Anda di halaman 1dari 31

Persentasi Kasus

Ilmu Kesehatan Anak


STATUS PENDERITA
No. Catatan Medik : 393974
Masuk RSAM : Sabtu, 27 Desember 2014
Jam : 21.13 WIB

Anamnesis
Alloanamnesis dari Ibu pasien

Identitas
- Nama Penderita : An. R - Nama Ibu : Ny. A
- Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 28 tahun
- Umur : 14 tahun Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
- Nama Ayah : Tn. H Hub dengan pasien : Anak
Umur : 39 tahun kandung
Pekerjaan : Pedagang Agama : Islam
Pendidikan : SMP Suku : Jawa
Alamat : Jagabaya
Kec. Sukabumi, Bandar
Lampung

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : nyeri dada, demam, mual
Riwayat penyakit Sekarang
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit os mengeluh sesak napas hilang timbul.
Sesak dipengaruhi aktivitas dan tidak dipengaruhi cuaca maupun emosi. Os
mengalami sesak saat berjalan 20 meter, os juga mengeluh sesak saat menaiki 4-
5 anak tangga, sesak berkurang jika beristirahat. Demam tidak ada. Mual tidak
ada, muntah tidak ada. Pasien juga mengeluh nyeri dada seperti ditusuk-tusuk,
yang dirasakan di dada sebelah kiri dan hilang timbul. Keluhan jantung berdebar-
debar tidak ada. Os juga mengeluh nyeri pada sendi kaki yang berpindah-pindah.
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak ada keluhan batuk, pilek, dan nyeri
telan. Os tidak dibawa berobat.
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi terus menerus, diberi
minum obat penurun panas (+), demam turun tapi tidak sampai normal kemudian
naik kembali, tidak menggigil, keringat (+), kejang (-), ruam dikulit (-). Keluhan
demam disertai dengan batuk, pilek yang semakin bertambah berat sejak 10 hari
yang lalu, dahak berwarna kuning kental, os dibawa berobat ke puskesmas dan
keluhan berkurang.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas bertambah hebat, semakin
sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Sesak nafas timbul
walaupun os sedang istirahat, os lebih nyaman jika menggunakan 2 bantal.
Demam tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada. Os mengeluh jantung berdebar-
debar, nyeri dada (-). Kaki bertambah bengkak. BAK sedikit-sedikit dan BAB
tidak ada keluhan. Kemudian os berobat ke Rumah Sakit DKT dan dirawat selama
3 hari, diberi obat tablet berwarna putih tetapi tidak ada perubahan kemudian
dirujuk ke Rumah Sakit Abdul Moeloek.

Riwayat penyakit dahulu :


Menurut ibu pasien, pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya,
sehingga tidak berhubungan dengan penyakit terdahulu.

Riwayat penyakit keluarga :


Menurut ibu pasien, tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti ini,
keluarga yang menderita kelainan jantung (-) rematik (-) asma (-).

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien merupakan anak pertama. Kehamilan pasien adalah kehamilan yang
diinginkan oleh kedua orang tua. Selama hamil ibu kontrol teratur ke bidan setiap
bulan. Ibu hanya minum obat dan vitamin dari bidan dan tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan lainnya. Pasien lahir spontan, cukup bulan, ditolong
oleh bidan, lahir langsung menangis, berat badan lahir 3100 gram, panjang badan
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
lahir 47 cm. Setelah lahir pasien mendapatkan suntikan dari bidan di paha kanan
dan kiri.
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran dalam batas normal

Riwayat makanan
0 6 bulan : ASI Eksklusif, diberikan sesuai permintaan anak, Ibu
mengkonsumsi nasi, sayur, dan lauk-pauk 3 porsi sehari selama
menyusui bayi
6 9 bulan : ASI + MPASI, ASI diberikan tergantung permintaan bayi.
Makanan pendamping yang diberikan berupa bubur susu yang
diberikan 3 x sehari sebanyak 100-200 ml
9 12 bulan : ASI + Nasi tim, ASI diberikan tergantung permintaan bayi.
Makanan pendamping yang diberikan berupa nasi tim yang
diberikan 3 x sehari sebanyak 250 ml.
1 thn- 2thn : ASI + Makanan keluarga, ASI diberikan tergantung permintaan
bayi. Makanan pendamping yang diberikan berupa nasi biasa
yang diberikan 3 x sehari sebanyak 100 gram, dengan lauk pauk
seperti tempe, tahu, telur, ikan, ayam, dan daging cincang. Anak
juga sudah diberikan sayur bayam, katuk, wortel, kentang,
buncis, jagung manis. Buah jarang diberikan, sekitar 3 hari sekali.
Kesan: Kualitas cukup

