DEFINISI
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut
terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang
dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian. (Depkes, 2006).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe
serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Abdul Rohim,dkk, 2002).
2. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106.
Penyebab penyakit DBD ada 4 tipe (Tipe 1, 2, 3, dan 4), termasuk dalam group
B Antropod Borne Virus (Arbovirus). Dengue tipe -3 merupakan serotip virus yang
dominan yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah
dengue diperkirakan < 7 hari. Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty meskipun dapat juga ditularkan oleh
Aedes Albopictus yang hidup dikebun.
Cara penularan virus dengue yaitu virus masuk ketubuh manusia melalui gigitan
nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala
demam. Periode ini dimana virus beredar didalam sirkulasi darah manusia disebut fase
viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase
viremia maka virus akan masuk kedalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode
8-10 hari sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang
diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama
temperatur sekitar. Siklus penularan virus dengue dari manusia nyamuk manusia dan
seterusnya (ecological of dengue infection) (Djunaedi, 2006).
3. DERAJAT DAN KLASIFIKASI
Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat
keparahan.
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya
serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
d.
yang cepat.
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
2) Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat,
yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress
pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat,
hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ
lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet.
4. PATOFISIOLOGI
5. MANIFESTASI KLINIS
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu
self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue
pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara
penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue
shock syndrom. (Depkes,2006)
a. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia,
lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik
ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun
b.
secara lysis.
Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat
berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan
c.
d.
e.
berkurangnya
jumlah
trombosit,
apabila
dibawah
f.
g.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap
darah,
sangatlah
penting
karena
pemeriksaan
ini
berfungsi
untuk
mengikuti
perkembangan dan diagnosa penyakit. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua
bagian. Bagian cairan
disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara
keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari sel darah yang
dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990).
Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan
trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah
eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/l.
Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri
dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Sel
lekosit merupakan sel yang peka terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan
berfungsi sebagai sistim pertahanan tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 l. Sel ini
diproduksi di sumsum tulang belakang. Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah
merah. Jumlahnya sekitar 300.000/l. Perannya penting dalam penggumpalan darah
(A.V.Hoffbrand,J.e.Pettit,1996).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
1) Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF. Uji
rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi
kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10
ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku
(Depkes,2006).
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak
sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut Ptechiae (R.Ganda
Soebrata,2004).
2) Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan
kadar
hemoglobin
dikarenakan
terjadi
hemoglobin),
metode
yang
dilakukan
adalah
metode
fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah
menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan
kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau
(R.Ganda Soebrata,2004).
3) Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari
20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan
mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan % dari volume darah itu (R.Ganda Soebrata,2004).
4) Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa
sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu dilakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah
trombosit < 100.000 /l atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan ratarata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan
menggunakan
faktor
konversi
jumlah
trombosit
per
/l
darah
(R.Ganda
Soebrata,2004).
5) Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah lekosit per /l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
6) Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah
berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan
lain,
sebaiknya
pada
kamar
yang
bebas
nyamuk
(berkelambu).
jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya
4)
perdarahan.
Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati semakin membesar
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala
Dalam hal ini ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 6 jam
pada hari hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler
dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali,
laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau
ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan
dengan perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak
tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg BB. Dalam hal ini
perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na bikarbonas.
Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian
cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 48
jam setelah renjatan teratasi.
- Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )
- Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb
dan Ht.
Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan
renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama
perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin
perlu diberikan.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi DHF menurut Smeltze dan Bare (2002) adalah perdarahan, kegagalan
sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, peteke, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 27, disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan
curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan
organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan DHF dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Identitas pasien
Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun).
Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF.
Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada anak laki-laki.
Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja,
kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di
2)
pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.
Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke7, kondisi semakin lemah. Kadangkadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya mengalami serangan
ulangan DHF dengan type virus yang lain.
d. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang
3)
bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang ada kamar).
Pola persepsi fungsional kesehatan
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri tekan pada ulu
hati.
b. Pola eliminasi
Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap lanjut).
c. Pola aktifitas dan latihan
Gejala : Keluhan lemah
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
d. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura, nteri
epigastrik, nyeri otot/ sendi.
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh. Tanda :
Cemas dan gelisah.
f. Persepsi diri dan konsep diri
Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.
g. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea, perdarahan
nyata (kulit epistaksis, melena hematuri), peningkatan hematokrit 20% atau
lebih, trombosit kurang dari 100.000 /mm.
h. Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
i. Kebersihan
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung
4)
kurang terutama
Trombositipenia
hipoproteinema,
hiponatremia, hipokalemia
akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah
vena 2-5 ml.
d. Pemeriksaan radiology
Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegal.
Intervensi keperawatan
Fokus Intervensi yang dapat dirumuskan untuk keperawatan pasien DHF.
1. Hipertemi
Tujuan
a.
b.
Rencana tindakan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
Tanda-tanda vital stabil Tekanan darah 120/70 130/90 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Suhu 36 37 derajad celcius, CRT kurang dari 3 detik, akral hangat, urine
output 30-50cc/jam, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
b.
Rencana tindakan:
a.
b.
Observasi tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik ( riwayat muntah diare,
kehausan turgor jelek).
Rasional : defisit cairan akan ditandai dengan menurunnya haluaran
urine < 25 ml/jam
c.
Monitor keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tandatanda vital.
Rasional : Menetapkan data
d.
e.
a.
b.
c.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda
perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis. Rasional : Keterlibatan
pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.
d.
e.
f.
Kriteria Hasil
Rencana tindakan:
a.
b.
c.
d.
penurunan
curah jantung
e.
pembentukan trombosit)
atau mendukung
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat sekunder terhadap mual, muntah, dan anoreksia
Tujuan :
Kriteria Hasil :
dengan
porsi yang dibutuhkan atau diberikan, tidak muntah, Hb 10-14 g/dl,
berat badan tidak turun.
Rencana tindakan:
a.
b.
c.
d.
Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan dihidangkan saat
masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan
makanan.
e.
f.
g.
h.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC.
Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta ; EGC.
Mansjoer, Arif et all. 2000. Kapita selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media aesculapius.
Monica, Ester. 2009. Demam Berdarah Dengue ( Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan
Pengendalian. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2001. Fisiologi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN PEDIATRIK
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
BLOK CLINICAL STUDY II
Oleh:
Triana Novitasari
NIM. 115070201111027
Reguler 1