Anda di halaman 1dari 21

MENINGITIS TB

Dwi Nur Akta Fiani Syaing, Irmayani Aboe Kasim


I. Pendahuluan
Kejadian tuberculosis (TB) meningkat di seluruh dunia, di sertai
peningkatan kejadian meningitis TB (MTB) yang mempunyai morbiditas dan
mortilitas yang tinggi. Insiden TB meningkat secara drastic di seluruh dunia
sehingga pada tahun 1993 WHO mengumumkan TB sebagai kegawatan
dunia.1
MTB sampai saat ini masih memberikan angka kesakitan dan angka
kematian yang tinggi. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tercatat bahwa
kejadian MTB ini cenderung meningkat. 1
II. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. 2
Leptomeningitis atau meningitis adalah peradangan pada leptomeningen
dan ruang subarachnoid, sebagian besar kasus terjadi akibat infeksi meskipun
zat kimia tertentu dimasukkan dalam ruang arachnoid juga dapat
menyebabkan meningitis. Meningitis infeksius dapat dibagi menjadi
meningitis purulen akut, biasanya disebabkan oleh bakteri; meningitis
limfositik akut, biasanya oleh virus;dan meningitis kronis, yang mungkin
disebabkan oleh sejumlah agen infeksius yang berbeda-beda. Leptomeningitis
kronis paling sering disebabkan oleh bakteri dan jamur. Etiologi yang penting
adalah Mycobacterium tuberculosis, Cryptococcus neoformans, dan yang
lebih jarang spesies Brucella dan Treponema pallidum. Mychobacterium
tuberculosis dapat ditemukan pada kelompok beresiko yang spesifik misalnya
pasien imunocompromised.3,4

III.Epidemiologi
Pada saat ini diduga terdapat 16-27 kasus TB di seluruh dunia dengan 8
juta kasus baru setiap tahunnya. Dua juta dari penderita ini meninggal setiap
tahunnya dan ini merupakan 26% dari angka kematian pada dewasa muda.
Target primer dari infeksi TB adalah paru-paru walaupun demikian banyak
organ yang secara potensial dapat terkena, diduga sebanyak 10% penderita TB
yang imunokempeten akan mengalami infeksi sususnan saraf pusat. Bentuk
tersering dari infeksi susunan saraf pusat oleh basil TB adalah Meningitis
tuberculosis. Meningitis tuberculosis terdapat pada rentan usia 14-57 tahun
dan rata-rata pada usia 26,5 tahun dengan distribusi terbanyak di kelompok
usia pada dibawah 29 tahun.1
IV.

Anatomi

Gambar 1. Anatomi meninges(dikutip dari kepustakaan 5)

Gambar 2. Anatomi meninges(dikutip dari kepustakaan 5)


Otak dan sum-sum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi
caoran yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari 3 lapis, yaitu :
A. Pia Mater : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak
dan sum-sum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak
yang sangat erat akan menyediakan darah untuk strukturstruktur ini.
B. Arachnoid : merupakan selaput halus yang memisahkan pia
mater dan duramater.
C. Duramater : merupakan lapisan paling luar yang padat dan
keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. 1

V. Patogfisiologi
Seluruh rongga otak yang melingkupi otak dan medulla spinalis memiliki
kapasitas kira-kira 1600 sampai 1700 mililiter, dan sekitar 150 mililiter
kapasitas in ditempati oleh cairan serebrospinal, dan sisanya oleh otak dan
medulla. Funsi utama cairan serebrospinal adalah untuk melindungi otak
dalam ruangnya yang padat. Cairan serebropsinal dibentuk dengan kecepatan
sekitar 500 mililiter per hari, yaitu sebanyak tiga sampai empat kali volume
total cairan di seluruh system cairan serebrospinal. Kira-kira dua pertiga atau
lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus koroideus di keempat ventrikel,
terutama dikedua ventrikel lateral. Sejumlah kecil cairan tambahan
disekresikan oleh permukaan ependim ventrikel dan membrane arachnoid,
dan sebagian kecil berasal dari otak itu sendiri melalui ruang pervaskular yang
mengelilingi pembuluh darah yang masuk ke dalam otak.6
Cairan yang diskresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke dalam
ventrikel ketiga;kemudian, setelah mendapat sejumlah kecil cairan dari
ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah sepanjang akuaduktus
Sylvii ke dalam ventrikel keempat, tempat sejumlah cairan kecil ditambahkan.
Akhirnya, cairan ini keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil,
yaitu dua foramen Luchska di lateral dan satu foramen Magendie di tengah,
dan memasuki sisterna magna, yaitu suatu ringga cairan yang terletak di
belakang medulla dan di bawah serebelum.6
Sisterna

magna

berhubungan

dengan

ruang

subarachnoid

yang

mengelilingi seluruh otak dan medulla spinalis. Hampir seluruh cairan


serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna melalui ruang
subarachnoid yang mengelilingi cairan serebrum. Dari sini, cairan mengalir ke
dalam vili arachnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosus sagitalis yang
besar dan sinus venosus lainnya di serebrum. Jadi, setiap cairan ekstra akan
bermuara ke dalam darah vena melalui pori-pori vili tersebut.6
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi
tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru.
Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir

infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke
orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita
tuberkulosis

paru

pada

saat

batuk.

Partikel-partikel

yang

mengandungMycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau


pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu
masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya
terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang
terjadi.7
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam
ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi.
Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi
primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya
disebut kompleks Ghon. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening
masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.7
Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas
selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini
untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel

fagosit

mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini


organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati.
Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain
mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.7
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang
sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan
fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran
hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai
tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih
cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan
mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang dorman. Klien
dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk berkembang menjadi
tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan
tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan

akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan
pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke jaringan
disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf
pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.7
Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan dengan
ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai Focus Rich.
Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil
Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem
ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.7

Gambar 3. Aliran Cairan Serebro Spinal(dikutip dari kepustakaan 6)


VI.

Manifestasi Klinis
Susah untuk mendiagnosis meningitis TB. Ini disebabkan karena
meningitis TB menunjukkan gejala dan tanda yang tidak spesifik.
Gejala umum yaitu :
A. Demam lebih dari tujuh hari.
B. Takikardi
C. Syok
D. Malaise

E. Gejala peningkatan TIK : kesadaran menurun, ubun-ubun menonjol,


edema pupil, nyeri kepala hebat, muntah
F. Perubahan kepribadian dapat berlangsung beberapa minggu
G. Fotofobia
H. Kejang
I. Tanda rangsang meningeal
J. Kelumpuhan saraf cranial
K. Defisit neurologis fokal: Hemi atau paraparesis.1,2,4,8,9,10
VII.

Diagnosis
Diagnosis meningitis TB biasanya berdasarkan adanya riwayat kontak
dengan penderita tuberculosis, uji tuberculin, PCR, ziehl-Nelssen, foto
thoraks, gambaran CT atau MRI adanya tuberkel khoroid, gambaran CSS
yang karakteristik.2
A. Gambaran CSS :
1. Peningkatan kadar protein antara 100-500 mg/dl
2. Leukosit antara 10-500 sel/mm3 dengan predominan limfosit,
3. Penurunan konsentrasi glukosa.
4. Kultur CSS ditemukannya basil tahan asam
B. Gambaran pemeriksaan X-Ray:
1. TB paru : TB paru primer, TB millier, kalsifikasi

Gambar 4. Foto thoraks TB paru(dikutip dari kepustakaan 11)

2. Fokus TB ekstra paru


C. Gambaran CT-Scan kepala :
1. Gambaran meningitis basalis
2. Hidocephalus
3. Infark cerebri
4. Kombinasi dari gambaran di atas.

Gambar 5. CT-Scan Meningitis TB(dikutip dari kepustakaan 12)


D. Gambaran MRI : tuberkel khoroid
E. Pemeriksaan LED : peningkatan yaitu 48 mm/1 jam (rentang 5, ,-104
mm) dan 81 mm/2 jam (rentang 15-175 mm).
F. Biochemicsl marker : peningkatan level serum dan CSF (TNF, IFN ,
IL6, IL10, IFN , CSF matriks metalloproteinases, CSF tissue
inhibitors of matriks metalloproteinases, VEGF level, caspase-1 and
IL-1. Signal regulatory protein alfa over ekspresi di level mRNA.1,8
VIII. Penatalaksanaan
Terapi lini pertama meliputi isoniazid (INH), rifampisin (RIF),
pirazinamid (PZA), streptomisin (SM), dan ethambutol. Terapi lini kedua
termasuk

etionamid,

cycloserine,

para-aminosalisilat

aminoglikosida, kapreomisin, dan tiasetazon.7

acid

(PAS),

Potensi

agen

Fluoroquinolones

baru

termasuk

berguna

oksazolidinon

dan

pengobatan

TBM

dalam

isepamicin.
termasuk

ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin dan. Sebuah rifamycin baru yang


disebut rifapentin telah dikembangkan.7
Terapi kortikosteroid adjunctive bermanfaat pada kelangsungan hidup
dan hasil intelektual pada anak-anak dengan TBM, dengan resolusi
ditingkatkan eksudat basal tetapi tidak berpengaruh pada tekanan
intrakranial (ICP) atau kejadian basal ganglia infark.7
Beberapa rejimen harus berisi beberapa obat yang rentan terhadap
Mycoplasma. Selain itu, terapi harus diminum secara teratur dan terus
untuk jangka waktu tertentu. Terapi lini pertama meliputi isoniazid (INH),
rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA), streptomisin (SM), dan ethambutol.
Terapi lini kedua termasuk etionamid, cycloserine, para-aminosalisilat acid
(PAS), aminoglikosida, dan kapreomisin.7
1. Capreomycin
Kapreomisin adalah obat lini kedua untuk digunakan bersamaan dengan
obat anti-TB lain yang sesuai ketika obat lini pertama tidak efektif atau
tidak dapat digunakan karena toksisitas. Dosis: ( tidak melebihi 20 mg / kg
/ hari ) , diberikan IM atau IV infus selama 60-120 hari. Maintenance
dosis: 1 g IM atau IV infus 2 atau 3 kali seminggu ; maintenance terapi
untuk TB selama 12 sampai 24 bulan; 20 mg / kg / hari maksimum. Efek
samping: nephrotoksisitas, eosinophilia, leucopenia, makulapapular rash,
urtikaria.7
2. Cycloserine
Cycloserine adalah lini kedua obat anti-TB yang efektif terhadap
Mycobacterium tuberculosis. Ini adalah antagonis kompetitif dari enzim
racemase yang bekerja dalam sintesis dinding sel bakteri. Hal ini juga aktif
terhadap

mikobakteri

lain

seperti

Mycobacterium

fortuitum,

Mycobacterium kansasii, dan Mycobacterium malmoense. Digunakan


terhadap resisten obat TB lini pertama, dalam kombinasi dengan obat lain.
Dosis: Awal : 250 mg PO BID. Maintenance : 500 mg -1 g / hari dalam 2

dosis terbagi selama 18-24 bulan ; tidak melebihi 1 g / hari. Monitor kadar
dalam darah. Efek samping: kebingungan, pusing, Sakit Kepala, susah
tidur, kejang.7
3. Etambutol
Tempat kerjanya di ekstraseluler. Bekerja pada patogen yang berkembang
pesat di dinding rongga. Hal ini juga efektif dalam memperlambat
pertumbuhan patogen. Etambutol diindikasikan sebagai obat anti-TB lini
pertama. Pengobatan TB awal : 15 mg / kg PO/ hari. Pengobatan TB
sebelumnya : 25 mg / kg PO qDay ; setelah 60 hari , menurun menjadi 15
mg / kg PO / hari. Efek samping: gout akut atau hyperuricemia, sakit
perut, anafilaksis, Anorexia, Kebingungan, disorientasi, demam,

Sakit

Kepala, mual, Neuritis optik ; Gejala mungkin termasuk ketajaman


menurun , buta warna atau cacat visual ( biasanya revrsible dengan
penghentian , meskipun kebutaan ireversibel telah dilaporkan ), neuritis
perifer, pruritis, ruam, muntah. 7
4. Etionamid
Etionamid adalah bakteriostatik terhadap M. tuberculosis. Hal ini juga
aktif terhadap mycobacteria atipikal seperti Mycobacterium kansasii,
beberapa strain Mycobacterium avium complex, dan Mycobacterium
leprae. Diindikasikan sebagai agen anti-TB lini kedua. Dosis: 15-20
mg/kg/hari, tidak lebih 1000 mg/hari. Efek Samping: gangguan padda
saluran pencernaan, hipotensi postural, depresi, pusing, kantuk, Sakit
Kepala, neuropati perifer, kegilaan, fotosensitifitas, ruam, air liur
berlebihan, ginekomastia, hipoglikemia, Lemah Syahwat, Anorexia,
pencernaan

yang

terganggu,

diare,

mual,

rasa

tebal,

muntah,

trombositopenia, Transaminase hati meningkat, hepatitis, neuritis optic,


perubahan Visual.

5. Isoniazid
INH adalah bakterisida terhadap patogen dividing tetapi bakteriostatik
terhadap

nondividing.

Sangat

efektif

terhadap

M.

tuberculosis.

10

Diindikasikan untuk pengobatan semua bentuk TB. Biasanya, terapi


pencegahan dengan INH tertunda pada wanita hamil sampai melahirkan
kecuali pasien mungkin telah terinfeksi baru-baru ini. Berpotensi
menyebabkan hepatitis. Enzim hati, termasuk aminotransferase aspartat
(AST) dan alanine aminotransferase (ALT), harus diukur sebelum
memulai terapi dan dipantau secara bulanan selama pengobatan.
Pengobatan isoniazid segera dihentikan jika pasien mengalami gejala
mual, muntah, perut tidak nyaman, atau kelelahan. Dosis TB laten: >30 kg:
300 mg PO/ hari x 9 bulan, TB aktif: 5 mg / kg PO / IM/hari, tidak
melebihi 300 mg/hari. Efek samping: Neuropati perifer ( kejadian yang
berhubungan dengan dosis , 10-20 % kejadian dengan 10 mg / kg / hari),
Kehilangan selera makan, mual, muntah, sakit perut, kelemahan, pusing,
bicara cadel, kelesuan, Kerusakan hati yang progresif , hyperreflexia,
agranulositosis, anemia, anemia megaloblastik, trombositopenia, Sistemik
lupus eritematosus, kejang.

