Pemilihan Teknik Anestesi Pada ODC
Pemilihan Teknik Anestesi Pada ODC
Pemilihan Teknik Anestesi Pada ODC
Terminasi kehamilan
Laparoskopi
Artroskopi
Herniorapi
Tonsilektomi
D. Persiapan pasien ODC
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada pasien dewasa sehat
biasanya darah rutin, sedangkan pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi
penyakit pasien. Pemeriksaan darah lengkap rutin dilakukan pada pasien wanita
usia > 50 tahun dan laki-laki usia > 65 tahun. Pemeriksaan EKG untuk pasien
laki-laki usia > 40 tahun dan wanita usia > 50 tahun, sedangkan fungsi ginjal
(BUN, creatinin) untuk pasien usia > 65 tahun.
2. Puasa
Pasien secara rutin dijadwalkan puasa mulai tengah malam pada hari
menjelang operasi untuk mengurangi insidensi aspirasi. Studi klinis terbaru
menyatakan bahwa puasa sepanjang malam kurang bijaksana untuk dewasa dan
anak-anak. Puasa 8 jam sebelum operasi hanya diperuntukkan untuk makanan
padat. Cairan jernih hanya diperbolehkan sampai 3 jam sebelum waktu operasi.
3. Medikasi preanestesi
Pasien yang memiliki riwayat penyakit penyerta (kardiovaskuler,
hipertensi, asma) tetap dianjurkan untuk melanjutkan pengobatannya sampai
waktu operasi. Pasien DM yang rutin mendapat insulin diberikan setengah dari
dosis pagi hari insulin jangka panjang sebelum operasi. Pasien yang mendapat
terapi anti koagulan sebaiknya dihentikan sampai PT kembali normal.
E. Manajemen anestesi
1.
Premedikasi
Profilaksis aspirasi
Ong menyatakan bahwa risiko aspirasi pada pasien ODC mungkin
meningkat karena volume residual cairan lambung yang tinggi. Meskipun insidens
aspirasi pneumoni pada pembedahan ODC sangat rendah yaitu 1,7 dalam 10.000
dengan angka kematian yang rendah, profilaksis aspirasi pada pasien ODC masuk
akal bila disarankan pada pasien yang mempunyai risiko untuk terjadinya aspirasi
seperti hiatus hernia, morbid obese, gastroparesis diabetic, refluks esofagal dan
kehamilan pertengahan trimester akhir.
Ranitidine, metoclopramide atau sodium citrate dapat digunakan sebagai
profilaksis aspirasi. Dilaporkan bahwa tidak ada keuntungan memberikan
profilaksis tripel atau ganda dibandingkan pemberian H2 antagonis sendiri.
Preoperative ansietas
Pasien yang dijadwalkan menjalani pembedahan cenderung merasa cemas.
Induksi anestesi
Propofol sebagai agen induksi intravena mulai digunakan secara luas
untuk ODC. Dosis induksi propofol 1,5-2,5 mg/kgbb kehilangan kesadaran dalam
one arm-brain circulation, tetapi berespon terhadap perintah dalam 3-5 menit.
Keuntungan propofol yang penting yaitu kemudahan pasien mencapai pulih sadar,
dimana pasien mencapai keadaan clear-headed lebih cepat dan memiliki insidens
mual muntah yang rendah. Pasien yang menerima propofol siap dipulangkan lebih
awal dibandingkan pasien yang menerima teknik anestesi konvensional thiopental
atau isofluran.
Kerugiannya adalah nyeri saat penyuntikan dan kemungkinan depresi
kardiovaskular. Menurut the Committee on Safety of Medicines perlu diwaspadai
pemberian propofol pada pasien dengan riwayat epilepsi. Dilaporkan bahwa
terdapat 37 insiden kejang, 16 gerakan involunter dan 10 gerakan opistotonus
yang berhubungan dengan penggunaan propofol.
Lima puluh sembilan persen penderita dapat menahan 1 kali nafas hingga
hilang kesadaran, sehingga induksi pada pasien ini tergolong paling cepat. Pasien
yang membutuhkan 2 atau lebih saat menahan nafas, maka waktu induksi yang
dibutuhkan semakin lama. Data dari Yurino dan Kimura menunjukkan bahwa
induksi vital capacity yang lebih cepat berhubungan dengan efek samping yang
minimal.
