Anda di halaman 1dari 10

4

BAB II
PEMBAHASAN

1.

PERKEMBANGAN DAN PENGERTIAN DESA


Keberadaan desa sebagai suatu kesatuan hukum masyarakat yang memiliki
suatu daerah dengan batas-batas tertentu serta ciri-ciri masyarakatnya yang
dominan hidup sederhana dengan corak mata pencaharian bercocok tanam atau
nelayan, sudah ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan telah ada sejak zaman
kerajaan-kerajaan dahulu.
Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner
Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa
penjajahan kolonial Inggris yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal
Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Didalam Laporannya
tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya
desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa.1
Kata Desa itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa India yakni swadesi
yang berarti tempat asal, tempat tinggal, nagari asal atau tanah leluruh yang
merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma serta memiliki
batas yang jelas. Menurut R. Soepomo mengatakan :
Bahwa di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat jelata,
terdapat pergaulan hidup didalam golongan-golongan yang bertingkah
laku sebagai kesatuan hidup dunia luar, lahir dan batin. Golongangolongan itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal dan orangorang segolongan itu masing-masing mengalami kehidupannya dalam
golongan sebagai hal yang sewajarnya hal menurut kodrat alam. Tidak ada
seorangpun dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan
pembubaran golongan itu. Golongan manusia tersebut mempunyai pula
1

Sadu Wasistiono dan M. Irwan Tahir Prospek Pengembangan Desa, Fokusmedia, Bandung,
2007, hlm. 7.

pengurus sendiri dan mempunyai harta benda, milik keduniaan dan milik
gaib. Golongan-golongan demikianlah yang bersifat persekutuan hukum.2
Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital
karena Desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan
keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi
kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa.
Secara historis Desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum negera-negara
modern ini terbentuk, entitas sosial sejenis desa atau masyarakat adat dan
lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi
sangan penting, mereka ini merupakan institusi yang otonom dengan
tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat, serta
relatif mandiri dari campur tangan entitias kekuasaan dari luar.3
Pemerintahan Desa merupakan bentuk pemerintahan yang tertua yang ada
di negara kita, selain itu Desa walaupun di tempat lain namanya berbeda tetapi
mempunyai kesamaan yaitu sebagai suatu persekutuan hidup, dengan ciri-ciri
tertentu serta mempunyai hubungan yang erat diantara masyarakat Desa tersebut.
2.

PEMERINTAHAN DESA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA


Setelah Indonesia merdeka, telah ada upaya-upaya untuk mengatur
Pemerintahan Desa, hal ini penting dilakukan mengingat Desa merupakan bagian
terkecil dari sistem pemerintahan di negara kita, Desa merupakan embrio dari
Pemerintahan di Indonesia.
Adanya pengaturan mengenai Pemerintahan Desa dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum serta legalitas pemerintahan itu sendiri, meskipun

2
3

R. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm. 49-50.
AAGN Ari Dwipayana,dkk, Pembaharuan Desa Secara Partisipatif, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2006, hlm. 2.

secara de facto, keberadaan Pemerintahan Desa tidak dapat dihapuskan dan tidak
dapat dicampuri oleh kekuasaan dari luar.
Ketika penjajahan Belanda berkuasa, peraturan yang mengatur tentang
Pemerintahan Desa terdapat didalam Inlandsche Gemeente Ordonantie (stbl. 1906
No. 83) yang berlaku di Jawa dan Madura dan Inlandsche Gemeente Ordonantie
Beitengewesten (stbl. 1938 No. 490 jo stbl. 1938 No. 681) yang berlaku di luar
Jawa dan Madura.
Untuk pertama kalinya dalam sistem ketatanegaraan negara kita, Desa
diatur didalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1965 tentang Desapraja, dengan
berlakunya undang-undang ini maka kedua ordonantie yang merupa-kan
peninggalan penjajahan Belanda dinyatakan tidak berlaku. Desapraja yang
dimaksud oleh Undang-undang Nomor 19 tahun 1965 adalah :
Kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak
mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai
harta benda sendiri.
Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat
itu dan berakhirnya kekuasaan Orde Lama yang kemudian diganti oleh Orde Baru,
telah membawa perubahan kepada peraturan Pemerintahan Desa, yaitu dengan
digantinya Undang-undang Nomor 19 tahun 1965 dengan undang-undang yang
sesuai dengan nuansa pemerintah Orde Baru, yaitu dengan dike-luarkannya
Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Pasal 1 huruf a Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 menyatakan :
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung

dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri


dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1979, ada upaya untuk
menyeragamkan sistem Pemerintahan Desa yang dilakukan oleh Pemerintahan
Orde Baru. Tujuan Pemerintahan Desa menurut Undang-undang Nomor 5 tahun
1979 adalah :
a. Menyeragamkan Pemerintahan Desa, akan tetapi penyeragaman ini
belum terlaksana sepenuhnya, masih berkisar pada sumbangansumbangan Desa.
b. Memperkuat Pemerintahan Desa, dengan diperlemahnya undangundang Pemerintahan Desa, berbagai sumber-sumber peng-hasilannya
dan hak ulayatnya sebagai sumber penghasilan masyarakat pertanian
diambil.
c. Mampu menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam
pembangunan. Pembangunan digerakkan dari atas, tidak berasal dari
bawah sehingga pembangunan dianggap sebagai proyek pemerintah,
masyarakat tidak merasa memiliki.
d. Masyarakat digerakkan secara mobilisasi, bukan partisipasi.
e. Penyelenggaraan administrasi desa yang makin meluas dan efektif
masih jauh dari yang diharapkan khususnya Sumber Daya Manusia.
f. Memberikan arah perkembangan dan kemajuan masyarakat
(Ketahanan Masyarakat Desa) Fungsi ini sebenarnya ada pada LKMD,
tetapi pranata ini tidak disebut dalam Undang-undang Nomor 5 tahun
1979.4
Pemerintahan Orde Baru yang sudah berjalan lebih dari 32 tahun akhirnya
tumbang akibat krisis moneter tahun 1998, keadaan ini memaksa pula kepada
perubahan sistem ketatanegaraan di Indonesia, diantaranya adalah berlakukannya
Otonomi Daerah melalui Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, berlakunya
Undang-undang tersebut maka Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 9 tahun 1979 tentang

HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2008, hlm. 14-15.

Pemerintahan Desa dinyatakan tidak berlaku. Sehingga pengaturan mengenai


Desa diatur didalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tersebut.
Pasal 1 huruf o Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 menyebutkan :
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasar-kan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan
Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, adanya keinginan
(political will) yang kuat untuk mengembalikan desa dengan pemerintahannya ke
habitatnya semula, yang dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1979 dengan
penyeragamannya telah diposisikan sebagai instrumen pengumpul suara untuk
melestarikan hegemoni kekuasaan pada satu tangan. Melalui Undang-undang baru
ini desentralisasi Pemerintahan Daerah juga dilaksanakan pada tataran tingkat
Desa (otonomi Desa).
Dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 menegaskan bahwa Desa
tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lain menjadi
bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang
istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah Kabupaten
sehingga setiap warga Desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri
sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakat.5
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, diganti dengan Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004.
Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menyatakan :
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
5

HAW. Widjaja, op cit, hlm. 17.

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
Dari pengertian Desa tersebut di atas, telah tampak secara jelas dan tegas
memuat substansi mengenai pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuankesatuan masyarakat Hukum Adat besarta hak tradisionalnya, yang tidak dimuat
didalam undang-undang sebelumnya.

3.

PEMILIHAN KEPALA DESA


Konsep Demokrasi secara umum mengandaikan pemerintahan dari, oleh
dan untuk rakyat. Ide dasar Demokrasi mensyaratkan keikutsertaan rakyat, serta
kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan
bersama. Demokrasi merupakan cara dan praktek yang telah menjadi konsensus
bersama untuk menata dan membangun masyarakat yang berkeadilan. Namun
sayangnya Demokrasi pada kenyataannya masih menjadi milik dari elite-elite
semata dan masih jauh dari rakyat yang seharusnya memiliki kedaulatan.
Demokrasi Desa merupakan Demokrasi asli yang lebih dahulu terbentuk
sebelum Negara Indonesia berdiri, bahkan pada masa kerajaan sebelum era
kolonial. Ciri-ciri dari Demokrasi Desa antara lain adanya mekanisme
pertemuan antar warga Desa dalam bentuk-bentuk pertemuan publik
seperti musyawarah/ rapat, dan adakalanya mengadakan protes terhadap
penguasa (raja) secara bersama-sama.6
Pertumbuhan Demokrasi Lokal di Desa ketika zaman Orde Lama, melalui
Undang-undang Nomor 19 tahun 1965, telah disebutkan secara jelas dan tegas
dalam pasal 9 yang menyatakan :
(1) Kepala Desapraja dipilih langsung oleh penduduk Desapraja yang
sudah berumur 18 tahun atau sudah (pernah) kawin dan menurut adat
6

Irine H. Gayatri, Demokrasi Lokal (di Desa) Qua Vadis, http://www.interseksi.org, 2009

10

kebiasaan setempat sudah menjadi warga Desapraja yang


bersangkutan.
(2) Kepala Desapraja diangkat oleh Kepala Daerah tingkat I dari sedikitdikitnya dua dan sebanyak-banyaknya tiga orang calon, berdasarkan
hasil pemilihan yang sah, untuk suatu masa jabatan paling lama
delapan tahun. Kepala Daerah tingkat I dapat menguasakan
kewenangan tersebut kepada Kepala Daerah tingkat II yang
bersangkutan.
Dari ketentuan pasal-pasal tersebut tampak jelas adanya Demokrasi secara
langsung melalui proses Pemilihan Kepala Desapraja. Seiring dengan bergantinya
masa Orde Lama dengan kekuasaan Orde Baru, hampir semua sendi-sendi
kehidupan yang ada didalam masa Orde Lama diganti, termasuk pula Undangundang Desapraja yang diganti dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa, telah mengatur pula mengenai Pemilihan Kepala
Desa.
Era reformasi telah membawa perubahan dalam kehidupan demokrasi
Indonesia yang selama Orde Baru terkekang. Demikian pula didalam Otonomi
dan Demokrasi Desa.
Melalui Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, telah ditentukan bahwa
Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa dari Calon yang memenuhi
syarat dan masa jabatan kepala desa palaing lama sepuluh tahun atau dua kali
masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Selain adanya proses Pemilihan Kepala Desa, di Desa ada juga Badan
Perwakilan Desa (BPD) yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh penduduk
Desa yang memenuhi persyaratan. Adanya Badan Perwakilan Desa (BPD)
berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, Menampung dan

