Supervisor Utama :
Ns. Jum Natosba, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat
Pembimbing :
Dian Wahyuni, S.Kep., M.Kes
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Lansia merupakan seseorang yang telah mengalami perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial. Perubahan ini dapat berpengaruh terhadap aspek kehidupan dan
kesehatannya, oleh karena itu, kesehatan lansia perlu mendapatkan perhatian khusus agar
selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai kemampuannya sehingga dapat
berperan aktif dalam pembangunan ( Mubarak dkk, 2006)
Pada lansia secara anatomi dan fisiologis mengalami kemunduran dan perubahan
fungsi dari organ-organ tubuh, salah satunya pada sistem kardiovaskuler (Andra,2001).
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungisional.
Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat
aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Selain itu,
terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah
menurun dan kehilangan elastisitas pembuluh darah. Salah satu masalah kesehatan yang
biasa terjadi pada lansia sehubungan dengan penurunan sistem kardiovaskuler adalah
hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit yang kedua yang banyak diderita oleh usia
lanjut setelah artritis (Brunner&Sudarth,2002).
Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PERHI), hipertensi seringkali disebut
sebagai pembunuh gelap atau silent killer,hal ini dikarenakan hipertensi termasuk
penyakit yang mematikan yang tanpa disertai gejala-gejalanya terlebih dahulu sebagai
peringatan bagi korban (Bun,2007). Munculnya gejala tersebut seringkali dianggap
gangguan biasa, sehingga penderitanya terlambat menyadari datangnya penyakit. Dan
disadari jika telah menyebabkan gangguan pada organ seperti fungsi jantung, fungsi
ginjal, gangguan fungsi sistem saraf pusat, mata dan organ tubuh lainnya.
(Bun,2007;VITAHEALTH,2005).
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Namun
karena terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ tubuh, adanya penyakit penyerta dan
sering terjadi komplikasi pada berbagai organ pada lansia serta terjadinya efek
polifarmasi, maka penatalaksanaan hipertensi pada lansia menjadi lebih rumit
(Darmojo,2004). Upaya nonfarmakologis selalu menjadi hal yang penting dilaksanakan
pada penderita hipertensi berusia lanjut. Terdapat banyak pilihan terapi nonfarmakologis
dalam menangani hipertensi pada lansia, terutama bagi penderita dengan hipertensi ringan
sampai sedang. Upaya terapi nonfarmakologis dengan diit rendah garam, penurunan berat
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN
A. HIPERTENSI
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam
arteri. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Menurut The Seventh of The Joint national Committee on Prevention, detection,
Wvaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1,
dan derajat 2.
Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan
TDS (mmHg)
Darah
Normal
< 120
Prehipertensi
120 139
Hipertensi derajat 1
140 159
Hipertensi derajat 2
160
TDD (mmHg)
Dan
Atau
Atau
Atau
< 80
80 90
90 99
100
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
Latihan fisik (relaksasi)
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
1. Pengertian
Relaksasi otot progresif merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang
menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan
menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masingmasing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan
bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan
fungsi yang lain (Utami, 1993).
2. Indikasi Relaksasi Otot Progressif
a. Nyeri
b. Kecemasasan
c. Depresi
d. Insomnia
e. Menurunkan stress dan hipertensi
3. Tujuan Relaksasi Otot Progressif
Relaksasi otot progresif bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan
kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam latihan relaksasi otot
progresif lansia diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dan
kemudian mengendorkannya. Sebelum dikendorkan, sirasaka terlebih dahulu
ketegangan tersebut sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang
dengan yang lemas. Pada saat lansia berada pada keadaan rileks maka saraf otonom
akan bekerja dan tdiur yang berkualitas akan diapatkan (Utami, 2007).
4. Macam Relaksasi Otot Progresif
Ada 3 macam relaksasi otot progresif yaitu tension relaksasi, letting go dan
differential relaksasi.
a. Relaxation via Tension-Relaxation
Individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan masing-masing otot,
kemudian diminta untuk merasakan dan menikmati perbedaan antara ketika otot
tegang dan ketika otot lemas. Disini individu diberitahu bahwa pada fase
menegangkan akan membantu dia lebih menyadari sensari yang berhubungan
dengan kecemasan, dan sensasi tersbut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk
1) Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta
membuat kepalan semakin kuat, sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks
selama 12 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien
dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks yang
dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada
pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan
bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.
3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biseps. Otot biseps adalah otot
besar yang terdapat di bagian atau pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa
kedua kepalan kepundak sehingga otot-otot biseps akan menjadi tegang.
