Anda di halaman 1dari 18

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis


LO 1.1 Definisi Eritropoesis
LO 1.2 Siklus Eritropoesis
LO 1.3 Faktor Pembentukan Eritropoesis
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
LO 2.1 Definisi Hemoglobin
LO 2.2 Fungsi Hemoglobin
LO 2.3 Struktur Hemoglobin
LO 2.4 Biosintesis Hemoglobin
LO 2.5 Reaksi Oksigen dengan Hemoglobin
LO 2.6 Kurva Disosiasi
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia
LO 3.1 Definisi Anemia
LO 3.2 Klasifikasi Anemia
LO 3.3 Etiologi Anemia
LO 3.4 Patofisiologi Anemia
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi
LO 4.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
LO 4.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi
LO 4.3 Patogenesis Anemia Defisiensi Besi
LO 4.4 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
LO 4.5 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
LO 4.6 Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
LO 4.7 Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi
LO 4.8 Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
LO 4.9 Prognosis Anemia Defisiensi Besi

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis


LO 1.1 Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin
dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa
terbatas hanya pada sumsum tulang.
(Dorland, Edisi 31)
LO 1.2 Siklus Eritropoesis

1. Rubiblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda
dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin
yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal
jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh
jumlah sel berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran
lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh
sel berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti
sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di
beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat
lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih
banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA)
dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa
normal adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel
ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah
mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun
masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal
adalah 5-10%.
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan
inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA.
Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam
darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar
sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5%
retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran
diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
2

kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar


120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.
LO 1.3 Faktor Pembentukan Eritropoesis
Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan
1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast
2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin b12,asam folat, protein, dan lain-lain
3. Mekanisme regulasi: faktor peryumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein
Eritrosit hidup dan beredar dalam dadah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari.
Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut
sebagai Hemolisis.
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
LO 2.1 Definisi Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein globular yang mengangkut oksigen yang diperlukan
untuk kehidupan manusia, yang secara biokimia dipelajari lebih mendalam.
(Swanson, 2011)
LO 2.2 Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam :
1) pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer
2) pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ
respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar
3) menentukan kapasitas penyangga darah.
(Murray, 2003)
LO 2.3 Struktur Hemoglobin

Sumber : www.chem-is-try.org
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein
(globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA)
terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
3

masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan
molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan
sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit
protein), yang tediri dari masing-masing 2 subuint alfa dan beta yang terikar secara
nonkovalen. Subunit subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama.
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang
mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme,
sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen.
Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta
karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.
LO 2.4 Biosintesis Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah
merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin
dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit,
karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah,
maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari
berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA,
yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul
pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang
kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang
yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit
hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin. Terdapat beberapa variasi kecil pada
rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian
polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai
delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A,
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.

I. 2 Suksinil-KoA + 2 glisin
II. 4 pirol protoporfirin IX
4

III. protoporfirin IX + Fe++ Heme


IV. Heme + Polipeptida Rantai hemoglobin ( atau )
V. 2 rantai + 2 rantai hemoglobin A
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan
segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel
kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya,
makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke
dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel
darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk
faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi
bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu.
(Guyton & Hall, 1997)

LO 2.5 Reaksi Oksigen dengan Hemoglobin


Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa
oksigen yang sangat tepat. Pada orang dewasa normal,sebagian besar molekul
hemoglobin mengandung dua rantai dan dua rantai . hem adalah suatu kompleks yang
dibentuk dari satu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom
besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap ada dalam bentuk
fero sehingga reaksi

pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan

reaksi oksidasi. Reaksinya lazim ditulis Hb + O2 HbO2. Karena setiap molekul


hemoglobin mengandung empat unit Hb, molekul ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan
pada kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.
5

Hb4 + O2
Hb4O2
Hb4O2 + O2 Hb4O4
Hb4O4 + O2 Hb4O6
Hb4O6 + O2 Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang waktu kurang dari
0,01 detik. Deoksigenas (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.

