Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENYUSUNAN DRAFT 1 PEDOMAN

PENYELENGGARAAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN YANG AMAN


TERHADAP KEDARURATAN DAN BENCANA
16 - 18 JULI 2014
PENDAHULUAN
Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman dan siap siaga dalam
penanggulangan krisis kesehatan merupakan salah satu resolusi internasional yang
dituangkan dalam Resolusi World Health Assembly ke-65 (2012), Deklarasi Kathmandu
(2009) serta Implementation Plan for OIC SHPA 2014-2023. Selain itu, fasilitas
pelaynan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
penanggulangan gawat darurat terpadu yang dikembangkan oleh kementerian kesehatan
dalam rangka menuju safe community.
Selama situasi kedaruratan dan bencana, RS dan fasilitas kesehatan lainnya harus aman,
mudah diakses serta berfungsi dengan kapasitas maksimal untuk menyelamatkan korban.
Mereka harus tetap menyediakan pelayanan-pelayanan yang penting seperti pelayanan
medis dan keperawatan, laboratorium serta pelayanan kesehatan lainnya. RS dan faskes
lainnya yang aman harus diorganisir dengan perencanaan rumah sakit serta tenaga
kesehatan yang terlatih. 1
Untuk penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman tidak bisa hanya
mengandalkan upaya dari fasyankes tersebut sendiri. Karena mewujudkan safe health
facilities selain membutuhkan SDM yang terlatih juga membutuhkan pembiayaan serta
perencanaan yang berkelanjutan. Hal tersebut membutuhkan kerjasama lintas program
dan lintas sektor serta sumber-sumber daya lain di suatu wilayah seperti akademisi, pihak
swasta serta organisasi kemasyarakatan.
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) sebagai unit eselon II yang memiliki
tupoksi dalam menangani situasi krisis kesehatan harus selalu mempersiapkan kebijakan
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk di antaranya pedoman
penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap kedaruratan dan
bencana. Pedoman tersebut disusun dengan tujuan untuk memberikan acuan yang dapat
digunakan oleh seluruh institusi/organisasi kesehatan baik pusat maupun daerah, miliki
pemerintah maupun swasta serta institusi/organisasi lain yang terkait dalam
menyelenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman.
1 WHO. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters.; 2009.

TUJUAN
Identifikasi kerangka konsep untuk penyusunan pedoman, meliputi :
1. Prinsip dasar penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
kedaruratan dan bencana.
2. Kebijakan dan strategi bagi sektor kesehatan untuk mewujudkan fasyankes yang
aman terhadap kedaruratan dan bencana.
3. Bagaimana perencanaan, pendanaan, institusi/organisasi yang bertanggung jawab,
mekanisme serta metode monitoring dan evaluasi.
4. Safe health facilities working group
PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan melalui beberapa tahapan :
1.

Tahap persiapan administrasi dan teknis


a. Mempersiapkan konsep untuk workshop.
b. Menentukan narasumber dan peserta yang akan diundang.
c. Mengadakan rapat persiapan
d. Mengirimkan undangan

2.

Tahap pelaksanaan
a.

Kegiatan workshop dilakukan di Kota Bogor Prov. Jawa Barat pada tanggal 16
18 Juli 2014.

b.

Jumlah peserta yang hadir sebanyak 20 orang, yaitu berasal dari Direktorat dan
unit terkait di Kemenkes, PPK Regional dan Sub Regional, dan RSUP.

c.

Rumusan hasil diskusi penyusunan draft 1 sebagai berikut :

Bagian 1: Struktur Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Aman Terhadap


Kedaruratan Dan Bencana
Standar Safe Hospital in Emergency and Disasters (ISDR dan WHO)