6. Pirazinamid
PZA memiliki efek bakterisida terhadap M tuberculosis dalam
lingkungan asam dalam makrofag dan jaringan yang meradang; bekerja
baik intraseluler dan ekstraseluler. Bersama dengan RIF bekerja efektif. Ini
mengurangi sekresi tubular asam urat. PZA diindikasikan sebagai bagian
dari rejimen multidrug selama 2 bulan pertama; dapat dilanjutkan jika
perlu. Dosis: TB untuk HIV Negatif : 15-30mg/kg PO tidak melebihi
2g/hari,. TB untuk terinfeksi HIV : 20-40 mg/kg/dosis PO tidak melebihi
2g/hari. Efek samping : 1-10% : malaise, mual, muntah, anoreksia,
arthalgia, mialgia, 1 % : demam, ruam, gatal, jerawat, fotosensitifitas,
gout, disuria, porforia, trombositopenia, hipitoksisitas, nefritis interstitial.7
7. Rifampisin (Rifadin)
RIF memiliki efek bakterisida terhadap berbagai organisme, termasuk
organisme intraseluler dan yang semidormant atau persisten. Umumnya,
dicadangkan untuk pengobatan TB dan kusta dan infeksi mikobakteri
atipikal oportunistik seperti pada pasien dengan infeksi AIDS atau HIV.

11

RIF menghambat enzim RNA polimerase DNA-dependent, sehingga


penekanan sintesis asam nukleat. Hal ini diindikasikan sebagai bagian dari
rejimen anti-TB MDR. Dosis: 10 mg/kg/hari PO , tidak lebih 600 mg/hari
Efek samping : 1-10 % : Peningkatan tes fungsi hati ( LFT ) hasil ( hingga
14 %), Ruam (1-5 %), Distress epigastrium (1-2 %), Anoreksia (1-2 %),
Mual (1-2 %), Muntah (1-2 %), Diare (1-2 %), Kram (1-2 %), Kolitis
pseudomembran (1-2 %), Pankreatitis (1-2 %), kelemahan otot, busung,
flushing, ataxia, gangguan konsentrasi, fever, kelelahan, sakit kepala, mati
rasa, perubahan perilaku, pusing. 7
8. Streptomisin
SM sulfat memiliki kerja sebagai bakterisida dan menghambat sintesis
protein bakteri. Rentan terhadap M tuberculosis, Pasteurella pestis,
Pasteurella tularensis, Haemophilus influenzae, Haemophilus ducreyi,
Donovanosis

(granuloma

inguinale),

spesies

Brucella,

Klebsiella

pneumonia, Escherichia coli, Proteus spesies, spesies Aerobacter,


Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans (dalam endokarditis,
dengan penisilin). SM sulfat selalu diberikan sebagai bagian dari total
rejimen anti-TB. Dosis: 15 mg/kg IM/hari, tidak lebih 1 g/hari . Efek
samping : hipotensi, eurotoksisitas, kantuk, sakit kepala, demam
paresthesia, ruam kulit, mual, muntah, eosinofilia anemia, arthralgia ,
kelemahan getaran Ototoksisitas ( pendengaran ), Ototoksisitas ( vestibular
), nefrotoksisita, kesulitan bernafas

9. Asam para-aminosalisilat
Asam para-aminosalisilat adalah agen bakteriostatik lemah yang tersedia
sebagai granul salut enterik. Hal ini diyakini kompetitif menghambat
konversi asam aminobenzoic untuk dihydrofolic asam dan / atau untuk
menghambat penyerapan zat besi. Dalam pengobatan TB klinis, PAS tidak
boleh diberikan sendiri. Diindikasikan untuk pengobatan TB dalam
kombinasi dengan bahan aktif lainnya ; yang paling umum digunakan
dalam regimen untuk multi - obat TB yang resistan terhadap atau ketika
terjadi intoleransi terhadap agen antitubercular lainnya, dosis : 4 g PO TID