LO 2.6 Kurva Disosiasi

Sumber : blogs.unpad.ac.id

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen , yaitu kurva yang menggambarkan


hubungan persentase saturasi kemampun hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2,
memiliki bentuk sigmoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2
oleh gugus hem pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus hem
kedua terhadap O2, dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus
ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali
lebih besar dibandingkan reaksi pertama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin
adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH
akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan
PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu
dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit
PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah
turun sering disebut sebagai reaksi Bohr
2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion
bermuatan tinggi yang berikatan pada -deoksihaemoglobin. Peningkatan 2,3
bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2
yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat
dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan
meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
Mendaki ke prmukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3
bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini
terjadi karena meningkatnya pH darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang
menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke
jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di kapiler perifer.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia
LO 3.1 Definisi Anemia
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai .Anemia
ialah keadaan dimana masa eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah
normal kadar hemoglobin, eritrosit dan hematocrit. (Bakta, 2006)
LO 3.2 Klasifikasi Anemia
Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi
darah yang

berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja

lebih keras lagi dalam

eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda


7

(retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan
bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena
hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia,
alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan
oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang
ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada
kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel.
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi
sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan
kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia
(penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis
1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastic
- Anemia mieloplastic
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik.

2. Anemia akibat Hemoragi


a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
8

3. Anemia Hemolitik
a. Intrakorpuskular
- Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PD
- Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati) :
a.
Thalasemia
b.
Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
b. Ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll
c. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks.
LO 3.3 Etiologi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di
sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan),
proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
(Bakta, 2006)
LO 3.4 Patofisiologi Anemia
Eritrosit/hemoglobin menurun
Kapasitas angkut oksigen menurun
Anoksia organ target

Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia
Anoksia organ target : menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena.
Mekanisme kompensasi tubuh :
a.Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG
b.Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output)
c.Redistribusi aliran darah
d.Menurunkan tekanan oksigen vena
(Bakta, 2006)
Patogenesis

Patofisiologi

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan


Perdarahan
Menahun

besi sehingga cadangan besi makin menurun (iron


depleted state dan negative iron balance ).
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin

Kehilangan
besi
(cadangan
menurun)

Besi untuk
eritropoiesis

serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta


pengecetan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi terus berlanjut, cadangan
besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada

Gangguan
bentuk
eritrosit

bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum


terjadi keadaan ini disebut iron deficient
erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang

Anemia
hipokromik
Mikrositer

dijumpai ialah peningkatan free protophorphyrin


dan zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi

Kekurangan
besi pada
epitel dan
beberapa
enzim
timbul
gejala pada
kuku, epitel,
faring, dll

transferin menurun dan TIBC meningkat.


Peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Jika jumlah besi menurun terus maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin
meurun akibatnya timbul anemia hipokromatik
mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Pada saat ini terjado kekurangan besi pada epitel
serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan
faring serta berbagai gejala.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi


LO 4.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya vadangan
besi dalam tubuh sehingga penyediaan eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya
pembentukan HB berkurang. Kelainan ini ditandai oleh:

Anemia hipokromik mikrositer


10

Besi serum menurun


TIBC (Total serum binding capacity) meningkat
saturasi transferin menurun
feritin serum menurun
(Bakta, 2006)
LO 4.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun, yang dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon,
diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau merrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemopto
1. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas besi yang
tidak baik (makanan berserat, rendah vitamin c dan rendah daging).
2. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
3. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
(Bakta, 2006)
LO 4.3 Patogenesis Anemia Defisiensi Besi
Pendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi maka cadagan besi menurun,
jika cadangan besi kosong maka keadaan ini disebut iron deplated state, apabila
kekurangan besi berlanjut trus maka penyediaan besi untuk eritropoiesis verkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient eritropoiesis.
Selanjutnya timbuk anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron
deficiensy anemia. pada saat ini juga dapat menimbulkan kekurangan besi pada epitel
serta pada enzim yang dapat menimbulkan gejala seperti epitel mulut dan faring.
(Bakta, 2006)
LO 4.4 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1. Gejala umum anemia


Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi
apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah,
lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia
11

defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan
sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain
yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.
2. Gejala khas akibat defisiensi besi
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
- Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang
Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan
- Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala
yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
3. Gejala penyakit dasar
Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.
(Bakta, 2006)

Sumber : www.funscrape.com

Sumber : angelangeljs.blogspot.com

LO 4.5 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi


Anamnesis
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya kausa
dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:
-

Riwayat gizi
Anamnesis lingkungan
Pemakaian obat
Riwayat penyakit
Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya
Pemeriksaan fisik
12

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia
terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai
kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.
Pemeriksaan laboratorium
Jenis

Nilai

Pemeriksaan
Hemoglobin

Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan

MCV
MCH
Morfologi
Ferritin

jenis kelamin pasien


Menurun (anemia mikrositik)
Menurun (anemia hipokrom)
Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE
sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center
kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak
menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin

TIBC

>100 mg/L memastikan tidak adanya anemia defisiensi besi


Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L

Saturasi

(normal: 300-360 mg/L )


Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)

transferrin
Pulasan
sel Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang
sumsum

dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir

tulang

hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang


merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia
defisiensi besi, namun pemeriksaan kadar ferritin lebih sering

Pemeriksaan

digunakan.
Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga

penyait dasar

diperiksa, misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur


cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.
Sel pensil

13

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
enjadi 3 tingkatan, yaitu :

Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi
serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau
dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding terbalik dengan

cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun
kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase
ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi,
terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-binding
capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan
dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya masih dalam

batas normal walaupun sudah terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal, anemia
defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung besi seperti
sitokrom juga menurun.

LO 4.6 Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi


a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh
gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
14

Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.


Anemia

Anemia akibat Thalassemia

Anemia

defisiensi besi

panyakit

sideroblastik

MCV
MCH
Besi serum
TIBC

Menurun
Menurun
Menurun
Meningkat

kronik
Menurun / N
Menurun / N
Menurun
Menurun

Menurun
Menurun
Normal
Normal

Besi sumsum tulang

Negatif

Positif

Meningkat
Positif kuat

Menurun / N
Menurun / N
Normal
/ Normal

Meningkat
Positif dengan
ring

Protoporfirin

Meningkat

Meningkat

Normal

sideroblastik
Normal

eritrosit
Elektroforesis Hb

Normal

Normal

Hb.A2

Normal

meningkat

LO 4.7 Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi


Prinsip penatalaksanaananemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab
dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian
preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.
Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah :
1

Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing


tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
a.

Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat
pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran

15

adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat,


b.

ferrous lactate, ferrous succinate.


Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar
dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral
hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap
pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi
terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi
besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.
Kebutuhan besi (mg) = (15 Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya
pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:


*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada
perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat.
Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan

tersebut,

lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.


(Bakta, 2006)
LO 4.8 Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
-

Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa
membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga
terjadilah gagal jantung.
16

Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir

rendah.
Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada
berdebar.

LO 4.9 Prognosis Anemia Defisiensi Besi


Prognosis baik apabila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan
sebagai berikut:

Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat fe tidak kuat atau kadaluarsa
Kausa anemia Defisiensi besi yang belum teratasi

17

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21400/4/Chapter%20II.pdf

Murray, et al. 2009. Biokimia Harper. Ed. 27. Jakarta: EGC.


Sandro, Rona. 2012. Efek Bohr, Efek Root, dan Kurva Disosiasi.
(http://blogs.unpad.ac.id/ronasandro/2012/10/31/efek-bohr-efek-root-dankurva-disosiasi/ diakses tanggal 27 Oktober 2013)

Swanson, et al. 2011. ESSENTIAL BIOKIMIA DISERTAI BIOLOGI MOLEKULAR DAN


GENETIK EDISI KE-5. Jakarta: Karisma.

18

Anda mungkin juga menyukai