I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding labung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari lambung dan
usus ke dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonistis). Perforasi
lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut. Peforasi dalam bentuk apapun yang
menyenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.7
Perforasi traktus gastrointestinal umumnya disebabkan oleh ulkus duodenum
diikuti oleh ulkus gaster. Pada ulkus gaster lebih sering menyerang usia tua dengan
insidensi terbanyak pada umur 50-65 yang nantinya menyebabkan perforasi gaster.
Perforasi duodenum memiliki insiensi lebih banyak 2-3 kali dibanding perforasi
gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung.
Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi
perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka
kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang
berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah
kondisi medis yang berat yang menyertai appendicitis tersebut. Perforasi pada saluran
cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis,
keganasan pada saluran cerna, divertikulitis,sindroma arteri mesenterika superior,dan
trauma. Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut tentang perforasi gaster.5,6
BAB.II
TINJAUAN PUSTAKA
kiri
di
belakang,
pada
bagian
bawah
dengan
colon
dan
renin lambung.
Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Factor
autodigesti.
Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis).
Lapisan otot miring (muskulus oblinqus).
Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal).
Lapisan jaringan ikat/serosa (peritonium).1,7
B. Fisiologi Gaster
Secara umum gaster memiliki fingsi motorik dan fungsi pencernaan serta
sekresi, berikut adalah fungsi lambung:
1. Fungsi motorik
Fungsi reservoir. Menyimpan makanan sampai makanan tersebut
sedikit demi sedikit dicerbakan dan bergerak ke saluran pencernaan.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan
dirangsang oleh gastrin.
Fungsi mencampur. Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel
kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot
yang mengelilingi lambung.
Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus
yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik,
6
keadaan
fisik,
serta
oleh
emosi,
obat-obatan,
dan
olahraga.
tertusuk piasu).
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebis sering ditemukan
C. Patofisiologi
karena rangsangan peritoneum oleh asam lambung, empedu dan /enzim pancreas.
Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri
perut kana bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri pada
seluruh lapang perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteri, fase ini
disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri bahu menunjukan adanya rangsangan
peritoneum di permukaan bawah diagfragma. Rekasi peritoneum berupa
pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bacteria. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri tekan dan defens muskuler. Pekak hati bisa hilang karena
adanya udara bebas di bawah diagfragma. Peristaltic usus menurun sampai
menghilang akibat kelumpuhan sementara pada usu. Bila terjadi peritonitis
bacteria, suhu tubuh akan meningkat dan terjadi takikardi, hipotensi, dan
penderita
tampak
letargi
karena
syok
septic.
Rangsangan
peritoneum
10
3. Duduk
atau
setengah
duduk
(semi
erect)
atau
berdiri
kalau
F. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umunya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotic mutlak diberikan. Jika gejala dan
tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan non-operatif mungkin
digunakan dengan terapi antibiotic langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari.
2. Koreksi penyebab peritonitis.
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri
(darah, makanan, sekresi lambung).
12
tergantung
pada
lokasi
dan
sifat
patologis
dari
saluran
G. Komplikasi
1. Infeksi luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada
gaster.
2. Kegagalan luka operasi. Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau
total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multi organ dan syok septic.
5. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan
kegagalan system multiple organ dan mungkin berhubungan dengan defek
proteksi oleh mukosa gaster.
6. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adhesi postoperative.5,7
H. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotic bersprektum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia as bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotic terlambat dilakukan maka prognosisnya
13
dini.
Factor-faktor
berikut
akan
meningkatkan
resiko
kematian:5,7
1. Usia lanjut.
2. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya.
3. Malnutrisi.
4. Timbulnya komplikasi.
BAB.III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding labung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari lambung dan
usus ke dalam rongga perut Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis
kimia yang disebabkan karena kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut.
Peforasi dalam bentuk apapun yang menyenai saluran cerna merupakan suatu kasus
kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis,sindroma arteri
mesenterika superior,dan trauma.
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umunya sebelum operasi. Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotic
bersprektum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia as bonam. Sedangkan
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2004. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC:Jakarta. Hal 541-559.
2. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta:Perforasi gaster. Jilid II Edisi ketiga.
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000
3. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit
volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
5. Amoi, Sarira.2012. Perforasi gaster.
http://www.scribd.com/doc/94173440/perforasi-gaster. Diunduh pada 26
Agustus 2012.
6. Cyntianna, Taritasari. 2010. Peritonitis Et Causa Perforasi Gaster.
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=PERITONITIS+et+causa+PERFORASI+GASTER+
%28ulkus+peptikum%29. Diunduh pada 26 Agustus 2012.
7. Ekawati,Diah. 2011. Perforasi Gaster. Departeman Ilmu Bedah FK
UMY;Yogyakarta
8. I. Harjadi, Widjaja,.Dr.,dr. 2007. Anatomi Lambung. EGC;Jakarta.
.
15