Anda di halaman 1dari 10

EFEK EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Senna alata) DAN BUNGA TAHI

AYAM (Lantana camara) TERHADAP PERTUMBUHAN Mycobacterium tuberculosis


leave extract effects of ketepeng cina (senna alata) and bunga tahi ayam (lantana camara) on
the growth of mycobacterium tuberculosis
Rufika Shari

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan ekstrak daun Senna alata dan Lantana camara
untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab tuberculosis yaitu Mycobacterium
tuberculosis. Penelitan dilakukan engan daun mula-mula dikeringkan dan dimaserasi dengan nheksana untuk ekstrak non-polar dan etanol untuk ekstrak polar kemudian difiltrasi dan
dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak pekat. Ekstrak kemudian dicampurkan ke dalam medium
Loewenstein Jensen mentah pada konsentrasi 1, 2, 3 , dan 4% (wt/vol) dan diinspisasi sebagai
medium miring yang kemudian diinokulasi dengan strain Mycobacterium tuberculosis H37Ra
dan diinkubasi selama dua belas pecan. Setelah dua belas pecan diamati konsentrasi terendah
masing-masing ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Selain itu, setiap ekstrak dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya ekstrak polar Lantana camara yang menunjukkan daya
antimikobakteria, yaitu mampu menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis pada
konsentrasi 1% (wt/vol). Profil KLT ekstrak polar Lantana camara berbeda dengan ekstrak nonpolarnya dan mengandung beberapa fraksi folar.
Kata Kunci: antimikobakteri, minimum inhibitory concentration, obat tradisional

ABSTRACT
This research aims to examine the ability of leave extracts of Senna alata and Lantana camara to
inhibit the growth of tuberculosis bacteria, Mycobacterium tuberculosis. Initially the leaves were
dried and macerated by using n-hexane for non-polar extracts, and ethanol for polar extracts.
After that, the leaves went through filtration and evaporation process to gain concentrated
extracts. The extracts were then mixed with raw Loewenstein Jensen medium at the
concentration of 1, 2, 3, 4% (wt/vol), insipisated as a slant medium, inoculated with the strain
Mycobacterium tuberculosis H37Ra, and incubated for twelve weeks. After twelve weeks, the
minimum concentration of each extract that can inhibit the growth of Mycobacterium
tuberculosis was observed. Besides, each extract was analysed by using thin layer
chromatography (TLC). Only the polar extract of Lantana camara showed antimycobacterial
activity, i.e it was able to inhibit the growth of Mycobacterium tuberculosis at the concentration
of 1% (wt/vol). The TLC profile of the polar extract of Lantana camara was different from its
non-polar extracts, and it contained several polar fractions.
Keywords: antimicobacteria, minimum inhibitory concentration, traditional medicine

LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) menyebabkan dua juta kasus kematian setiap tahun dalam skala gobal,
dan sepertiga populasi global terinfeksi oleh penyakit ini. Agen penyebab TB adalah
Mycobacterium tuberculosis yang mudah menyebar melalui batuk, tawa, dan bersin lewat
penularan di udara. Setiap orang yang menderita TB aktif diperkirakan menginfeksi sepuluh
hingga lima belas orang per tahun (WHO, 2006a).
Bakteri M.tuberculosis adalah bakteri tahan asam, non motil, dan obligat aerob, dan dapat
hidup dalam rongga paru-paru yang kaya akan oksigen. Bakteri ini juga dapat hidup sebagai
parasit intraselular di dalam makrofag karena memiliki dinding sel yang impermeabel terhadap
senyawa litik yang dilepaskan oleh makrofag. M.tuberculosis dapat mengalami dormansi di
dalam makrofag dan membentuk granuloma (Anonim, 2005; Elgert, 1996; Roitt, 1991).
Tuberkulosis diobati dengan kemoterapi, dahulu selama 24 bulan, akan tetapi sekarang hanya
selama 6-8 bulan dan disebut kemoterapi jangka pendek. Obat antituberkulosis lini pertama
adalah isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pyrazinamida dan dua obat yang paling efektif
adalah isoniazid dan rifampisin (Ait-Khaled & Enarnson, 2003; WHO, 2006b).
Meskipun laju insidens TB tinggi, hingga sekarang belum ada penelitian untuk menemukan
obat TB baru di Indonesia. Penemuan obat TB yang baru menjadi sangat diperlukan oleh
timbulnya TB resisten berganda terhadap obat, dan oleh timbulnya TB pada penderita HIV/AIDS
(Aditama, 2006).
Salah satu sumber obat TB yang potensial adalah tanaman obat tradisional. Pengobatan
tradisional telah digunakan di berbagai penjuru dunia sejak zaman dahulu, terutama di negaranegara berkembang. Di beberapa negara dilakukan penelitian mengenai daya antimikobakteri
tanaman obat tradisional yang biasa digunakan untuk mengobati tuberkulosis, misalnya di
Kanada (Webster et al., 2010), Italia (Zanetti et al., 2010), Skotlandia (Gordien et al., 2009),
Malaysia (Mohamad et al., 2010), Afrika Selatan (Green et al., 2010), dan Turki (Tosun et al.,
2004).
Namun demikian, pengetahuan mengenai keamanan, kualitas, dan efektifitas obat tradisional
amat terbatas (WHO 2002). Sebagian besar penggunaan obat tradisional belum teruji dan
terpantau dengan baik sehingga keamanan, efektifitas, dan efek sampingnya belum terdata
dengan baik.
Di Indonesia dengan populasi terbesar ketiga di dunia yang terinfeksi TB (Gerdunas 2005),
juga digunakan obat tradisional untuk mengobati TB disamping pengobatan klinis. Ada berbagai
macam tanaman obat tradisional yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit infeksi.
Ketepeng Cina (Senna alata) dan Bunga Tahi Ayam (Lantana camara) terdapat secara melimpah
di Indonesia sehingga berpotensi sebagai sumber obat antituberkulosis yang terjangkau. Selain
itu air perasan daun L.camara telah digunakan secara tradisional untuk mengobati TB
(Widowati, 2007). Namun demikian daya antimikobakterinya perlu diuji terlebih dahulu sebelum
keamanan dan dosis efektifnya diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian awal terhadap potensi aktifitas antimikobakteri daun
kedua tanaman obat tradisional tersebut. Ekstrak polar dan non-polar dipanen dengan cara
maserasi dengan etanol dan n-heksana diikuti dengan evaporasi. Ekstrak yang diperoleh
dilarutkan dalam medium Loewenstein Jensen dan diinokulasi dengan M.tuberculosis strain

H37Ra yang diamati pertumbuhannya setelah 12 pekan. Dari percobaan ini, hanya ekstrak polar
L.camara yang memilikia aktifitas antimikobakteri, dalam artian dapat menghambat
pertumbuhan H37Ra pada konsentrasi 1 g/100ml.
METODE
Pemanenan
Daun tanaman S.alata dan L.camara dikeringkan pada suhu kamar dengan menghindari
cahaya matahari dan bagian yang kering dibuat serbuk dengan menggunakan mesin penggiling
dan disimpan pada wadah kaca yang kedap udara. Serbuk daun yang kering dimaserasi dengan
n-heksana dan difiltrasi sebanyak tiga kali, kemudian dimaserasi dengan etanol dan difiltrasi
sebanyak tiga kali, dan setiap kali berlangsung selama tiga hari. Ekstrak n-heksana (non-polar)
dan ekstrak etanol (polar) dipisahkan dengan cara evaporasi vakum pada suhu 50C pada
tekanan udara rendah (Awal et.al. 2004).
Inokulum M.tuberculosis H37Ra
Kultur M.tuberculosis H37Ra (ATCC, Rockville Md.) ditumbuhkan pada media cair
Middlebrook 7H9 (Difco Laboratories, Detroit, Mich.) dengan kompleks oleic acid-bovine
serum albumin dextrose catalase (OADC) (Difco) pada suhu 37C, dan diagitasi kuat sekali
sehari. Untuk inokulum diibuat suspensi M. tuberculosis dalam NaCl 0.85 pada turbiditas
Standar No. 1 McFarland (OD 0,257 pada 600 nm) yang mengadung sekitar 3 x 108 cfu/ml
(Sarnia & Ali, 2009).

Minimum Inhibitory Concentration (MIC)


Terlebih dahulu dibuat larutan ekstrak dalam pelarut kloroform untuk ekstrak non-polar
dan DMSO untuk ekstrak polar dengan konsentrasi 2 g/ml. Medium Loewenstein Jensen (Difco)
dibuat sesuai instruksi pabrikan dan sebelum diinspisasi ditambahkan dengan larutan ekstrak
dengan konsentrasi akhir dalam medium sebanyak 1, 2, 3, dan 4 g/100ml. Medium yang
mengandung ekstrak diinsipisasi secara miring dalam tabung reaksi di dalam inkubator selama
dua kali 45 menit berselang 24 jam. Inokulum M. tuberculosis H37Ra dengan turbiditas standar
No. 1 McFarland yang telah disiapkan sebelumnya, diinokulasi pada setiap medium yang
mengandung ekstrak, rifampisin (kontrol positif), atau pelarut saja (kontrol negatif) dan
diinkubasi selama 12 pekan. Setelah 12 pekan konsentrasi minimum setiap ekstrak yang dapat
menghambat pertumbuhan M.tuberculosis diamati.
Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak polar dan non-polar S.alata dan L.camara diteteskan pada lempeng KLT dengan fase
stasioner gel silika 1 cm dari salah satu tepi lempeng. Lempeng KLT kemudian direndam dalam
pelarut fase bergerak yang terdiri atas heksana dan etil asetat (5:1) di dalam tangki KLT yang
udaranya telah lebih dulu dijenuhkan dengan pelarut dan tertutup rapat, di mana tepi lempeng
KLT yang terdekat dengan tetesan ekstrak terendam dalam pelarut tetapi permukaan pelarut lebih
rendah dari 1 cm yaitu lebih rendah dari lokasi tetesan ekstrak. KLT didiamkan di dalam tangki
KLT hingga fase bergerak berdifusi sampai tepi atas. Setelah itu lempeng KLT diangkat dan
dikeringkan, kemudian disemprot dengan larutan H2SO4 10%, dikeringkan lagi. Setelah itu profil

KLT masing-masing ekstrak dibandingkan.

HASIL
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antimikobakteri ekstrak daun
S.alata dan L.camara terhadap pertumbuhan M.tuberculosis dan untuk membandingkan
aktivitas kedua tanaman obat tersebut dengan rifampisin yang saat ini merupakan obat lini
pertama terhadap tuberkulosis. Hal ini dilakukan dengan cara memperoleh ekstrak polar dan
non-polar masing-masing tanaman tersebut dengan menggunakan etanol untuk memperoleh
ekstrak polar dan n-heksana untuk memperoleh ekstrak non-polar. Uji Minimum Inhibitory
Concentration dilakukan dengan menambahkan ekstrak polar dan non-polar yang diperoleh
pada medium LJ dengan konsentrasi akhir 1, 2, 3, dan 4 g/100ml. Medium miring padat yang
mengandung ekstrak ini diinokulasi dengan M.tuberculosis strain H37Ra selama 12 pekan.
Pertumbuhan koloni pada tiap konsentrasi ekstrak kemudian diamati. Ekstrak yang dapat
menghambat pertumbuhan mikobakteri pada konsentrasi 1 g/100ml dikategorikan sebagai
ekstrak aktif yang memiliki daya antimikobakteri.
Uji Minimum Inhibitory Concentration menunjukkan hasil yang beragam. Ekstrak
polar L.camara dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, 2, dan
1 g/100ml (MIC= 1g/100ml) (Tabel 1 dan Gambar 1). Ekstrak polar S.alata juga
menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, dan 2 g/100ml, namun tidak
menghambat pada konsentrasi 1g/100ml (MIC= 2 g/100ml), (Tabel 1 dan Gambar 2).
Ekstrak non-polar kedua tanaman tersebut memiliki daya hambat yang rendah dengan MIC
untuk S.alata senilai >4 g/100ml dan untuk L.camara senilai 3 g/100ml (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC)


Ekstrak Tanaman

MIC (g/100ml)
Non-Polar

Polar

Senna alata

>4

Lantana camara

1a

a.

