BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di
Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara
cepat, tepat, dan cermat.1
Dalam skala internasional, sebagaimana di Amerika Serikat (AS), stroke merupakan
penyebab kematian terbanyak ketiga dan kecacatan pada usia dewasa. Pada tahun 2004
pembiayaan untuk stroke diperkirakan mencapai 53,6 miliar dollar AS (secara langsung maunpun
tidak langsung) dengan pembiayaan kehidupan rata-rata sekitar 140.048 dollar AS. Insiden stroke
semakin meningkat secara global, karena jumlah penduduk berusia lebih dari 65 tahun juga
mengalami peningkatan dari 390 juta pada saat sekarang menjadi 800 juta pada tahun 2025.
Hipertensi (HTN) merupakan faktor risiko terkendali yang paling kuat terhadap stroke pada
populasi secara, dimana sekitar 50 juta penduduk AS dan 1 miliar penduduk dunia menderita
hipertensi, termasuk penderita stroke pertama atau yang sudah berulang. HTN berpengaruh
terhadap lebih dari 49% kasus stroke. Penderita HTN berisiko menderita stroke 2-3 kali dibanding
bukan penderita HTN, sedangkan risiko penderita pre-HTN sekitar 1,5 kali. Seluruh bentuk HTN,
mencakup HTN sistolik terisolasi, diastolik terisolasi, dan kombinasi sistolik dan diastolik,
berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya stroke. Hubungan antara tekanan darah (TD)
dan risiko stroke cenderung pada level lebih rendah sampai pada TD 115/75 mmHg. 1
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA). 1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. 3
BAB II
ISI
2.1.
DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak.
Chandra B tahun 1996 mengatakan bahwa stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal otak yang terganggu.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. 3
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas
dapat menjadi embolus.4
2.2.
ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus
atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau
jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi
di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.5
KLASIFIKASI
Stoke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di
bagi dalam :
1. Stroke non hemoragik, yang mencakup6 :
a.
b. Stroke in-evolution
c.
Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e.
Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses,
granuloma.
Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke
yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark
lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid
salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri
vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom
lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung
akibat infark pons basal
b.
Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat
embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum
sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan
stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian
hari.
d.
Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang
jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.
2.4.
FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik,
diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi,
yaitu7,8 :
1.
2.
Hipertensi
hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini
sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud
dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg,
makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya
penyumbatan atau perdarahan otak.8,9
b.
Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi
jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.8
d.
Diabetes Mellitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh
darah yang berlangsung secara progresif. Penderita diabetes melitus mempunyai risiko
terkena stroke 3 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes
mellitus.8
e.
Hiperkolestrol
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke,
merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida
>150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah
baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43
pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah
53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.8,10,11
f.
Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi
penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari
body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam
meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m 2, overweight BMI antara 2529,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.8
g.
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif
berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada
rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.8
2.5.
PATOFISIOLOGI
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ
seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus. 7
5 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia lanjut,
yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang
menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya
aterosklerosis.8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler
reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges. 9
2.5.1.
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri
serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria
yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah
otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung
pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi
normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada
kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan
anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan
kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boleh jadi tidak
memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah
defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi
secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau
iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
2.5.2.
Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal
stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian
6 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik
tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila
pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak
pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga
jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen
embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian,
gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan
seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. 7
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejalagejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejalagejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama.
Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi
embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan
perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut. 7
2.5.3.
aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih.
Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal
adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit.
Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:
1
Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF
10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa
menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan
yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai
25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi
belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada
stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2.
Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses
eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang
berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel
otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS),
yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi
secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan strukturstruktur yang vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat
yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk
2.6.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara
mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit. 9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara
mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli
serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala
klinis tertentu.11
2.6.1.
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala :
Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai
sesisi
Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai
sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
8 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti
(hemianopsia)
Mata selalu melirik ke satu sisi
Kesadaran menurun
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan gejala:
Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi
atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness.
Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar
suaranya.
2.6.2.
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus.11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan
lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan
timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan
sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna. 9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri,
gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
9 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
2.7.
DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala
yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan
daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu. 9,10,11
2.7.1.
Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri kepala/tidak,
kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa
didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok,
kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12
2.7.2.
Pemeriksaan fisis
Menit - 1 jam
1 jam - 24 jam
Sesaat tapi pulih kembali
24 jam
Tidak beraktifitas
=
=
=
=
=
10
7,5
6
1
1
=
=
=
=
10
7,5
1
0
=
=
=
=
10
7,5
1
0
=
=
7,5
1
Sakit Kepala
Sangat hebat
Hebat
Ringan
Tidak ada
Muntah Proyektil
Menit - 1 jam
1 jam - 24 jam
> 24 jam
Tidak ada
> 220/110
< 220/110
2.7.3.
Pemeriksaan Penunjang
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke nonhemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan
pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens,serta pemeriksa ekg 10
2.
RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral
berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.9,11
3.
Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin
berat.11
4.
Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.9,11
2.8.
DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolik
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegik
9. Abses otak
10.Sklerosis multipel.11,12
2.9.
PENATALAKSANAAN
Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan
metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran
darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu
dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit
neurologik akul, fokal, dan non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :
1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik non infark,
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra
iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat. 7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
12 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik.
Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3
2.
Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan
penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3.
4.
Blood
perfusi otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada
Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil
tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.10
5.
Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau
kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli. 10
Penatalaksanaan komplikasi :
Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu
diturunkan perlahan.
Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus : 1 g/kg BB
dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama
maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10
Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini :
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai
2.
3.
4.
5.
diobati,10
Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik :
1. Fase Akut
Pada fase akut dapat diberikan :
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin. 10
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor.10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita,
dan pencegahan terulangnya strok.9
14 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
Rehabilitasi :
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting pada
masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan
fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah,
denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil. 9
Tujuan rehabilitasi ialah :
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi
normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari. 9
Prinsip dasar rehabilitasi :
Mulai sedini mungkin
Sistematis
Ditingkatkan secara bertahap
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada. 9
Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.
2.10.
Risiko tinggi stroke berulang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, penyakit katup
jantung dan gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, hasil CT scan yang abnormal dan riwayat
penyakit diabetes mellitus.
Berdasarkan studi di Oxfordshire Community Stroke Project, risiko stroke berulang tidak
berhubungan dengan umur, jenis kelamin, tipe patologi stroke, dan riwayat penyakit jantung atau
fibrilasi atrium sebelumnya tidak berhubungan secara pasti dengan stroke berulang, dalam kurun
waktu 30 hari sampai tahun-tahun pertama.
Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih besar akan
mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko yang ada tidak ditanggulangi
dengan baik. Karena itu perlu diupayakan prevensi sekunder yang meliputi gaya hidup sehat dan
pengendalian faktor risiko, yang bertujuan mencegah berulangnya serangan stroke pada seseorang
yang sebelumnya pernah terserang stroke.
Dengan pertimbangan hal-hal di atas perlu dilakukan penelitian tentang beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian stroke berulang, meliputi faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat
diubah.
Tinginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan
konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko dari beberapa penyakit
vaskuler. Selain itu, adanya perubahan produksi protasiklin dan penurunan aktivitas plasminogen
dalam pembuluh darah dapat merangsang terjadinya trombus. 13 Diabetes mellitus akan
mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh darah kecil maupun besar di seluruh tubuh
termasuk di otak, yang merupakan salah satu organ sasaran diabetes mellitus. Kadar glukosa darah
yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan
otak.13
Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering berhubungan dengan stroke berulang
adalah :
Aterosklerosis,
Disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium,
Penyakit jantung iskemik,
Infark miokard, dan
Gagal jantung.13
Obat-obat dengan khasiat antiplatelet seperti aspirin, tiklopidin, dipiridamol, silostasol, dan
klopidogrel dibutuhkan untuk mengobati dan mencegah stroke20. Aspirin lebih sering dipakai
untuk pengobatan pada pencegahan stroke primer maupun sekunder.13
Banyak studi sebelumnya yang terbukti bahwa penggunaan aspirin mengurangi kejadian stroke
berulang hingga kira-kira 25%. Pada penelitian tiklopidin dapat menurunkan 21% risiko relatif
terjadinya stroke berulang dalam 3 tahun pemberian. Sementara itu klopidogrel lebih efektif
dibanding dengan aspirin dalam menurunkan risiko stroke iskemik, infark miokard, kematian
karena faktor vaskuler pada pasien dengan penyakit aterotrombotik, atau untuk mencegah
terjadinya stroke sekunder.
