Anda di halaman 1dari 15

BAB.

I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding labung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari lambung dan
usus ke dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonistis). Perforasi
lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut. Peforasi dalam bentuk apapun yang
menyenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.7
Perforasi traktus gastrointestinal umumnya disebabkan oleh ulkus duodenum
diikuti oleh ulkus gaster. Pada ulkus gaster lebih sering menyerang usia tua dengan
insidensi terbanyak pada umur 50-65 yang nantinya menyebabkan perforasi gaster.
Perforasi duodenum memiliki insiensi lebih banyak 2-3 kali dibanding perforasi
gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung.
Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi
perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka
kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang
berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah
kondisi medis yang berat yang menyertai appendicitis tersebut. Perforasi pada saluran
cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis,
keganasan pada saluran cerna, divertikulitis,sindroma arteri mesenterika superior,dan
trauma. Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut tentang perforasi gaster.5,6

I.2 Tujuan Penulisan


Tujuan pembuatan referat ini untuk lebih memahami tentang penyakit
perforasi gaster yang merupakan salah satu kegawatan dalam bedah yang sering
dijumpai, sehingga penanganan yang cepat dapat menurunkan angka kematian
pada pasien.

I.3 Manfaat Penulisan


Diharapkan penulisan referat ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi
penulis, dan rekan-rekan sejawat untuk lebih memahami tentang perforasi gaster.

BAB.II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Anatomi Gaster
Lambung merupakan bagian yang paling lebar dari saluran pencernaan, mulai
dari esophagus sampai duodenum yang berfungsi sebagai tempat penampungan
makan untuk dicerna dan mengatur pengaliran hasil cerna ke usus halus. Kapsitas
lambung kurang lebih 1,5 liter tetapi dapat dilebarkan 2 sampai 3 liter. Terletak di
regio hypochondria kiri, epigastrika, dan umbilikalis.8
Ostium cardiakum terletak kurang lebih 3 cm di sebelah garis tengah, setinggi
vertebra thorakalis 11, dan 10 cm di sebelah dalam dari tulang rawan iga 7 kiri.
Lubang ini merupakan tempat yang paling tetap dari lambung. Pylorus letaknya
relative tetap, yaitu pada posisi berbaring terletak atau sedikit kanandari linea
mediana setinggi vertebra lumbalis 1, pada linea transpyloricum. Pylorus dapat turun
hingga vertebra lumbalis 2atau 3 pada posisi berdiri, atau bahkan dapat bergeser 5 cm
ke kanan pada lambung yang penuh. Fundus letaknya paling superior di belakang iga
ke-5 kiri di linea midclavikularis. Fiksasi paling kuat di lambung terdapat pada cardia
karena hubungannya dengan esophagus yang tefiksasi pada diaphragm. Omentum
minus juga membantu fiksasi pada tempatnya.8
Gaster berhubungan dengan sejumlah organ yaitu, hepar pada bagian atas,
kanan, dan depan, diaphragm diatas, limpa kearah kiri, pancreas, ginjal dan glandula
suprarenalis

kiri

di

belakang,

pada

bagian

bawah

dengan

colon

dan

mesocolon/omentum majus, serta dengan dinding depan abdomendan thorax ke


depan.8

Bagian lambung terdiri dari:1,7


a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang
tebal membentuk spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
kardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi
kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke

pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas


kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.

Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari:


Lapisan selaput lendir (mukosa), apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini
akan berlipat-lipat yang disebut rugae. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel
mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan
hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar
perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah
5

lambung yang dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh


darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen
ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan
karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Di lapisan ini terdapat 3 tipe utama sel
yaitu:
- Sel zigmogenik/chief cell, mensekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah
menjadi pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan
-

renin lambung.
Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Factor

intrinsic diperlukan untuk absorbs vitamin B12 dalam usus halus.


Sel leher mukosa (sel goblet/G) ditemukan pada bagian leher semua
kelenjar lambung. Sel ini mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan
melindungi lapisan lambung terhadap kerusakan oleh HCL atau

autodigesti.
Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis).
Lapisan otot miring (muskulus oblinqus).
Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal).
Lapisan jaringan ikat/serosa (peritonium).1,7

B. Fisiologi Gaster
Secara umum gaster memiliki fingsi motorik dan fungsi pencernaan serta
sekresi, berikut adalah fungsi lambung:
1. Fungsi motorik
Fungsi reservoir. Menyimpan makanan sampai makanan tersebut
sedikit demi sedikit dicerbakan dan bergerak ke saluran pencernaan.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan
dirangsang oleh gastrin.
Fungsi mencampur. Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel
kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot
yang mengelilingi lambung.
Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus
yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik,
6

keadaan

fisik,

serta

oleh

emosi,

obat-obatan,

dan

olahraga.

Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti


kolesistokinin.1,4
2. Fungsi pencernaan dan sekresi
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini; pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amylase dan lipase dalam lambung kecil
peranannya. Pepsin berfungsi memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton). Asam garam (HCL) berfungsi mengasamkan
makanan, sebagai antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana
asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
Sintesis dan pelepasaan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
perangsangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
Sekresi factor intrinsic memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus
halus bagian distal.
Sekresi mucus membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga mekanan lebih mudah diangkut.
Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi mucus, tampaknya
berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.1,4
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi manjadi fase sefalik, gastric dan intestinal.
1. Fase sefalik dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu akibat
melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai
oleh saraf vagus. Sinyal neurogenik yang menyababkan fase sefalik berasal dari
korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan
melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric
terangsang untuk mensekresikan HCL, pepsinogen dan menambah mucus.
2. Fase gasrtik dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum
juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis reseptor-reseptor pada
dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus
dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan

hormone gastrin, dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar


lambung.
3. Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase
intestinal ini akan merangsang hormone enterooksintin untuk merangsang asam
lambung setelah makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi
dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri
berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan
menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi gastric akan berkurang.
Pada pH di bawah 2,5 produksi gastrin mulai dihambat.1,4
II.2 PERFORASI GASTER
A. Definisi
Perforasi gaster merupakan suatu bentuk akut abdomen yang sering
disebabkan oleh karena komplikasi ulkus peptikum. Lebih sering mengenai lakilaki dengan umur rata-rata 50-70 tahun. Lokasi tersering ditemukan pada daerah
antrum kurvatura minor.6
B. Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut(misalnya

tertusuk piasu).
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebis sering ditemukan

pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.


Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, alantalgin, natrium
diclofenac) serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya

deksametason dan prednisone. Sering ditemukan pada orang dewasa.


Kondisi yang mempredisposisi: ulkus peptikum, appendicitis akut,

divertikulosis akut, divertikulum meckel yang terinflamasi.


Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil
akhir yang buruk.5,7

C. Patofisiologi

Secara fisiologis, gaster relative bebas dari bakteri dan mikroorganisme


lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak
berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.
Bagaimanapun juga mereka yang memiliki masalah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritonela pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritonimu,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bacterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bacterial lanjut. Mikrobiologi dari usus kecil
berubah dari proksimal sampai ke distalnya. Beberapa bakteri menempati bagian
proksimal dari usus kecil dimana pada bagian distal dari usus kecil (jejunum dan
ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.coli) dan anaerob (bacteriodes fragilis).
Kecendrungan infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus
bagian distal. Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel- sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses
peradangan, menghasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon).
Hypoksia yang diakibatkan di daerah itu memfasilitasi tumbuhnya bakteri
anaerob dan mengganggu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana
mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi selsel dan pengentalan cairan sehingga membantuk abses, efek osmotic, dan
pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abses. Dan di ikuti pembesaran
abses pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteremia, sepsis, multiple organ
failure serta syok.3,6
D. Tanda dan Gejala
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi akan tampak sangat kesakitan, seperti di tusuk-tusuk pada
bagian perut. Nyeri timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah peigastrium
9

karena rangsangan peritoneum oleh asam lambung, empedu dan /enzim pancreas.
Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri
perut kana bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri pada
seluruh lapang perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteri, fase ini
disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri bahu menunjukan adanya rangsangan
peritoneum di permukaan bawah diagfragma. Rekasi peritoneum berupa
pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bacteria. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri tekan dan defens muskuler. Pekak hati bisa hilang karena
adanya udara bebas di bawah diagfragma. Peristaltic usus menurun sampai
menghilang akibat kelumpuhan sementara pada usu. Bila terjadi peritonitis
bacteria, suhu tubuh akan meningkat dan terjadi takikardi, hipotensi, dan
penderita

tampak

letargi

karena

syok

septic.

Rangsangan

peritoneum

menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran


peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita
bergerak, seperti berjalan, bernafas, menggerakan badan, batuk, dan mengejan.
Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakan seperti saat palpasi, tekan lepas,
colok dubur, tes psoas sign, dan tes obturator sign.2,5,7

E. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada abdomen yang diperiksa adalah apakah ada tanda-tanda
eksternal seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Pada Inspeksi dapat dilihat pola
pernafasan dan pergerakan perut saat bernafas, adanya distensi dan perubahan
warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau bergerak,
biasanya pasien dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti papan. Pada
palapasi diperhatikan apakah ada atau tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila

10

ditemukan takikardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen mengindikasikan


suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistens sperti adonan roti mengindikasikan
perdarahan intra abdominal. Nyeri pada saat perkusi mengindikasikan adanya
peradangan pada peritoneum. Pada auskultasi, bila tidak ditemukan bising usus
mengindikasikan suatu peritonitis difusa. 2
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, leukositosis baru dijumpai apabila telah
terjadi peritonitis bacterial, dan kadang tidak dijumpai pada pasien usia lanjut.
Pemeriksaan kimia darah seperti fungsi hati dan ginjal, serum elektrolit dan asam
basa menandakan adanya komplikasi sistemik seperti gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa serta gangguan fungsi organ.
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan
adalah: foto polos abdomen tiga posisi (Supine, LLD dan setengah duduk),
ultrasonografi dan CT scan abdomen.
a. Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi memperlihatkan gambaran udara bebas
subdiafragma (namun pada 30% kasus tidak dijumpai gambaran free-air).
Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem
gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi gaster, bagian oral duodenum,
dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal
tidak mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan terjadinya peritonitis. Dilakukan foto
polos abdomen dalam 3 posisi ataupun menggunakan kontras barium, yaitu:
2. Tiduran terlentang (supine), sina dari arah vertical dengan proyeksi
anteroposterior (AP). Pada posisi ini didapatkan pre-peritonela fat
menghilang, psoas line menghilang dan adanya kekaburan pada cavum
abdomen.
11

3. Duduk

atau

setengah

duduk

(semi

erect)

atau

berdiri

kalau

memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. Didapatkan free air


pada subdiagfragma berbentuk bulan sabit (semilunar shadow).
4. Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus=LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP. Didapatkan free air intra peritonela pada daerah
perut yang paling tinggi letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau
antara pelvis dengan dinding abdomen.2,6,7
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan
kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi lokasi
perforasi dan pengumpulan gas dirongga peritoneum.6
c. CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi adanya udara setelah terjadi perforasi. Saat CT scan dilakukan
dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di
depan bagian abdomen dan CT scan dapat memperlihatkan gelembung udara
yang bergerak apabila pasien mengambil posisi decubitus kiri.6

F. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umunya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotic mutlak diberikan. Jika gejala dan
tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan non-operatif mungkin
digunakan dengan terapi antibiotic langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari.
2. Koreksi penyebab peritonitis.
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri
(darah, makanan, sekresi lambung).

12

Operasi laparotomi dapat dilakukan segera setelah upaya suportif


dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak perforasi belum mengatasi masalah
primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik,
penderita usia lanjut dan terdapat peritonitis purulenta. Operasi ini untuk
mengontrol sumber primer kontaminasi primer. Insisi yang dipilih adalah insisi
vertical digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan
mudah dibuka serta di tutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan di atas
tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi

tergantung

pada

lokasi

dan

sifat

patologis

dari

saluran

gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat


patologi dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum
yang terus-menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi.5,6.7

G. Komplikasi
1. Infeksi luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada
gaster.
2. Kegagalan luka operasi. Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau
total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multi organ dan syok septic.
5. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan
kegagalan system multiple organ dan mungkin berhubungan dengan defek
proteksi oleh mukosa gaster.
6. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adhesi postoperative.5,7
H. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotic bersprektum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia as bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotic terlambat dilakukan maka prognosisnya
13

menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan


penatalaksanaan

dini.

Factor-faktor

berikut

akan

meningkatkan

resiko

kematian:5,7
1. Usia lanjut.
2. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya.
3. Malnutrisi.
4. Timbulnya komplikasi.

BAB.III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding labung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari lambung dan
usus ke dalam rongga perut Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis
kimia yang disebabkan karena kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut.
Peforasi dalam bentuk apapun yang menyenai saluran cerna merupakan suatu kasus
kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis,sindroma arteri
mesenterika superior,dan trauma.
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umunya sebelum operasi. Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotic
bersprektum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia as bonam. Sedangkan

14

bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotic terlambat dilakukan maka


prognosisnya menjadi dubia ad malam

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2004. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC:Jakarta. Hal 541-559.
2. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta:Perforasi gaster. Jilid II Edisi ketiga.
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000
3. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit
volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006.

4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
5. Amoi, Sarira.2012. Perforasi gaster.
http://www.scribd.com/doc/94173440/perforasi-gaster. Diunduh pada 26
Agustus 2012.
6. Cyntianna, Taritasari. 2010. Peritonitis Et Causa Perforasi Gaster.
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=PERITONITIS+et+causa+PERFORASI+GASTER+
%28ulkus+peptikum%29. Diunduh pada 26 Agustus 2012.
7. Ekawati,Diah. 2011. Perforasi Gaster. Departeman Ilmu Bedah FK
UMY;Yogyakarta
8. I. Harjadi, Widjaja,.Dr.,dr. 2007. Anatomi Lambung. EGC;Jakarta.
.

15

Anda mungkin juga menyukai