Anda di halaman 1dari 8

Arsitektur berkelanjutan memiliki banyak pengertian dari berbagai pihak.

Beberapa diantaranya adalah pengertian yang dikutip dari buku James Steele,
SuistainableArchitecture adalah, Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini,
tanpa

membahayakan

kemampuan

generasi

mendatang,

dalam

memenuhi

kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke


masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan
oleh masyarakat terkait. Secara umum, pengertian dari arsitektur berkelanjutan
adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep
berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan
lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan
lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri,
kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber
daya alam telah mencapaitaraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi
pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan
manusia, akibat dari berbagaieksploitasi terhadap alam tersebut. (Sumber :
http://www.scribd.com/doc/94759679/ARSITEKTUR-BERKELANJUTAN#scribd)
Pembangunan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, masih
lebih banyak menekankan pada sektor ekonomi, mengesampingkan dua hal
lainnya; social dan lingkungan. Seharusnya ada keseimbangan antara faktor
ekonomi, sosial dan lingkungan. (Prasetyoadi, 2010) Indonesia merupakan negara
yang kaya akan sumber daya alam, namun persepsi kekayaan alam tidak terbatas
melahirkan sikap penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dan pemborosan
besar-besaran melebihi daya dukungnya. Salah satu persepsi, sebagai contoh,
adalah lahan yang tidak terbatas sehingga kota secara sporadis meluas kelahanlahan penyangga (buffer), daerah pertanian dan ruang terbuka hijau (urban sprawl).

Salah satu dampak urban sprawl adalah pemborosan energi besar-besaran akibat
pelayanan infrastruktur yang menjadi lebih luas seperti transportasi, air, drainase
dan listrik (energi), sehingga pada akhirnya menurunkan kualitas lingkungan
perkotaan. Selain perubahan tata guna lahan di sekitar kota-kota besar, aliran
kapital besar menjadikan negara Indonesia sebagai pasar terbuka untuk produkproduk dari luar negeri Tidak sedikit teknologi dan material import penunjang
pembangunan masuk ke Indonesia tanpa dilakukan penelitian dan pengembangan
secara lokal, padahal sebagian besar negara produsen bahan bangunan dan
teknologi adalah negara sub-tropis. Salah satu contohnya adalah alat pengondisian
udara (AC); negara sub-tropis produsen AC berudara kering, sedangkan udara di
Indonesia

berkelembaban

tinggi,

sehingga

suhu

rendah

tidak

menjamin

kenyamanan dalam ruangan. Rendahnya suhu yang di-set oleh thermostat


menyebabkan pemakaian energi lebih tinggi. Indonesia memiliki potensi besar
untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan oleh karena itu sudah seharusnya
negara ini mulai mencotoh negara-negara Eropa, Amerika dan Asia Timur yang
sangat tergantung dari impor minyak bumi mulai membuat strategi ke arah energi
terbarukan, contohnya Denmark (Kompas, 31 Juli 2009) yang sejak tahun 1973
memiliki strategi mengalihkan ketergantungan sumber energi fosil ke energi
terbarukan (Prasetyoadi, 2010). Senada dengan upaya Denmark, Cina sudah jauh
hari mengembangkan bambu laminasi berbahan dasar bambu sebagai Strategi
berkelanjutan..., Siti Nur Ayu Agustina Rachman, FT UI, 201117 Universitas
Indonesia material pengganti kayu untuk mengalihkan katergantungan sumber
daya kayu agar fungsi hutan sebagai paru-paru kota tidak lagi terancam.

Selanjutnya, Sustainable Architecture mencari cara untuk menimimalisasi dampak


negatif dari lingkungan dari bangunan dengan meningkatkan efisiensi dan
kebijaksanaan dalam penerapan material, energi dan pengaturan ruang. Karena
setiap langkah kita akan berdampak pada generasi masa depan, maka kesadaran
akan lingkungan perlu diterapkan pada desain bangunan. Vii Beberapa kerangka
Sustainable Architecturetelah disampaikan berbagai pihak, tetapi mungkin yang
terpenting ialah yang diungkapkan oleh UIA atau International Union of Architect
pada Deklarasi Copenhagen pada 7 Desember 2009. UIA (Union internationale des
Architectes) adalah organisasi asosiasi arsitek non-profit yang mewakili lebih dari
satu juta arsitek di 124 negara.
Dalam Deklarasi Copenhagen, UIA menyampaikan betapa bangunan dan
industry konstruksi berdampak kepada perubahan iklim yang terjadi saaat ini. Dan
berbagai

dampak

ini

dapat

dikurangi

dengan

menentukan

bentuk

system

lingkungan binaan (built environment). Karena itu UIA berkomitmen untuk


mengurangi dampak ini melalui Sustainable by Design Strategy program atau
Strategi Desain Berkelanjutan yang akan diadopsi lebih lanjut pada Kongres UIA di
Tokyo pada 2011. Dapat disimpulkan bahwa UIA telah memahami pentingnya
integrasi

Sustainable

Architecture

yang

mendalam

dalam

praktek

desain

bangunan, karena memahami fenomena kerusakan lingkungan yang ada saat ini.
Selanjutnya, konsep konsep di atas dapat diterjemahkan bahwa pendekatan
Sustainable Architecture perlu diterapkan secara menyeluruh dengan melihat
seluruh daur hidup dari bangunan tersebut. Konsep ini tidak cukup hanya semata
mata diterapkan pada elemen elemen bangunan secara terpisah. Hal ini memang
cukup sulit dipahami oleh mahasiswa Arsitektur, maupun Arsitek yang sudah
berpraktek cukup lama.

Hambatannya

terletak

pada

beberapa

aspek.

Pertama,

Sustainable

Architecture ini sulit diterapkan karena keengganan klien untuk membayar lebih
untuk setiap solusi ramah lingkungan. Biasanya hal ini disebabkan karena
rendahnya kesadaran klien terhadap dampak rumah tsb di masa depan.

Kedua,

karena ketiadaan data yang diperlukan untuk melakukan analisa awal sebelum
proses desain dimulai. Data data detail seperti tata guna lahan sekitar, topografi,
jenis tanah, sistem instalasi air limbah dll, biasanya tidak tersedia sehingga analisa
lahan menjadi kurang optimal. Ketiga, kesulitan integrasi konsep konsep di atas
karena waktu proses desain yang terlalu singkat. Padahal untuk mendapatkan
konsep desain yang berkelanjutan, kita perlu melakukan analisa yang mendalam,
proses desain serta simulasi untuk mengecek apakah desain kita dapat bekerja
secara optimum, Proses yang ketiga ini juga dikenal sebagai Total Building
Performance Evaluation. Proses ini biasanya dilakukan oleh Ahli Building Science
dengan beberapa software dan model bangunan yang final. Dengan proses ini,
maka keseluruhan proses membutuhkan waktu minimal 3 bulan, tergantung pada
luasan dan tingkat kerumitan rumah tersebut. Dan yang terakhir ialah, keengganan
arsitek untuk menerapkan desain yang terintegrasi dengan tata ruang. Biasanya hal
ini disebabkan karena pendekatan desain yang berorientasi ke mikro dalam
prosesnya. Padahal seringkali tata ruang secara keseluruhan menjadi carut marut
karena desain perumahan yang tidak tanggap terhadap konteks lingkungan
perkotaan. (Sumber : http://repository.petra.ac.id/15546/1/20110428-Gunawan_TDesain_Arsitektur_Berkelanjutan.pdf)

Dalam Deklarasi Copenhagen tsb, UIA menyampaikan betapa bangunan dan industri
konstruksi berdampak kepada perubahan iklim yang terjadi saaat ini. Dan berbagai dampak
ini dapat dikurangi dengan menentukan bentuk sistem lingkungan binaan (built
environment). Karena itu UIA berkomitmen untuk mengurangi dampak ini