Memiliki daya antimikobakteri

Gambar 1 Uji Minimum Inhibitory Concentration pada ekstrak polar Lantana camara. Pertumbuhan
M.tuberculosis pada media yang mengandung ekstrak polar L.camara (Tahi Ayam, TA) pada konsentrasi 1, 2,
3, dan 4 g/100ml, dan pada medium yang hanya diberi solven DMSO pada konsentrasi yang sama. Ekstrak
polar L.camara menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, 2, dan 1 g/100ml. Dengan
demikian MIC= 1 g/100ml dan ekstrak polar daun L.camara bersifat antimikobakteri.

Gambar 2 Uji Minimum Inhibitory Concentration terhadap ekstrak polar Senna alata. Pertumbuhan
M.tuberculosis pada medium yang mengandung ekstrak polar S.alata (Ketepeng Cina, KC) pada konsentrasi 1, 2,
3, dan 4 g/100ml, dan pada medium yang hanya diberi solven DMSO pada konsentrasi yang sama. Ekstrak polar
S.alata menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, dan 2 g/100ml, dengan demikian MIC=2
g/100ml.

M.tuberculosis tumbuh subur pada kontrol negatif yaitu medium yang diberi perlakuan
serupa tetapi tanpa ekstrak, dengan konsentrasi DMSO yang sama dengan konsentrasi
DMSO pada perlakuan yang diberi ekstrak (Gambar 7 dan 8). M.tuberculosis tidak tumbuh
pada kontrol positif yang mengandung rifampisin dalam pelarut air dalam konsentrasi yang
sama dengan perlakuan ekstrak (Gambar 3).

Gambar 3 Kontrol positif Uji Minimum Inhibitory Concentration. Kontrol positif berupa rifampisin pada
konsentrasi 1, 2, 3, dan 4 g/100ml yang diinokulasi dengan M.tuberculosis. Tak ada koloni bakteri yang tumbuh
pada masing-masing konsentrasi.

Selain menguji kemampuan tiap ekstrak untuk menghambat pertumbuhan


M.tuberculosis, ekstrak polar dan non-polar S.alata dan L.camara juga dianalisis dengan
metode kromatografi lapis tipis (KLT). Dari profil KLT masing-masing ekstrak dapat diamati
bahwa masing-masing ekstrak mengandung senyawa-senyawa yang berbeda-beda (Gambar
13). Ada kemiripan profil fraksi antara ekstrak non-polar S.alata dan ekstrak non-polar
L.camara walaupun tidak semuanya sama. Sementara itu, fraksi polar L.camara memiliki
profil yang berbeda dengan fraksi non-polarnya, demikian pula fraksi polar S.alata memiliki
profil yang berbeda dengan fraksi non-polarnya. Dari profil KLT dapat dilihat bahwa ekstrak
polar L.camara memiliki beberapa fraksi polar.

Gambar 13. Profil kromatografi lapis tipis. 1) Ekstrak non-polar L.camara; 2) Ekstrak polar L.camara; 3)
ekstrak non-polar S.alata; dan 4) Ekstrak polar S.alata. KLT dilakukakn dengan fase bergerak heksanan dan etil
asetat (5:1) dan fase stasioner gel silika. Ekstrak polar L.camara berbeda dengan ekstrak non-polarnya, dan
ekstrak polar S.alata juga berbeda dengan ekstrak non-polarnya. Ekstrak polar L.camara dan S. alata memiliki
kemiripan.