11

menyalurkan aspirasi Masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap


penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, diganti lagi dengan Undangundang Nomor 32 tahun 2004 dan mengenai Pemerintahan Desa mengalami
perubahan juga, walaupun pada pokoknya Kepala Desa tetap dipilih secara
langsung oleh warga masyarakat dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat
dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya (pasal 204 Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004).
Sebagai pelaksanaan dari Desa sebagaimana yang telah diatur didalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Pemerintah telah mengeluar-kan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. Didalam Peraturan Pemerintah
tersebut telah diatur lebih lanjut mengenai Pemilihan Kepala Desa, pasal 43
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 menyebutkan :
(1) BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan
berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6 (enam) bulan
sebelum berakhir masa jabatan.
(2) BPD memproses pemilihan kepala desa, paling lama 4 (empat)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan kepala desa.
Dari ketentuan tersebut telah jelas bahwa sebelum masa jabatan kepala
desa akan berakhir BPD harus memberitahukan kepala Desa, hal ini dimaksudkan
agar sebelum masa berakhirnya kepala desa telah dilakukan Pemilihan Kepala
Desa kembali sehingga tidak ada kekosongan pemerintahan.
Sebagai pelaksanaan teknis mengenai tata Cara Pemilihan, Pencalonan,
Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa diatur lebih lanjut

12

dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota demikian dinyatakan didalam pasal 53


ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005, yang menyatakan :
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pemilihan, Pencalonan,
Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Selanjutnya pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005,
telah menentukan hal-hal apa saja yang harus dimuat didalam Peraturan Daerah
Kabupaten/ kota tersebut, yaitu :
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
sekurang-kurangnya memuat :
a. mekanisme pembentukan panitia pemilihan;
b.
susunan, tugas, wewenang dan tanggungjawab panitia pemilihan;
c. hak memilih dan dipilih;
d. persyaratan dan alat pembuktiannya;
e. penjaringan bakal calon;
f. penyaringan bakal calon;
g. penetapan calon berhak dipilih;
h. kampanye calon;
i. pemungutan suara;
j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah;
k. penetapan calon terpilih;
l. pengesahan pengangkatan;
m. pelantikan;
n. Sanksi pelanggaran;
o. biaya pemilihan.
Apabila melihat dari ketentuan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 72
tahun 2005, tidak disebutkan dan dijelaskan mengenai sanksi pelanggaran itu,
seperti pelanggaran pidana dan pelanggaran administratif. Hanya saja disyaratkan
kepada Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota didalamnya harus memuat mengenai
sanksi pelanggaran.

13

Pemilihan Kepala Desa secara langsung serta kehadiran Badan Perwakilan


Desa (BPD) sebagai lembaga legislatif yang merumuskan kebijakan Desa dan
melakukan kontrol terhadap Desa merupakan bentuk pemerintahan lokal yang
demoktratis, akan tetapi secara empirik Pemilihan Kepala Desa secara langsung,
keberadaan BPD dan gotong royong tidak mencerminkan indikator yang
sempurna (atau bahkan tidak otentik) bagi Demokrasi Desa.
Sejarah membuktikan secara gamblang bahwa pilkades di berbagai
tempat selalu rawan permainan politik uang dan yang lebih serius adalah
praktik-praktik kekerasan, protes sosial serta perang dingin
berkepanjangan antarkelompok warga dikomunitas Desa. Fenomena itu
terus-menerus berlanjut dalam setiap pilkades. Tetapi tidak ada kajian
yang lebih mendalam dan upaya pemecahan masalah yang serius dari
berbagai pihak terhadap Pilkades bermasalah. Orang hanya bisa
mengatakan bahwa masyarakat Desa belum dewasa dalam berpolitik
dan berdemokrasi, termasuk dalam hal menerima kekalahan dan
menghargai kemenangan.7
Sebagai sebuah proses Demokrasi, Pilkades layak dijadikan pijakan dalam
memberdayakan masyarakat agar melek politik namun masih tetap dalam koridor
yang wajar dan bermoral. Pilkades merupakan langkah awal dalam melaksanakan
proses berdemokrasi suatu bangsa. Bila proses Pilkades telah sesuai dengan
norma-norma Demokrasi maka kehidupan demokrasi bangsa ini akan berjalan di
rel yang tepat.

Sutoro Eko, Desentralisasi dan Demokrasi Desa, Http://www.Ireyogya.org, hlm 11-12.

Anda mungkin juga menyukai