Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP

TAHUN AKADEMIK 2008/2009

Mata Kuliah : Hukum Tata Negara (HTN)


Semester/Kelas : IV / C
Dosen Pengampu : Dra. Jundiani, SH., M.Hum
Jurusan : al- Ahwal al-Syakhsiyyah
Sifat : Tulis-Take/home test
Nama : Fakhriya Hakim
NIM : 07210021

JAWABAN

1. Pasca amandemen UUD 1945, tujuan negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD

1945, tetap tidak mengalami pengubahan dalam amandemen I-IV yang dilakukan sejak tahun

1999-2002. Artinya, meskipun pasal-pasal atau dulu disebut batang tubuh UUD 1945 mengalami

banyak perubahan, bahwa konsepsi tujuan negara tersebut tetap dipergunakan sebagai landasan

setiap penyelenggaran kehidupan negara dan bangsa Indonesia.

Perubahan tersebut antara lain Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat [2] UUD 1945) dan pengurangan wewenang

Majelis Permusyawaratan Rakyat sehingga tinggal berwenang mengubah dan menetapkan

Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat [1] UUD 1945), melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden

(Pasal 3 ayat [2] UUD 1945), memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa

jabatannya menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat [3] UUD 1945), menyelenggarakan

sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden jika terjadi

kekosongan Wakil Presiden (Pasal 8 ayat [2] UUD 1945), dan menyelenggarakan sidang untuk

memilih Presiden dan Wakil Presiden jika Prediden dan Wakil Presiden mangkat,
berhenti,diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara

bersamaan (Pasal 8 ayat [3] UUD 1945).

Jika dilihat dalam pasal 37 tentang persyaratan perubahan UUD 1945. yaitu bahwa 2/3

dari MPR harus hadir serta dari yang hadir tersebut harus menyetujui, maka UUD 1945 tersebut

digolongkan bersifat rigid.1

2. Salah satu hasil dari Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) adalah beralihnya supremasi

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi konstitusi. Akibatnya, MPR

bukan lagi lembaga tertinggi negara karena semua lembaga negara didudukkan sederajat

dalam mekanisme checks and balances. Sementara itu, konstitusi diposisikan sebagai

hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara.

Amandemen UUD 1945 juga mengadopsi prinsip penegakan HAM, hal ini di buktikan dengan

perubahan pasal 28A -28J yang lebih detail mengatur tentang hak-hak dasar manusia, mulai dari

hak untuk hidup, berkeluarga, berpendapat, sampai hak berpolitik. Solly Lubis menyatakan

bahwa, hak-hak asasi yang dirumuskan dalam UUD lebih menunjukkan asas kekeluargaan,

sedangkan negara-negara lain mendasarkan versinya pada asas liberalisme.2 Hak-hak asasi

sendiri dalam UUD 1945 diatur dalam 3 pasal (27,28,29) ketiga pasal itu berisi :

1. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul;

2. Kemerdekaan fikiran;

3. Hak bekerja dan hidup;

1
Moh. Kusnadi, Harmaily Ibrahim. Hukum Tata Negara, Jakarta Selamat: PD Budi Chaniago, hal. 76-79,cet 1998
2
Prof. Dr. Solly Lubis, SH., Pembahasan UUD 1945, Penerbit Alumni, Bandung, 1997, h. 6.
4. Kemerdekaan beragama.3

penjelajahan terhadap konsepsi hak asasi manusia, dengan

konsekuensi perubahan konstitusi, baik dalam soal hak-hak dan kewajiban

asasi serta tanggung jawab pemerintah, akan menunjukkan suatu corak

konstitusionalisme tersendiri. Hal ini bukan soal latah dengan

memperbandingkannya atau mengadopsi dengan instrumen hukum hak

asasi manusia internasional yang telah banyak diakui oleh negara-negara di

dunia. Tetapi ini merupakan upaya mencari konsepsi yang lebih baik dan

kontekstual dengan menyesuaikannya dalam dinamika, kondisi sosial politik

bangsa Indonesia, sehingga akan lebih menjelaskan kepribadian konstitusi

kita. Inilah strategi memperkuat corak konstitusionalisme yang penting

untuk masa depan Indonesia, khususnya masa depan penghormatan,

perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.

3. (Bonum publicu, common good, common weal) yang dapat dikatakan bahwa tujuan

terakhir setiap negara ialah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya. Roger H. Soltau

mengatakan tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan

daya ciptanya sebebas mungkin. Sedangkan menurut Harold J. Laski, menciptakan keadaan

dimana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.4

Menurut Prof. Lj. Van Apeldorn, Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam

masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan

masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan

satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.
3
H. Moh. Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1953, h. 90-91.

4
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, 1999.
Dan menurut Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni

mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara,

hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.5

Terkait paradigma yang menyatakan bahwasannya untuk memahami tujuan hukum yang

akan diberlakukan di suatu negara maka mutlak diperlukan pemahaman secara komprehensif

tentang konstitusi negara tersebut, dalam konteks negara Indonesia dapat dipahami bahwasannya

unsur-unsur tersebut (konstitusi, tujuan hukum, tujuan negara) merupakan kesatuan komposisi

yang bersifat integralistik dimana konstitusi sendiri sebagai manifestasi dari bentukan ide,

konsep daripada paradigma hukum, sejalan dengan paham Konstitutionalisme, adalah sebuah

paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.6 Dalam

pengertian yang jauh lebih luas jangkauannya, menurut Soetandyo, ide konstitusi disebutnya

sebagai konstitutionalisme, dan digambarkan bahwa paradigma hukum perundang-undangan

sebagai penjamin kebebasan dan hak – yaitu dengan cara membatasi secara tegas dan jelas mana

kekuasaan yang terbilang kewenangan (dan mana pula yang apabila tidak demikian harus

dibilang sebagai kesewenang-wenangan) – inilah yang di dalam konsep moral dan

metayuridisnya disebut “konstitutionalisme”.7

4. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 ” Negara Republik Indonesia adalah negara Hukum ” ,, ini

adalah legal standing dari konsep negara hukum di Indonesia. Dengan dasar itu maka

memberikan legitimasi dalam ketatanegaraan Indonesia dalam penegakan supremasi hukum di

Indonesia yang notabene masih belum adanya keseimbangan antara das sollen dan das sein .,

5
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 53; SP., Pengantar Ilmu Hukum, 24

6
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, Edisi Kedua, 1991, h. 521.

7
Soetandyo Wignyosoebroto, Hak-Hak Asasi Manusia Konstitutionalisme: Hubungan Antara Masyarakat
dan Negara, dalam Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam-HuMa, November 2002, h. 415-
417.
Pasal 1 ayat 3 itu adopsi dari penjelasan UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara indonesia

adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtstaat).8 Pernyataan demikian

maksudnya untuk menunjukkan bicara tentang negara hukum adalah bicara tentang konsep

politis. Pada konteks kemerdekaan, negara hukum dijadikan sebagai antitesa terhadap negara

kolonial yang di anggap machtstaat. Dalam konteks penegakan hak azazi manusia juga di

regulasi menurut konsep negara Hukum ini,, adanya peradilan HAM yang berperan dalam

penegakan hak-hak dasar manusia, banyaknya regulasi2 yang di adopsi dari kovenan2 hak

ekonomi, sosial ,budaya yang berasal dari luar Indonesia menjadi payung hukum dalam

penegakan HAM di Indonesia.Amandemen UUD 1945 juga mengadopsi prinsip penegakan

HAM, hal ini di buktikan dengan perubahan pasal 28A -28J yang lebih detail mengatur tentang

hak-hak dasar manusia, mulai dari hak untuk hidup, berkeluarga, berpendapat, sampai hak

berpolitik.Ini menandai bahwa pasca amandemen, konsep negara hukum di indonesia semakin

baik di bandingkan sblm amandemen.

Peradilan yang bersih dan jauh dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme juga

merupakan ciri dasar dalam konteks negara Hukum.Mafia peradilan yang mencoreng nama

peradilan di Indonesia harus benar2 di berantas sampai ke akar2nya, karena bila ini terus ada

maka akan mengotori konsep negara Hukum yang selama ini kita bangun dengan susah payah.

5. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan

utama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya

perubahan struktur kelembagaan negara yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

8
Kaelan, Ahmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: 2007, hal. 94-96
Perubahan struktur kelembagaan negara tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan

kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang ada.

Selain itu perubahan tersebut mempengaruhi aturan-aturan yang berlaku menurut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengakibatkan perlunya dilakukan

peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Oleh karena itu

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan

status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat

tahun 2003 (Aturan Tambahan Pasal I UUD 1945). Hasil peninjauan terhadap materi dan status

hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut telah diambil putusannya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003 dan telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus

2003 dalam bentuk Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang

Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960

Sampai Dengan Tahun 2002.

Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tersebut, seluruh Ketetapan MPRS dan Ketetapan

MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan ke dalam 6 pasal (kategori) sesuai dengan materi dan

status hukumnya. Substansi Ketetapan MPR tersebut adalah:

1. Kategori I: TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8

Ketetapan)
2. Kategori II: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3

Ketetapan)

3. Kategori III: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan

terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan)

4. Kategori IV: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan

terbentuknya Undang-Undang (11 Ketetapan)

5. Kategori V: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan

ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan)

6. Kategori VI: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan

hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah

selesai dilaksanakan (104 Ketetapan).9

9
"http://id.wikipedia.org/wiki/Ketetapan_MPR_Nomor_I/MPR/2003" diakses pada 19 juni 2009 pukul 16.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai