BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sadu Wasistiono dan M. Irwan Tahir Prospek Pengembangan Desa, Fokusmedia, Bandung,
2007, hlm. 7.
pengurus sendiri dan mempunyai harta benda, milik keduniaan dan milik
gaib. Golongan-golongan demikianlah yang bersifat persekutuan hukum.2
Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital
karena Desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan
keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi
kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa.
Secara historis Desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat
politik dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum negera-negara
modern ini terbentuk, entitas sosial sejenis desa atau masyarakat adat dan
lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi
sangan penting, mereka ini merupakan institusi yang otonom dengan
tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat, serta
relatif mandiri dari campur tangan entitias kekuasaan dari luar.3
Pemerintahan Desa merupakan bentuk pemerintahan yang tertua yang ada
di negara kita, selain itu Desa walaupun di tempat lain namanya berbeda tetapi
mempunyai kesamaan yaitu sebagai suatu persekutuan hidup, dengan ciri-ciri
tertentu serta mempunyai hubungan yang erat diantara masyarakat Desa tersebut.
2.
2
3
R. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm. 49-50.
AAGN Ari Dwipayana,dkk, Pembaharuan Desa Secara Partisipatif, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2006, hlm. 2.
secara de facto, keberadaan Pemerintahan Desa tidak dapat dihapuskan dan tidak
dapat dicampuri oleh kekuasaan dari luar.
Ketika penjajahan Belanda berkuasa, peraturan yang mengatur tentang
Pemerintahan Desa terdapat didalam Inlandsche Gemeente Ordonantie (stbl. 1906
No. 83) yang berlaku di Jawa dan Madura dan Inlandsche Gemeente Ordonantie
Beitengewesten (stbl. 1938 No. 490 jo stbl. 1938 No. 681) yang berlaku di luar
Jawa dan Madura.
Untuk pertama kalinya dalam sistem ketatanegaraan negara kita, Desa
diatur didalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1965 tentang Desapraja, dengan
berlakunya undang-undang ini maka kedua ordonantie yang merupa-kan
peninggalan penjajahan Belanda dinyatakan tidak berlaku. Desapraja yang
dimaksud oleh Undang-undang Nomor 19 tahun 1965 adalah :
Kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak
mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai
harta benda sendiri.
Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat
itu dan berakhirnya kekuasaan Orde Lama yang kemudian diganti oleh Orde Baru,
telah membawa perubahan kepada peraturan Pemerintahan Desa, yaitu dengan
digantinya Undang-undang Nomor 19 tahun 1965 dengan undang-undang yang
sesuai dengan nuansa pemerintah Orde Baru, yaitu dengan dike-luarkannya
Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Pasal 1 huruf a Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 menyatakan :
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung
HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2008, hlm. 14-15.
3.
Irine H. Gayatri, Demokrasi Lokal (di Desa) Qua Vadis, http://www.interseksi.org, 2009
10
11
12
13