Anda di halaman 1dari 15

1.

DEFINISI
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut
terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang
dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian. (Depkes, 2006).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe
serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Abdul Rohim,dkk, 2002).
2. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106.
Penyebab penyakit DBD ada 4 tipe (Tipe 1, 2, 3, dan 4), termasuk dalam group
B Antropod Borne Virus (Arbovirus). Dengue tipe -3 merupakan serotip virus yang
dominan yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah
dengue diperkirakan < 7 hari. Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty meskipun dapat juga ditularkan oleh
Aedes Albopictus yang hidup dikebun.
Cara penularan virus dengue yaitu virus masuk ketubuh manusia melalui gigitan
nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala
demam. Periode ini dimana virus beredar didalam sirkulasi darah manusia disebut fase
viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase
viremia maka virus akan masuk kedalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode
8-10 hari sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang
diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama
temperatur sekitar. Siklus penularan virus dengue dari manusia nyamuk manusia dan
seterusnya (ecological of dengue infection) (Djunaedi, 2006).
3. DERAJAT DAN KLASIFIKASI
Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat
keparahan.
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar.


Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I,

biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.


Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab

serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu:


1) Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without
warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda
bahaya:
a. Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
b. Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji
c.

torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.


Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargis, lemah, pembesaran
hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit

d.

yang cepat.
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma

tidak jelas)
2) Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat,
yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress
pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat,
hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ
lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet.

4. PATOFISIOLOGI

5. MANIFESTASI KLINIS
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu
self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue
pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara
penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue
shock syndrom. (Depkes,2006)
a. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia,
lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik
ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun
b.

secara lysis.
Perdarahan

Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat
berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan
c.

gusi dan yang paling parah adalah melena.


Hepatomegali
Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadang-kadang juga di

d.

temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.


Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh
sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa
buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan
kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar

e.

mulut dan akhirnya shock.


Trombositopenia
Trombositopenia adalah

berkurangnya

jumlah

trombosit,

apabila

dibawah

f.

150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.


Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya

g.

shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.


Gejala Klinik Lain
Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntahmuntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap
darah,

sangatlah

penting

karena

pemeriksaan

ini

berfungsi

untuk

mengikuti

perkembangan dan diagnosa penyakit. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua
bagian. Bagian cairan
disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara
keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari sel darah yang
dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990).
Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan
trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah
eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/l.
Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri
dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Sel
lekosit merupakan sel yang peka terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan
berfungsi sebagai sistim pertahanan tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 l. Sel ini
diproduksi di sumsum tulang belakang. Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah
merah. Jumlahnya sekitar 300.000/l. Perannya penting dalam penggumpalan darah
(A.V.Hoffbrand,J.e.Pettit,1996).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
1) Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF. Uji
rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi
kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10

ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku
(Depkes,2006).
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak
sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut Ptechiae (R.Ganda
Soebrata,2004).
2) Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan

kadar

hemoglobin

dikarenakan

terjadi

kebocoran/perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan


menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100
ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan
fotoelektrik (cianmeth

hemoglobin),

metode

yang

dilakukan

adalah

metode

fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah
menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan
kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau
(R.Ganda Soebrata,2004).
3) Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari
20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan
mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan % dari volume darah itu (R.Ganda Soebrata,2004).
4) Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa
sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu dilakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah
trombosit < 100.000 /l atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan ratarata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan
menggunakan

faktor

konversi

jumlah

trombosit

per

/l

darah

(R.Ganda

Soebrata,2004).
5) Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah lekosit per /l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
6) Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah
berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan

terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi


memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah
dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut
secara spontan. (R.Ganda Soebrata,2004)
7) Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan
hemostatis.
Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari
keluarnya darah sampai membeku. (R.Ganda Soebrata,2004).
8) Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru 4
% dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat
limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG
positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat
penyakit I dan IgM positif.
Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis
lekosit.
9) Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif
menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada
infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan harganya
relatif lebih mahal.
Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh anti-human
IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa (Suroso dan
Torry Chrishantoro,2004).
7. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit

lain,

sebaiknya

pada

kamar

yang

bebas

nyamuk

(berkelambu).