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

melalui Sustainable by Design Strategy program atau Strategi Desain Berkelanjutan


yang akan diadopsi lebih lanjut pada Kongres UIA di Tokyo pada 2011.
Konsep Strategi Desain Berkelanjutan UIA ini dapat didefinisikan lebih detail dalam 9 butir
sbb:
Sustainable by Design (SbD) dimulai pada tahapan awal proyek dan melibatkan
komitmen seluruh pihak: klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik,
pengguna, dan komunitas;
SbD harus mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaannya di
masa depan berdasarkan Full Life Cycle Analysis and Management (Analisa dan
Manajemen sepenuhnya dari Daur Hidup Bangunan);
SbD harus mengoptimalkan efisiensi melalui desain. Penggunaan energi terbarukan,
teknologi modern dan ramah lingkungan harus diintegrasikan dalam praktek penyusunan
konsep proyek tsb;
SbD harus menyadari bahwa proyek proyek arsitektur dan perencanaan
merupakan sistem interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitarnya yang
lebih luas, mencakup warisan sejarah, kebudayaan dan nilai nilai sosial masyarakatnya;
SbD harus mencari healthy materials (material bangunan yang sehat) untuk
menciptakan bangunan yang sehat, tata guna lahan yang terhormat secara ekologis dan
sisual, dan kesan estetik yang menginspirasi, meyakinkan dan memuliakan;
SbD harus bertujuan untuk mengurangi carbon imprints, mengurangi penggunaan
material berbahaya, dan dampak kegiatan manusia, khususnya dalam lingkup lingkungan
binaan, terhadap lingkungan;
SbD terus mengusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup, mempromosikan
kesetaraan baik lokal maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi, serta
menyediakan kesempatan kesempatan untuk kegiatan bersama masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat;
SbD mengenal juga keterkaitan lokal dan sistem plane bumi yang mempengaruhi
segenap umat manusia. SbD juga mengakui bahwa populasi urban tergantung pada sistem
desa-kota yang terintegrasi, saling terkait untuk keberlangsungan hidupnya (air bersih,
udara, makanan, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan lain
lain);
Terakhir, SbD juga mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya
sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas sangat diperlukan oleh umat manusia.
Dapat disimpulkan bahwa UIA telah memahami pentingnya integrasi Sustainable
Architectureyang mendalam dalam praktek desain bangunan, karena memahami fenomena
kerusakan lingkungan yang ada saat ini.

Langkah ini harus dikedepankan mengingat Konsep Sustainable Architecture


dapat menjawab tantangan masalah lingkungan seperti pemanasan global. Di sisi lain
pemenuhan kebutuhan bangunan yang terjangkau juga perlu menjadi perhatian Pemerintah
dan Pengembang secara serius. Karena itu diperlukan solusi Low Cost, Low Tech, Low
Negative Impact Development dalam penerapan konsep arsitektur yang Berkelanjutan. Hal
ini disebabkan karena masalah ekonomi juga menjadi pertimbangan utama di Negara

Berkembang seperti Indonesia. Sehingga konsepSustainable Architecture sangat tepat


dibudayakan dan diadaptasikan dengan kondisi Indonesia. (Sumber :
https://greenimpactindo.wordpress.com/2010/04/19/%E2%80%9Csustainable-architecture
%E2%80%9D-berapa-hijaukah-rumahku/)

Symbiosis dapat diartikan sebagai interaksi antara dua organisme, maka, bila
arsitektur dapat kita letakkan menjadi suatu makhluk hidup, maka konsep
Symbiosis dalam arsitektur bisa diartikan sebagai hubungan antara dua fungsi atau
lebih, yang dapat berdiri sendiri namun juga dapat berinteraksi antara keduanya
dan dapat saling menguntungkan.
Sejak lahirnya istilah Simbiosis pada tahun 1923, Istilah yang identik
dengan dunia biologis ini sudah beberapa dekade dipinjam dan diterapkan
kedalam suatu konsep arsitektur. Jika dipelajari dari pengertiannya secara umum
simbiosis

dibedakan

menjadi

tiga,

simbisosis

yang

saling

menguntungkan,

merugikan, dan yang hanya menguntungkan suatu pihak. Tentunya simbiosis yang
diharapkan dalam suatu desain arsitektur adalah konsep simbiosis yang saling
menguntungkan. Contoh dalam kaitanya secara fungsi, misalnya seperti gedung
bioskop dan gedung restoran, dimana konsumen bisa menunggu jadwal bioskop
sambil menunggu di restoran, restoran jadi lebih ramai dengan adanya bioskop,
demikian juga sebaliknya. Namun keduanya juga dapat berjalan sendiri.

Simbiosis merupakan suatu konsep yang lahir dan berkembang


seiring dengan perkembangan zaman, yang pada satu sisi menuntut adanya suatu
kemudahan dalam menjalankan aktifitas dari pengguna dan pada sisi yang lainnya
menuntut kreatifitas dari seorang perancang dalam mewujudkan kenginan dari para
pengguna

dengan

cara

menciptakan

suatu

desain

arsitektural

yang

mengkombinasikan beberapa poin yang terkandung dalam konsep Simbiosis.


Arsitektur Simbiosis mencari suatu nilai intisari antara budaya yang
berbeda, faktor yang saling berlawanan, elemen yang berbeda dan dituntut untuk
mengolahnya

dengan

menciptakan

suatu

ruang

penengah,

menggunakan

permainan material dan usaha lain sebagainya agar konflik tersebut justru menjadi
hal yang positif bagi rancangan yang akan dibuat. Simbiosis dapat dilakukan dalam
segala

dimensi

seperti

yang

dikutip

dari

Kisho

Kurosawa

dalam

bukunya

Intercultural Architecture The Philosophy of Symbiosis; simbiosis antara manusia


dengan alam, simbiosis antara ilmu pengetahuan dan seni, simbiosis antara public
dan private, simbiosis antara industri dan masyarakat, simbiosis antara kuat dan
lemah (mayoritas dan minoritas), simbiosis antara suatu bagian (part/individu)
dengan suatu kesatuan / keutuhan (whole) dan banyak hubungan simbiosis lainnya
yang dapat diterapkan pada objek rancangan.
Men-simbiosis-kan beberapa hal yang berbeda bukan berarti menyatukan
perbedaan-perbedaan tersebut, karena pada dasarnya perbedaan tidak dapat
disatukan, namun dapat diterima sehingga menghasilkan sesuatu baru, karena Teori
Simbiosis bukanlah sebuah teori dominasi, dimana yang terkuat dari dua elemen
bertentangan memimpin yang lemah. Sebaliknya adalah sebuah percobaan untuk
menemukan elemen-elemen dasar atau aturan-aturan tanpa menghapus oposisi
antara elemen-elemen tersebut. Filosofi simbiosis menghancurkan dualisme. Ada
dua unsur yang paling penting dari simbiosis, yaitu konsep sacred zone dan
intermediary space kedua unsur inilah yang merupakan hal yang diperhatikan
dalam pembentukan simbiosis.

MANUSIA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Contoh kasus yang saya ambil adalah tugu monument nasional di Jakarta yang
merupakan landmark ibukota negara yang berada di jantung kota Jakarta. Tugu ini
memang sengaja dibangun oleh Pemerintahan era Presiden Soekarno di pusat kota
Jakarta sebagai untuk mem. Yang dimana terdapat bangunan-bangunan bersejarah
yang menjadi saksi bisu perjalanan kota yang disebut kota pelajar ini. Semua
bangunan tersebut terdapat didepan alun-alun yang menjadi halaman Keraton,
yang dimana alun-alun ini menjadi tempat upacara adat Kesultanan Keraton
Yogyakarta pada masa dahulu. Dan hal ini memberi dampak yang cukup besar pada
masa sekarang ini. Aktivitas masyarakat sangat tinggi di tempat ini. Dimulai dengan
aktivitas berbelanja, wisata arsitektur peninggalan kolonial dan wisata kuliner. Dan
hal ini tentunya tidak lepas dari tiga aspek yang saling berkaitan yaitu manusia,
bangunan dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai