BAB I
LAPORAN KASUS dan BST
1.1
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Aminah
Umur
: 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat
: Perumnas Bulian
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SMA
1.2
ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Telaah
badan terasa sangat lemah serta nyeri di perut bagian kanan atas.
Pasien dirawat selama 2 minggu dan mendapat infus, pasien
didiagnosis sakit liver, kemudian diusulkan untuk berobat ke Jambi.
BAB lancar, berwarna coklat.
d. Riwayat penyakit dahulu :
- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat merokok dan konsumsi alcohol (-)
- Riwayat pola makan : teratur 3 kali sehari
- Riwayat penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter (+) =>
-
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/80 mmHg
N : 92 x/menit
R : 28 x/menit
t : 36,4 C
Pemeriksaan Kepala Dan Leher
Bentuk
: Normochepal
Mata
THT
Mulut
Leher
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Palpasi
: Thrill (-)
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
KGB
Ekstremitas
Superior : Tidak ditemukan eritema Palmaris, jari tabuh (+), akral hangat
Inferior
1.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan laboratorium di RS:
Hapus darah : kesan anemia normokrom normositik
Kimia darah :
-
2. Pemeriksaan Radiologi:
a. Foto dada didapatkan :
Jantung CTR < 50%
Paru tampak normal dengan peninggian diafragma sebelah
kanan.
b. USG Abdomen :
Expertise:
Hepar : tampak ukuran membesar dikedua lobus, hipoekoik,
permukaan tampak bergelombang, v.porta dan v.hepatika
tampak
berkelok-kelok,
tampak
lesi
fokal
intrahepatik
1.5
DIAGNOSA KERJA
TATALAKSANA
a. Medikamentosa dan diet:
- Infus Dextrose 5% : Aminofusin hepar (2:1) 20 tetes/menit
- Ranitidin iv. 150 mg dua kali sehari
- Vitamin K 1 ampul im
- Spironolakton 25 mg tiga kali sehari
- diet hati II.
b. Edukasi pasien tentang penyakit yang sedang dideritanya serta
komplikasi-komplikasi yang akan mungkin terjadi.
1.7
PROGNOSIS
Dubia ed malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Tumor hati dapat berbentuk primer atau sekunder. Tumor hati primer dapat
berbentuk jinak atau ganas dan dapat timbul dari sel parenkim hati, epitel duktus biliaris
atau dari jaringan penunjang mesenkim atau bisa berasal lebih dari satu sel-sel tersebut
Tumor hati sekunder (metastase dihati) paling sering berasal dari metastase tumor
saluran cerna, mamma atau paru.1
Walaupun jenis tumor hati amat banyak, namun dalam kenyataannya yang
terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah bentuk karsinoma hati primer/ karsinoma
hepatoseluler /hepatoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma dan
sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan
leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang
pernah didiagnosis, 85% merupakan hepatoma; 10% kolangiosarkoma; dan 5%
adalah jenis lainnya.1-4
Karsinoma hepatoselular (KH) atau Hepatoma merupakan keganasan primer
pada hepar yang paling sering ditemui, 90-95% dari seluruh tumor hepar primer.
Kanker ini menduduki peringkat keempat terbanyak di dunia dan menyebabkan
hampir 250.000 kematian per tahun. Di Asia dan Sub-Sahara Afrika insidensi
tahunan KH mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk. Sehingga pembahasan
selanjutnya akan ditujukan terhadap karsinoma hati primer. Dalam dasawarsa
terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain
perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurangkurangnya perbaikan pada kualitas hidup pasien.3,4 Pasien hepatoma 88%
terinfeksi virus hepatitis B atau C.5 Tampaknya virus ini mempunyai hubungan
yang erat dengan timbulnya hepatoma.5,6 Lebih dari 80% pasien hepatoma
menderita sirosis hati.7,8
II.
DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit
dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh
adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini
ETIOLOGI
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis
multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses
banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma.2-4
1. Virus hepatitis1-6
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.
Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit
hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara
saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
7
dengan
DNA
maupun
RNA.
Salah
satu
mekanisme
FAKTOR RISIKO
Factor risiko terjadinya HCC adalah:2-4
1. Jenis kelamin
fatty
liver
disease
(NAFLD),
khususnya
nonalcoholic
dose-dependent,
sehingga
asupan
sedikit
alkohol
tidak
1,
penyakit
Wilson),
kotrasepsi
oral,
senyawa
PATOLOGI
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang
nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam
vena hepatika atau porta intrahepatik. 1-4
diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang
berdiameter kurang dari
berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya
terdiri atas lebih; 1 dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang
berbeda-beda.4
11
VI.
PATOGENESIS2,4-6,8
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus
berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses
12
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus. Nodulnodul
inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.2,4-6,8
13
VII.
MANIFESTASI KLINIS
di
VIII. DIAGNOSIS
A.
1.
Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus
vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam
serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (<
25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu
teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster,
15
paru dll.) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan
sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat
meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.
Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa
bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai
untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2.
1.
Ultrasonografi (USG) 9
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis
16
Secara umum pada USG tumor primer hati sering diketemukan adanya
hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang, dan lesi-lesi fokal
intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal.
Biasanya menunjukan struktur eko yang lebih tinggi disertai dengan nekrosis
sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepi
ireguler. Yang sangat sulit ialah menentukan hepatoma pada stadium awal dimana
gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal.
17
3.
MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat
kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah
dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%. 3,4
4.
femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri
hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting
dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif,
penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa
ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil
pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit
menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.4
5.
Pemeriksaan lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi
kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam
asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis
hepatoma primer.4
D.
hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan
18
IX.
SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-
19
STANDAR DIAGNOSIS
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China
telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma
primer.3-6
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.3-6
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan
menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat
dua jenis pemeriksaan
karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGTII, AFU, CA19-9, dll) positif serta satu pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
20
21
X.
DIAGNOSIS BANDING
1.
embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan
hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar
reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya
tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati.
Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi
konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati,
USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali
dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian
AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan
hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain
secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT
dan AFP.
22
2.
6,10
PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
23
3. Terapi berulang. Terapi satu kali terhadap hepatoma sering kali tidak
mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi ulangan sampai berkali-kali.
Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi perkutan arteri hepatika,
injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi ulangan pada
rekurensi pasca operasi dll.
A. Terapi operasi 2,7
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada
kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik,
diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi
eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai
ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker;
rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan
operasi.
Metode-metode operasi yang sering digunakan:2,7
1. Metode hepatektomi.
2. Transplantasi hati
3. Terapi operatif nonreseksi
B.
Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan
terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang
tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang
tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi;
hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek
terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati,
fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi,
semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.7
24
D.
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif
terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak
parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama
metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri
hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut
dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi
tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites
hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi. dapat juga memakai biji
radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma.2,7
E.
Terapi biologis
Meliputi imunoterapi aktif nonspesifik, imunoterapi sekunder, terapi
Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
PROGNOSIS1
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3
25
1.0 bulan 4
DAFTAR PUSTAKA
1. Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal 408-23.
26
Hepatocllular
Carsinoma
diunduh
dari:
Usg
Pada
Karsinoma
Hepatoseluler
diunduh
dari:
27
Secra umum sudah cukup baik. Namun pada riwayat penyakit dahulu ada
hepatitis, tanyakan kapan itu terjadi, dan tanyakan juga riwayat pola
makan pasien.
3. Dwi Puspita :
Sebaiknya jangan menggunakan istilah-istilah medik dalam komunikasi
dengan pasien.
4. Marisa Heidiyana
Secara umum sudah baik, tapi sebaiknya jangan lupa memberikan edukasi
kepada pasien tentang penyakitnya.
28