Penatalaksanaan pada DHF ialah :


1) Tirah baring
2) Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 2 liter dalam 24
3)

jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya

4)

perdarahan.
Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati semakin membesar
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala
Dalam hal ini ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan

umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 6 jam
pada hari hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler
dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali,
laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau
ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan
dengan perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak
tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg BB. Dalam hal ini
perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na bikarbonas.
Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian
cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 48
jam setelah renjatan teratasi.
- Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )
- Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb
dan Ht.
Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan
renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama
perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin
perlu diberikan.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi DHF menurut Smeltze dan Bare (2002) adalah perdarahan, kegagalan
sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, peteke, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 27, disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.

DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan
curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan
organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan DHF dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Identitas pasien
Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun).
Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF.
Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada anak laki-laki.
Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja,
kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di
2)

pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.
Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke7, kondisi semakin lemah. Kadangkadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya mengalami serangan
ulangan DHF dengan type virus yang lain.
d. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang

3)

bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang ada kamar).
Pola persepsi fungsional kesehatan
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri tekan pada ulu
hati.

b. Pola eliminasi
Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap lanjut).
c. Pola aktifitas dan latihan
Gejala : Keluhan lemah
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
d. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura, nteri
epigastrik, nyeri otot/ sendi.
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh. Tanda :
Cemas dan gelisah.
f. Persepsi diri dan konsep diri
Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.
g. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea, perdarahan
nyata (kulit epistaksis, melena hematuri), peningkatan hematokrit 20% atau
lebih, trombosit kurang dari 100.000 /mm.
h. Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
i. Kebersihan
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung
4)

kurang terutama

untuk membersihkan tempat sarang

nyamuk aedes aegypti.


Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

IgG dengue positif (dengue blood)

Trombositipenia

Hemoglobin meningkat >20 %

Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)

Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan

hipoproteinema,

hiponatremia, hipokalemia

SGOT dan SGPT mungkin meningkat

Ureum dan pH darah mungkin meningkat

Waktu perdarahan memanjang


Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik PCO2 <35-40
mmHg, HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan laboratorium urine : pada pemeriksaan urine dijumpai albumin
ringan.
c. Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang diduga
terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi inhibisi ( HI test), uji komplemen fiksasi
(CF test), uji neutralisasi (N test), IgM Elisa (Mac. Elisa), IgG Elisa
Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test (Hemoglobin
Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen fixation test)
pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa

akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah
vena 2-5 ml.
d. Pemeriksaan radiology
Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegal.
Intervensi keperawatan
Fokus Intervensi yang dapat dirumuskan untuk keperawatan pasien DHF.

1. Hipertemi
Tujuan

berhubungan dengan viremia sekunder terhadap infeksi dengue


:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

temperatur suhu dalam batas normal (36-37 C).


Kriteria Hasil :

a.

Klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh.

b.

Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37 C)

Rencana tindakan:

a.

Observasi tanda-tanda vital


Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.

b.

Kaji saat timbulnya demam


Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien

c.

Tingkatkan intake cairan.


Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi asupan cairan

d.

Catat asupan dan keluaran


Rasional : Untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh

e.

Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program


dokter
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
tinggi.

f.

Kolaborasi pemberian obat antipiretik


Rasional : dapat mengurangi rasa nyeri

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler


ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel), output berlebih karena muntah
dan hipertermi
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam defisit

volume cairan dapat terpenuhi


Kriteria Hasil :

a.

Tanda-tanda vital stabil Tekanan darah 120/70 130/90 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Suhu 36 37 derajad celcius, CRT kurang dari 3 detik, akral hangat, urine
output 30-50cc/jam, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

b.

Volume cairan cukup input dan output seimbang.

Rencana tindakan:

a.

