Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas,

dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila
merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang
penting dan baik (Muhamad Yamin:1945). Setelah selesai disusun oleh para the founding
fathers di tahun 1945, suatu proses lanjut berupa ideologisasi terhadap gagasan-gagasan
yang terkandung dalam pancasila belum lagi sempat dilakukan dan dituntaskan. Meski,
dalam perjalanan kehidupan sebagai satu bangsa selama tak kurang dari 63 tahun lamanya,
pancasila telah menghubungkan dan membuat pancasila bangsa ini merasa terikat satu sama
lain. Namun ikatan itu terutama adalah lebih karena faktor sejarah, bahwa sejak awal
kemerdekaan, pancasila telah dicanangkan dan diperkenalkan sebagai dasar falsafah dan
ideology bangsa. Pancasila dalam konteks situasi sejarah itu bisa digambarkan sebagai
gagasan dasar dan sebagai konstruksi pemikiran, namun sjarah menunjukkan pula bahwa
pancasila sekaligus juga merupakan sesuatu yang agak terpisah dari realitas kehidupan
masyarakat sehari-hari sebagai satu bangsa merdeka. Hingga kini, masih selalu muncul
persoalan bagaimana pancasila itu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari kita,
katakanlah sebagai metode dalam membangun bangsa. Kita telah sepakat dalam suatu
pengharapan bersama bahwa ideology akan menuntun kita ke satu arah. Akan tetapi, pada sisi
lain kitapun ternyata menghadapi kesulitan untuk menghubungkan ideology bangsa tersebut
dengan berbagai problematika sosial yang nyata.
Pancasila dapat dikatakan sebagi ideologi pembangunan, berati pembangunan ikut
dalam memberikan pada pemerintah RI kewenangan dalam mempersiapkan kebijaksanaan
dalam wujud cita-cita kehidupan bangsa melalui pembangunan nasional yang dilakukan
dengan

penyusunan

kaidah-kaidah

atau

norma-norma

penting

dalam

penunjang

pembangunan yang sedang dilaksanakan. Pancasila bukan hanya menangani masalahmasalah dalam percaturan politik (ideology persatuan), melainkan mampu pula membackup
kehidupan pembangunan negara secara menyeluruh.
Sebagai ideology terbuka

(ideology pancasila) dalam melihat perkembangan

kemajuan dunia dewasa ini, termasuk kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta
lajunya sarana komunikasi, membuat dunia seolah menjadi sempit dan kecil sehingga
1

pembangunan akhirnya tidak terkait ada faktor-faktor yang ada di dalam negeri saja tetapi
juga sangat tergantung pada jaringan politik dunia yang sangat dipengaruhi kekuatankekuatan

ekonomi

global ,

antara

lain

dalam

menghadapi persoalan kemiskinan,

kesenjangan sosial, politik, konflik dan terorisme sehingga kita harus mampu menghadapi
segenap tantangan dan hambatan dalam kehidupan guna dapat memelihara stabiltas
nasional untuk mempersiapakan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat bangsa melalui
pembangunan nasional yang berkesinambungan, disamping juga tetap
menjaga dan mempertahankan identitas dalam ikatan pertahanan nasional dan timbul dengan
persatuan nasional. Mampu bersaing dengan bangsa-bangsa di dunia. Melalui ideologi
terbuka dikembangkan dinamika kehidupan masyarakat berbangsa, membuka wawasan
yang lebih luas secara

kongkrit,

serta

dapat

lebih

mudah

pemecahan

segenap

permasalahan yang timbul dengan penyelesaian secara baik dan lebih terbuka, dengan
berdasarkan atas kesepakatan seluruh masyarakat tanpa paksaan dari luar.
Historiografi Pancasila didedah Yudi Latif mulai proses perumusannya pada
1 Juni 1945. Agenda itu menemukan kesatuanpandang tentang philosophische
grondslag (landasan

filosofis)

atau weltanschauung

yang menurut ikhtisar Soekarno

meliputi lima prinsip dasar kebangsaan. Yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme


atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang
berkebudayaan. Kelima asa itulah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila yang
disahkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945.
Dalam diskursus kebangsaan, Pancasila baik sebagai filsafat dasar maupun cita-cita
bangsa

merupakan

konsepsi

final.

Berbagai

fase konseptualisasi Pancasila, mulai

pembuahan, perumusan dan pengesahan, melibatkan partisipasi berbagai unsur golongan.


Sehingga Pancasila adalah sebuah kreasi bersama dan milik bangsa bersama-sama. Karya
bersama ini menjadi dasar statis pemersatu bangsa Indonesia, sekaligus mengatasi
kepentingan kelompok-kelompok yang ada. Pancasila, seperti dikatakan Soekarno adalah
leistar atau bintang penuntun yang dinamis dan benderang untuk mengarahkan bangsa
dalam mencapai tujuannya. Pancasila adalah sumber jati diri, kepribadian, moralitas,
dan jalan keselamatan bangsa.
Pancasila lahir dalam situasi kulminasi kolonialisme-imperialisme. Sebagai limpahan
cita-cita kedaulatan rakyat, Pancasila memiliki jangkar kuat dalam sejarah politik Indonesia.
Bersumber dari tradisi musyawarah masyarakat
persaudaraan

desa,

semangat

kesedarajatan,

dan permusyawaratan Islam, serta gagasan emansipasi-demokrasi Barat,

Pancasila adalah wujud penyatuan kehendak untuk membebaskan bangsa dari represi politik
2

dan ekonomi kolonialisme-kapitalisme (hlm 468). Prinsip keadilan di dalam Pancasila


merupakan nukleus moral dari
ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, dan kedaulatan rakyat. Keadilan mencakup imperasi
terhadap prinsip-prinsip tersebut, sekaligus penegas orientasi dan visi paripurna NKRI.
Kemartabatan bangsa terletak pada kemampuannya untuk mendistribusikan keadilan bagi
seluruh warga negaranya.
Pesimisme

berbangsa

perlu

dilawan

dengan

penghayatan menyeluruh atas

nilai-nilai Pancasila. Pancasila musti bergerak dari idealitas ke realitas. Semangat


membumikan Pancasila harus melalui teladan

dari penyelenggara Negara. Nilai-nilai

Pancasila harus diaktualisasikan dalam laku adil sejak dalam merumuskan kebijakan,
menjunjung tinggi hukum, solidaritas politik nirkorupsi, serta obsesi keadilan dan
kesejahteraan bersama.

BAB II
ISI

2.1

Problematika Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bangsa Indonesia. Pancasila merupakan rumusan

dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan

tercantum

pada

paragraf

ke-4

Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar

1945.1 Seiring perkembangan jaman dan teknologi, munculah berbagai persoalan yang
menyangkut keberadaan pancasila sebagai dasar negara. Dibawah ini merupakan
problematika pancasila saat ini.
2.1.1

Krisis Kepemimpinan
Para pejabat negara yang seharusnya lebih memberikan teladan dalam mengamalkan

Pancasila, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pelanggaran nilai - nilai Pancasila
kerap terjadi di kalangan pejabat negara. Korupsi adalah salah satu cerminan
pelanggaran nilai - nilai Pancasila yang dilakukan para oknum pejabat. Begitu banyak
kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, mulai dari kasus - kasus besar seperti kasus Bank
Century yang merugikan uang Negara triliunan rupiah, kasus Gayus Tambunan yang melahap
uang pajak dari rakyat, kasus Nazarudin, kasus BLBI, kasus Nunun Nurbaeti dan begitu
banyak kasus korupsi lainnya. Padahal jika kita lihat sila kelima Pancasila, yaitu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seharusnya pejabat Negara lebih mengedepankan
kepentingan rakyat untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Tapi
para pejabat

kita

betapa bejadnya

yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan,

memperkaya diri sendiri, tak peduli jutaan rakyat Indonesia yang masih kelaparan.
Cerminan lain hilangnya Pancasila di sendi kehidupan para pejabat kita
adalah kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. Kasus terbaru yang mengiris hati kita
yang di alami seorang anak berusia 15 tahun di Palu yang mencuri sandal berharga 35.000
milik seorang anggota polisi. Anak tersebut dimejahijaukan dan dinyatakan bersalah serta
diancam hukuman 5 tahun. Coba bayangkan, mencuri sandal diancam hukuman 5 tahun tapi
para koruptor yang mencuri uang rakyat miliaran rupiah hanya dijatuhi hukuman beberapa
4

bulan saja, dan tidak hanya itu, para koruptor masih dapat menikmati kemewahan di dalam
penjara. Keadilan di negeri ini hanya tajam ke bawah tapi masih tumpul ke atas.
Pengadilan begitu tegasnya jika menghadapi rakyat kecil namun jika berhadapan dengan
para pejabat, orang besar, keadilan begitu mudahnya dipermainkan. Kasus terakhir yang
sangat menyedihkan adalah kasus bentrok di Bima. Masyarakat Bima memprotes adanya
tambang di daerah mereka yang dirasa mengancam lingkungan, polisi mengerahkan
anggotanya untuk membubarkan warga, begitu beringasnya polisi membubarkan warga
dengan senjata yang berujung tewasnya 2 orang dan melukai puluhan orang. Polisi yang
seharusnya melindungi masyarakat namun yang terjadi malah polisi seakan menganggap
masyarakat musuh negeri yang harus dilenyapkan.
2.1.2

Kekerasan dalam Masyarakat


Hilangnya nilai - nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa juga terjadi dalam

kehidupan rakyat biasa. Semakin maraknya bentrokan antar warga, antar suku yang seringkali
hanya dilatarbelakangi masalah kecil. Kekerasan atas nama agama semakin marak terjadi
di negeri ini, kerukunan antar umat beragama yang terkandung dalam Pancasila sudah tidak
lagi diamalkan bangsa ini. Belum lagi moral pelajar negeri ini yang seringkali tawuran.
Aspirasi mahasiswa dalam demo juga sering diwujudkan dengan tindakan kekerasan,
seperti membakar ban di tengah jalan, memblokade jalan, menghadang bahkan membakar
kendaraan yang lewat. Seakan sudah hilang citra masyarakat Indonesia yang terkenal
ramah tamah.
2.1.3

Ideologi Baru
Pancasila. Berulangkali dengan berbagai cara dan tujuan, Pancasila ingin dirobohkan,

ingin diganti. Dua kekuatan atau ideologi yang menorehkan sejarah tentang penggantian
Pancasila ini adalah komunis dan Islam. Pada Tahun 1965 terlepas dari polemic G30S PKI
yang masih menyimpan misteri, PKI adalah salah satu lembaga yang menamakan diri sebagai
partai yang ingin mengganti dasar Negara yaitu pancasila dengan dasar

Negara komunis.

Cita-cita komunis ini untungnya kandas sebelum berkembang, PKI juga sudah dihapuskan
dari Indonesia dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Selain itu, Sejak dulu sampai
sekarang, golongan Islam Fundamentalis masih ingin mengganti dasar Negara itu dengan
syariat Islam. Namun sampai sejauh ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia masih
tetap bertahan, walau kita tidak tahu sampai kapan itu akan bertahan.

2.1.4

Titik Jenuh Proses Sosialisasi ( Pendidikan Pancasila)


Titik jenuh dalam proses sosialisasi di sini maksudnya adalah kejenuhan atau

kebosanan

yang

mulai

dirasakan

oleh

masyarakat khususnya

para

pelajar

dan

mahasiswa terhadap system sosialisasi pancasila ( pendidikan pancasila ) yang dianggap


monoton, dan begitubegitu saja.
Pendidikan Pancasila seharusnya diyakini dapat menjadi sarana penanaman nilainilai hidup bersama dalam keberagaman. Namun dengan tereduksinya pendidikan Pancasila,
telah membawa dampak buruk terhadap pemahaman guru dan siswa tentang bagaimana
hidup dalam
masyarakat multikulural. Terpinggirnya pendidikan Pancasila tak bisa dilepaskan dari
persoalan guru. kemampuan guru pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan secara umum
masih sangat terbatas. Hal itu ditandai dengan penguasaan pengetahuan umum, pengetahuan
tentang subjek yang diajarkan, dan keterampilan mengajar yang rendah, membuat manuver
guru di dalam kelas menjadi semakin terbatas. Selain itu, pemerintah dan birokrasi
pendidikan

terlalu banyak melakukan tindakan yang cenderung merampas hak guru.

Otoritas atau hak yang sempit itulah, yang akhirnya memaksa para guru mengikuti secara
kaku kurikulum resmi yang begitu padat. Itulah sebabnya Pembelajaran Pancasila dan
Kewarganegaraan sangat miskin kreativitas dan inovasi, serta dijejali dengan materi hapalan.
Metode pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan saat ini juga terlalu
konvensional, yaitu masih menggunakan metode ceramah, menyalin dan mencatat, serta
mengerjakan soal-soal yang sangat banyak yang bisanya ada di lembar kerja siswa (LKS).
Bahkan di banyak sekolah, para pengajar pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
bukanlah guru yang dididik langsung tentang nilai-nilai pancasila, tapi guru yang ahli
dibidang lain. Misalnya, di sebuah sekolah yang kekurangan guru, seorang guru

yang

keahliannya di bidang Bahasa Indonesia dipaksa untuk


mengajarkan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Padahal guru yang dibutuhkan
dalam pendidikan pancasila ini adalah guru-guru yang memiliki pengetahuan luas serta
pemikiran yang tidak terbatas, guru-guru seperti itulah yang nantinya mampu memberikan
pembelajaran pancasila
yang kreatif dan mengasah daya kritis para pelajar.
Selain masalah pembelajaran pancasila yang monoton, hanya sekedar hafalan, dan juga
guru-gurunya yang bisa dikatakan masih menggunakan metode konvensional, pendidikan
6

pancasila saat ini mulai terpinggirkan. Bahkan, saat ini Pendidikan kewarganegaraan sangat
rentan dimanipulasi

oleh

kekuatan

penguasa

untuk

melanggengkan kekuasaannya.3

Kerawanan itu terlihat dengan jelas dari perubahan kebijakan pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dari waktu ke waktu yang lebih merefleksikan kemauan dan kepentingan
pihak berkuasa. Misalnya, dengan terkonsolidasinya kekuatan Orde Baru, kepentingan dan
tafsir kekuasaan

atas Pancasila mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan yang

kemudian mengubahnya dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran
tersebut baru ditinjau kembali setelah berlangsung hampir 20 tahun lamanya. Perubahan itu
terjadi dalam kurikulum 1994

dengan

pendidikan

di

kewarganegaraan

mengintegrasikan

bawah

mata

pendidikan

pelajaran

Pancasila

dan

Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn).4 Setelah Orde Baru, pendidikan Pancasila mulai kehilangan


gaungnya. Bahkan, pada 2004, kata Pancasila dihilangkan dari mata

pelajaran tersebut

sehingga menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Padahal apabila ditinjau kembali,


Perubahan itu tidak

mengubah

signifikan

karakter

pendidikan

Pancasila

dan

kewarganegaraan yang bias akan kekuasaan, bahkan hal ini menonjolkan tafsir rezim yang
berkuasa, tidak menarik, dan formalistik.
Apabila kita membahas lagi tentang hubungan pemerintah dengan pendidikan
pancasila. Poin tentang hal ini adalah pada masa pemerintahan orde baru, bahkan para ahli
pun menyebutkan tentang hal tersebut. Purwadi menyebutkan bahwa Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan acapkali digunakan oleh penguasa sebagai alat indoktrinasi
politik. Pendapat yang hampir sama juga dilontarkan oleh Muchson, AR yang menuturkan
bahwa

Pendidikan

Pancasila

dan

Kewarganegaraan

telah berfungsi

sebagai

alat

penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Kritikan yang tidak kalah pedas juga
dilontarkan oleh Listiyono Santoso yang mengemukakan bahwa Pendidikan Pancasila yang
berjalan selama ini

terlalu

idealis,

pengulangan, dan

sarat dengan

utopis,

indoktrinatif,

statis,

monoton,

penuh

kepentingan penguasa. Lebih lanjut menurutnya,

Pendidikan Pancasila hanya menghasilkan orang-orang yang pintar menghafal, namun tidak
mengimplementasikan.
Rekayasa

yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru terhadap (Pendidikan)

Pancasila melahirkan dampak yang tidak terbayangkan. Selain gagal memaksa rakyat
Indonesia melupakan Soekarno, pemerintahan Soeharto melahirkan trauma kolektif atas
politisasi Pancasila. Kapok massal tersebut melahirkan gugatan depolitisasi. Pancasila
dipersoalkan secara formal kendatipun secara substantif merupakan konstruksi ideal
filosofis sebagai ideologi Negara.
7

Trauma kolektif atas politisasi (Pendidikan) Pancasila ini berlanjut hingga

era

reformasi. Banyak pihak termasuk pemerintah setelah rezim Orde Baru takut dan alergi
dengan

(Pendidikan) Pancasila. Akibatnya, alih-alih merekonstruksinya, Pendidikan

Pancasila justru ditendang dari Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang


No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Pendidikan
Pancasila tidak lagi menjadi mata pelajaran/kuliah tersendiri. Pendidikan Pancasila
terintegrasi

dalam

mata

pelajaran/kuliah

Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan

Pancasila hanya mendapatkan porsi yang sedikit. Materi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
praktiknya pun lebih banyak menekankan hal-hal yang menyangkut kewarganegaraan
dibanding pengajaran dan pengimplementasian nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Akibatnya,
Pancasila yang sarat dengan nilai-nilai adiluhung tidak banyak tersentuh oleh Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan lebih banyak berbicara tentang hakikat
negara dan bentuk-bentuk kenegaraan, sistem hukum dan peradilan nasional, hak asasi
manusia (HAM), pemberantasan korupsi, serta kedudukan warga negara.
Penghapusan

Pendidikan

Pancasila

dari

Sistem

Pendidikan Nasional

menimbulkan pertanyaan sekaligus kecurigaan oleh banyak kalangan. Penghilangan kata


Pancasila merupakan tanda semakin terpinggirkannya pendidikan Pancasila di bangku
sekolah ataupun perguruan tinggi. Apabila dinilai lebih lanjut lagi, saat ini jarang ditemui
para pelajar ataupun mahasiswa tidak hapal, apalagi memahami pengertian yang terkandung
dalam Pancasila. Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harusnya tidak layak dikurangi
atau bahkan dihilangkan walaupun itu hanya sebatas nama sebuah mata ajar.
Dalam hal kurikulum saja, pendidikan pancasila di sekolah baik dari SD sampai SMA masih
sangat kurang. Di tingkat SD misalnya, materi Pancasila dalam pendidikan kewarganeraan
diajarkan di kelas 2 dan 6 dengan porsi kecil. Di SMP diajarkan di kelas VIII, sedangkan di
SMA di kelas XII. Materi pendidikan kewarganegaraan yang disajikan di sekolah juga di
nilai

memberatkan.

Di

jenjang

SD

saja

para

siswanya

sudah dikenalkan

soal

ketatanegaraan. Padahal, semestinya di jenjang inilah pendidikan Pancasila sangat pas


diterapkan, hal ini bertujuan untuk membangun karakter anak bangsa sejak dini. Tidak
hanya itu saja, bahkan di jenjang SMP dan SMA materi yang ada dalam pendidikan
kewarganegaraan seakan-akan hendak menjadikan siswa SMP dan SMA sebagai

ahli tata

negara. Padahal, Semestinya di jenjang ini, siswa diajarkan untuk menjadi warga negara
yang bertanggung jawab, aktif, dan kritis dalam menyikapi situasi sosial dan
kewarganegaraan, sehingga nilai-nila yang terkandung dalam pancasila bisa benar-benar
meresap dalam hati mereka untuk diterapkan dalam kehidupan mereka.
8

Menurut Mudjia Rahardjo

(2011), dihapuskannya Pendidikan Pancasila dari

Sistem Pendidikan Nasional berimplikasi pada merosotnya karakter bangsa sehingga


menimbulkan anomali dan anarkhisme. Lebih lanjut menurutnya,
pendidikan

Pancasila

dihapuskannya

dan Kewarganegaraan menjadi hanya Pendidikan Kewarganegaraan

di semua jenjang pendidikan membawa konsekuensi ditinggalkannya nilai-nilai luhur


yang selama ini melekat pada bangsa ini seperti toleransi beragama, gotong royong, dan
musyawarah. Padahal, nilai-nilai itu sangat dibutuhkan sebagai fondasi bangsa. Akibat
kebijakan tersebut, kini para pendidik mengeluh karena sulitnya menanamkan nilai-nilai
tersebut dan dianggap sesuatu yang basi. Penanaman nilai-nilai ternyata tidak dapat diperoleh
dari pelajaran

Pendidikan

Kewarganegaraan.

Sebab,

ternyata pelajaran/mata kuliah

tersebut lebih banyak hafalan dan sekadar menambah pengetahuan.


2.2

Solusi Masa Depan Pancasila

2.2.1

Resosialisasi Pancasila
Resosialisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemasyarakatan

kembali. Dalam hal ini, berarti pengenalan embali nilainilai Pancasila kepada masyarakat
luas.Pancasila diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu Panca yang berarti lima dan sila yang
berarti prinsip atau asas. Jadi, Pancasila dapat diartikan sebagai lima rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada pun 5 sila yang
terdapat dalam Pancasila adalah:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dan

permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Langkah-langkah dalam pemasyarakatan Pancasila adalah:
1. Selektif terhadap pengaruh dari

globalisasi

dalam

segala bidang

yang masuk ke

Indonesia.
2. Menumbuhkan semangat nasionalisme pada bangsa Indonesia. Contohnya adalah dengan
menghargai, mendukung dan membeli produk-produk lokal yang diproduksi sendiri oleh
bangsa Indonesia.
3. Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila pada diri bangsa Indonesia.
4. Memahami dan menerapkan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi yang merupakan
9

filter bagi masuknya budaya luar ke Indonesia.


5. Menerapkan dan menegakkan hukum secara tegas dan seadil-adilnya.
6. Menerapkan pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi:
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.
7. Memperteguh agama dan ajarannya sebagai sumber moral dan pedoman hidup manusia.
8.Kerja

sama

pemerintah

dengan

para

tokoh

agama,para

pendidik,

badan

sensor,produsen,media cetak dan elektronik yang memberikan contoh terhadap pemahaman


nilai-nilai Pancasila serta adanya dukungan masyarakat sendiri.
9. Dalam

bidang

pendidikan,

para

pendidik

memberikan

pelajaran pendidikan

Pancasila/
pendidikan kewarganegaraan, tidak hanya dalam segi

kognitifnya

melainkan

juga

menerapkan dalam kegiatan yang mengarah kepada afektif peserta didik.


2.2.2

Low Enforcement
Dalam

kehidupan

sosial,

terdapat

norma-norma

yang

mengatur kehidupan

manusia. Norma adalah kaidah atau aturan yang disepakati dan memberi pedoman tingkah
laku

bagi

masyarakat

dalam

mewujudkan sesuatu yang dianggap baik, benar, dan

diinginkan. Norma dapat berwujud perintah dan larangan. Perintah merupakan kewajiban
bagi seseorang untuk berbuat sesuatu yang dipandang baik. Sedangkan larangan adalah
kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat atau menjauhi sesuatu yang akibatnya
dipandang tidak baik.
Norma-norma yang berlaku di masyarakat Indonesia:
1.

Norma Agama
Norma agama adalah petunjuk hidup yang berasala dari Tuhan yang Maha Esa dan

berisi perintah, larangan, atau anjuran-anjuran. Norma agama mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Sanksi bagi pelanggar norma agama
tidak langsung menerima sanksi-nya di dunia, tapi di akhirat.
Contoh :
- Membayar zakat tepat pada waktunya bagi penganut agama islam
10

- Menjalani Perintah Tuhan Yang Maha Esa


- Menjauhi apa-apa yang dilarang oleh agama

2.

Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah aturan yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik

buruknya suatu perbuatan. Sanksi jika melanggar norma ini adalah perasaan bersalah, cemas,
malu dan perasaan kesal dalam hati.
3.

Norma Kesopanan
Norma kesopanan merupakan sebuah norma yang bertujuan untuk mencapai

keharmonisan hidup bersama (pleasant living together). Norma ini timbul karena pergaulan
yang ada di masyarakat dan diikuti serta ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku
manusia yang satu dengan yang lainnya. Sanksi pelanggaran norma ini adalah dikucilkan
oleh masyarakat.
Contoh-contoh norma kesopanan ialah:
a. Menghormati orang yang lebih tua.
b. Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
c. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.
d. Tidak meludah di sembarang tempat.
e. Tidak menyela pembicaraan.
4.

Norma Hukum
Norma ini bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama (peaceful living

together). Norma hukum merupakan aturan-aturan yang bersumber atau dibuat oleh lembaha
negara

yang berwenang. Norma ini bersifat mengikat dan memaksa. Negara memiliki

kekuasaan untuk memaksakan aturan-aturan hukum agar dipatuhi dan bagi siapa saja yang
bertindak melawan hukum dapat diancam dan dijatuhi hukuman tertentu. Sanksi dari norma
hukum bersifat tegas dan nyata.
Pada dasarnya, hukum di Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu:
1.Law in book
Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh badan permusyawaratan dan
badan perwakilan yang berwenang. Bentuk hukum tertulis bisa berupa:
a) Peraturan perundang-undangan
b) Peraturan kebijakan
11

c) Hukum adat yang dituliskan


2. Law in society
Merupakan hukum yang bersumber dari kebiasaan-kebiasaan yang dijadikan sebagai
sumber hukum (konvensi) yang berlaku dalam suatu masyarakat serta diterima oleh rakyat
sebagai hukum yang berlaku. Sedangkan bentuk tidak tertulis dapat berupa:
a) Simbol
b) Lambang
c) Gerakan yang masih bisa ditangkap dengan panca indera
d) Tradisi
Hukum tidak tertulis dalam bentuk simbol biasanya mudah ditemukan pada masyarakat
adat. Misalnya tanda sasi yang dibuat dengan janur kuning yang melambangkan larangan
atau pembolehan untuk memanfaatkan sumber daya alam tertentu.
Menegakkan kembali Pancasila seharusnya dengan cara yang sesuai dengan Pancasila.
Banyak orang ingin menuju perdamaian melalui perang, padahal mencari damai harus
melalui jalan damai. Untuk perdamaian kita harus siap untuk berdamai. Begitu pula untuk
membela dan menegakkan Pancasila haruslah dengan sila-silanya sendiri.
Membela Pancasila dengan jalan menegakkan hukum harus didasari dari hati dan
perasaan takut kepada Tuhan. Menegakkan hukum harus dengan berlaku jujur dalam
praktek demokrasi, adil dalam perwakilan berdasarkan jumlah suara (jiwa), memberi
kesempatan berbeda pendapat, dan peluang untuk penggantian kepemimpinan secara berkala,
menentukan alokasi sumber daya (anggaran) oleh wakil-wakil yang bertanggung jawab
dan tidak didikte dari atas atau oleh pikiran prgamatis sesaat, dan dengan pertanggungan
jawab yang pantas kepada yang memilih. Menegakkan
dengan

kembali

Pancasila

harus

menjauhi kolonialisme internal, berdiri di atas keadilan dalam mengelola sumber

daya alam, di atas hukum yang melindungi.

12

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dengan pembuatan buku ini, dapat disimpulkan:
a. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia.
b. Resosialisasi Pancasila dapat menumbuhkan dan mengenalkan kembali nilai-nilai
pancasila kepada rakyat Indonesia
c. Untuk mengatasi problematika pancasila warga Indonesia harus lebih mengenal dan
mengamalkan pancasila.
3.2 Saran
Saran-saran ditujukan bagi mahasiswa dan seluruh rakyat Indonesia:
a. Lebih menumbuhkan semangat nasionalisme.
b. Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai pancasila.
c. Memahami dan menerapkan bahwa pancasila sebagai ideologi yang merupakan filter
bagi masuknya budaya asing.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. http://Sociopolitical.wordpress.com, di akses pada tanggal 8 Juni 2015
2. Lamtarida Simbolon.

Rapuhnya

Pancasila..

http://lumensophie.blogspot.com/2011/07/rapuhnya-pancasila.html. di akses pada tanggal 8


Juni 2015.
3. http://edukasi.kompas.com/read/2012/06/01/08493576/Pendidikan.Pancasila.
Jangan.Cuma.Hapalan. diakses 8 Juni 2015.
4. Rahardjo, Mudjia. 2011. Runtuhnya Karakter Bangsa dan Urgensi Pendidikan
Pancasila,

(http://mudjiarahardjo.com/artikel/337-runtuhnya- karakter-ba ngsa-dan-

urgensi-pendidikan-pancasila.html). diakses 8 Juni 2015.


5.http://edukasi.kompas.com/read/2012/05/31/1624598/Hapus.Rekayasa.Lahirnya.Pancasila.Da
lam.Kurikulum.html. Diakses 8 Juni 2015.
6. http://kalam-putih.blogspot.com/2011/08/sejarah-pancasila-masa-depan-indonesia.html.
Diakses 8 Juni 2015.

14

Anda mungkin juga menyukai