Anda di halaman 1dari 4

Kasus :

Expectation Gap Pengukuran Kinerja Kantor Pemadam Kebakaran.


Kebakaran yang menimpa 19 rumah penduduk Desa Jetiskapuan Kecamatan Jati
Kabupaten Kudus Rabu (16/10) siang, merupakan bukti betapa loyo dan amburadul-nya
pelayanan mobil pemadam kebakaran (MPK). Sekaligus juga kurangnya persiapan aparat
pemerintah kabupaten (Pemkab) mengantisipasi musim kemarau 2002. Hal itu diungkapkan
penduduk desa setempat maupun tokoh masyarakat di Kudus menanggapi kebakaran di Desa
Jetiskapuan. Selain 19 rumah ludes terbakar dan rata dengan tanah, tiga rumah penduduk
dirobohkan untuk mencegah rumah lain ikut terbakar. Menurut Khambali, setelah mengetahui
terjadi kebakaran, ia bergegas meminjam telepon ke rumah dealer sepeda motor yang terletak
sekitar 700 meter dari lokasi kebakaran. Lalu menelepon ke pemadam kebakaran Pemkab Kudus.
Namun, baru satu jam kemudian muncul dua unit MPK (Harian Kompas, 12 Oktober 2002)
Analisis :
Sistem pengukuran kinerja formal nampaknya belum ditetapkan sehingga tidak ada
kriteria yang jelas bagaimana sebenarnya Dinas Pemadam Kebakaran ini dinilai berprestasi atau
gagal. Keluhan masyarakat seperti yang terjadi di Kudus tersebut membuktikan tingkat
pelayanan yang tidak memuaskan.Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut
dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Kasus di atas memberikan pelajaran yang
sangat berharga bahwa formulasi pengukuran kinerja harus memperhatikan keiinginan dan
harapan publik.

KINERJA KANTOR PEMADAM KEBAKARAN


Seperti disampaikan di atas, Kantor Pemadam Kebakaran ini keberadaanya sangat dekat di
masyarakat hanya jika terjadi musibah kebakaran. Jika dalam kondisi normal tanpa ada musibah
kebakaran, seolah semua tidak berminat membicarakan apalagi mendiskusikan. Namun
demikian, bukan berarti kinerja pada instansi seperti ini tidak penting. Kinerja Kantor Pemadam
Kebakaran sering dinilai hanya dari aspek input dan output. Instansi ini dinilai cukup berhasil
jika bisa menyerap anggaran 100% (input) dan melaksanakan program tahunan (output), tanpa
ada penilaian terhadap aspek hasil (outcome), manfaat (benefit), dan juga dampak (impact).
Idealnya memang sistem pengukuran kinerja yang dipakai oleh Kantor Pemadam Kebakaran ini
disusun setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen (representasi masyarakat),
sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders atas organisasi
tersebut dalam suatu indikator kinerja yang jelas. Namun, sampai saat ini cara seperti itu belum
dilakukan sehingga indikator kinerja yang digunakan masih bersifat subyektif dan bukan hasil
konsensus.

Seperti disampaikan di atas, Kantor Pemadam Kebakaran ini keberadaanya sangat dekat
di masyarakat hanya jika terjadi musibah kebakaran. Jika dalam kondisi normal tanpa ada
musibah kebakaran, seolah semua tidak berminat membicarakan apalagi mendiskusikan. Namun
demikian, bukan berarti kinerja pada instansi seperti ini tidak penting. Kinerja Kantor Pemadam
Kebakaran sering dinilai hanya dari aspek input dan output. Instansi ini dinilai cukup berhasil
jika bisa menyerap anggaran 100% (input) dan melaksanakan program tahunan (output), tanpa
ada penilaian terhadap aspek hasil (outcome), manfaat (benefit), dan juga dampak (impact).
Idealnya memang sistem pengukuran kinerja yang dipakai oleh Kantor Pemadam Kebakaran ini
disusun setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen (representasi masyarakat),
sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders atas organisasi
tersebut dalam suatu indikator kinerja yang jelas. Namun, sampai saat ini cara seperti itu belum
dilakukan sehingga indikator kinerja yang digunakan masih bersifat subyektif dan bukan hasil
konsensus.
Indikator keberhasilan Kantor Pemadam Kebakaran mempunyai karakteristik yang sama
dengan organisasi sektor publik pada umumnya terutama yang yang pure non profit. Indikator ini
sangat berbeda dengan sektor bisnis karena sifat output yang dihasilkan Kantor Pemadam
Kebakaran ini lebih banyak bersifat intangible. Dengan demikian indikator finansial saja tidak
cukup untuk mengukur tingkat keberhasilan Dinas Kebakaran. Dalam arti bahwa pengukuran
keberhasilan Dinas Kebakaran mestinya dilakukan secara komprehensif yang meliputi aspek
finansial dan non finansial baik bersifat tangible maupun intangible. Indikator keberhasilan yang
didesaian harus mempertimbangkan indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas baik dilihat dari
sudut stakeholders dan finansial maupun dari perspektif pelanggan . Pendekatan value for money
dan balance scorecard bisa digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja yang efektif.
METODE PENGUKURAN KINERJA KANTOR PEMADAM KEBAKARAN
Sebagaimana banyak dibahas dalam berbagai kajian akademik, bahwa pengukuran
kinerja pemerintah sering hanya mengacu pada input saja. Ukuran keberhasilan suatu instansi
pemerintah sering ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Jadi,
suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah walaupun
hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di
bawah standar. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek input tanpa melihat tingkat output
maupun outcomenya.
Dalam rangka memperoleh hasil pengukuran yang obyektif dan menyeluruh mencakup
semua aspek yang bersifat tangible maupun intangible maka metode pengukuran kinerja harus
didesaian sedemikian rupa sehingga bisa representatif selain juga applicable. Beberapa metode
bisa digunakan dalam pengukuran kinerja Kantor Pemadam Kebakaran dengan modifikasi
tertentu.

BALANCED SCORECARD
Mengukur kinerja Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan perspektif finansial, pelanggan,
proses internal, serta inovasi dan pembelajaran.

FORMULASI APLIKATIF PENGUKURAN KINERJA


BALANCED SCORCARD METHOD
Evaluasi
No
1.

Perspektif
Finansial

Pengadaan peralatan

Pemeliharaan dan
perbaikan

Dan sebagainya

Indikator

Realisasi

Rp.xxx
(anggaran)
Rp xxx
(anggaran)
Rp xxx
(anggaran

Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx

Rasio keluhan
masyarakat
kurang dari x%

Data hasil
Survey
lapangan

Rasio keluhan
masyarakat
kurang dari x%

Data hasil
Survey
lapangan

Selisih / Ket
Berpedoman
pada anggaran
untuk menilai
selisih dg
realisasi

2.
Pelanggan

Kepuasan masyarakat
(korban bencana
kebakaran)
Kepedulian msyarakat
atas manfaat Pemadam
Kebakaran
Penilaian petani
terhadap kualitas jasa
Dinas Pemadam
Kebakaran

Tk. Minimal
kerugian yang
diderita korban

Data hasil
Survey
lapangan

Rasio
keluhan= jml
keluhan / jml
korban
Rasio
keluhan= jml
keluhan / jml
korban
Tk kerugian
min.=
prosentase
kerugian
terhadap total
asset korban

3.
Proses Internal

Ketepatan waktu

Prosentase telp
masuk dijwb
dlm waktu

Perlu survey
lapangan

Menunjukkan
aspek
pelayanan

4.

proses

maks 1 menit

Pegawai terlatih dan


berkualitas

Sedikitnya 1%
peg lapangan
memenuhi std
kompetensi

Ketersediaan sistem
per periode

Inovasi & Pembelajaran

Jumlah pelatihan
pegawai setahun

Lingkungan kerja
yang up to date

Jml. Peningkatan
teknologi yg bisa
meningkatkan efisiensi

Perlu survey
lapangan

Menunjukkan
kualitas
pegawai

Perlu survey
lapangan

Seharusnya
mempunyai
Sistem
database yang
memadai

Proporsi peg.
yang dilatih
minimal 80%

Data hasil
Survey
lapangan

Benckmarks dg
kantor hukum
swasta terbaik
min. 5x setahun

Proporsi ini
adalah rasio
pegawai yang
ikut pelatihan
dg peg. total

Data hasil
Survey
lapangan

Informasi yang
dibutuhkan
dapat tersedia
dalam waktu
maksimal 5
menit

Peningkatan
teknologi
sebesar 10%
setahun

Data tentang
pengadaan dan
pemanfaatan
teknologi maju

Lingkungan
kerja sangat
mempengaruhi
produktivitas
Adopsi
fasilitas
teknologi yg
bisa
mengurangi
kelemahan
kerja

Anda mungkin juga menyukai