9) Gerakan kesembilan dan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian
depan dan belakang. Gerakan ini diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat
beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher
dan punggung atas.
10) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan, ini dilakukan
dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan
dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.
11) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung
13) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan
cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi
kencang dan keras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulangi kembali
seperti gerakan awal untuk perut ini.
14) Gerakan keempatbelas dan kelimabelas adalah gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini
dilakukan secara berurutan. Gerakan keempatbelas bertujuan untuk melatih otot-otot
paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang.
15) Gerakan kelimabelas ditujukan untuk melatih otot-otot betis dengan mengunci lutut,
sehingga ketegangan pindah ke otot-otot betis. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu
dipelas. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.
BAB III
PEMBAHASAN
Problem/Populasi
Permasalahan pada lansia yang mengalami perubahan secara fisiologis pada sistem
kardiovaskuler adalah salah satunya hipertensi.
Intervensi
Intervensi yang diberikan pada lansia dengan hipertensi yaitu implementasi relaksasi otot
progresif untuk menurunkan tekanan darah.
Compare
Berdasarkan hasil evaluasi implementasi relaksasi otot progresif terhadap pasien dengan
hipertensi didapatkan hasil bahwa :
1. Relaksasi otot progresif mampu menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik dengan menekankan pada latihan yang dilakukan secara teratur, lingkungan
yang tenang (menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan dan gangguangangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa ketegangan otot), sikap yang dapat
diubah (mengosongkan semua pikiran dari alam sadar), keadaan mental (fisiologis)
sehingga akan kooperatif saat pelaksanaan.
2. Sebelum dan selama pemberian intervensi relaksasi otot progresif, sebaiknya
melakukan pengontrolan terhadap faktor Confounding yang dapat mempengaruhi
hasil akhir dalam pemberian intervensi relaksasi otot progresif seperti obat
antihipertensi, lingkungan, kebiasaan hidup (olahraga) dan keadaan fisik responden.
3. Pada intervensi sebaiknya dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah
pemberian intervensi sehingga terlihat langsung pengaruh intervensi relaksasi otot
progresif terhadap penurunan tekanan darah. Pemberian intervensi sebaiknya dalam
jangka watu 2-6 hari agar terhindar dari faktor iconfounding yang
4. Pada intervensi langsung memberikan obat antihipertensi dalam menurunkan tekanan
darah dapat membuat lansia menjadi ketergantungan terhadap obat, tetapi pada kasus
ini perawat mengambil inisiatif untuk merubah implementasi dengan pemberian terapi
relaksasi otot progresif sebagai cara untuk menurunkan tekanan darah secara alami.
Outcome
Kesimpulan yang dapat diambil adalah penyelesaian kasus hipertensi pada lansia dapat
diatasi dengan relaksasi otot progresif dengan menekankan pada latihan yang dilakukan
secara teratur, lingkungan yang tenang (menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan
dan gangguan-gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa ketegangan otot), sikap yang
dapat diubah (mengosongkan semua pikiran dari alam sadar), keadaan mental (fisiologis)
sehingga akan kooperatif saat pelaksanaan.
Daftar pustaka
Charles et al. 1996. Trial Of Stress Reduction for Hypertension in Older African
Americans.http://hyper.ahajournals.org/content/26/5/820.full?
maxtoshow=&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=progressive+muscle+relaxation&
searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT, diperoleh tanggal 17 Maret 2015.
Hamarno, Rudi. 2010. Pengaruh latihan relaksasi otot Progresif Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang.
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=20285357&lokasi=lokal, diperoleh
tanggal 17 Maret 2015
Murti Tri, Ismonah, Wulandari. 2011. Perbedaan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Essensial Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Otot Progresif di RSUD Tugurejo
Semarang. file:///D:/komprehensif/ROP%20di%20RSUD%20semarang.pdf, diakses
tanggal 17 Maret 2015
Noviyanti Amalia, Sri widodo, Shobirun. 2013. Perbedaan Efektifitas Teknik Relaksasi
Otot Progresif dan Nafas Dalam Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi.
http://180.250.144.150/e-journal/index.php/ilmukeperawatan/article/viewFile/107/133,
diakses tanggal 17 Maret 2015
Valentine Dian A, Rosalina, Mona Saparwati. 2014. Pengaruh Tehnik Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Kel. Pringapus,
Kec. Pringapus Kab. Semarang.
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3547.pdf, diakses tanggal 17 Maret
2015