Riwayat imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG (umur 0 bulan), DPT 3 kali (umur 2, 3,
dan 4 bulan), polio 4 kali (umur 0, 2, 3, dan 4 bulan),hepatitis B 4 kali (umur 0, 2,
3, dan 4 bulan), dan imunisasi campak pada usia 9 bulan.
Vaksin I II III IV IX
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak

Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kondisi Lingkungan


Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi menengah. Pendidikan Ayah tamat
SMP dan Ibu tamat SMP. Ayah bekerja sebagai pedagang dengan pendapatan
tidak tentu kurang dari 800 ribu, sedangkan ibu kandung pasien hanya sebagai ibu
rumah tangga. Pasien tinggal bersama ibu dan ayah yang semuanya sehat. Satu
rumah dihuni oleh 4 orang anggota keluarga. Rumah pasien adalah rumah
pemanen berdinding bata. Jalan menuju ke rumah merupakan jalan aspal. Rumah
memiliki banyak jendela. Memiliki 2 kamar. Terdapat kamar mandi dan tempat
buang air besar dan kecil khusus yang terletak didalam rumah. Untuk mandi dan
aktivitas mencuci dilakukan di rumah. Ventilasi baik. Sumber air minum
diperoleh dari air sumur yang dimasak sampai mendidih. Jarak fasilitas kesehatan
puskesmas dekat dari rumah, sedangkan dari rumah ke RSAM ditempuh dalam
waktu 30 menit. Pembiayaan kesehatan ditanggung BPJS dan Nilai UMR
provinsi Lampung adalah 1,7jt.
Kesan: Sosial ekonomi kurang
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
I. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,80 C
Frekuensi Nadi : 100x / menit
Frekuensi Nafas : 30x / menit
Berat Badan : 35 Kg
Tinggi Badan : 151 cm

Status Gizi :
BB/U = median sampai +1SD (Z-score kurva WHO)
TB/U = -1SD sampai Median (Z-score kurva WHO)
BB/TB = median sampai +1SD (Z-score kurva WHO)
Kesan:
1. BB/U : normal
2. PB/U : normal
3. BB/PB : normal

b. Status Generalis
Kelainan Mukosa Kulit / Subkutan Yang Menyeluruh
Pucat : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedem : ada
- -
+ +
Turgor : Baik
Pembesaran KGB : Tidak ada

KEPALA
Muka : normal, bulat simetris
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar : sudah tertutup
Mata : CA (-/-) SI (-/-) pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Telinga : normal / sekret (-/-)
Hidung : deviasi - / sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering dan pecah-pecah, sianosis(-), candidiasis(-)

LEHER
Bentuk : normal
Trachea : normal
JVP : 5 + 4 cmH2O (meningkat)
KGB : tidak ada pembesaran

THORAKS
Bentuk : normothoraks
Retraksi : tidak ada

JANTUNG
Inspeksi : iktus kordis terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V garis midclavicula sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung I II irregular, murmur (-), gallop (+)

PARU-PARU
Anterior Posterior
Sinistra Dextra Sinistra Dextra
Pergerakan
Pergerakan Pergerakan Pergerakan
Inspeksi nafas =
nafas = dextra nafas = sinistra nafas = dextra
sinistra
Ekspansi Ekspansi Ekspansi Ekspansi
Palpasi
simetris simetris simetris simetris
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
ABDOMEN
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar teraba 1/3-1/2 konsistensi lunak, spleen tidak teraba,
nyeri tekan (+), defans muskular (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) 5x / menit

GENITALIA EKSTERNA : oedema (+)

EKSTREMITAS
Superior : normal, oedema -
Inferior : normal, oedema (+/+)

c. Status Neurologis
A. Motorik
Kekuatan :
5 5
5 5
Gerakan
Dextra : Aktif
Sinistra : Aktif
Tonus : Normotonus
Klonus :-
Reflek Fisiologis
Bisep : +/+
Trisep : +/+
Achilles : +/+
Patella : +/+
Reflek Patologis
Babinski : negatif
Chaddock : negatif
Gordon : negatif
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Gonda : negatif
Schaefer : negatif
B. Sensorik
Anestesi :-
Hipoestesi : -

C. Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : negatif
Brudzinsky II : negatif
Lasseque sign : negatif
Kernig sign : negatif
D. Otonom
Miksi : normal
Defekasi : normal

II.RESUME
Pasien anak, laki-laki, usia 14 tahun, BB 35 kg, datang ke RSAM pada tanggal 27
Desember 2014 dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul, sesak
dipengaruhi aktivitas dan tidak dipengaruhi cuaca maupun emosi. Os mengalami
sesak saat berjalan 20 meter, sesak berkurang ketika beristirahat. Pasien
mengeluh jantung berdebar-debar, tidak terdapat keluhan nyeri dada. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
nadi 100 x/menit, pernafasan 30 x/menit, suhu 36,8 C. Kepala normocephal,
leher ditemukan peningkatan JVP 5 + 4 cmH20, dan pulmo tidak ditemukan
kelainan. Jantung dari inspeksi terlihat iktus kordis, teraba iktus kordis di ICS V
garis midclavicula sinistra, perkusi redup, auskultasi terdengar BJ I-II irreguler,
gallop (+). Abdomen dari inspeksi terlihat datar, teraba hepar 1/3-1/2 konsistensi
lunak, spleen tidak teraba, nyeri tekan (+) auskultasi didapatkan bising usus (+),
turgor baik. Edema pada ekstremitas inferior. Pemeriksaan neurologis tidak
ditemukan kelainan, refleks fisiologi (+), refleks patologis (-), tanda rangsang
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
meningeal (-). Status gizi berdasarkan WHO Growth Chart Standart 2006 BB/U,
TB/U dan BB/TB berada dalam batas normal.

III.DIAGNOSIS BANDING
1. Gagal jantung e.c susp. RHD
2. Gagal jantung e.c susp. CHF

IV.DIAGNOSIS KERJA
Gagal jantung e.c susp. RHD

V.PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL X tetes permenit (mikro)
2. Inj. Furosemide 2 x 2 amp
3. Captopril 3 x 12,5mg
4. Spironolacton 25 mg (1/2-0-0)

VI.RENCANA TINDAKAN
1. Echocardiography
2. Cek Lab. DL, CRP, ASTO, LED
3. EKG

VII.PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam
3. Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
FOLLOW UP

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan
Sabtu, KU : Tampak Sakit Sedang Gagal jantung - IVFD RL X tetes
27/12/14 KS : Compos Mentis e.c susp. RHD permenit (mikro)
Pkl. 21.13 TD : 100/80-100/80 - Inj. Furosemide 2x2 amp
: 80/60-80/60 - Captopril 3x12,5mg
HR : 100 x/menit - Spironolacton 25 mg
RR : 30 x/menit (1/2-0-0)
Batuk (+); T : 36,8C
Muntah (-); BB : 35 kg
BAB (+); TB : 151 cm
BAK (+);
Kepala
Muka : Simetris
Mata : anemis (-), Edema palpebra (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : Candida (-), sianosis (-)

Paru
I : Simetris, retraksi (-)
P : Ekspansi Simetris
A : Vesikuler, Ronkhi -/- Wheezing
-/-
Jantung
I : Ictus cordis terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS V
midclavicula sinistra
A : BJ I/II Irreguler, Murmur (-),
gallop (+)

Abdomen
I : Datar
A : Bising usus (+)
P : Hepatomegali (+)
P : Timpani (+)

Ekstremitas :
Edema superior -/-Edema
inferior +/+

Status gizi :
BB/U = median sampai +1SD (Z-score
kurva WHO)
PB/U = -1SD sampai Median (Z-score
kurva WHO)
BB/PB = median sampai +1SD (Z-score
kurva WHO)
Minggu, KU : Tampak Sakit Sedang Gagal jantung - IVFD RL X tetes
28/12/2014 KS : Compos Mentis e.c susp. RHD permenit (mikro)
Pkl 07.00 TD : 100/80-100/80 - Inj. Furosemide 2x2 amp
: 80/60-80/60 - Captopril 3x12,5mg
HR : 104 x/menit - Spironolacton 25 mg
RR : 32 x/menit (1/2-0-0)
T : 36,8C
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
BB : 35 kg
TB : 151 cm