12

dan mencampur butiran cairan asam atau taburkan di makanan asam. Efek
samping : Intoleransi GI diwujudkan dengan mual , muntah , diare , dan
sakit perut. Reaksi hipersensitivitas : Demam , erupsi kulit dari berbagai
jenis, termasuk dermatitis eksfoliatif , infeksi mononucleosis -like , atau
sindrom limfoma seperti , leukopenia , agranulositosis , trombositopenia ,
anemia hemolitik Coombs positif ' , sakit kuning , hepatitis , perikarditis ,
hipoglikemia , neuritis optik , ensefalopati , Leoffler sindrom , vaskulitis
dan pengurangan protrombin. Kristaluria ( mencegah dengan menjaga urin
pada pH netral atau basa ). 7
10. Rifapentin
Rifapentin memiliki aktivitas in vitro lebih tinggi dari Rimpisin terhadap
isolat M tuberculosis dan M avium kompleks. diindikasikan untuk
pengobatan infeksi TB laten yang disebabkan oleh M. tuberculosis pada
orang dewasa dan anak-anak berusia 2 tahun berisiko tinggi terhadap
pengembangan penyakit TB ( termasuk mereka yang kontak dekat dengan
pasien TB aktif , konversi baru untuk tes kulit tuberkulin positif , HIV
pasien yang terinfeksi , atau mereka dengan fibrosis paru pada radiografi )
Setelah PO mingguan rifapentin ( berat dosis berbasis bawah ) ditambah
isoniazid sekali seminggu selama 12 minggu sebagai terapi diamati secara
langsung ( DOT ) : 12 tahun dan > 50 kg : 900 mg, 12 tahun dan 32,150 kg : 750 mg. Dosis Isoniazid : 15 mg / kg ( dibulatkan ke terdekat 50
mg atau 100 mg ) ; tidak melebihi 900 mg sekali seminggu selama 12
minggu. Efek samping : > 10 % Hiperurisemia ( kemungkinan besar d / t
pirazinamid dari tahap awal combo Tx ), 1-10 % : hipertensi, sakit kepala,
pusing, ruam, pruritus, jerawat, anorexia, mual / muntah, pencernaan yg
terganggu,

diare,

neutropenia,

limfopenia,

anemia,

leucopenia,

trombositosis, peningkatan ALT / AST, arthralgia, rasa sakit, piuria,


proteinuria, hematuria, gips kemih, hemoptisis.7
11. Aminoglycosides
Aminoglikosida mengikat reversibel 1 dari 2 aminoglikosida mengikat
di 30S subunit ribosom, menyebabkan penghambatan sintesis protein

13

bakteri. Contoh aminoglikosida yang digunakan dalam pengobatan TB


termasuk amikasin dan kanamisin. 7
a. Kanamisin
Kanamisin adalah aminoglikosida yang mengandung 1 atau 2 gula
amino terkait dengan inti aminocyclitol. Inti adalah 2-deoxystreptamine.
Kanamisin adalah bakterisida dan diyakini menghambat sintesis protein
dengan mengikat 30S ribosom subunit. Hal ini efektif terhadap
mikobakteri ekstraseluler. Dosis : Infeksi rentan : IV : 5-7,5 mg/ kg/dosis
dibagi q8-12jam ; tidak melebihi 15 mg/ kg/ hari dibagi q6-12jam ;
diberikan perlahan. IM : 5-7,5 mg/kg /dosis dibagi q8-12jam ; tidak
melebihi 15 mg / kg/hari IM dibagi q12jam pada interval ; terus tingkat
darah tinggi yang diinginkan ; dosis harian 15 mg/kg dapat diberikan
dibagi q6-8jam Aerosol : 250 mg q6-12jam oleh nebulization. Efek
samping : agranulositosis, anorexia, diare, nafas yg sulit, busung,
peningkatan BUN, enterocolitis, sakit kepala, air liur meningkat, kram
otot, kelemahan otot, mual, nefrotoksisitas, neurotoksisitas, ototoksisitas,
pruritus, pseudotumor cerebri, ruam, tinnitus, trombositopenia, getaran,
rasa pusing, kelemahan. 7
b. Amikasin
Amikasin adalah aminoglikosida yang mengandung 1 atau 2 gula
amino

terkait

deoxystreptamine.

dengan

inti

Amikasin

aminocyclitol.
sangat

Inti

bakterisida

adalah

2-

terhadap

tuberculosis in vitro. Dosis : 15 mg/kg/hari dibagiIV/IM q8-12jam.


efek samping : 1-10 % ;neurotoksisitas, Nefrotoksisitas ( jika melalui >
10 mg / L ), ototoksisitas, < 1 % ; hipotensi, Sakit Kepala, obat
demam, ruam, mual, muntah, eosinofilia, paresthesia, getaran,
arthralgia, kelemahan, reaksi alergi.