PEMBAHASAN
Ekstrak polar L.camara dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis hingga
konsentrasi 1 g/100ml sehingga ekstrak ini dapat digolongkan sebagai memiliki daya
antimikobakteri. Di lain pihak, ekstrak polar S.alata hanya dapat menghambat pertumbuhan
M.tuberculosis hingga konsentrasi 2 g/100ml saja sehingga tidak dapat digolongkan sebagai
memiliki daya antimikobakteri, walaupun daya hambatnya relatif cukup tinggi. Namun
demikian hasil dalam penelitian ini terjadi secara in vitro dan hasil secara in vivo boleh jadi
berbeda dan perlu diteliti lebih lanjut.
Apabila daya antimikobakteri ekstrak polar L.camara dibandingkan dengan daya
antimikobakteri rifampisin sebagai kontrol positif (Gambar 7), hasil penelitian ini
mengindikasikan daya antimikobakteri L.camara lebih lemah dibanding rifampisin sebab
diantara tiga ulangan pada konsentrasi 1 g/100ml, hanya pada dua ulangan pertumbuhan
M.tuberculosis terhambat, sedangkan pada perlakuan rifampisin pertumbuhan M.tuberculosis
terhambat pada ketiga ulangan. Namun demikian, hal ini perlu diteliti lebih lanjut, baik
dengan jumlah ulangan yang lebih banyak, maupun dengan tingkat konsentrasi ekstrak dan
rifampisin < 1 g/100ml. Perlu dicatat pula bahwa rifampisin sudah berupa senyawa murni
dengan MIC 0.05-1 x 10-4 g/100ml (Zhang & Yew, 2009) sedangkan ekstrak polar L.camara
masih berupa ekstrak yang perlu dimurnikan, sehingga senyawa murni yang diperoleh dari
L.camara boleh jadi memiliki daya hambat yang lebih tinggi (MIC lebih rendah) daripada
ekstraknya.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ekstrak polar daun L.camara berpotensi
sebagai antimikobakteri sebagai alternatif terhadap obat anti TB yang digunakan saat ini.
Sebenarnya L.camara telah diteliti di Malaysia (Mohamad et al., 2010) dan tidak
menunjukkan aktifitas antimikobakteri, namun demikian pada penelitian tersebut digunakan
ekstrak metanol tanaman utuh, sedangkan pada penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun
sehingga senyawa yang dipanen dapat berbeda sedikit dan saripati daun lebih terkonsentrasi.
Peneliti-peneliti lain yang telah meneliti aktifitas antimikobakteri tanaman obat tradisional di
negaranya masing-masing (Webster et al., 2010; Gordien et al., 2009; Mohamad et al., 2010;
Green et al., 2010; Tosun et al., 2004) umumnya menggunakan metode Microplate Alamar Blue
Assay (MABA) atau Tetrazolium Bromide Microplate Assay (TEMA) untuk menentukan nilai
MIC tanaman obat terhadap pertumbuhan M.tuberculosis. Metode MABA dan TEMA adalah
metode yang menggunakan perubahan warna pada reagen resazurin atau tetrazolium bromida
untuk mendeteksi pertumbuhan M.tuberculosis (Webster et al., 2010; Mohamad et al., 2010).
Sedangkan pada penelitian ini digunakan metode pertumbuhan pada medium LJ untuk
menentukan MIC dengan mengamati pertumbuhan koloni M.tuberculosis secara fisik. Hal ini
dilakukan karena bahan dan alat untuk percobaan penelitian seperti medium LJ tersedia di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan ada pengalaman
dalam membuat media dan melakukan percobaan sehingga hal ini lebih praktis untuk dilakukan.
Namun demikian, metode MABA dan TEMA lebih disarankan untuk dilakukan untuk
memverifikasi dan mengembangkan penelitian ini karena metode MABA/TEMA lebih praktis,
tidak memakan waktu lama dimana pengamatan dapat dilakukan dalam sepekan sementara
penelitian ini memakan sedikitnya 12 pekan, dan penentuan MIC lebih presisi karena
berdasarkan reaksi oksidasi-reduksi yang timbul akibat pertumbuhan M.tuberculosis. Selain itu,
lebih banyak sampel yang dapat diuji dengan kedua metode tersebut.
Nilai MIC ekstrak polar L.camara pada penelitian ini belum bisa dibandingkan dengan

nilai MIC tanaman obat lain yang di laksanakan di beberapa negara lain di dunia yang telah
disebut di atas. Hal ini disebabkan karena nilai MIC L.camara yang diamati pada penelitian
ini yang menggunakan medium LJ berdasarkan pengamatan pertumbuhan koloni secara fisik
sedangkan penelitian-penelitian pada berdasarkan metode MABA/TEMA yang mengukur
MIC berdasarkan pertumbuhan koloni M.tuberculosis yang tidak kasat mata. Nilai MIC
ekstrak polar L.camara dalam penelitian ini boleh jadi berbeda apabila diuji dengan metode
MABA/TEMA.
Perbedaan antara profil KLT ekstrak polar dan non-polar L.camara menunjukkan
perbedaan senyawa yang dikandung dalam kedua ekstrak tersebut yang dapat direfleksikan
pada perbedaan kemampuan keduanya dalam menghambat pertumbuhan M.tuberculosis.
Ekstrak polar L.camara bersifat antimikobakteri sementara ekstrak non-polarnya tidak
demikian. Ekstrak non-polar L.camara dan S.alata memiliki beberapa kemiripan, hal ini
mengindikasikan bahwa ekstrak non-polar kedua tanaman tersebut mengandung beberapa
senyawa yang sama.
Ada beberapa kemungkinan mekanisme kerja ekstrak polar L.camara untuk
menghambat pertumbuhan M.tuberculosis. Antara lain menghambat sintesis dinding sel,
menghambat proses replikasi DNA, transkripsi RNA, atau sintesis protein dengan cara
mengintervensi enzim yang terlibat dalam atau signaling pathway dari proses-proses
tersebut. Ekstrak juga boleh jadi menghambat produksi ATP pada membran sel, atau
menghambat absorbsi nutrien dan mineral ke dalam sel. Penghambatan sintesis dinding sel
terjadi secara ekstraselular, sedangakan proses lain yang disebutkan di atas terjadi secara
intraselular. Untuk menghambat proses intraselular, komponen ekstrak harus mampu
menembus dinding sel yang tebal dan menembus membran sel. Hal ini berarti ukuran
molekul ekstrak boleh jadi cukup kecil untuk melewati dinding sel dan membran sel, atau
apabila ukuran molekulnya cukup besar maka masuknya komponen ekstrak ke dalam
kompartemen intraselular boleh jadi melalui facilitated diffusion yang menggunakan protein
kanal yang tidak membutuhkan ATP atau melalui transport aktif yang menggunakan protein
kanal yang membutuhkan ATP.
Aktifnya ekstrak polar (bukan non-polar) terhadap M. tuberculosis mengkonfirmasi
penggunaan tradisional perasan air daun L.camara untuk mengobati TB. Namun demikian,
seperti halnya kebanyakan tanaman obat lain, penggunaan tradisional perasan daun L.camara
untuk mengobati TB belum terpantau dengan baik sehingga penggunaan yang efektif dan
rasional belum dapat ditentukan. Penggunaan perasan daun L.camara oleh masyarakat belum
tentu dapat efektif untuk membasmi TB dan boleh jadi dapat menyeleksi strain resisten pada
penderita TB. Hal ini disebabkan karena penggunaan daun perasan L.camara secara
tradisional tidak disertai oleh pemeriksaan kandungan M.tuberculosis di dalam sputum
penderita. Selain itu tidak diketahui secara pasti penanda kesembuhan secara tradsional.
Dengan demikian, walaupun secara kasat mata penderita seolah telah sembuh setelah
mengkonsumsi perasan daun L.camara, misalnya ditandakan berhentinya batuk berdarah,
akan tetapi sputumnya boleh jadi masih mengandung bakteri M.tuberculosis yang boleh jadi
merupakan strain resisten yang terseleksi. Oleh karena itu masih perlu diteliti lebih lanjut
kadar perasan daun L.camara yang dipakai, frekuensi pemakaian, dan lama pemakaian yang
diiringi bukti klinis bahwa tidak ada lagi M.tuberculosis dalam sputum penderita.
Penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan berdasarkan penelitian ini adalah: 1)
senyawa yang terkandung di dalam L.camara yang aktif terhadap mikobakteri, biopathway

senyawa tersebut, dan target antimikobakterinya; 2) konsentrasi perasan air daun L.camara
yang efektif dan waktu yang dibutuhkan untuk mengobati TB secara tradisional dan untuk
membuktikan apakah cara ini betul-betul efektif.; 3) varian-varian mana dari L.camara yang
bersifat antimikobakteri (misalnya antara yang berduri dan yang tidak berduri); 4) apakah
ekstrak polar L.camara atau komponennya dapat kompatibel dengan obat antiretroviral
antara lain dengan cara meneliti efek ekstrak atau komponennya terhadap produksi CYP3A4
di dalam tubuh tikus; 5) sitotoksisitas ekstrak polar daun L.camara atau komponennya
terhadap berbagai sel mamalia untuk mengevaluasi eligibilitasnya sebagai obat.
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini telah ditentukan nilai MIC ekstrak polar dan non-polar S.alata (2
g/100ml) dan L.camara (1 g/100ml) dan berdasarkan hasil penelitian, ekstrak polar L.camara
memiliki potensi daya antimikobakteri. Penelitian ini merupakan bagian dari usaha untuk
mencari sumber obat baru yang terjangkau untuk TB dalam mengatasi multiresistensi terhadap
obat, dan untuk meneliti keefektivan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat Indonesia
untuk menghadapi TB.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama

TY. 2006. Diagnosis & Pengobatan Tuberkulosis


(http://update.tbcindonesia.or.id . Diakses 3 Agustus 2006

Terbaru.

(Online)

Ait-Khaled N & Enarson DA. 2003.Tuberculosis: A Manual for Medical Students. WHO &
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. pp:67-90
Anonim. 2005. Tuberculosis. Todars Online Textbook of Bacteriology. Kenneth Todar
University. Tersedia pada www.textbookofbacteriology.net
Awal MA, Nahar A, Hossain MS, Bari MA, Rahman M, Haque ME. 2004. Brine Shrimp
Toxicity of Leaf and Seed Extract of Cassia alata Linn and Their Antibacterial
Potency. J. Med. Sci 4 (3). pp 188-193
Elgert KD. 1996. Immunology: Understanding the immune system. Wiley-Liss, Inc.: New York
Green E, Samie A, Obi CL, Bessong PO & Ndip RN. 2010. Inhibitory properties of selected
South African medicinal plants against Mycobacterium tuberculosis. Journal of
Ethnopharmacology 130: 151-157
Gordien AY, Gray AI, Franzblau SG & Seidel V. 2009. Antimycobacterial terpenoids from
Juniperus communis L. (Cupressaceae). Journal of Ethnopharmacology 126: 500-505
Mohamad S, Mohd Zin N, Wahab HA, Ibrahim P, Sulaiman SF, Mohd Zahariluddin AS & Md
Noor SS. 2010. Antituberculosis potential of some ethnobotanically selected
Malaysian plants. Journal of Ethnopharmacology doi:10.1016/j.jep.2010.11.037
Roitt IM. 1991. Essential Immunology. 7th. ed. Blackwell Scientific Publications: Oxford
Sarnia PM & Ali YA. 2009. Proteolytic activity of bacterial isolates using different
proteinaceous compounds and their comparative account. Awishkar SGB Amravati
University Journal 1: 94-106
Tosun F, Kizilay CA, Sener B, Vural M & Palittapongarnpim P. 2004. Antimycobacterial

screening of some Turkish plants. Journal of Ethnopharmacology 95: 273-275


Webster D, Lee TDG, Moore J, Manning T, Kunimoto D, LeBlanc D, Johnson JA & Gray CA.
2010. Antimycobacterial screening of traditional medicinal plants using the
microplate resazurin assay. Can. J. Microbiol. 56: 487-494
WHO. 2002. WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005. WHO pp 1-14
WHO. 2006a. TB Fact Sheet. WHO/HTM/STB/factsheet/2006.1. pp: 1-2
WHO. 2006b. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis.
WHO. pp 30-37
Widowati L. 2009. Khasiat Pegagan, dari penumpas TBC sampai peningkat daya ingat.
(Online),
(http://informasisehat.wordpress.com/2009/06/22/khasiat-pegagan-daripenumpas-tbc-sampai-peningkat-daya-ingat/) Diakses tanggal 23 Februari 2011.
Zanetti S, Cannas S, Molicotti P, Bua A, Cubeddu M, Porcedda S, Marongiu B & Sechi LA.
2010. Evaluation of the Antimycobacterial Properties of the Essential Oil of Myrtus
communis L. against Clinical Strains of Mycobacterium spp. Interdisciplinary
Perspectives and Infectious Diseases doi:10.1155/2010/931530
Zhang Y & Yew WW. 2009. Mechanisms of drug resistance in Mycobacterium tuberculosis. Int
J Tuberc Lung Dis 13(11): 1320-1330

Anda mungkin juga menyukai

  • Percobaan Dasar
    Percobaan Dasar
    Dokumen15 halaman
    Percobaan Dasar
    Dhanie Ardhan Alvar Pospos
    Belum ada peringkat
  • Alur Penelitian
    Alur Penelitian
    Dokumen1 halaman
    Alur Penelitian
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Fix PCT
    Fix PCT
    Dokumen74 halaman
    Fix PCT
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Jawablah 1
    Jawablah 1
    Dokumen7 halaman
    Jawablah 1
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka PKM Metpen
    Tinjauan Pustaka PKM Metpen
    Dokumen5 halaman
    Tinjauan Pustaka PKM Metpen
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Asdf
    Asdf
    Dokumen3 halaman
    Asdf
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Aluminium Hidroxida Al
    Aluminium Hidroxida Al
    Dokumen1 halaman
    Aluminium Hidroxida Al
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Aluminium Hidroxida Al
    Aluminium Hidroxida Al
    Dokumen1 halaman
    Aluminium Hidroxida Al
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Percobaan 1 Simulasi Invitro Model Faramakokinetik
    Percobaan 1 Simulasi Invitro Model Faramakokinetik
    Dokumen16 halaman
    Percobaan 1 Simulasi Invitro Model Faramakokinetik
    faruq04
    50% (2)
  • 1 GDGFH
    1 GDGFH
    Dokumen6 halaman
    1 GDGFH
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • 3346 7194 1 SM
    3346 7194 1 SM
    Dokumen4 halaman
    3346 7194 1 SM
    Ahmed Febri Hertama 'Sinosuke'
    Belum ada peringkat
  • Baganvdhfh
    Baganvdhfh
    Dokumen1 halaman
    Baganvdhfh
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Dok 1
    Dok 1
    Dokumen9 halaman
    Dok 1
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • 1 GDGFH
    1 GDGFH
    Dokumen6 halaman
    1 GDGFH
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • KINETIKA
    KINETIKA
    Dokumen77 halaman
    KINETIKA
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Bahan Laporan Biokim
    Bahan Laporan Biokim
    Dokumen16 halaman
    Bahan Laporan Biokim
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • MP Hpohiperglikemia
    MP Hpohiperglikemia
    Dokumen5 halaman
    MP Hpohiperglikemia
    twahyuningsih_16
    Belum ada peringkat
  • Tugas Toksikologi Pak Andri
    Tugas Toksikologi Pak Andri
    Dokumen7 halaman
    Tugas Toksikologi Pak Andri
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Farmasetika Dasar
    Farmasetika Dasar
    Dokumen13 halaman
    Farmasetika Dasar
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen36 halaman
    Jurnal
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat
  • Gale Nika
    Gale Nika
    Dokumen39 halaman
    Gale Nika
    Raudhatul Jannah
    Belum ada peringkat