Kepala: dbn
Paru: vesikuler, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung: BJ I/II Irreguler, murmur (-), gallop
(+)
Abdomen: hepatomegali (+)
Ekstremitas: Edema inferior +/+
Senin, KU : Tampak Sakit Sedang RHD Konsul Sp.A (pukul 09.00
29/12/2014 KS : Compos Mentis WIB):
Pkl. 07.00 TD : 100/80-100/80 - Captopril 2x12,5 mg
: 80/60-80/60 - Inj furosemide 30 mg/12
HR : 132 x/menit jam
RR : 32 x/menit - Cek DL, ASTO, CRP,
T : 36,8C EKG, echocardiography
BB : 35 kg
TB : 151 cm

Kepala: dbn
Paru: vesikuler, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung: BJ I/II Irreguler, murmur (-), gallop
(+)
Abdomen: hepatomegali (+)
Ekstremitas: Edema inferior +/+
Senin, Laboratorium Hematologi Konsul Sp.A:
29/12/2014 Hb 9,0 g/dl N=13,5-18,0 - Besok berikan benzatin
Pkl. 16.00 g/dl penisilin 1,2 juta unit
Ht 28,6 N=40-54 % - Prednison 2
mg/kgBB/hari
Eritrosit 3,6 jt/l N=4,6-6,2 jt/l
LED 80 mm/jam N=0-10
mm/jam
Leukosit 8700/ul N=4500-
10700/ul
Hitung
jenis: 0 N=0-1 %
Basofil 0 N=1-3 %
Eosinofil 0 N=2-6 %
Batang 64 N=50-70 %
Segmen 32 N=20-40 %
Limfosit 4 N= 2-8 %
Monosit
Trombosit 536000/ul N=150000-
400000/ul

Laboratorium Imunologi dan Serologi (29


Desember 2014)
ASTO + (positif) N=negatif
CRP >24 mg/L N=< 6 mg/L
kuantitatif
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Echocardiography

Kesan:
MR severe e.c RHD, TR severe, PH
moderate
Selasa, KU : Tampak Sakit Sedang RHD - Benzatin penisilin 1,2
30/12/2014 KS : Compos Mentis juta unit
Pkl 07.00 TD : 100/80-100/80 - Prednison 5-5-4
: 80/60-80/60 - Captopril 2x12,5 mg
S/ perut sakit, HR : 132 x/menit - Furosemid 30 mg/12 jam
sakit dada kiri RR : 32 x/menit
T : 36,8C
BB : 35 kg
TB : 151 cm

Kepala: dbn
Paru: vesikuler, ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung: BJ I/II irreguler, murmur (-), gallop
(+)
Abdomen: hepatomegali (+)
Ekstremitas: edema inferior +/+
Rabu, KU : Tampak Sakit Sedang RHD - Benzatin penisilin stop
31/12/2014 KS : Compos Mentis - Prednison 5-5-4
Pkl 07.00 TD : 100/80-90/80 - Captopril 2x12,5 mg
: 80/60-80/60 - Furosemid 30 mg/12 jam
S/ perut sakit HR : 132 x/menit
berkurang, sakit RR : 32 x/menit
dada kiri T : 36,8C
berkurang BB : 35 kg
TB : 151 cm

Kepala: dbn
Paru: vesikuler, ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung: BJ I/II irreguler, murmur (-), gallop
(+)
Abdomen: hepatomegali (+)
Ekstremitas: edema inferior -/-
Kamis, KU : Tampak Sakit Sedang RHD - Benzatin penisilin stop
01/01/2015 KS : Compos Mentis - Prednison 5-5-4
Pkl 07.00 TD : 100/80-90/80 - Captopril 2x12,5 mg
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
S/ perut sakit : 80/60-80/60 - Furosemid 30 mg/12 jam
berkurang HR : 132 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,8C
BB : 35 kg
TB : 151 cm

Kepala: dbn
Paru: vesikuler, ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung: BJ I/II irreguler, murmur (-), gallop
(+)
Abdomen: hepatomegali (+)
Ekstremitas: edema inferior -/-
Jumat, RHD - Kondisi membaik, os
02/01/2015 dipulangkan
Pkl 07.00

S/ tidak ada
keluhan
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak

ANALISIS KASUS

Anamnesis pasien ini dilakukan secara alloanamnesis dan didapatkan satu minggu
sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas bertambah hebat, semakin sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Sesak nafas timbul walaupun os
sedang istirahat, os lebih nyaman jika menggunakan 2 bantal. Demam tidak ada.
Mual ada, muntah tidak ada. Os mengeluh jantung berdebar-debar, nyeri dada (-).
Kaki bertambah bengkak. BAK sedikit-sedikit dan BAB tidak ada keluhan.
Kemudian os berobat ke Rumah Sakit DKT dan dirawat selama 3 hari, diberi obat
tablet berwarna putih tetapi tidak ada perubahan kemudian dirujuk ke Rumah
Sakit Abdul Moeloek.

