Kasus Asp
Kasus Asp
Seperti disampaikan di atas, Kantor Pemadam Kebakaran ini keberadaanya sangat dekat
di masyarakat hanya jika terjadi musibah kebakaran. Jika dalam kondisi normal tanpa ada
musibah kebakaran, seolah semua tidak berminat membicarakan apalagi mendiskusikan. Namun
demikian, bukan berarti kinerja pada instansi seperti ini tidak penting. Kinerja Kantor Pemadam
Kebakaran sering dinilai hanya dari aspek input dan output. Instansi ini dinilai cukup berhasil
jika bisa menyerap anggaran 100% (input) dan melaksanakan program tahunan (output), tanpa
ada penilaian terhadap aspek hasil (outcome), manfaat (benefit), dan juga dampak (impact).
Idealnya memang sistem pengukuran kinerja yang dipakai oleh Kantor Pemadam Kebakaran ini
disusun setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen (representasi masyarakat),
sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders atas organisasi
tersebut dalam suatu indikator kinerja yang jelas. Namun, sampai saat ini cara seperti itu belum
dilakukan sehingga indikator kinerja yang digunakan masih bersifat subyektif dan bukan hasil
konsensus.
Indikator keberhasilan Kantor Pemadam Kebakaran mempunyai karakteristik yang sama
dengan organisasi sektor publik pada umumnya terutama yang yang pure non profit. Indikator ini
sangat berbeda dengan sektor bisnis karena sifat output yang dihasilkan Kantor Pemadam
Kebakaran ini lebih banyak bersifat intangible. Dengan demikian indikator finansial saja tidak
cukup untuk mengukur tingkat keberhasilan Dinas Kebakaran. Dalam arti bahwa pengukuran
keberhasilan Dinas Kebakaran mestinya dilakukan secara komprehensif yang meliputi aspek
finansial dan non finansial baik bersifat tangible maupun intangible. Indikator keberhasilan yang
didesaian harus mempertimbangkan indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas baik dilihat dari
sudut stakeholders dan finansial maupun dari perspektif pelanggan . Pendekatan value for money
dan balance scorecard bisa digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja yang efektif.
METODE PENGUKURAN KINERJA KANTOR PEMADAM KEBAKARAN
Sebagaimana banyak dibahas dalam berbagai kajian akademik, bahwa pengukuran
kinerja pemerintah sering hanya mengacu pada input saja. Ukuran keberhasilan suatu instansi
pemerintah sering ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Jadi,
suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah walaupun
hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di
bawah standar. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek input tanpa melihat tingkat output
maupun outcomenya.
Dalam rangka memperoleh hasil pengukuran yang obyektif dan menyeluruh mencakup
semua aspek yang bersifat tangible maupun intangible maka metode pengukuran kinerja harus
didesaian sedemikian rupa sehingga bisa representatif selain juga applicable. Beberapa metode
bisa digunakan dalam pengukuran kinerja Kantor Pemadam Kebakaran dengan modifikasi
tertentu.
BALANCED SCORECARD
Mengukur kinerja Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan perspektif finansial, pelanggan,
proses internal, serta inovasi dan pembelajaran.
Perspektif
Finansial
Pengadaan peralatan
Pemeliharaan dan
perbaikan
Dan sebagainya
Indikator
Realisasi
Rp.xxx
(anggaran)
Rp xxx
(anggaran)
Rp xxx
(anggaran
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rasio keluhan
masyarakat
kurang dari x%
Data hasil
Survey
lapangan
Rasio keluhan
masyarakat
kurang dari x%
Data hasil
Survey
lapangan
Selisih / Ket
Berpedoman
pada anggaran
untuk menilai
selisih dg
realisasi
2.
Pelanggan
Kepuasan masyarakat
(korban bencana
kebakaran)
Kepedulian msyarakat
atas manfaat Pemadam
Kebakaran
Penilaian petani
terhadap kualitas jasa
Dinas Pemadam
Kebakaran
Tk. Minimal
kerugian yang
diderita korban
Data hasil
Survey
lapangan
Rasio
keluhan= jml
keluhan / jml
korban
Rasio
keluhan= jml
keluhan / jml
korban
Tk kerugian
min.=
prosentase
kerugian
terhadap total
asset korban
3.
Proses Internal
Ketepatan waktu
Prosentase telp
masuk dijwb
dlm waktu
Perlu survey
lapangan
Menunjukkan
aspek
pelayanan
4.
proses
maks 1 menit
Sedikitnya 1%
peg lapangan
memenuhi std
kompetensi
Ketersediaan sistem
per periode
Jumlah pelatihan
pegawai setahun
Lingkungan kerja
yang up to date
Jml. Peningkatan
teknologi yg bisa
meningkatkan efisiensi
Perlu survey
lapangan
Menunjukkan
kualitas
pegawai
Perlu survey
lapangan
Seharusnya
mempunyai
Sistem
database yang
memadai
Proporsi peg.
yang dilatih
minimal 80%
Data hasil
Survey
lapangan
Benckmarks dg
kantor hukum
swasta terbaik
min. 5x setahun
Proporsi ini
adalah rasio
pegawai yang
ikut pelatihan
dg peg. total
Data hasil
Survey
lapangan
Informasi yang
dibutuhkan
dapat tersedia
dalam waktu
maksimal 5
menit
Peningkatan
teknologi
sebesar 10%
setahun
Data tentang
pengadaan dan
pemanfaatan
teknologi maju
Lingkungan
kerja sangat
mempengaruhi
produktivitas
Adopsi
fasilitas
teknologi yg
bisa
mengurangi
kelemahan
kerja