Struktur yang dimaksud termasuk: pemilihan lokasi bangunan, spesifikasi disain


bangunan, struktur, dan izin pembangunan.
Tujuan 1 penyusunan pedoman: Integrasi dalam perencanaan pembangunan nasional dan
daerah.
1) Pemangku kepentingan di tingkat nasional dan perannya masing-masing dalam
pemilihan lokasi bangunan fasyankes dan izin pembangunan mulai tahap perencanaan
sampai tahap evaluasi:
a) Bappenas, berperan dalam perencanaan tata ruang dan wilayah.
b) Kemen PU, berperan dalam menilai struktur tanah dan bangunan, persyaratan
perawatan gedung, menetapkan SNI struktur bangunan, menetapkan aturan izin
pembangunan, menetapkan syarat bangunan laik fungsi.
c) Kementerian Lingkungan Hidup, berperan dalam menilai analisis dampak
lingkungan (amdal) dari fasyankes
d) Kemenkes, berperan dalam menilai kebutuhan fasyankes berdasarkan jumlah
penduduk, membuat persyaratan pendirian fasyankes, menilai akreditasi rumah
sakit.
e) Kemenaker, berperan dalam menetapkan persyaratan keselamatan dan kesehatan
tenaga kesehatan dan pengunjung dalam bangunan publik termasuk fasyankes.
f) Kemendagri, berperan dalam perizinan untuk rumah sakit daerah.
g) Kementerian komunikasi dan informatika, berperan dalam perizinan penggunaan
frekuensi radio di fasyankes.
2) Pemangku kepentingan di tingkat daerah dan perannya masing-masing dalam
pemilihan lokasi bangunan fasyankes dan izin pembangunan mulai tahap perencanaan
sampai tahap evaluasi:
a) Bappeda, berperan dalam perencanaan dan persiapan lokasi, menetapkan
anggaran, menetapkan tata ruang dan wilayah.
b) Dinas PU, berperan dalam persyaratan teknis sarana gedung (MEK), pemilihan
lokasi, struktur tanah dan bangunan, izin pembangunan, persyaratan bangunan
laik fungsi.
c) BLHD, berperan dalam menilai analisis dampak lingkungan (amdal), limbah B3
dan kualitas air baku.
d) Dinas kesehatan, berperan dalam izin operasional rumah sakit, persyaratan alat
kesehatan dan instalasi fasyankes
e) Disnaker, persyaratan keselamatan dan kesehatan nakes dan pengunjung dalam
bangunan publik.
f) Balai monitoring frekuensi, berperan dalam izin penggunaan frekuensi radio oleh
fasyankes.
3) Keterkaitan antar pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dalam pemilihan
lokasi bangunan fasyankes dan izin pembangunan.

a. Perizinan pembangunan rumah sakit dimulai dari dinas kesehatan, dinas


kesehatan memberikan rekomendasi kepada dinas pu. Dinas pekerjaan umum
akan menilai teknis sarana gedung, pemilihan lokasi dan struktur dan bangunan.
Pembangunan fasyankes harus sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah yang
telah disusun oleh Bappeda. Dinas tenaga kerja menilai unsur keselamatan dan
kesehatan kerja dalam lingkungan fasyankes baik bagi nakes maupun pengunjung.
Adapun balai lingkungan hidup akan menilai amdal dari pembangunan rumah
sakit. Bagi fasyankes yang akan menggunakan radio, perlu memperoleh izin
frekuensi dari balai monitoring frekuensi.
b. Dalam pembangunan rumah sakit daerah perlu pemberitahuan kepada
Kemendagri. Pembangunan fasyankes yang dilengkapi dengan penangkal petir
harus melalui Kemenaker.
4) Hal yang perlu diperhatikan terkait pemilihan lokasi bangunan fasyankes dan izin
pembangunan bagi penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap kedaruratan dan
bencana antara lain:
a. Analisis risiko
b. Rencana tata ruang dan wilayah
5) Peraturan atau pedoman yang mengatur spesifikasi bangunan fasyankes, baik desain
maupun struktur antara lain:
a. UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
b. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
c. Permen PU nomor 45 tahun 2007
d. Permenkes nomor 2306 tahun 2011 tentang persyaratan teknis prasarana instalasi
elektrikal rumah sakit.
e. Pedoman teknis bangunan dan prasarana rumah sakit oleh Dit. Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Kemenkes.

Bagian 2: Non Struktur Dan Fungsional Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Aman
Terhadap Kedaruratan Dan Bencana
Standar Safe Hospital in Emergency and Disasters (ISDR dan WHO)
- Non Struktur yang dimaksud termasuk: dokumen/rencana pembangunan, unsur
arsitek, unsur elektromekanikal, peralatan medik dan laboratorium, keamanan dan
keselamatan orang dan peralatan;
-

Fungsional yang dimaksud termasuk: site dan aksesibilitas, sirkulasi internal dan
hubungan operasional, peralatan dan bahan habis pakai, SOP dan pedoman,
sistem logistik dan penggunaannya, keamanan dan alarm, sistem transportasi dan
komunikasi, SDM, monitoring dan evaluasi.

Tujuan 2 dan 3 penyusunan pedoman:


1) implementatif sesuai dengan kondisi serta permasalahan di lapangan serta sinergis
dengan peraturan perundangan lainnya yang berlaku.
2) mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada baik pemerintah maupun
masyarakat.
1. Hal-hal yang perlu diatur dalam penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap
kedaruratan dan bencana, yang belum diatur dalam pedoman atau peraturan yang
sudah ada, antara lain:
a. Manajemen keselamatan pasien saat terjadi bencana internal dan eksternal
(contoh tindakan dalam menanggapi kebakaran (red code) di fasyankes, tindakan
dalam menangani korban yang memerlukan resusitasi (blue code), dan lain-lain.
b. Fungsi fasyankes dalam memberikan perlindungan pada karyawan, pasien dan
pengunjung.
c. Analisis risiko
d. Penyusunan rencana kontinjensi menghadapi bencana
e. Perlakuan terhadap bangunan fasyankes yang sudah ada, seperti penilaian laik
fungsi oleh dinas pekerjaan umum.
f. Penilaian terhadap fasyankes lainnya (gudang obat, vaksin) dilakukan oleh dinas
kesehatan melibatkan sektor terkait.
g. Kemenkes perlu melakukan review untuk standar teknis bangunan dan prasarana
rumah sakit sesuai pedoman yang telah disusun.
h. Pembinaan dan pengawasan
i. Penerapan sanksi secara bertahap mulai dari teguran tertulis sampai yang sanksi
maksimal berupa pencabutan izin, direkomendasikan oleh pengawas dan
evaluator. Sanksi diberikan oleh Kemenkes kepada rumah sakit vertikal, rumah
sakit TNI/Polri dan rumah sakit pendidikan. Sanksi diberikan oleh Pemda untuk
rumah sakit daerah.
j. Perlu dibandingkan pedoman yang telah dibuat Kemenkes dengan pedoman WHO
untuk menemukan gap sehingga akan saling melengkapi.

2. Standar SDM terkait fasyankes yang aman terhadap kedaruratan dan bencana:
a. SDM pengelola bencana internal sebaiknya memiliki kompetensi K3 atau
keselamatan dan kesehatan kerja (S2 atau yang setara untuk rumah sakit tipe A
dan S1 atau yang setara untuk rumah sakit tipe B dan C)
b. SDM pengelola bencana eksternal memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait
hospital disaster plan (Hosdip) atau hospital of preparedness and emergency
(HOPE)
c. Fasyankes tingkat pertama diharapkan mampu menangani red code dan blue code,
sehingga SDM pada fasyankes tingkat pertama memiliki kemampuan tersebut.
3. Standar pengorganisasian penanggulangan bencana di fasyankes:
a. Sebaiknya mengikuti dan melekat pada struktur organisasi rumah sakit
b. Standar struktur organisasi mengikuti standar Incident Command System (ICS)
4. SOP penanggulangan bencana di fasyankes:
a. Mengikuti standar dalam Hosdip dan HOPE
b. Mengikuti standar ICRC terkait keamanan fasyankes dalam situasi konflik
5. Terkait pembinaan, pengawasan dan evaluasi fasyankes yang aman terhadap
kedaruratan dan bencana:
a. Dinas kesehatan melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap
fasyankes tingkat 1 (puskesmas).
b. Pembinaan fasyankes dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait (SKPD tekait)
c. Pengawasan dan evaluasi sebaiknya dilakukan oleh badan independen.
Membentuk forum untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara
komprehensif, yang anggotanya terdiri dari KARS, organisasi profesi, YLKI
kesehatan.
d. Pembinaan dan pengawasan juga dilakukan secara internal
e. Pengawasan apar dan hidran dilakukan oleh Disnaker
f. Tools/checklist sebaiknya mengacu pada kebijakan yang dibuat oleh Kemenkes,
pedoman Safe Hospital oleh ISDR dan WHO dapat menjadi salah satu referensi.

Anda mungkin juga menyukai