Berdasarkan keluhan pasien, sesak yang dialami mengarah kepada penyakit gagal
jantung, karena sesak tetap timbul walaupun os istirahat dan lebih nyaman jika
posisi kepala ditinggikan kemudian adanya bengkak pada kedua kaki. Penyakit
gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak nafas
dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
ketidakmampuan jantung memompa darah dengan kecepatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik jaringan atau kemampuan melakukan hal ini pada
tekanan pengisian yang meningkat. (Dorland, 2006; Panggabean, 2007)

Gagal jantung dapat memengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya
(biventrikel). Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dispnea, atau
perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh
penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh peningkatan
aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu
aktivitas fisik (dyspneu deffort). Dispnea juga jelas saat pasien berbaring
(ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari
ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma terangkat. Dispnea
nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea yang dramatik, pada keadaan
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk,
sensasi tercekik, dan mengi. (Kumar et al, 2007)

Pada pemeriksaan fisik pasien ini, didapatkan KU tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, nadi 100 x/menit, pernafasan 30 x/menit, suhu 36,8 C. Kepala
normocephal, leher ditemukan peningkatan JVP 5 + 4 cmH20, dan pulmo tidak
ditemukan kelainan. Jantung dari inspeksi terlihat iktus kordis, teraba iktus kordis
di ICS V garis midclavicula sinistra, perkusi redup, auskultasi terdengar BJ I-II
irreguler, gallop (+). Abdomen dari inspeksi terlihat datar, teraba hepar 1/3-1/2
konsistensi lunak, spleen tidak teraba, nyeri tekan (+) auskultasi didapatkan bising
usus (+), turgor baik. Edema pada ekstremitas inferior. Pemeriksaan neurologis
tidak ditemukan kelainan, refleks fisiologi (+), refleks patologis (-), tanda
rangsang meningeal (-).

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini, menunjukkan klinis penyakit


gagal jantung. Manifestasi lain gagal jantung kiri adalah kelelahan otot,
pembesaran jantung, takikardia, bunyi jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah
halus di basal paru, karena aliran udara yang melewati alveolus yang edematosa.
(Kumar et al, 2007) Namun dalam menegakkan diagnosa penyakit gagal jantung
sebaiknya didkung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks,
biomarker, tes darah lengkap, ekokardiografi, kateterisasi dan tes latihan fisik
(treadmill test). (Panggabean, 2007)

Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada pasien ini adalah echocardiography,


pemeriksaan laboratorium darah lengkap, ASTO, CRP dan LED serta EKG.
Kesan pada pemeriksaan laboratorium Hb:9,0 mg/dl; Ht: 28,6%; eritrosit: 3,6
jt/l; leukosit: 8700/l; LED: 80 mm/jam dan trombosit 536.000/ l. CRP positif
>24 mg/L dan ASTO positif. Kesan echocardiography adalah MR severe e.c
RHD, TR severe, PH moderate.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, diagnosis terarah kepada penyakit


jantung reumatik.Penyakit Jantung Rematik adalah cacat jantung akibat sisa
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
demam rematik akut tanpa disertai keradangan akut. Cacat dapat terjadi pada
semua bagian jantung terutama katup mitral dan katup aorta. Penyakit ini
didahului oleh Demam Rematik Akut yaitu sindroma peradangan yang timbul
setelah sakit tenggorokan oleh Streptokokus B hemolitikus grup A yang
cenderung dapat kambuh. Gejala klinis yang timbul berupa sufebril, anoreksia,
tampak pucat atralgia, dan sakit perut. (Nelson, 2008)

Pada pasien ini didiagnosis dengan Penyakit Jantung Rematik disebabkan karena
pada anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan demam yang dialami sejak
dua minggu sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi terus menerus, riwayat
minum obat penurun panas (+), nyeri sendi pada kedua lutut dan siku, nyeri sendi
tersebut tidak menetap. Pasien cepat lelah dan sesak jika sedang bermain dengan
teman-temannya, harus beristirahat sejenak sebelum kembali berlari. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan, konjungtiva anemis +/+, iktus kordis terlihat dan
teraba di ICS V midclavicula sinistra, terdengar bunyi gallop, pemeriksaan
abdomen : hepar teraba 1/3-1/2.

Dimana hal ini sesuai dengan kriteria menurut Dr. T. Jones, yaitu, manifestasi
mayor (gejala yang patognomonik) dan manifestasi minor (gejala yang tidak
patognomonik tetapi perlu untuk menegakkan diagnosis). Manifestasi mayor
menurut Jones antara lain karditis, gejala dini: lelah, pucat, tidak bergairah,
tampak sakit, seorang penderita dikatakan Demam Rematik jika ditemukan satu
atau lebih tanda berikut: bunyi jantung melemah dengan bising diastolik,
terdengar bising yang semula tidak ada atau perubahan intensitas bising yang
sudah ada, kardiomegali terutama penbesaran ventrikel kiri, perikarditis ditandai
dengan nyeri yag menjalar ke umbilicus, friction rub, efusi pericardial dan
kelainan EKG, gagal jantung kongesif tanpa kelainan lain. Poliartritis migrans
akut, khas untuk demam reumatik, biasanya mengenai sendi-sendi besar (lutut,
pergelangan kaki/ tangan, siku), dapat timbul bersamaan tetapi lebih sering
bergantian/ berpindah-pindah. Eritema marginatum, berupa bercak merah muda
dengan bagian tengah pucat, sedangkan tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi dan
tidak gatal. Bila ditekan, lesi akan menjadi pucat. Khorea, gerakan-gerakan cepat,
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai kelemahan otot.
Gambaran klinis dapat berupa gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstremitas,
muka dan kerangka tubuh, juga dapat berupa phipotonia akibat kelemahan otot,
inkoordinasi gerakan dan biasanya disertai gangguan emosi, bahkan merupakan
tanda dini. Nodul subkutan, nodul dibawah kulit, berukuran 3-10 mm, keras,
tidak terasa sakit dan mudah digerakkan. Biasanya terdapat dibagian ekstensor
persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah
oksipital dan diatas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. (Nelson,
2008)

Pada kasus ini tanda manifestasi mayor pertama yang ditemukan yaitu:
1. Karditis, karena pasien tampak pucat (anemis), tidak bergairah, tampak
sakit, pada pemeriksaan fisik didapatkan bising sistolik, pada rontgen
toraks ditemukan gambaran kardiomegali.
2. Manifestasi mayor kedua yang ditemukan yaitu: artritis (khas poliartritis
migran akut), karena pasien mengeluh nyeri sendi pada kedua lutut dan
siku, dimana nyeri tersebut berpindah pindah (tidak menetap).
3. Eritema marginatum jarang ditemukan, menurut kepustakaan angka
kejadian lebih kurang 5%, sedangkan nodul subkutan juga ditemukan 5
10 % kasus, ukuran lebih kecil,tidak nyeri dan lebih cepat menghilang,
muncul sesudah beberapa minggu sakit dan umumnya ditemukan pada
pasien dengan karditis. Manifestasi Khorea Syndenham melibatkan sistem
saraf pusat, hubungan dengan deman rematik tidak jelas. Periode laten dari
manifestasi klinis dari infeksi streptokokus dapat mencapai 3 bulan atau
lebih. (Nelson, 2008)

Manifestasi minor menurut Jones:


1. Demam,
2. Atralgia,
3. LED meningkat,
4. Protein C reaktif (+),
5. EKG interval PR memenjang. (Nelson, 2008)
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada
kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak
tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak
terdiagnosis. (Nelson, 2008)

Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan
atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri
pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari
yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan
sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.
Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai
39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai
suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan
pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu
banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang
bermakna. (Nelson, 2008)

Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan
pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi
mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat
pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak
meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung
kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada
semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka
kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan. (Nelson,
2008)

Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan


Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering
dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk
demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan
pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik. (Nelson, 2007) Pada kasus
ini tanda manifestasi minor yang ditemukan yaitu demam, LED meningkat dan
CRP (+).

