsi di usus
 Asam lemah  asam salisilat, asetosal, fenobrbital, asam
benzoat, fenol  Pada lambung yang bersifat asam akan
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, yang mudah
larut dalam lemak sehingga mudah menembus membran
lambung.
 Senyawa yang terionisasi sempurna, pada umumnya
bersifat asam atau basa kuat, mempunyai kelarutan
dalam lemak sangat rendah sehingga sukar menembus
membran saluran cerna.

 Senyawa yang sangat sukar larut dalam air seperti BaSO 4,


MgO dan Al(OH)3, juga tidak dapat diserap oleh saluran
cerna.
 Asam lemah  asam salisilat, asetosal, fenobrbital, asam
benzoat, fenol  Pada lambung yang bersifat asam akan
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, yang mudah
larut dalam lemak sehingga mudah menembus membran
lambung.
 Senyawa yang terionisasi sempurna, pada umumnya
bersifat asam atau basa kuat, mempunyai kelarutan
dalam lemak sangat rendah sehingga sukar menembus
membran saluran cerna.
 Senyawa yang sangat sukar larut dalam air seperti BaSO 4,
MgO dan Al(OH)3, juga tidak dapat diserap oleh saluran
cerna.
2. Penyerapan obat melalui mata
Bila obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian
diserap melalui membran konjungtiva dan sebagian lagi
melalui kornea. Kecepatan penetrasi bergantung pada
derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang
tidak terionisasi dan mudah larut dalam lemak cepat
diserap oleh membran mata.
3. Penyerapan obat melalui paru
Obat anestesi sistemik yang diberikan secara inhalasi
akan diserap melalui epitel paru dan membran mukosa
saluran napas.
Penyerapan obat melalui paru bergantung :
1. Kadar obat dalam alveoli
2. Koefisien partisi gas/darah
3. Kecepatan aliran darah paru
4. Ukuran partikel obat
4. Penyerapan obat melalui kulit
Penggunaan obat melalui kulit umumnya ditujukan
untuk efek lokal, namun saat ini dikembangkan untuk
efek sistemik.
Penyerapan obat melalui kulit sangat tergantung pada
kelarutan obat dalam lemak karena epidermis kulit
juga berfungsi sebagai membran lemak biologis.
FARMAKOKINETIKA
DISTRIBUSI
Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat
secara serentak didistribusikan ke seluruh jaringan dan
organ tubuh.
Melalui proses distibusi ini molekul obat aktif mencapai
jaringan sasaran atau reseptor obat.
Proses distribusi dan eliminasi obat berlangsung secara
bersamaan dan pada umumnya proses distribusi obat
lebih cepat dibanding proses eliminasi.
Faktor-faktor kecepatan dan besar distribusi obat dalam
tubuh :
a. Sifat kimia fisika obat (kelarutan dalam lemak)
b. Sifat membran biologis
c. Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan
organ tubuh
d. Efek pengikatan terhadap protein
e. Massa atau volume jaringan
FARMAKOKINETIK
METABOLISME
METABOLISME
Metabolisme  Aktivitas biologis, masa kerja,
toksisitas obat.
Studi Metabolisme
1. Menilai/menaksir efikasi dan keamanan obat
2. Merancang pengaturan dosis
3. Menaksir kemungkinan terjadinya resiko atau bahaya
dari zat pengotor
4. Mengevaluasi toksisitas bahan kimia
5. Mengembangkan bahan tambahan makanan, pestisida
dan herbisida  mengetahui proses metabolismenya
pada manusia, hewan dan tanaman
6. Dasar penjelasan terjadinya proses toksik 
karsinogenik, teratogenik dan nekrosis jaringan.
Dua jalur respon biologis suatu obat:
1. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon
biologis.
2. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami
proses metabolisme menjadi obat aktif, berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respon biologis (bioaktivasi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme
1. Faktor genetik atau keturunan
2. Perbedaan spesies dan galur
3. Perbedaan jenis kelamin
4. Perbedaan umur
5. Penghambatan enzim metabolisme
6. Induksi enzim metabolisme
7. Faktor lain-lain  Diet makanan, keadaan kekurangan
gizi, gangguan keseimbangan hormon, kehamilan,
pengikatan obat oleh protein plasma, keadaan patologis
hati.
Skema Metabolisme Obat (Reaksi Fase I & II)
Reaksi Fase I Produk polar Reaksi Fase II
Bioaktivasi & Bioinaktivasi Bioinaktivasi
- oksidasi - konjugasi
- reduksi - metilasi
- hidrolisis - asetilasi
lipofil hidrofil
Obat Sangat
hidrofil
Sangat lipofil Sangat hidrofil

Tdk dpt dimetabolisme


Tidak dapat diserap
saluran cerna
Depo jaringan Hati Ginjal
(lemak) Empedu Filtrasi glomerulus

Konjugat hidrofil
hidrolisis

Lipofil
FESES URIN
Tempat Metabolisme Obat
Hati  organ tubuh  tempat utama metabolisme obat
 karena mengandung lebih banyak enzim
metabolisme dibanding organ lain.
Setelah pemberian oral, obat diserap oleh saluran cerna,
masuk ke peredaran darah dan kemudian ke hati.
Aliran darah yang membawa obat atau senyawa
organik asing melewati sel-sel hati secara perlahan-
lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah
larut dalam air kemudian diekskresikan melalui urin
Hati menghasilkan cairan empedu yang diekskresikan
ke duodenum melalui saluran empedu. Cairan empedu
berfungsi membantu pencernaan lemak dan sebagai
media untuk ekskresi metabolit beberapa obat yang
melalui tinja.
Usus  peran penting  Proses metabolisme obat 
karena adanya flora bakteri normal di usus halus dan
usus besar  memetabolisis obat dengan cara kerja yang
sama dengan enzim-enzim mikrosom hati.
Sejumlah konjugat glukuronida dikeluarkan oleh
empedu ke usus. Di usus konjugat ini terhidrolisis oleh
enzim -glukuronidase menghasilkan obat bebas yang
lipofil.
Jalur Umum Metabolisme Obat
Reaksi metabolisme obat ada 2 tahap yaitu:
1. Reaksi Fasa I
(= Reaksi fungsionalisasi)
Tujuan : memasukkan gugus fungsional tertentu yang
bersifat polar seperti OH, COOH, NH2 & SH ke
struktur molekul senyawa.
Hal ini dapat dicapai dengan:
a. Secara langsung memasukkan gugus fungsional
Contoh: hidroksilasi senyawa aromatik & alifatik
b. Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam
molekul
Contoh:
1. Reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alkohol
2. Oksidasi alkohol menjadi asam karboksilat
3. Hidrolisis ester & amida  gugus COOH, OH & NH2
4. Reduksi senyawa azo & nitro  gugus NH2
5. Dealkilasi oksidatif dari atom N, O & S  gugus NH2,
OH & SH
Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan
senyawa yang cukup hidrofil tetapi secara umum  gugus
fungsional yang mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi
fasa II
Reaksi fasa I antara lain:
a. Reaksi oksidasi
1. Oksidasi gugus aromatik, ikatan rangkap, atom C
benzilik & alilik, atom C dari gugus karbonil dan
amin
2. Oksidasi atom C alifatik & alisiklik
3. Oksidasi sistem C-N, C-O & C-S
4. Oksidasi alkohol & aldehid
5. Reaksi oksidasi lain-lain
b. Reaksi reduksi
1. Reduksi aldehid & keton
2. Reduksi senyawa azo & nitro
3. Reaksi reduksi lain-lain
c. Reaksi hidrolisis
1. Hidrolisis ester & amida
2. Hidrolisis epoksida & aren oksida
Contoh Metabolisme Fase I
Oksidasi amida
 Gugus amida mengalami C-hidroksilasi menjadi senyawa antara
karbinolamid  N-dealkilasi
Contoh : Asetaminofen
Obat analgetik yang pada dosis tunggal (normal) relatif aman
& tidak toksik, tetapi pada dosis tinggi dapat menimbulkan
nekrosis
Mekanisme reaksi
O O
NH-C-CH3 OH-N-C-CH3
N-hidroksilasi
N-hidroksiasetaminofen

OH OH
(Asetaminofen) + H2 O
O O
HN-C-CH3 N-C-CH3
GSH N-asetilimidokuinon
SG Terikat MM Hati
OH OH
Konjugat Glutation Nekrosis
2. Reaksi Fasa II
(= Reaksi konjugasi)
Tujuan : mengikat gugus fungsional hasil metabolit
reaksi fasa I dengan senyawa endogen yang
mudah terionisasi & bersifat polar, seperti asam
glukuronat, sulfat, glisin & glutamin  konjugat
yang mudah larut dalam air.
Senyawa induk yang sudah mengandung gugus
fungsional seperti OH, COOH & NH 2 secara
langsung terkonjugasi oleh enzim pada fasa II.
Reaksi fasa II antara lain
a. Reaksi konjugasi
1. Konjugasi asam glukuronat
2. Konjugasi sulfat
3. Konjugasi dengan glisin & glutamin
4. Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat
b. Reaksi asetilasi
c. Reaksi metilasi
FARMAKOKINETIK
ELIMINASI
EKSKRESI
Sebagian besar obat diekskresikan ke luar tubuh melalui
paru, ginjal, empedu atau hati, sebagian kecil dengan
kadar yang rendah diekskresikan melalui air liur dan air
susu.
1. Ekskresi obat melalui paru
Obat yang diekskresikan melalui paru terutama adalah
obat yang digunakan secara inhalasi, seperti
siklopropan, etilen, nitrogen oksida, halotan, eter,
CHCL3 dan enfluran.
Sifat fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat
melalui paru adalah koefisien partisi darah/udara. Obat
yang mempunyai koefisien partisi darah/udara kecil,
seperti siklopropan dan nitrogen oksida, diekskresikan
dengan cepat, sedang obat dengan koefisien partisi
darah/udara besar, seperti eter dan halotan,
dieksresikan lebih lambat.
2. Ekskresi obat melalui ginjal
Salah satu jalan terbesar untuk ekskresi obat adalah
melalui ginjal.
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses, yaitu:
a. Penyaringan Glomerulus
Ginjal menerima ± 20-25% cairan tubuh dari curah
jantung atau 1,2-1,5 liter darah per menit dan ± 10%
disaring melalui glomerulus. Membran glomerulus
mempunyai pori karakteristik sehingga dapat dilewati
oleh molekul obat dengan garis tengah ± 40Å, BM <
5000 dan obat bersifat hidrofil.
a. Penyaringan kembali secara pasif pada tubulus ginjal
Sebagian besar obat diserap kembali dalam tubulus
ginjal melalui proses difusi pasif. Penyerapan
kembali molekul obat ke mambran tubulus
tergantung pada sifat kimia fisika, seperti ukuran
molekul dan koefisien partisi lemak/air.
Obat yang bersifat elektrolit lemah pada urin
normal, pH = 4,8-7,5 sebagian besar terdapat dalam
bentuk tidak terdisosiasi dan mudah larut dalam
lemak sehingga mudah diserap kembali oleh
tubulus ginjal.
Obat yang bersifat asam lemah, seperti asam
salisilat, fenobarbital, nitrofurantoin, asam
nalidiksat, asam benzoat dan sulfonamida,
ekskresinya akan meningkat bila pH urin dibuat
basa dan menurun bila pH urin dibuat asam.
Obat yang bersifat basa lemah, ekskresinya akan
meningkat bila pH urin dibuat asam dan menurun
bila pH urin dibuat basa.
Contoh obat basa lemah:
Kuinakuin, klorakuin, nikotin, prokain, kuinin,
amfetamin, imipramin, amitriptilin, dan
antihistamin.
Asam kuat, dengan pKa lebih kecil dari 2,5 dan
basa kuat dengan pKa lebih besar dari 12
terionisasi sempurna pada urin, sehingga
sekresinya tidak terpengaruh pada perubahan urin.
b. Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal
Obat dapat bergerak dari plasma darah ke urin
melalui membran tubulus ginjal dengan mekanisme
pengangkutan aktif.
Contoh:
1. Bentuk terionisasi obat yang bersifat asam, seperti
asam salisilat, probenesid, diuretika turunan
tiazida, asam aminohipurat, konjugat sulfat,
konjugat asam glukuronat, indometasin,
klorpeopamid dan furosemid.
2. Bentuk terionisasi obat yang bersifat basa, seperti
morfin, kuinin, prokain, tiamin, dopamin dan
turunan amonium kwartener.
Proses pengangkutan aktif obat di tubulus dapat
memberikan penjelasan mengapa obat turunan penisilin
cepat diekskresikan dari tubuh.
Kombinasi probenesid dengan penisilin akan
meningkatkan masa kerja penisilin karena probenesid
dapat menghambat sekresi pengangkutan aktif penisilin
secara kompetitif sehingga ekskresi penisilin menurun,
kadar penisilin dalam darah tetap tinggi  menimbulkan
aktivitas lebih lanjut.
3. Ekskresi obat melalui empedu
Obat dengan BM < 150 dan obat yang telah dimetabolisme
menjadi senyawa yang lebih polar dapat diekskresikan dari
hati melewati empedu menuju ke usus dengan mekanisme
pengangkutan aktif.
Obat tersebut biasanya dalam bentuk tekonjugasi dalam
bentuk asam glukuronat, asam sulfat atau glisin. Di usus
bentuk konjugat tersebut langsung diekskresikan melalui
feses atau mengalami hidrolisis oleh enzim bakteri usus
menjadi senyawa yang bersifat non polar sehingga diserap
kembali ke plasma darah.
Dari plasma senyawa akan kembali ke hati, dimetabolisme,
dikeluarkan lagi melalui empedu menuju usus, demikian
seterusnya sehingga merupakan suatu siklus, yang
dinamakan SIKLUS ENTEROHEPATIK.
Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi panjang.
Contoh:
Hormon estrogen, indometasin, digitoksin dan fenolftalein.
Contoh obat yang langsung diekskresikan melalui
empedu dengan mekanisme pangangkutan aktif:
 Penisilin
 Rifampisin
 Streptomisin
 Tetrasiklin
 Hormon steroid
 Glikosida jantung

Anda mungkin juga menyukai