14

12. Fluoroquinolones
Beberapa fluoroquinolones telah menunjukkan aktivitas in vitro
terhadap TBM. Target dari kuinolon adalah girase DNA enzim. Ofloxacin
dan ciprofloxacin adalah senyawa family ini yang diizinkan untuk
digunakan di Amerika Serikat. Namun, tak satu pun dari obat ini disetujui
FDA untuk pengobatan TB. 7
13. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin telah terbukti memiliki aktivitas in vitro dalam TBM,
namun data tentang penggunaan klinis dari agen ini terbatas. Ciprofloxacin
tidak disetujui di Amerika Serikat untuk pengobatan TB. Mungkin
memiliki khasiat yang lebih besar pada dosis yang lebih tinggi. Targetnya
adalah enzim DNA girase. Ciprofloxacin umumnya ditoleransi dengan
baik. Memimiliki efek toksisitas, penggunaan harus disesuaikan dengan
kadar kreatinin. Dosis : 750 mg PO q12jam atau 400 mg IV q8jam selama
7-14 hari. Efek samping : 1-10% ;Mual (3%), Nyeri perut (2%), Diare (2%
orang dewasa; 5% anak-anak), Peningkatan kadar aminotransferase (2%),
Muntah (1% orang dewasa; 5% anak-anak), Sakit kepala (1%),
Peningkatan kreatinin serum (1%), Ruam (2%), Gelisah (1%), <1%
Asidosis, Reaksi alergi, Kejang jantung, Anorexia, Arthralgia, Ataxia,
Sakit

punggung,

Cengis,

Penglihatan

kabur,

Nyeri

payudara,

Bronkospasme, Diplopia, Pusing, Kantuk, Disfagia, Nafas yg sulit,


flushing, Sakit kaki, Halusinasi, Cegukan, Hipertensi, Hipotensi, Susah
Tidur, Sifat lekas marah, Kekakuan sendi, Kelesuan, Sakit Kepala Sebelah,
Radang buah pinggang, Mimpi buruk, Kandidiasis oral, Debaran jantung,
Fotosensitifitas, Poliuria, Keadaan pingsan, Takikardia, Tinnitus, Getaran,
Retensi urin, Vaginitis.7
14. Ofloxacin
Ofloxacin adalah fluorokuinolon spektrum luas yang menghambat
girase DNA. Dosis : 400 mg PO q12jam selama 10 hari. Efek samping : 110 % ; Mual (3-10 %), Sakit kepala (1-9 %), Insomnia (3-7 %), Pusing (1-

15

5 %), Vaginitis (1-5 %), Diare (1-4 %), Muntah (1-4 %), Appetite menurun
(1-3 %), Kram perut (1-3 %), Abnormal rasa (1-3 %), Nyeri dada (1-3 %),
Pruritis genital eksternal pada wanita (1-3 %), Kelelahan (1-3 %), Perut
kembung (1-3 %), GI distress (1-3 %), Gugup (1-3 %), Faringitis (1-3 %),
Pireksia (1-3 %), Ruam / pruritis (1-3 %), Gangguan tidur (1-3 %),
Gangguan visual (1-3 %), Xerostomia (1-3 %). < 1 % : Interval QT yang
berkepanjangan, pingsan, vaskulitis, busung, HTN, palpitasi, vasodilatasi,
Stevens- Johnson syndrome, Nekrolisis epidermal toksik, agranulositosis,
anemia

aplastik,

pansitopenia,

trombositopenia,

thrombocytopenic

purpura, hepatitis akut, gagal hati, nekrosis hati, Reaksi hipersensitivitas


imun, Pecahnya tendon , Tendinitis, neuropati perifer, penyitaan, Gagal
ginjal akut, nefritis interstitial, gangguan ginjal, Sindrom Tourette,
ketajaman pendengaran, tinnitus. 7
15. Levofloxacin
Levofloxacin adalah antibiotik fluorokuinolon yang digunakan dalam
pengobatan tuberkulosis dalam kombinasi dengan rifampisin dan agen
antituberkulosis lainnya. Dosis : 500 mg PO / IV sekali sehari selama 7-14
hari atau 750 mg PO / IV sekali sehari selama 5 hari. Efek samping : 110% : Mual (7%), Sakit kepala (6%), Diare (5%), Insomnia (4%),
Sembelit (3%), Pusing (3%), Dispepsia (2%), Ruam (2%), Muntah (2%),
Nyeri dada (1%), Dyspnea (1%), Edema (1%), Kelelahan (1%), Reaksi
Injection-situs (1%), Moniliasis (1%), Nyeri (1%), Pruritus (1%), Vaginitis
(1%).

<1% : Jantung: Henti jantung, palpitasi, takikardia ventrikel,

aritmia. Sistem saraf: Tremor, kejang, paresthesia, vertigo, hypertonia,


hyperkinesias, gaya berjalan normal, mengantuk, sinkop. Metabolik:
Hipoglikemia, hiperglikemia, hiperkalemia. Darah / sistem limfatik:
Anemia, trombositopenia, granulocytopenia. Musculoskeletal / jaringan
ikat: Artralgia, tendonitis, mialgia, nyeri tulang. Gastrointestinal (GI):
Gastritis, stomatitis, pankreatitis, esofagitis, gastroenteritis, glositis,
pseudomembran / C difficile colitis. Hepatobiliary: fungsi hati abnormal,
peningkatan

enzim

hati,

peningkatan

alkali

fosfatase.

Psikiatri:

16

Kecemasan, agitasi, kebingungan, depresi, halusinasi, mimpi buruk,


gangguan tidur, anoreksia, mimpi yang tidak normal. Lainnya: Immune
reaksi hipersensitivitas, gagal ginjal akut, urtikaria, flebitis, epistaksis.7
16. Corticosteroids
Penggunaan kortikosteroid pada orang dewasa adalah kontroversial;
mereka dapat diindikasikan dengan adanya peningkatan tekanan
intrakranial (ICP), perubahan kesadaran, temuan neurologis fokal, blok
spinal, dan ensefalopati TB. Pengobatan tuberculoma terdiri dari steroid
dosis tinggi dan kelanjutan terapi antituberkulosis, sering untuk perjalanan
panjang. Dalam radiculomyelitis tuberkulosis (TBRM), seperti dalam
bentuk lain dari reaksi paradoksal terhadap pengobatan anti-TB, bukti
menunjukkan bahwa pengobatan steroid mungkin memiliki efek yang
menguntungkan. 7
a. Prednison
Prednison dapat mengurangi peradangan dengan membalikkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN.
Dosis : 5-60 mg / hari PO dosis harian tunggal atau dibagi q612jam. Efek samping : Alergi: Anafilaksis, angioedema.
Kardiovaskular: bradikardia, serangan jantung, aritmia jantung,
pembesaran jantung, kolaps sirkulasi, gagal jantung kongestif,
emboli lemak, hipertensi, kardiomiopati hipertrofik pada bayi
prematur, ruptur miokard setelah infark miokard, edema paru,
sinkop, takikardia, tromboemboli, tromboflebitis, vaskulitis.
Dermatologi: Jerawat, dermatitis alergi, kulit dan subkutan atrofi,
kulit

kepala

hipopigmentasi,

kering,

edema,

gangguan

eritema

wajah,

penyembuhan

luka,

hiper

atau

meningkat

berkeringat, petechiae dan ekimosis, ruam, abses steril, striae,


reaksi ditekan untuk tes kulit, tipis kulit rapuh, rambut menipis
kulit kepala, urtikaria. Endokrin: timbunan lemak abnormal,
penurunan toleransi karbohidrat, pengembangan negara cushing,
hirsutisme,

manifestasi

dari

diabetes

mellitus

laten

dan

17

meningkatnya kebutuhan insulin atau obat hipoglikemik oral pada


penderita diabetes, ketidakteraturan menstruasi, facies bulan,
adrenocortical

sekunder

dan

hipofisis

unresponsiveness

(khususnya dalam masa stres, seperti dalam trauma, operasi, atau


penyakit), penekanan pertumbuhan pada anak-anak. Cairan dan
elektrolit gangguan: Retensi cairan, kehilangan kalium, hipertensi,
alkalosis hipokalemia, retensi natrium. Gastrointestinal: distensi
abdomen, peningkatan serum enzim hati tingkat (biasanya
reversibel setelah penghentian), hepatomegali, cegukan, malaise,
mual, pankreatitis, ulkus peptikum dengan kemungkinan perforasi
dan perdarahan, esofagitis ulseratif. Umum: Meningkatkan nafsu
makan dan berat badan. Metabolik: keseimbangan nitrogen
negatif

karena

katabolisme

protein.

Muskuloskeletal:

Osteonekrosis femoral dan kepala humerus, Charcot-seperti


arthropathy, kehilangan massa otot, kelemahan otot, osteoporosis,
fraktur patologis tulang panjang, miopati steroid, tendon pecah,
patah tulang kompresi vertebral. Neurologis: arachnoiditis,
kejang, depresi, ketidakstabilan emosional, euforia, sakit kepala,
peningkatan

tekanan

intrakranial

dengan

papilledema

(pseudotumor cerebri, biasanya setelah penghentian pengobatan),


insomnia, meningitis, perubahan suasana hati, neuritis, neuropati,
paraparesis / paraplegia, paresthesia, perubahan kepribadian ,
gangguan

sensorik,

vertigo.

Exophthalmos,

glaukoma,

peningkatan tekanan intraokular, katarak subkapsular posterior,


chorioretinopathy serosa sentral. Reproduksi: Perubahan motilitas
dan jumlah spermatozoa
b. Deksametason
Dexamethasone memiliki banyak manfaat farmakologis tetapi efek
samping yang signifikan. Ini menstabilkan sel dan lisosom
membran, meningkatkan sintesis surfaktan, meningkatkan serum
vitamin A konsentrasi, dan menghambat prostaglandin dan sitokin

18

proinflamasi (misalnya, TNF-alpha, IL-6, IL-2, dan IFN-gamma).


Penghambatan

faktor

kemotaksis

dan

faktor-faktor

yang

meningkatkan permeabilitas kapiler menghambat perekrutan sel


inflamasi ke daerah-daerah yang terkena dampak. Dosis : 0,75-9
mg/hari IV/IM /PO dibagi q6-12jam. Efek samping : jerawat,
supresi adrenal, aritmia, bradikardia, gagal jantung, katarak,
Perubahan spermatogenesis, Tertunda penyembuhan luka, depresi,
diabetes mellitus, diaphoresis, ketidakstabilan emosional, eritema,
Euphoria, exophthalmos, GI perforasi, glaucoma, intoleransi
glukosa,

glukosuria,

hepatomegali,

alkalosis

hipokalemia,

Peningkatan tekanan intracranial, peningkatan transaminase, Susah


Tidur, Sarkoma Kaposi, ketidakteraturan menstruasi, muka bulan,
miopati, radang urat saraf, osteoporosis, bisul perut, pruritus
perianal, Petechia, pruritus perianal, Pituitary adrenal suppression,
Pseudotumor cerebri (withdrawal), kegilaan, edema paru, ruam,
Spermatogenesis diubah (meningkat atau menurun), esofagitis
ulseratif, urtikaria, rasa pusing, Peningkatan berat badan. 7
Tingkat signifikan isoniazid terdeteksi dalam cairan tulang
belakang satu dan satu-setengah jam, lima jam dan bahkan 12 jam
baik dosis oral atau intramuskular obat.13
IX.

Prognosis
Prognosis meningitis TB tergantung pada usia penderita (prognosis buruk
pada

usia

ekstrim),

berat

ringannya

infeksi

penyakit

penyulit

(TB

ekstrameningeal), peningkatan tekanan intrkranial, serta tergantung pada diagnose


dan penanganan awal.10

DAFTAR PUSTAKA

19

1. Supantini D. 2001. Upaya untuk Meningkatkan perolehan Hasil Kultur Positif


dari Cairan Serebrospinal Penderita Meningitis Tuberkulosis. Bandung: FK
Universitas Kristen Maranatha. Hal. 82-92
2. Israr YA. 2008. Meningitis. Riau: FK Universitas Riau.
3. Robbins, Kumar V, Cotran RS. 2007. Leptomeningitis dalam Buku Ajar
Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC. Hal. 921-922.
4. Ginsberg L. 2008. Infeksi Neurologis dalam Lecture Notes Neurologi. Jakarta:
Erlangga. Hal. 122-123.
5. Paulsen, F. dan Waschke, J. 2012. Vena-vena di kepala dalam Sobotta Atlas
Anatomi Manusia Anatomi Manusia Kepala, Leher, dan Neuroanatomi Jilid 3
Edisi 23. Jakarta : EGC. Hal 12
6. Guyton AC, Hall JE. 2007. Cairan Serebrospinal dalam Buku Ajar Fisiologi
kedokteran. Jakarta: ECG. Hal. 804
7. Ramachandran TS. Tuberculous Meningitis. [Online] December 11 2014
[Cited
2015
April
2].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1166190-medication#showall
8. Tai MS. 2013. Tuberculous Meningitis: Diagnostic and Radiological
Features, Pathogenesis and Biomarkers. Malaysia: Departement of Medicine
University of Malaya.
9. Marx GE, Chan ED. Tuberculous Meningitis: Diagnosis and Treatment .
[Online] November 18 2011 [Cited 2015 April 2]. Available from :
http://www.hindawi.com/journals/trt/2011/798764/
10. Thwaites G, et all. Tuberculous Meningitis. [Online] October 11 1999 [Cited
2015 April 2]. Available from: http://jnnp.bmj.com/content/68/3/289.full
11. Yang N. Advances Pulmonary Tuberculosis. [Cited 2015 April 6]. Available
from: http://radiopaedia.org/cases/advanced-pulmonary-tuberculosis
12. Balachandran, G. Tuberculoma with hydrocephalus. [Cited 2015 April 6].
Available
from:
http://radiopaedia.org/cases/tuberculoma-withhydrocephalus

13. Pellegrino ED, Petrik FG, Horton R. The Treatment of Tuberculous Meningitis
in Infants with Streptomycin and Isonicotinic Acid Hydrazide (Isoniazid) :A
Preliminary Report of Six Patients Under the Age of Two Years Treated
Without Intrathecal Medication. [Online] August 21 2015 [Cited 2015 April
2]. Available from: http://journal.publications.chestnet.org/article.aspx?
articleid=1053377

HALAMAN PENGESAHAN

20

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

: Dwi Nur Akta Fiani Syaing

Stambuk

: K1 A2 10 026

Judul Kasus

: Meningitis TB

Telah menyelesaikan pembacaan kasus besar dalam rangka kepanitraan klinik


pada bagian ilmu penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada
hari Jumat, 14 April 2015.

Kendari, 15 April 2015


Pembimbing

dr. Irmayani A.K, Sp. S, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai