Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

REFERAT
JUNI 2015

VARICOCELE

OLEH
SUL FADHILAH HAMZAH
K1A1 10 017
PEMBIMBING
dr. RUSLAN DUPPA, M. Kes., Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
VARICOCELE
Sul Fadhilah Hamzah, Ruslan Duppa
I.

PENDAHULUAN

Varicocele adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis


akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna (1). Varicocele
merupakan penyebab yang tersering dari penurunan fungsi testis dan terjadi pada
sekitar 15-20% dari semua laki-laki dan 40% pada laki-laki tidak subur(2).
Varicocele berkembang sebagai hasil dari dilatasi dan tortousity dari vena
pada pleksus pampiniformis sekunder untuk aliran retrograde ke vena spermatika
interna (ISV)(3). Kondisi ini secara klinis penting karena dapat berhubungan
dengan infertilitas, dan varicocele pada kenyataannya merupakan penyebab paling
sering infertilitas pada pria(4)
II.

INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


Varicocele terjadi pada 10% laki-laki pada populasi umum, dan 30% pada
laki-laki infertile. Konsentrasi dan pergerakan sperma menurun secara signifikan
sebanyak 65% hingga 75% pada laki-laki dengan varicocele(5). Usia rata-rata anak
laki-laki dengan varicocele adalah 16,50 tahun 3.20 (12 sampai 19). Prevalensi
bervariasi pada usia dan lebih tinggi (8,65%) pada pasien berusia 18 tahun. Dari
149 remaja dengan varicocele, 7 (4,70%) dalam masa pra-pubertas dan 142
(95,30%) dalam masa pasca-pubertas(6).
Varicocele lebih sering (sekitar 80-90%) terjadi di testis kiri daripada di
kanan(2). Pada USG, varicocele lebih sering bilateral (87,66%) daripada unilateral
(12,34%)(6).

III.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Varicocele lebih sering terjadi di testis kiri daripada di kanan karena
beberapa faktor anatomi, termasuk (1) sudut di mana vena testis kiri memasuki

vena renalis kiri, (2) kurangnya katup antireflux efektif di persimpangan vena
testis dan vena renalis, dan (3) meningkatnya tekanan vena renalis karena
kompresi antara mesenterika arteri superior dan aorta (yaitu, nutcracker effect)(2).
Varicocele sisi kanan mungkin mengisyaratkan obstruksi vena kava inferior.
Munculnya varicocele secara mendadak pada orang tua mungkin mengisyaratkan
adanya tumor ginjal stadium lanjut(7).
Varicocele dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui
beberapa cara, antara lain(1):
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika internal testis.
3. Peningkatan suhu testis
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke
testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan
dan pada akhirnya terjadi infertilitas

IV.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. ANATOMI
Testis merupakan organ reproduksi utama (gonad) pada laki-laki, yang
menghasilkan spermatozoa; bentuknya oval dan ada sepasang. Kedua testis
terletak hamper simetris, digantung oleh funiculus spermaticus dan
terbungkus di dalam kantong yang disebut scrotum. Organ yang
memproduksi sperma dan cairan semen ini mempunyai saluran keluar yang

pada awalnya berkelok-kelok di belakang testis (epididymis). Epididymis


berlanjut dengan ductus deferens, yang berjalan ke atas menuju dinding
depan abdomen, menembusnya, lalu memasuki rongga abdomen annulus
inguinalis superficialis, canalis inguinalis, annulus inguinalis profundus,
kemudian berbelok dan berjalan menuju fundus vesica urinaria. Pada fundus
vesica urinaria, ductus deferens bersatu dengan ductus excretorius vesiculae
seminalis,

membentuk

ductus

ejaculatorius.

Selanjutnya,

ductus

ejaculatorius berjalan menembus prostate sebelum bermuara pada pars


prostatica urethrae(8).

Gambar 1. Organ kelamin laki-laki, organa genitalia masculina (Dikutip


dari kepustakaan 9)

Testis didarahi oleh a.testicularis. arteri ini keluar dari aorta


abdominalis, tepat dibawah tempat keluarnya a.renalis. Dari aorta, arteri ini
berjalan ke bawah memasuki canalis inguinalis di dalam funiculus
spermaticus, lalu menuju bagian posterior testis tempat cabang-cabangnya
menembus tunica albuginea sebelum memasuki jaringan testis(8).
Darah dari testis dikembalikan melalui plexus pampiniformis. Dari
plexus ini, darah dialirkan ke vena testicularis (dextra et sinistra). Darah dari
vena testicularis dextra selanjutnya dialirkan ke vena cava inferior,
sementara darah dari vena testicular sinistra diteruskan ke vena renalis
sinistra. Vena renalis sinistra dapat mengalami obstruksi akibat adanya
tumor, menyebabkan pelebaran vena atau plexus venosus di sekitar testis
dan epididymis sinistra (disebut varicocele). Kadang-kadang testis dapat
terpuntir di dalam scrotum sehingga a.testicularis ikut terpuntir dan
tersumbat. Keadaan ini bias menimbulkan nyeri hebat akibat iskemia dan
jika berlanjut, dapat menyebabkan nekrosis(8).

Gambar 2. Pembuluh darah testis (Dikutip dari kepustakaan 8)


B. FISIOLOGI
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksual
aktif akibat stimulasi oleh hormone gonadotropik hipofisis anterior. Pada
tahap pertama, spermatogonia bermigrasi di antara sel-sel Sertoli menuju
lumen sentral tubulus seminiferus. Spermatogonia yang melewati lapisan
pertahanan masuk ke dalam lapisan sel Sertoli akan dimodifikasi
membentuk spermatosit primer yang besar. Selanjutnya mengalami
pembelahan mitosis membentuk dua spermatosit sekunder. Setelah beberapa
hari spermatosit sekunder membelah menjadi spermatid yang akhirnya
dimodifikasi

menjadi

spermatozoa

(sperma).

Keseluruhan

proses

spermatogenesis, dari spermatogonia menjadi spermatozoa, membutuhkan


waktu sekitar 74 hari(10)
Peningkatan suhu pada testis dapat mencegah spermatogenesis dengan
menyebabkan degenerasi sebagian besar sel-sel tubulus seminiferus selain

spermatogonia. Testis terletak di dalam kantong skrotum adalah untuk


mempertahankan suhu kelenjar ini di bawah suhu tubuh, walaupun biasanya
V.

hanya sekitar 2oC di bawah suhu bagian dalam tubuh(10).


DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIK
Biasanya tidak ada gejala yang menyertai varicocele, namun pada
beberapa laki-laki terdapat perasaan berat pada sisi yang terkena dan terasa
lunak ketika dipalpasi dalam pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik terdapat
massa yang teraba sebagai sekantong cacing yang teraba ketika pasien
dalam posisi berdiri; ketika pasien berbaring, massa dapat mengosongkan
isinya dan tidak teraba(5). Kadangkala sulit untuk menentukan adanya
bentukan varicocele secara klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang
menunjukkan adanya varicocele. Varicocele yang sulit diraba secara klinis
disebut varicocele subklinik(1).
Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan dengan konsistensi
elastis. Tekanan pada testis dirasakan oleh setiap orang yang diperiksa
sebagai sensasi yang khas yang menentukan struktur organ testis.
Epididimitis atau kebengkakan epididimis lain, hidrokel, atau tumor testis
tidak memberikan sensasi khas itu(11).
Secara klinis varicocele dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat(1):
1. Derajat kecil adalah varicocele yang dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan maneuver valsava
2. Derajat sedang adalah varicocele yang dapat dipalpasi tanpa
melakukan maneuver valsava
3. Derajat besar adalah varicocele yang sudah dapat dilihat bentuknya
tanpa melakukan maneuver valsava

Gambar 3. Varicocele besar terlihat melalui kulit skrotum. Pada pasien


dengan varicocele, pembuluh melebar dari pleksus pampiniformis yang
mudah dinilai dalam skrotum (Dikutip dari kepustakaan 2)

B. GAMBARAN RADIOLOGI
1. USG
Ultrasonografi memiliki sensitivitas 92,2%, spesifisitas 100%,
dan akurasi 92,7%. Ultrasonografi mampu menunjukkan baik
varicocele teraba dan subklinis(3).
Varicocele dapat ditemukan di mana saja di skrotum (yaitu,
medial, lateral, anterior, posterior, atau lebih rendah daripada testis).
Varicocele ini dapat berukuran kecil hingga sangat besar, dengan
pembuluh darah yang diperbesar hingga berdiameter 8 mm. Varicocele
intratesticular dapat dilihat sebagai daerah hypoechoic samar dalam
testis. Terlihat berbentuk tubular atau oval dan biasanya terletak di
dekat testis mediastinum(3).

Gambar 4. Sonogram longitudinal melalui testis kiri. Gambar ini


menunjukkan beberapa anechoid tube besar (2,4-6 mm) di
belakang atas dan tengah testis. Diameter tabung ini meningkat 1,5-2
mm dengan manuver Valsalva (tidak ditampilkan). T = testis; v =
varicocele. (Dikutip dari kepustakaan 3)
Pada varicocele terlihat pembesaran vena (>3 mm) di superior
dan posterior testis, pada maneuver valsalva pada posisi berdiri, akan
terlihat distensi vena yang pada color Doppler akan terlihat aliran
darah balik. Seringkali terjadi disebelah kiri. Bila varicocele terlihat
hanya di sebelah kanan, dapat dijumpai massa testis(12).

Gambar 5. Atas: sonogram longitudinal melalui pleksus


pampiniformis dari testis kiri. Gambar menunjukkan beberapa
anechoic tube. Bawah: Penerapan pencitraan color Doppler pada
pasien yang sama menunjukkan aliran dua arah dalam anechoic
tube (Dikutip dari kepustakaan 3)

2. ANGIOGRAPHY
Venography adalah modalitas yang paling dapat diandalkan
untuk mendeteksi varicocele kecil atau subklinis karena temuan
menunjukkan normal refluks darah vena secara retrograde ke ISV dan
pleksus pampiniformis(3).

Gambar 6. Left testicular venogram. Gambar ini menunjukkan


varicocele testis kiri sebelum embolisasi (Dikutip dari kepustakaan 3)

Gambar 7. Digital subtraction angiogram. Gambar ini menunjukkan


beberapa gulungan (tanda panah) di atas vertebral lumbal kelima kiri
setelah embolisasi vena testicularis kiri (Dikutip dari kepustakaan 3)
10

Karena sifat invasif venography, teknik ini biasanya disediakan


untuk digunakan pada pasien yang menjalani terapi oklusi untuk
pemetaan anatomi vena. Kadang-kadang, digunakan pada pasien
bergejala saat diagnosis samar-samar dengan metode lain(3).
3. CT Scan
CT scan dapat menunjukkan varicocele. Dalam satu studi, 2
scan melintang diperoleh dengan pasien dalam posisi terlentang
selama bernafas tenang dan selama manuver Valsava. Area
transsectional dari korda spermatika adalah 80-100 mm2 pada sisi
tanpa varicocele dan 100-200 mm2 pada sisi yang terkena.
Peningkatan tekanan intra-abdomen melebarkan pembuluh darah dari
pleksus pampiniformis, meningkatkan area transsectional 40-80%
pada sisi tanpa varicocele dan 100-200% pada sisi dengan varicocele.
Para penulis mencatat bahwa daerah korda spermatika (diukur pada
akar skrotum) lebih besar dari 100 mm2 tanpa peningkatan tekanan
intra-abdomen dan daerah yang lebih besar dari 200 mm2 dengan
peningkatan tekanan intra-abdominal merupakan indikasi dari
varicocele(3).
CT scan dengan peningkatan tekanan intra-abdomen dapat
digunakan sebagai metode non-invasif untuk mendeteksi varicocele
dan untuk menunjukkan ekstensi proksimal lesi ke dalam kanalis
inguinalis. Namun, kekurangan dari CT Scan adalah paparan radiasi.
Pasien yang menggunakan CT scan dilaporkan sedikit.(3).
4. MRI

11

Pada MRI, varicocele ditunjukkan sebagai massa dilatasi


serpiginous pada pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan
epididymal head. Kanalis spermatika yang melebar, dan korda
spermatika

dan/atau

pleksus

pampiniformis

intrascrotal

yang

menonjol(3).
Korda spermatika memiliki intensitas yang heterogen. Ini berisi
struktur serpiginous dengan intensitas yang tinggi, mungkin karena
fase-shift artefak dari aliran darah yang lambat. Aliran terkait dengan
peningkatan sekunder untuk memperlambat aliran yang dapat
mengakibatkan intensitas intraluminal meningkat pada gambar yang
diperoleh secara berurutan. Peran MRI dalam diagnosis varicocele
belum ditetapkan karena terbatasnya jumlah pasien yang telah
diperiksa dengan MRI(3)

12

Gambar 8. Diffusion-weighted imaging (DWI) dari testis. = daerah


yang dimaksud, Min = minimum, Max = maksimum, Alan = Area.
Gambar DW testis pada pria 28 tahun dengan varikokel. Peta apparent
diffusion coefficient (ADC) menunjukkan bahwa nilai-nilai ADC dari
ipsilateral dan kontralateral testis parenkim masing-masing 858 dan
914 10-3 s / mm2 (Dikutip dari kepustakaan 12)
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PATOLOGI ANATOMI
Untuk menilai seberapa jauh varicocele telah menyebabkan kerusakan
pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut
McLeod, hasil analisis semen pada varicocele menunjukkan pola stress
yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda
(immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered)1
VI.

KOMPLIKASI
Dari semua kemungkinan penyebab infertilitas primer, oligospermia adalah
salah satu yang paling sulit untuk diobati. Karena varicocele relatif umum,
beberapa dari mereka dengan oligospermia memiliki varicocele, dan diduga
penyebab infertilitas tersebut. Mungkin adanya varicocele unilateral dapat
mengganggu kontrol suhu normal skrotum, yang menjaga testis pada sekitar 2,5
C di bawah suhu rektal. Namun, hanya ada sedikit bukti bahwa varicocelectomy

VII.

meningkatkan kualitas air mani atau tingkat konsepsi(13).


PENATALAKSANAAN
Operasi tidak diindikasikan untuk varicocele tanpa gejala. Prosedur yang
paling sederhana adalah ligasi laparoskopi vena testis di atas ligamentum
inguinalis dimana pleksus pampiniformis telah bersatu menjadi satu atau dua
pembuluh darah. Namun, jika fasilitas tersedia, embolisasi vena testis di bawah
kontrol radiografi mungkin adalah pengobatan pilihan. Karena kehadiran
berlimpah vena kolateral, kekambuhan sering terjadi pada semua jenis operasi
varicocele(14).

13

VIII. PROGNOSIS
Total tingkat kegagalan untuk embolisasi perkutan sebanding dengan yang
untuk operasi, meskipun tingkat kegagalan teknis mungkin lebih tinggi (6-12%)
dan tingkat kekambuhan sama atau lebih rendah (4-16%). Morbiditas ringan dan
jarang, hingga 10% mengalami ketidaknyamanan sementara di pinggang atau
skrotum pada sisi varicocele, dengan beberapa gejala lainnya(15).

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B.B. Infertilitas pada pria. Dalam: Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga.
Jakarta: Sagung Seto; 2011. hal. 313-15
2. White W. M. Varicocele. Medscape reference drugs, diseases & procedures.
2014.

[cited

2015,

May

29].

Available

from:

url:http://emedicine.medscape.com/article/438591
3. Khan A. N. Varicocele imaging. Medscape reference drugs, diseases &
procedures.

2013.

[cited

2015,

May

29].

Available

from:

url:http://emedicine.medscape.com/article/382288
4. Gunderman R. Male reproductive system. In: Essential radiology: clinical,
pathophysiology, imaging. 2nd edition. New York: Thieme Medical
Publishers; 2006. p. 217
5. Wilson L.M, Hillegas K.B. Gangguan sistem reproduksi laki-laki. Dalam:
Price S.A, Wilson L.M, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. hal. 1319-20.
6. Fiogbe M.A, Alao M.J, Biaou O, Gbenou S.A, Yekpe P, Sossou R et al.
Ultrasound diagnosis of varicocele in the adolescent: our experience from
Benin. African Journal of Paediatric Surgery [October-December 2013 / Vol
10

Issue

4].

2013

[cited

2015,

June

03].

Available

from:

url:http://www.afrjpaedsurg.org
7. Corwin E.J. Sistem reproduksi. Dalam: Patofisiologi: buku saku. Edisi 3.
Jakarta: EGC; 2009. hal. 788
8. Widjaja H. Organ-organ genitalia laki-laki. Dalam: Anatomi pelvis. Jakarta:
EGC; 2010. hal. 96, 104-5
9. Putz R, Pabst R. Organ kelamin luar laki-laki. Dalam: Sobotta: atlas anatomi
manusia. Jilid 2. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2006. hal. 239
10. Guyton A.C. Fungsi reproduksi dan hormonal pria (dan fungsi kelenjar
pineal). Dalam: Guyton A.C, Hall J, R, editors. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007. hal. 1048-53
11. Sjamsuhidajat R. Saluran kemih dan alat kelamin laki-laki. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyo T, Rudiman R, editors. Buku
ajar ilmu bedah de Jong. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010. hal. 914-15
12. Karakas E, Karakas O, Cullu N, Badem O.F, Boyaci F.N, Gulum M et al.
Diffusion-weighted MRI of the testes in patients with varicocele: a
preliminary study. American Journal Radiology [AJR2014;202:324-328].

15

2014

[cited

2015,

June

07].

Available

from:

url:http://www.ajronline.org/112.215.66.73
13. Sidharta. Skrotum. Dalam: Atlas ultrasonografi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2006. hal. 495
14. Fowler C.G. Testis and scrotum. In: Williams N, Bulstrode C.J, OConnell
P.R, editors. Bailey & loves short practice of surgery. 25 th edition. London:
Hodder Arnold; 2008. p. 1380-81
15. Allan P.L. Varicocele. In: Sutton D, Robinson P, Jenkins J, Whitehouse R,
Allan P, Wilde P et al, editors. Textbook of radiology and imaging. Volume 2.
Edisi 7. Churchill Livingstone; 2002 hal. 472

16

Anda mungkin juga menyukai