PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu kegawatdaruratan medis karena
menyebabkan kematian bagi pasien. Sumbatan dapat terjadi pada saluran kemih atas dan
saluran kemih bawah. Striktur uretra merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada saluran
kemih bagian bawah yaitu uretra. Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari
lumen urethra akibat adanya osbtruksi (long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan
akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah
urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994). Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau
elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian
mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan
panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar
3-5 cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding
wanita. Terjadinya sumbatan dalam sistem saluran kemih seperti striktur uretra,
akan
berdampak pada sistem tubuh yang lain. Oleh karena itu, sebagai perawat harus dapat
memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat dalam menangani pasien dengan
gangguan sistem perkemihan.
1.2 Tujuan
1. Menjelaskan konsep penyakit striktur uretra
2. Menganalisa kasus pasien dengan gangguan sistem perkemihan striktur uretra
3. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan
striktur uretra
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Definisi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan
kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2001). Pendapat lain menyebutkan bahwa striktur uretra
lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra.
(C. Long , Barbara;1996). Jadi pada intinya striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra
yang disebabkan oleh berkurangnya diameter atau elastisitas saluran kemih, akibat adanya
jaringan parut dan kontriksi sehingga terjadi penyempitan disaluran kemih dan keluaran urine
menjadi terhambat.
2.2 Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan striktur uretra :
1. Infeksi
Beberapa infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra yaitu infeksi
oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika.
Striktur uretra menjadi penyakit sekunder akibat infeksi tersebut yang tidak ditangani,
namun sekarang infeksi gonokokus dapat ditangani dengan pemberian antibiotik.
Kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada
tempat lain. infeksi lain yang dapat menyebabkan striktur uretra yaitu infeksi chlamidia
tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau
menggunakan kondom.
2. Trauma
Striktur uretra dapat terjadi karena trauma sekunder seperti cidera langsung pada
penis ,cidera karena pemasangan instrument transuretra yang kurang hati-hati, spasme
otot serta cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral,
kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi) dan fiksasi kateter yang salah.Fraktur tulang
pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul pada selangkangan
(straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa dapat pula menjadi penyebab
terjadinya striktur.
3.
Kelainan Kongenital
2
Hal lain yang dapat mnyebabkan Striktur uretra adalah kelainan kongenital
Seperti kongenital meatus stenosis dan klep uretra posterior atau karena anomali saluran
kemih yang lain.
(C. Smeltzer, Suzanne;2001)
2.3 Faktor Resiko
Striktur uretra dapat terjadi pada siapa pun, baik perempun maupun laki-laki. Terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya striktur uretra, diantaranya :
Jenis kelamin, striktur uretra lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra. Pada penyempitan
derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal
dengan spongiofibrosis.
2.6 Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih, penumpukan urin di
dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke
kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses diatas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga
menyebabkan kerusakan uretra.
Selain itu terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi, fistula
uretrokutancus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit).
2.7 Pemeriksaan penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien
dan menegakan diagnosa serta intervensi yang akan dilakukan, diantaranya :
1. Laboratorium
Urinalisis Berwarna kuning , coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh dan
bakteriuria untuk mengetahui adanya infeksi
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
2. Instrumentasi
4
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter
Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang
lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat
masuk menandakan adanya penyempitan lumen .
3. Uji colok dubur
Uji colok dubur dilakukan untuk mengetahui adanya massa di dalam saluran urinari dan
saluran reprodruksi pasien. Pasien dengan hasil uji colok dubur positif kemungkinan
memiliki tumor atau BPA yang dapat mengakibatkan striktur uretra.
4. Radiologi (Uretrografi)
Kontras dimasukkan melalui lumen urethra sampai kedalam urethra kemudian difoto
sehingga dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli.Dari foto tersebut dapat
ditentukan :
Lokasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfingter sebab ini
penting untuk tindakan operasi.
Besar striktur
Panjang striktur
Jenis striktur
5. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume
urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan
pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila
kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
6. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur
langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik
dengan memakai pisau sachse.
2.8 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam menangani striktur
uretra, diantanya :
5
Dilatasi atau businasi : meletakkan logam untuk memperlebar uretra. Sebelum dipasang,
logam dilubrikasi dan dimasukan perlahan-lahan sampai ke dalam kandung kemih.
Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena itu mengindikasikan terjadinya
luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah
b
c
yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan.
Medika mentosa Analgesik non narkotik : untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial : diberikan beberapa hari setelah dilatasi untuk mencegah
infeksi.
Sistostomi suprapubik : pembedahan untuk mengalirkan urin melalui lubang yang
dibuat di suprapubik dalam mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi. Tindakan
sitostomi terbagi menjadi 2 cara yaitu
1 Sistostomi trokar (tertutup) yang menggunakan 3 alat yaitu slot kateter setengah
lingkaran, sheat, dan obturator dengan ujung tajam. Kemudian difiksasi ke kulit
menggunakan plester.
terlalu lama.
Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR Prostat.
Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka atau
lebih berat, pemotongan striktur dikerjakan secara visual dengan memakai pisau Sachse
Uretrotomi eksterna : tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,
kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.
Penatalaksanaan striktur uretra tergantung pada lokasinya, panjang/pendeknya striktur,
serta keadaan darurat (retensi urin, sistostomi (trokar, terbuka), infiltrat urin, insisi
6
multipel, dan drain). Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra
g
tidak lebih dari 2cm serta tidak fistel kateter dipasang selama 2 hari pasca tindakan.
Uretroplasti : indikasi untuk meakukan uretroplasti adalah dengan striktur uretr panjang
lebih dari 2cm dengan fistel uretrokutan atau penderita residif striktur pasca uretratomi
sachse. Tindakan uretropasti ini bermacam-macam, umumnya setelah daerah striktur
dieksisi, uretra dganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graf atau
pedikel graf, yaitu dibuat uretra baru dengan menyertakan pembuluh darahnya.
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 45 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan tidak bisa
BAK sejak 12 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesa pasien pernah dirawat di rumah
sakit karena patah tulang dan terdapat riwayat pemakaian kateter. Pasien mengatakan keluhan
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu tetapi semakin parah sekitar 1 minggu yang lalu. Pasien
mengatakan pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 1 minggu yang lalu. Pasien datang
ke RS karena sejak 12 jam yang lalu mengatakan mempunyai perasaan ingin berkemih tetapi
tidak keluar urin. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/90 mmHg, HR 98 x/ menit, RR
25 x/menit, suhu 37,5C. Pasien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi, saat
dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubic (area vesika urinaria), uji colok dubur
negatif. Hasil pemeriksaan laboratorium : hematologi darah rutin Hb 14 g/dL, hematocrit
42%, Leukosit 12.100/mm3, Trombosit 224.000/mm3. Kimia klinik : ureum 37 mg/dL,
kreatinin 0,8 mg/dL, natrium 125 mEq. Imunologi : PSA 2 nanogram/ml. Ketika akan
dipasang kateter, hanya bisa masuk 2,5 cm. Pasien direncanakan dilakukan sitostomi dan
dalam jangka waktu 7 hari akan businasi. Pasien tidak paham dengan prosedur tindakan dan
merasa kecemasan dan ketakutan.
7
non farmakologi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sitostomi dan
businasi. Sistostomi dan businasi sendiri merupakan pembedahan yang dilakukan oleh
dokter, sehingga penjelasan prosedur sistostomi dan businasi adalah wewenang dari tim
dokter itu sendiri. Meski begitu, kita sebagai perawat perlu mengetahui garis besar dari
prosedur sistostomi dan businasi tersebut. Hal penting yang harus dilakukan oleh perawat
adalah melakukan perawatan pasca sistostomi dan businasi dan menghindari terjadinya
komplikasi post operasi serta memberi pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga halhal apa saja yang harus dilakukan pasca operasi.
BAB IV
10
12
(5) Sistem muskuloskeletal, yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat
Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota
gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu
bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot
harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan
ototnya menurun.
(6) Sistem integumen, yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan
kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan
fungsi perabaan.
(7) Sistem neurosensori, yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf kranial,
fungsi sensori serta fungsi refleks.
e. Data Psikologis
Klien tampak gelisah dan berkeringat di daerah dahi.
f. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nama Pemeriksaan
Uji Colok dubur
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Ureum
Kreatinin
Natrium
PSA (Prostat Spesifik
Hasil
Negatif
14 g/dL
42%
12.100/mm3
224.000/ mm3
37 mg/dL
0,8 mg/dL
125 mEq
2 ng/ml
Nilai Normal
Negatif
13-16 g/dL
40-50%
5000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
20-40 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
135-153 mEq
0-4 ng/ml
Antigen)
B. Analisa Data
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan pancaran urin
sewaktu miksi berkurang sejak
1 minggu yang lalu
- Pasien mengatakan mempunyai
Etiologi
Masalah
Pemasangan Kateter
Perubahan Pola
Eliminasi
Trauma uretra
Ansietas
Trauma uretra
Penatalaksanaan dengan
cytostomy dan businasi
Ansietas
14
C. Diagnosa Keperawatan
NO
.
1.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan-Kriteria
Perubahan
eliminasi urine:
frekuensi,
urgensi,
resistancy,
inkontinensi,
retensi,
nokturia atau
perasaan tidak
puas
setelah
miksi
b/d
obstruksi
mekanik:
striktur urethra.
Intervensi
Rasional
Pre Operasi
Perubahan
Jelaskan pada klien tentang Meningkatkan
eliminasi urin tidak
perubahan
dari
pola pengetahuan klien
terjadi
eliminasi.
sehingga
klien
Dorong
klien
untuk kooperatif
Kriteria :
dalam
Urin dapat keluar berkemih tiap 2 4 jam
tindakan
dengan pancaran
dan bila dirasakan.
>10 ml/detik.
keperawatan.
Tidak
teraba Anjurkan klien minum Meminimalkan
distensi kandung sampai 3000 ml sehari,
retensi
urine,
kemih.
dalam toleransi jantung distensi
yang
Residu
pasca
berkemih kurang bila diindikasikan.
berlebihan
pada
Perkusi / palpasi area
dari 50 ml.
kandung kemih.
Klien
dapat suprapubik.
Peningkatan
aliran
berkemih
Observasi
aliran
dan
volunter
cairan,
kekuatan
urine,
ukur
Urinalisa
dan
mempertahankan
kultur
hasilnya residu
urine
pasca
perfusi ginjal dan
negatif.
berkemih. Jika volume
Hasil laboratorium
membersihkan
fungsi
ginjal residu urine lebih besar
ginjal dan kandung
normal.
dari
100
cc
maka
kemih
dari
jadwalkan
program
pertumbuhan
kateterisasi intermiten.
Monitor
laboratorium: bakteri.
Distensi
kandung
urinalisa dan kultur, BUN,
kemih
dapat
kreatinin.
Kolaborasi dengan dokter dirasakan di area
supra
pubik.
untuk pemberian obat:
antagonis
Alfa
adrenergik (prazosin)
urine
15
untuk mengevaluasi
adanya
obstruks,
mengukur
residu
urine
untuk
mencegah
urine
untuk
pertumbuhan
bakteri, peningkatan
resiko
ISK.
Pembesaran prostat
dapat menyebabkan
dilatasi
saluran
ginjal),
potensial
fungsi
merusak
ginjal
dan
menimbulkan
2.
Kecemasan b/d
hospitalisasi,
prosedur
pembedahan,
kurang
pengetahuan
tentang
aktifitas rutin
Kecemasan
Bina hubungan saling
berkurang / hilang
percaya dengan klien
sehingga klien mau
atau keluarga.
kooperatif dalam Dorong klien atau keluarga
tindakan
untuk
menyatakan
perawatan.
perasaan / masalah.
Kriteria :
Beri informasi tentang
uremia.
Mengurangi obstruksi
pada
buli-buli,
relaksasi didaerah
prostat
sehingga
gangguan aliran air
seni dan gejalagejala berkurang.
Menunjukan
perhatian
dan
keinginan
untuk
membantu
dalam
mendiskusikan
tentang
subyek
sensitif.
16
dan
aktifitas Klien tampak rileks
prosedur / tindakan yang
Mengidentifikasi
post operasi.
akan dilakukan, contoh: masalah,
dan
dapat
kateter, urine berdarah, memberikan
beristirahat yang
iritasi kandung kemih. kesempatan untuk
cukup.
Ketahui seberapa banyak menjawab
Tanda-tanda vital
informasi
yang pertanyaan,
dalam
batas
diinginkan klien.
memperjelas
normal.
kesalahan
konsep
Pasien
paham
dan
solusi
tentang prosedur
Jelaskan
pentingnya pemecahan masalah.
tindakan
peningkatan
asupan Membantu
klien
Pasien
mampu
cairan.
memahami tujuan
memutuskan
Jelaskan
pembatasan
dari
apa
yang
intervensi
aktifitas
yang dilakukan
dan
diharapkan: tirah baring mengurangi masalah
untuk hari pertama post karena
operasi.
ketidaktahuan.
Ambulasi progresif yang Urine yang encer
dimulai hari pertama post dapat menghambat
operasi.
pembentukkan klot.
Hindari aktifitas yang
Perubahan
mengencangkan daerah peningkatan tandakandung kemih.
tanda vital mungkin
Evaluasi
tingkat menunjukkan
tingkat kecemasan
kecemasan pasien
yang dialami klien.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Striktur uretra merupakan salah satu gangguan pada sistem perkemihan yang terjadi
akibat adanya jaringan parut dan kontriksi di uretra sehingga terjadi penyempitan disaluran
kemih dan keluaran urine menjadi terhambat. Masalah keperawatan utama yang terjadi pada
striktur uretra yaitu perubahan pola eliminasi. Striktur uretra dapat ditangani melalui berbagai
tindakan, salah satunya pengobatan dengan cara melakukan tindakan sitostomi dan businasi.
Sebagai perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat. Dalam
tindakan operasi sitostomi dan businasi pada pasien dengan gangguan saluran kemih, perawat
harus dapat melakukan perawatan pasca operasi dan menghindari terjadinya komplikasi post
operasi serta memberi pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga hal-hal apa saja yang
harus dilakukan pasca operasi.
5.2 Saran
1. Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam proses pembelajaran dalam
sistem urinaria
2. Makalah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan
18
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah : edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC
Doenges E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Long C, Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK
Pajajaran.
M. Tucker, Martin. 1998. Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi. Edisi V. Volume 3. Jakarta: EGC.
Tanagho EA., MCAninch JW. Urethral Stricture. In: Smith`s General Urology. Lange Medical
Books/McGraw-Hill. New York. 670 72.
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Smith JK., Schauberger JS., Kenney P. Stricture Urethra. Available
at
19