2.12. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang
timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah
dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke
iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-26.
2.
Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34.
Available from :
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/07G
3.
Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran
darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press; 2005. h.81-82.
4.
Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P.
Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
5.
Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
6.
Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem neuropsikiatri.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
7.
8.
Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume 2.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
9.
Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited 2010
May 15].
Available from:
http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-non-hemoragik.
10. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo; 2010. h.2-4.
11. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi ketiga.
Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.
12. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.
h.19-23.
13. Siswanto, Yuliaji. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke Berulang (studi
kasus di rs dr. Kariadi semarang). 2008.
Available at : www.pdffactory.com
STATUS PASIEN
I.
ANAMNESA PRIBADI
Nama
: tn Supendi
Umur
: 45 tahun.
Pekerjaan
: PNS.
: Islam.
Alamat
Tanggal masuk
: 23 september 2013.
Sensorium
Compos Mentis
Tekanan darah
130 / 80 mmHg
Heart rate
80 x / i, reguler
Respiratory rate
24 x / i, reguler
Temp
36,1oC
(-)
2. Brudzinski I
(-)
3. Brudzinski II
(-)
4. Brudzinski III
(-)
5. Brudzinski IV
(-)
6. Kernig
(-)
B. Rangsangan Radikuler
1. Laseque
(-)
2. Cross Laseque
(-)
3. Lhermitte Test
(-)
a. Normosmia
(+)
b. Anosmia
(-)
c. Parosmia
(-)
d. Kakosmia
(-)
e. Uncinate fit
(-)
C. Nervus Cranialis
1. N-I (Olfactorius)
2. N-II (Opticus)
a. Refleks Pupil
Direct
(+) N
Indirect
(+) N
(+) N
b. Tes Konfrontasi
( + )/(+)
b. Ptosis
(-)/(-)
TDP
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1
(+)
N-V2
(+)
N-V3
(+)
b. Motorik
(+) N
c. Refleks kornea
(+)/(+)
d. Refleks masseter
TDP
(+)
5. N-VII (Facialis)
a. Sensorik
b. Motorik
Kerut kening
(+)/(+)
Menutup mata
(+)/(+)
Sudut mulut
dbn
Lagofthalmos
(-)/(-)
c. Refleks
Stapedial refleks
(+)
Glabella refleks
(+)
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus
(-)/(-)
Tes Romberg
dbn
b. Pendengaran
Tes Rinne
Tes Schwabach
Tes Weber
(+)
b. Refleks batuk
(+)
c. Refleks muntah
d. Gerakan palatum
(+)
( + ), normal; Deviasi ( - )
8. N-XI (Accessorius)
a. Kekuatan m. sternocleidomastoideus
(+)/(+)
b. Kekuatan m. trapezius
(+)/(+)
9. Hypoglossus
a. Menjulurkan lidah
(+)
b. Menggerakkan ke lateral
(+)
c. Fasikulasi
(-)
d. Atropi
(-)
D. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps
( + ) / (+)
Triceps
( + ) / (+)
KPR
(+) / (+)
APR
(+) / (+)
b. Refleks Patologis
Babinski
(-)/(-)
Oppenheim
(-)/(-)
Chaddock
(-)/(-)
Gordon
(-)/(-)
Scaeffer
(-)/(-)
Rossolimo
(-)/(-)
Hoffman-Trommer
(-)/(-)
55555
55555
44444
44444
2. Kekuatan Otot
55555
44444
3. Tonus Otot
a. Hipotoni
(-)
b. Hipertoni
(-)
1. Tremor
(-)
2. Chorea
(-)
3. Tic
(-)
4. Fasikulasi
(-)
5. Mioklonic Jerk
(-)
6. Atetosis
(-)
7. Asterixis
(-)
8. Balismus
(-)
9. Tardiv Diskinesia
(-)
1. Romberg Test
dbn
2. Tandem Walking
1. Atensi . konsentrasi
2. Disorientasi
3. Kecerdasan
4. Bahasa
5. Memori
6. Gnosia
E. Sistem Ekstrapiramidal
F. Sistem Koordinasi
G. Fungsi Kortikal
V.
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Pasien datang dengan keluhan tangan dan kaki kiri lemah, keadaan ini sudah dialami selama 4
hari yang lalu. Riwayat merokok (+), riwayat hipertensi
RPT : DM + Hipertensi + kolesterol
STATUS PRESENT
Keadaan umum
o
Sensorium
Compos Mentis
Tekanan darah
130 / 80 mmHg
Heart rate
80 x / i, reguler
Respiratory rate
24 x / i, reguler
Temp
36,1oC
WBC
7,2 x 103/l.
RBC
4,57 x 106/l.
HGB
13,5 g/dL.
HCT
39,3 %.
PLT
225 x 103/l.
Ureum
21,5 mg/dL.
Creatinine
0.98 mg/dL.
Uric acid
5,8 mg/dL.
5. kimia darah :
Cholesterol
214
Trigliserida
136 gr/dl
HDL
41 gr/dl
LDL
146 gr/dl
6. CT-Scan Kepala
25 Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu SARAF
RSUD DR DJOELHAM
Hasil :
Tampak lesi hipodens batas tidak tegas pada basal ganglia periventrikuler kanan.
Sulci dan fisura sylvii mulai melebar dengan gyri mulai prominen.
System vebtrikel dari sisterna mulai dilatasi.
Tidak tampak pergeseran garis tengah
Infrutentorial : proris cerebeli, dan CPA baik.
Tak tampak perselubungan dan penebalan mukosa di sinus paranasal
Kesan :
Infark pada basal ganglia-periventrikuller kanan dengan atrofi senilis mastoiditis
bilateral.
X.
TERAPI
Bed Rest.
Diet M2.
IVFD RL 20 gtt/i.
Piracetam 2x1
Aspilet 1x1
CPG 1x1
ANJURAN
CT Scan kepala
Darah lengkap
Urin rutin
XI.
Lipid profile
Asam urat
PROGNOSA
Dubia ad Bonam
FOLLOW UP HARIAN
Hari / Tanggal
Selasa / 24 september
2013
Status Present
KU : Lemah tubuh sebelah kiri
Terapi
Inf. RL 20 gtt/I
TD : 130/80 mmHg.
HR : 60 x/i.
Piracetam 2x1
To : 36,0oC
KU : Lemah tubuh sebelah kiri
Inf. RL 20 gtt/I
TD : 120/80 mmHg.
Piracetam 2x1
HR : 88 x/i.
Aspilet 1x1
RR : 24 x/i.
Rabu / 25 september
2013
RR : 24 x/i.
To : 35,5oC
KU : Lemah tubuh sebelah kiri
Piracetam 2x1
Aspilet 1x1
To : 35,8oC
KU : Lemah tubuh sebelah kiri,
Inf. RL 20 gtt/I
Piracetam 2x1
Aspilet 1x1
Kamis / 26 september
TD : 120/80 mmHg.
2013
HR : 60 x/i.
RR : 30 x/i.
Jumat / 27 september
TD : 120/80 mmHg.
2013
HR : 62 x/i.
RR : 30 x/i.
To
: 36,0oC
Inf. RL 20 gtt/I
(pasien
pada
hari
ini
sudah
Lampiran 1
tn. Supendi
No. Medrec
Umur
45 th / (laki-laki)
Tanggal
Diagnosa
SSS =
23 september 2013
diastolik ) - ( 3 x atheroma ) 12
Jenis Pemeriksaan
Kesadaran
Interpretasi
Compos Mentis
Poin
0
(X)
Nilai
2,5
2
0
Ada
Tidak Ada
1
0
Ada
Tidak Ada
1
0
0,1
- 12
8
- 12
-4
Ada
Tekanan Diastolik
Konstanta
1
80
- 12
Jumlah
Nilai SSS :
>1
Diagnosa :
Perdarahan Otak
<-1
Infark Otak