Anda di halaman 1dari 9

CASE SCIENCE SESSION

Diabetic Foot
Preseptor : Dr. Lisa Y.Hasibuan, SpBP(K)
Disusun oleh :
Adrian Dwiputra W 1301-1212-0505
Tarsiga
1301-1213-2557
Nurul Uyun
1301-1213-0376

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN BEDAH VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2014

DEFINISI
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut : 2
Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatus).
Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
Nyeri saat istirahat.
Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
PATOFISIOLOGI
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi
darah yang buruk ,neuropati dan infeksi serta trauma. Berbagai kelainan seperti neuropati,
angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor
eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.
1.

Vaskulopati
Sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah
(terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik
dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat
sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf.
Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren
diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah
yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen,
bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma
darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang
tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor
risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak
negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap
metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah
besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan
dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.

2.

Neuropati

Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk


merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas4,5 . Berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien
tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya.
Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk
duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Neuropati
terbagi menjadi dua yakni:
a) Neuropati sensorik
Menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit (mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma,sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari,
akibanya kalus yang sudah terbentuk berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi
berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan ganggren. 4

b) Neuropati motorik
Mengawali terjdinya kelemahan otot dan atrofi otot di ekstremitas. Hilangnya mekanisme
vaskuler yang normal akibat angiopati diabetik dan gangguan regulasi termal menyebabkan
vena membengkak dan selanjutnya menyababkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai infeksi
akan memepermudah terjadinya disfungsi autonom(neuropati autonom) yang sellanjutnay
akan mengkibatkan hilangnya sekresi kulit sehinggga kulit akan kering dan mudah
mengalami luka yang sukar sembuh dan selanjutnya mudah mengalami nekrosis.
Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan
menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan
perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya
yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi
(pemotongan tulang).
3.

Infeksi
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih
rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan
membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%.
Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus
dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok.
Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa
berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Sejumlah peristiwa yang
dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko
kerusakan jaringan antara lain :

Luka kecelakaan
Trauma sepatu

Stress berulang
Trauma panas
Iatrogenik
Oklusi vaskular
Kondisi kulit atau kuku
Faktor risiko demografis

Usia
Semakin tua semakin berisiko

Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari
perilaku, mungkin juga dari psikologis

Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi kaki.
Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan
status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.

Situasi sosial
Hidup sendiri dua kali lebih tinggi
Faktor resiko perilaku
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki
diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.
Faktor resiko lain
Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus

GAMBARAN KLINIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati dan
neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat obstruksi dan status
vaskuler :
a)

Tanda tanda dan gejala-gejala mikroangiopati (penurunan akibat aliran darah ke


tungkai) meliputi kaludikasi, nyeri yang terdapat pada telapak atau kaki depan pada
saat istirahat atau malam hari, tidak ada denyut poplitea atau denyut tibial superior,

kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan, tidak ada rambut pada
tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika
tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.
b)

Neuropati diabetik, secara klinis dapat dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri


radikuler, hilangnya reflek tendon, hilannya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan
kalus, ulkus tropic, perubahan bentuk kaki karene atrofi otot ataupun perubahan
tulang dan sendi seperti bunion, hammer toes(ibu jari martil), dan charcot foot,
secara radiologis akan tampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi charcot.

c) Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat
ulkus diabetik pada telapak kaki.
d) Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :
i.
ii.
iii.
iv.
v.

Pain (nyeri)
Paleness (kepucatan).
Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
Pulselessness (denyut nadi hilang).
Paralysis (Lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Stadium
Stadium
Stadium
Stadium
KLASIFIKASI

I : asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan).


II : terjadi klaudikasio intermiten.
III : timbul nyeri saat istirahat
IV : berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi 5:


1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus claw
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan luasnya daerah
iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner
Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, modifikasi Brodsky.
Kedalaman luka
0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi
1 : Ulserasi superfisial, tanpa infeksi

2 : Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon


3 : Ulserasi yang luas/abses
Luas daerah Iskemia
a. Tanpa iskemia
b. Iskemia tanpa gangren
c. Partial gangrene
d. Complete foot gangrene
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan
terhadap kelainan kaki.
1.

Metabolic Control.
Pengedalian keadaan metabolic sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa
darah, profil lipid, pengendalian berat badan, tekanan darah.
Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika
kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi
yang
akan
terjadi
dapat
dicegah,
paling
sedikit
dihambat.
Mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non
farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau
dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum
tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau
pengelolaan farmakologis. Perencanaan makanan pada penderita diabetes masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus, meskipun sudah
sedemikian majunya riset di bidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya
berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir. Sarana pengendalian secara
farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa :

1.
2.

Pemberian Insulin
Pemberian Obat Hipoglikemik Insulin Oral (OHO)
Golongan Sulfonylurea
Golongan Biguad
Golongan Inhibitor alfa Glukosidase
Golongan Insulin Sensitizing.

2.

Vaskular control

Keadaan vascular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah
diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan seperti :
warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta
ditambah pengukuran tekanan darah. Untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah
dengan cara non invasif maupun yang invasif dan semi invasif, seperti pemeriksaan ankle
brachial indeks, ankle pressure, TcPO2, dan pemeriksaan ecohdoppler dan kemudian
pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vascular yaitu berupa :

Modifikasi Factor Resiko


Stop merokok
Memperbaiki berbagai factor resiko terkait arterosklerosis seperti hipergilikemia,
hipertensi, dislipidemia.
Terapi Farmakologis
Revaskularisasi

3.

Wound Control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin.
Klasifikasi ulkuspedis dilakukan setelah debridemen yang kuat. Penanganan ulkus diabetik
dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu :
a)

Tingkat O

Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas
kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi
tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas,
biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya
memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan
pembenahandeformitas.
b)
Tingkat I.
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal
luka dan pengurangan beban.
c)
Tingkat II.
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan lokal luka
dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d)
Tingkat
III.
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian,
imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotic parental yang sesuai dengan kultur

e)
Tingkat
IV.
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi seluruh
kaki.
4.

Microbkterial control
Umumnya didapatkan infeksi bakteri yang multiple, anaerob dan aerob. Anti biotic yang
dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.
Umumnya didapatkan pola kuman yang polimikribial, campuran gram positif dan gram
negative serta kuman anearob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
pertama pemberian antibiotic harus diberikan anttibiotik dengan spectrum luas, mencakup
gram positif dan negative (seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan
obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).

5.

Pressure

Control

Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan weight
bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan menyembuh, apalagi kalau luka
tersebut terletak di bagian pelantar seperti luka pada kaki charcatot. Berbagai cara untuk
mencapai keadaan non weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan :
-

Removable cast walker

Total contact casting

Temporary shoes

Felt padding

Crutches

Whell chair

Electric carts

Craddled insoles

Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti :
-

Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses

Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsale head
resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
6.

Educational control

Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki
diabetes. Penyuluhan harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan
penyandang DM, harus diingatkan kembali tanpa bosan.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori. Untuk kaki yang kurang merasa/insensitif ,
alas kaki perlu diperhatikan benar untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut.
Kalau sudah ada deformitas ,perlu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki yang
dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
Untuk kasus dengan (permasalahan vascular), latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vascularisasi kaki.
Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua usaha dan dana seyogyanya perlu
dikerahkan untuk mencoba penyelematan kaki.
PROGNOSIS
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia
penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada
kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat,
derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.

Anda mungkin juga menyukai