Anda di halaman 1dari 3

Oleh reseptornya.

Ada 4 reseptor histamin (H1,H2,H3,H4) dengan distribusi yang berbeda


dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamin, menunjukkan berbagai efek. Mediator
utama terlihat pada label 14.2.

TABEL 14.2

b. PG dan LT
Di samping histamin, mediator lain seperti PG dan LT (dulu SRS-A) yang dihasilkan dari
metabolisme asam arakidonat setra berbagai sitokin berperan pada fase lambat Tipe I. Fase
lambat sering timbul setelah fase cepat hilang yaitu antara 6-8 jam. PG dan LT merupakan
mediator sekunder yang kemudian di bentuk darimetabolisme asam arakidonat atas pengaruh
fosfolipase A2. Efek biologisnya timbul lebih lambat, namun lebih menonjol dan berlangsung
lebih lama dibanding dengan histain. LT berperan pada bronkokonstiksi, peningkatan
permeabilitas vaskular dan produksi mukus. PGE2 menimbulkan bronkokonstriksi. Mediator
sekunder utama terlihat pada Tabel 14.3
c. Sitokin
berbagai sitokin dilepas sel mast dan basofil sperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13, GMCSF, dan TNF . Beberapa diantaranya berperan dalam manifestasi klinis reaksi Tipe I.
Sitokin-sitokin tersebut mengubah lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi
seperti neurofil dan eosinofil. IL-4 dan IL-13 meningkatkan produksi IgE oleh sel B. IL-5
berperan dalam pengerahan dan aktivasi eosinofil . kadar TNF- yang tinggi dan di lepas sel
mast berperan dalam renjatan anfilaksis.

2. Manifestasi Reaksi Tipe I


Manifestasi reaksi Tipe I dapat bervariasi dari lokal, ringan samapi berat dan keadaan yang
mengancam nyawa seperti anafilaksis dan sama berat (Tabel 14.4).
a. Reaksi Lokal
Reaksi hipersensitivitas Tipe I lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang
biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergen masuk. Kecenderungan untuk

menunjukkan reaksi Tipe I adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi
menunjukkan penyakit terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.
Sekitar 50%-70% dari populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk tubuh
melalui mukosa seperti selaput lendir hidung, paru dan konjungtiva, tetapi hanya 10%-20%
masyarakat yang menderita rinitis alergi dan sekitar 3%-10% yang menderita asma bronkia.
IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikatoleh sel mast/basofil. IgE
yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sanitasi
dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam
kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi mengenai kulit, mata, hidung, dan sluran napas.

b. Reaksi sistemik anafilaksis


anafilaksis adalah reaksi Tipe I yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja.
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas Gell dan Coombs Tipe I atau reaksi alergi yang
cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel
efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat di pacu berbagai alergen
sepertimakanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks,
latihan jasmanai dan bahan diagnostik lainnya. Pada 2/3 pasien dengan anafilaksis, pemicu
spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan
pelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE (Gambar 14.5). mekanisme
pseudo alergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun (Tabel 14.5). Secara klinis reaksi
ini menyerupai reaksi Tipe I sperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritus, tetapi
tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga sulit
dibedkan satu dengan lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk
menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras
dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot. Berbagai mekanisme
yang dapat berperan pada reaksi pseudoalergi terlihat pada Tabel 14.6.

Anda mungkin juga menyukai