Mengobservasi adanya tanda-tanda syok.


Rasional :Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok yang dialami pasien.

b.

Observasi tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik ( riwayat muntah diare,
kehausan turgor jelek).
Rasional : defisit cairan akan ditandai dengan menurunnya haluaran
urine < 25 ml/jam

c.

Monitor keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tandatanda vital.
Rasional : Menetapkan data

dasar pasien,untuk mengetahui dengan cepat

penyimpangan dari keadaan normalnya

d.

Menganjurkan pasien untuk banyak minum


Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh.

e.

Monitor perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran


Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan
dehidrasi.
Kolaborasi dalam pemberian cairan intravaskuler sesuai program
dokter.
Rasional : Pemberian cairan Intravena sangat penting bagi pasien
yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk
karena cairan langsung masuk kedalam pembuluh darah.

3. Resiko injuri perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit


Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terhadap

pasien perdarahan tidak terjadi


Kriteria Hasil : Menunjukkan perbaikan keadaan umum dan tanda vital
yang baik
Rencana tindakan :

a.

Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.


Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tandatanda klinis seperti
epistaksis, ptike.

b.

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )


Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.

c.

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda
perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis. Rasional : Keterlibatan
pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.

d.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara


kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

e.

Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari


Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

f.

Kolaborasi pemberian anti perdarahan sesuai advis Dokter


Rasional : mengurangi perdarahan

4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen


dalam jaringan menurun.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24


jam suplai oksigen ke jaringan adekuat.

Kriteria Hasil

: Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual


misalnya tidak ada sianosis dan kulit hangat, kesadaran
komposmentis, nyeri dada tidak ada, keluhan pusing tidak ada,
disorientasi tidak ada bisu, Nadi 60- 80x/menit, output urine 3050cc/jam, CRT kurang dari 3 detik.

Rencana tindakan:

a.

Observasi perubahan status mental


Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan gangguan aliran
darah serta hipoksia.

b.

Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.


Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau
lidah dingin menunjukkan vasokonstriksi perifer ( syok ) atau gangguan aliran
darah perifer.

c.

Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung


ekstra.
Rasional :Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi

upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan, gangguan irama


berhubungan dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi
jantung tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.

d.

Ukur haluaran urine dan catat berat jenis urine


Rasional : Syok lanjut atau

penurunan

curah jantung

menimbulkan penurunan perfusi ginjal dimanifestasi oleh penurunan haluaran


urine dengan berat jenis normal atau meningkat

e.

Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi.


Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas
darah (Potensial

pembentukan trombosit)

atau mendukung

volume sirlukasi atau perfusi jaringan.

5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat sekunder terhadap mual, muntah, dan anoreksia
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24


jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai

Kriteria Hasil :

dengan
porsi yang dibutuhkan atau diberikan, tidak muntah, Hb 10-14 g/dl,
berat badan tidak turun.

Rencana tindakan:

a.

Kaji keluhan mual dan muntah yang dialami oleh pasien


Rasional :Untuk menetapkan cara mengatasinya.

b.

Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.


Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah

c.

Menjelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit.


Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi
pasien untuk makan meningkat.

d.

Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan dihidangkan saat
masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan
makanan.

e.

Catat jumlah dan porsi makanan yang dihabiskan


Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien.

f.

Ukur berat badan pasien setiap hari.


Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien

g.

Kolaborasi pemberian asupan makanan dengan tim gizi


Rasional : untuk pemberian nutrisi yang maksimal.

h.

Kolaborasi dalam pemberian antiemetik sesuai advis Dokter


Rasional : mengurangi mual.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC.
Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta ; EGC.
Mansjoer, Arif et all. 2000. Kapita selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media aesculapius.
Monica, Ester. 2009. Demam Berdarah Dengue ( Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan
Pengendalian. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2001. Fisiologi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika.

LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN PEDIATRIK
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
BLOK CLINICAL STUDY II

Oleh:
Triana Novitasari
NIM. 115070201111027
Reguler 1

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Anda mungkin juga menyukai