Pemeriksaan tambahan, bukti adanya infeksi steptokokus sebelumnya, yaitu


peningkatan titer ASTO atau titer antibodi terhadap steptokokus lain, serta biakan
usap tenggorok (swab orofaring) menunjukkan adanya streptokokus beta
hemolitikus golongan A atau demam skarlatina. Titer antistreptolisin O (ASTO)
merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah
satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO dianggap
meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd
pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai
80% kasus demam rematik akut. Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan
dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50%
kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat
mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut. (Nelson,
2008)

Penegakkan diagnosa menurut Kriteria WHO Tahun 2002-2003 utuk diagnosis


Demam Rematik & Penyakit Jantung Rematik (berdasarkan revisi kriteria Jones)
yaitu :
Demam Rematik serangan pertama: 2 kriteria major atau 1 kriteria
major dan 2 minor + Streptokokus B hemolitukus grup A bukti infeksi
sebelumnya
Demam Rematik serangan rekuren tanpa Penyakit Jantung Rematik : 2
major atau 1 major dan 2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus
grup A sebelumnya
Demam Rematik serangan rekuren dengan Penyakit Jantung Rematik:
2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus grup A sebelumnya
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Korea Syndenham: tidak perlu kriteria major lainnya atau bukti
Streptokokus B hemolitukus grup A
Penyakit Jantung Rematik (stenosis mitral murni atau kombinasi
dengan insufisiensi dan atau gangguan aorta): tidak perlu kriteria lain

Pada kasus ini juga terjadi kardiomegali, ini tampak pada hasil rontgen thoraks,
dimana pada perhitungan CTR didapatkan hasil lebih dari 50 %. Kardiomegali
terjadi karena adanya kompensasi tubuh dengan cara hipertrofi atrium maupun
ventrikel dalam memenuhi kebutuhan sistole dan diastole. Keadaan ini
menyebabkan aliran balik ke paru (menyebabkan pasien sesak karena kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru dan meningkatnya tahanan aliran
darah), Jantung kanan (terjadi peningkatan vena Jugularis). Peningkatan JVP
merupakan kompensasi dari abdomen kuadran kanan atas serta menunjukan
kongesti vena sistemik, serta dapat terjadi hepatomegali (terjadi peregangan
kapsula hati), dan ke aliran sistemik. (Sylvia, 2005)

Diagnosis banding untuk kasus ini adalah Demam Reumatik, hal ini disebabkan
karena penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh demam reumatik.
Perbedaan pada kedua penyakit ini terletak pada ada tidaknya gangguan pada
katup jantung. Pada penyakit jantung reumatik terdapat gangguan pada katup
jantung sedangkan pada demam reumatik tidak didapatkan gangguan pada katup
jantung.

Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan terapi cairan diberikan sepuluh


tetes/menit mikro. Tatalaksana pada pasien ini mencakup tirah baring, pengobatan
dengan Antibiotika, serta pemakaian Analgetik dan Anti inflamasi.
Tirah baring yang lamanya tergantung beratnya penyakit.

Kondisi jantung Lama tirah baring Mobilisasi


bertahap
Tanpa karditis 2 minggu 2 minggu
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Karditis tanpa kardiomegali 4 minggu 4 minggu
Karditis dengan kardiomegali 6 minggu 8 minggu
Karditis dengan gagal jantung Selama gagal jantung 3 bulan

Antibiotika :
Penisilin Benzatin 600.000 IU untuk anak dengan berat badan kurang dari
30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali,
intra muskular.
Penisilin oral 4 x 125 mg/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari
20 kg dan 4 x 250 mg/hari untuk berat badan lebih dari 20 kg, diberikan
selama 10 hari.
Pada anak yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin
dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, 3-4 kali sehari selama 10 hari.
Analgesik dan anti-inflamasi :
Obat yang dipakai adalah salisilat dan steroid yang dosis pemberiannya
disesuaikan dengan manifestasi klinis.

Manifestasi klinis Salisilat Steroid (Prednison)

Artralgia 75-100 mg/kgBB/hari -

100 mg/kgBB/hari
selama 2 minggu;
Artritis dan/atau karditis dilanjutkan 75 -
mg/kgBB/hari (4-6
minggu)
2 mg/kgBB/hari
Karditis disertai
75 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, dosis
kardiomegali atau gagal
selama 6 minggu dikurangi bertahap tiap
jantung.
2 minggu.

Antihipertensi :
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
Captopril 2x12,5 mg, untuk mengurangi beban kerja jantung yang
disebabkan karena pembesaran jantung. Sehingga dengan pemberian
captoril ini akan mengurang tensi pasien dan akan mengurangi beban dari
jantung.

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam
rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan
aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100
mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang
adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan
selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan,
terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase
akut.

Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara
bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi
dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada
demam rematik akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis
untuk 2 sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat. (Nelson,
2008)

Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi setengah
duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat dengan
onset akut. Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah dosis
rekomendasi biasa, karena beberapa pasien dengan karditis rematik sangat sensitif
terhadap pemberian digitalis. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai
12 jam, jika terdapat indikasi.

Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan


emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2
juta unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk
pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
profilaksis sekitar 25% pasien dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang
menjadi penyakit katup jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada
kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat diberikan: fenobarbital (15-30 mg
setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap
8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau
steroid.
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Penyakit Jantung Reumatik


Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit
jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik
merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut
sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang
mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit
jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya.
(Nelson, 2008)
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari
demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari
fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung.
Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta;
manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya
peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Dengan
serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat
tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea
menjadi terkena. (Nelson, 2008)

Gb 1. Vegetasi pada katup jantung

2. Patofisiologi
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi
Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau
manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1) Streptokokus grup A akan
menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen Streptokokus akan menyebabkan
pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi
dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik
sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan
antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi
tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan. (Stollerman, 2005)

Gb 2. Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada


lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan
pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan
tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga
mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding
atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah
hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru
mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis,
hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
(Stollerman, 2005)

3. Pola Kelainan Katup

1. Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang biasanya
meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta penebalan
korda tendineae. Selama demam rematik akut dengan karditis berat, gagal jantung
disebabkan oleh kombinasi dari insufisiensi mitral yang berpasangan dengan
peradangan pada perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Oleh
karena tingginya volume pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri
mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang mengalami
regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan
kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri. (Price, 2005)
Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada
pasien dengan insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih
dari separuh pasien dengan insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur
mitral setelah 1 tahun. Pada pasien dengan insufisiensi mitral kronik yang berat,
tekanan arteri pulmonalis meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan
berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat
berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset
dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. (Nelson, 2008)

2. Stenosis Mitral
Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis
pada cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
muskulus papilaris. Stenosis mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan
tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis,
peningkatan rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi
serta hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal jantung
kanan. (Nelson, 2008)

3. Insufisiensi Aorta
Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup aorta
menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah
menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.
Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi
daripada insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan
tekanan diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar
dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan
bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi
sistolik sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume. (Nelson, 2008)

4. Kelainan Katup Trikuspid


Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.
Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.
Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena
jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik
yang meningkat selama inspirasi. (Nelson, 2008)

5. Kelainan Katup Pulmonal


Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan
temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham Steell hampir
sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan.
Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta
Doppler. (Nelson, 2008)
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
4. Penatalaksanaan Operatif

a. Mitral stenosis

Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang


menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional
III ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub
valvular, kommisurotomi atau penggantian katup. (Nelson, 2008)

b. Insufisiensi Mitral

Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada


penderita insufisiensi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli
sepakat bahwa tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi
ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan
katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi
mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup
biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20
tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan
kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork
Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan
antikoagulan untuk selamanya. (Nelson, 2008)

c. Stenosis Aorta

Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan


operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta
follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan
stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien
yang dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian
katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang
berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun
tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75
mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan
sistolik aorta yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa
dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan
penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian
katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada
pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada
pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup perlu
dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah
kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan
perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup
sintetis. (Stollerman, 2005)

d. Insufisiensi Aorta

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan,


kontra indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan
katup jaringan, baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan
penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada
penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan
risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada
penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4 sampai 10%. Penderita dengan katup
buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang. (Stollerman,
2005)

5. Prognosis
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi.
Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam
rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan
penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak
menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata
demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak
pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah
bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. (Stollerman, 2005)
Persentasi Kasus
Ilmu Kesehatan Anak

DAFTAR PUSTAKA

Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's Principles of
Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book. 2005 : 1977-79

Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of


Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. p.1961-63

Panggabean, Marulam M. 2007. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1503-1504.

Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 613-27

Anda mungkin juga menyukai