Pada penelitian ini, beberapa faktor teknik berpengaruh terhadap induksi
inhalasi yang cepat : sirkuit pernafasan diisi terlebih dahulu sebelum induksi
dimulai, sevofluran 8% sebagai konsentrasi awal dan penggunaan teknik vital
capacity dibandingkan volume tidal. Yurino dan Kimura menemukan bahwa
waktu untuk hilangnya kesadaran dengan 7.5% sevoflurane adalah 41 16 detik
dengan pernafasan vital capacity dan 52 13 seconds dengan induksi pernafasan
tidal. Pada awal penelitian, mereka menggunakan 4.5% sevoflurane dan
mendapatkan waktu induksi
sevoflurane, sirkuit yang diisi dan teknik induksi vital capacity dapat menjelaskan
perbedaan waktu induksi dibandingkan penelitian sebelumnya yang mengevaluasi
induksi inhalasi dengan sevofluran.
detik tanpa N2O. Kemampuan N2O untuk mempercepat waktu induksi dibuktikan
Hall et al yang menemukan waktu untuk hilangnya reflek bulu mata 71 37 detik
dengan 8% sevoflurane dalam O2 dan 61 24 detik dengan 8% sevoflurane
dalam 2:1 N2O/O2.
Selain kecepatan induksi yang diharapkan, kualitas induksi juga penting.
Distribusi efek samping induksi antara 2 kelompok berbeda, dimana pada
kelompok sevofluran lebih sering terjadi batuk dan hiccough dan pada kelompok
propofol lebih sering terjadi gangguan hemodinamik dan motorik.
Insidens mild laryngospasm karena meningkatnya tonus jalan nafas terjadi
hampir sama pada 2 kelompok : 16% dengan sevoflurane dan 33% dengan
propofol. Penelitian sebelumnya melaporkan insidensi tinggi efek samping jalan
nafas dengan induksi sevofluran ketika menggunakan konsentrasi awal yang
rendah, teknik induksi lambat dan sirkuit pernafasan yang tidak diisi.
Iritasi jalan nafas dari inhalasi singkat (15 detik) halotan, enfluran,
isofluran dan sevofluran pada 1 dan 2 MAC pada sukarelawan dewasa
menunjukkan bahwa sevofluran menghasilkan perubahan pola pernafasan dan
batuk yang minimal.
Waktu untuk pemulihan awal dari fase 1 dan 2 PACU sama antara 2
kelompok. Penilaian obyektif pemulihan (sadar penuh dan skor VAS dan DSST)
tidak berbeda antara 2 kelompok. Kualitas anestesi yang dinilai dengan perspektif
pasien, panggilan telepon rumah pasien 24 jam paska operasi, nilai tengah skor
kualitas untuk induksi pulih sadar juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda
bermakna.
10
11
12
13
menghirup konsentrasi anestesi inhalasi yang relative tinggi. Hal ini diperlukan
karena uptake inisial anestesi inhalasi yang cepat cenderung menurunkan
konsentrasi alveolar. Jika N2O digunakan, efek konsentrasi akan memperbaiki
konsentrasi alveolar. Selain itu pasien diharapkan tidak hiperventilasi sebelum
induksi sehingga ventilatory drive terpelihara.
Sevofluran 5 % dalam N2O pada penelitian ini menghasilkan waktu
induksi rata-rata 75 detik, hampir sama dengan yang dilaporkan Yurino dan
Kimura. Komplikasi yang paling bermakna selama induksi sevofluran adalah
memanjangnya episode stage II. Hal ini disebabkan karena rendahnya konsentrasi
inspirasi sevofluran yang diharapkan untuk induksi single breath.
Induksi single breath dengan sevofluran dan
isofluran menyebabkan
peningkatan denyut jantung yang bermakna. Hal ini berlawanan dengan yang
ditemukan Eger bahwa konsentrasi sevofluran melebihi 1 MAC tidak akan
meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung lebih bermakna pada
isofluran karena sifat isofluran melepaskan katekolamin.
Eliminasi N2O berperan terhadap emergence yang cepat baik pada
sevofluran maupun isofluran. Frink et al menemukan bahwa tanpa N2O, pasien
yang mendapat sevofluran lebih cepat pulih sadar dibandingkan yang mendapat
isofluran (7.5 vs 18.6 detik).
Desflurane adalah fluorinated methyl-ethyl ether yang hampir sama
dengan isoflurane kecuali substitusi fluorine untuk chlorine pada alpha ethyl
carbon. Koefisien partisi gas:darah adalah 0.42, sehingga kurang soluble
dibandingkan sevofluran. Induksi anestesi dengan desflurane lebih cepat
dibanding enflurane atau isoflurane. Pemulihan dari anestesi dengan desflurane 35 kali lebih cepat dibanding isoflurane pada tikus. Taylor dan Lerman menyatakan
induksi desfluran tergolong mildly irritant, dengan onset cepat dan periode
excitement singkat.
teknik face mask. Jika operasi melibatkan daerah kepala dan leher, maka dipakai
14
intubasi endotrakheal atau sungkup laring. Sungkup laring sebagai salah satu jalan
nafas oral memiliki beberapa keuntungan dibandingkan intubasi endotrakheal
yaitu minimalnya sore throat, tidak ada batuk, iritasi laring atau spasme setelah
pelepasan sungkup laring.
Mivacurium
adalah
pelumpuh
otot
non
depolarisasai
golongan
Menurut Whalley et al, 1998 onset dan masa kerja pelumpuh otot serta
jenis pembedahan merupakan faktor penting dalam memilih obat yang tepat untuk
keberhasilan intubasi endotrakheal. Atracurium dan rocuronium sering digunakan
sebagai pelumpuh otot untuk prosedur pembedahan jangka pendek atau
menengah. Rocuronium adalah pelumpuh otot non depolarisasi jangka menengah
yang memiliki onset cepat. Pada dosis kira-kira 2 x ED 90 (0,6; 0,1 dan 0,33
mg/kgbb untuk rocuronium, vecuronium dan suksinil kolin berturut-turut), onset
rocuronium lebih cepat dibanding vecuronium dan mendekati suksinil kolin.
15
Pemeliharaan
Efek sevofluran terhadap otot polos uterus belum pernah dilaporkan, tetapi
16
isofluran dan enfluran pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan singkat.
Penggunaan enflurane lebih dari 90 berhubungan dengan pemulihan yang lebih
cepat, tetapi pada isofluran lamanya pemulihan tidak tergantung dari lamanya
anestesi (Chung, 1991).
b. Anestesi regional
Anestesi regional memiliki beberapa keuntungan dibandingkan anestesi
umum untuk pasien yang dijadwalkan menjalani pembedahan ODC yaitu risiko
PONV minimal, analgesi paska operasi yang maksimal, mengurangi risiko
aspirasi dan pendeknya waktu pemulihan.
Teknik anestesi regional yang ideal di ODC adalah penggunaan obat
anestesi lokal dengan onset cepat dan durasi singkat untuk mempercepat
pemulihan dan pemulangan pasien.
Anestesi spinal
17
Ketinggian blok
yang diharapkan
< T10
< 1 jam
T7
> 1 jam
< T10
untuk
pembedahan ODC. Secara praktis dosis ini dicapai dengan menggunakan 0.7 mL
bupivacaine hyperbaric 0.75% dengan dekstrose 8,25% dan biasa digunakan di
Amerika Serikat. Meningkatnya volume obat anestesi lokal yang diinjeksikan ke
ruang subarakhnoid akan meningkatkan penyebaran anestesi dan selanjutnya
mempermudah penggunaan dosis anestesi lokal yang lebih kecil.
18
dihasilkan ketika dosis kecil digunakan. Kondisi pembedahan yang adekuat untuk
pembedahan anorektal dihasilkan dengan kombinasi opioid (Buckenmaier et al,
2002).
19
20
menunjukkan blok saraf aksiler (77%), interscalene (67%), and ankle blocks
(68%) paling sering dilakukan di ODC, sedangkan untuk ekstremitas bawah
seperti femoral blocks (40%) dan jenis lain (<23%) jarang dilakukan. Delapan
puluh lima persen pasien dipulangkan dengan blok saraf jangka panjang,
sedangkan 16% tidak pernah atau jarang memulangkan pasien dengan alasan
patient injury (49%) dan ketidakmampuan untuk merawat diri sendiri (28%)
(Klein and Pietrobon et al, 2002).
21
22
Menurut penelitian Chung, 1997, 5,3% nyeri berat terjadi di PACU hingga
24 jam paska operasi. Salah satu faktor prediksi yang signifikan terhadap nyeri
berat di PACU adalah indeks massa tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pasien
dengan indeks massa tubuh yang lebih tinggi memiliki insidens nyeri berat yang
lebih besar karena dosis opioid yang diberikan relatif tidak adekuat.
Lamanya anestesi juga menjadi faktor prediksi nyeri berat dimana semakin
lama durasi anestesi maka derajat nyeri yang dialami akan semakin berat. Hal ini
berhubungan dengan meningkatnya trauma jaringan akibat prosedur yang makin
ekstensif sehingga terjadi pelepasan mediator nosiseptif yang berlebihan.
23
Waktu pemulangan di PACU dengan nyeri berat lebih lama karena waktu
yang dibutuhkan untuk memberikan analgesi yang adekuat juga lebih lama. Di
samping itu
24
25
26
27
hanya dapat
dipulangkan ketika fungsi motorik, sensorik dan simpatis kembali seperti sedia
kala serta memiliki kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih, artinya
blok telah hilang secara komplit. Berikut ini kriteria pemulangan pasien dengan
teknik anestesi spinal atau epidural : 1) resolusi komplit terhadap anestesi sensori,
2) resolusi komplit terhadap blockade motorik, 3) tanda vital kembali ke status
preanestesi, 4) status mental kembali ke status preanestesi, 5) manajemen adekuat
terhadap nyeri paska operasi, 6) tidak ada mual, 7) bisa buang air kecil, dan 8)
bisa jalan tanpa bantuan asisten (Urmey et al, 1997).
Rawat inap paska ODC
Sebagian pasien ODC terpaksa menjalani rawat inap yang tidak
diharapkan paska pembedahan antara 1-4% (Chung, 1995). Pemondokan ini
biasanya berhubungan dengan jenis pembedahan, lamanya pembedahan,
penggunaan teknik anestesi umum dan usia pasien. Diperkirakan seperempat
28
pasien yang terpaksa menjalani rawat inap paska ODC berhubungan dengan
teknik anestesi yang diberikan.
Rawat inap yang tidak diharapkan ini cenderung lebih besar pada pasien
yang mendapat anestesi umum dibandingkan dengan anestesi regional, tetapi juga
tidak menutup kemungkinan sedasi yang diberikan pada pasien yang mendapat
anestesi regional meningkatkan sejumlah komplikasi.
Rasio kemungkinan pemondokan paska operasi di rumah sakit setelah
anestesi regional lebih rendah (1,2%) dibandingkan setelah anestesi umum
(2,9%). Patel membandingkan blok regional saraf femoral, cutaneous femoral
lateral dan obturator dengan anestesi umum menggunakan N2O dan narkotik pada
pasien yang menjalani knee arthroscopy. Waktu pemulihan pada kelompok
anestesi regional lebih pendek dibandingkan kelompok anestesi umum 56 menit
vs 95 menit dan kejadian nyeri paska operasi lebih rendah dengan anestesi
regional.
29
Aspirasi pneumonia
Lemah dan lesu
Nyeri yang tidak terkontrol
Faktor lain (4,7%)
Pasien menolak pulang
Ahli bedah membutuhkan observasi semalam atau pemeriksaan
tambahan
Tidak ada orang yang cocok untuk merawat pasien di rumah
Kesimpulan
Pembedahan ODC memberikan banyak keuntungan dan lebih ekonomis
bagi pasien. Meskipun demikian tidak semua jenis pembedahan dan tidak semua
pasien layak menjalani ODC. Pemilihan teknik dan obat-obat anestesi untuk
pembedahan ODC tetap ditentukan berdasarkan kondisi medis penderita, jenis
pembedahan dan lamanya pembedahan.
Paska pembedahan ODC, pasien dengan anestesi umum atau regional
dapat dipulangkan setelah memenuhi kriteria pemulangan. Faktor pembedahan,
medik dan anestesi tidak jarang menyebabkan pasien terpaksa di rawat di rumah
sakit sampai kriteria pemulangan terpenuhi.
Daftar Pustaka
Beilin Y, Zahn J, Abramovitz S, Bernstein H, Hossain S, Bodian C. 2003. Subarachnoid
Small-Dose Bupivacaine Versus Lidocaine for Cervical Cerclage. Anesth Analg 97:56-61
30
Buckenmaier CC, Nielsen KC, Pietrobon R, Klein SM, Martin AH, Greengrass RA, Steele
SM. 2002. Small-Dose Intrathecal Lidocaine Versus Ropivacaine for Anorectal Surgery in
an Ambulatory Setting Anesthesia & Analgesia 95:1253-1257
Chung F. 1991. Outpatient anaesthesia: Which is the best anaesthetic technique?
Canadian journal of anesthesia 39 (7).
Chung F. 1995. Recovery Pattern and Home-Readiness After Ambulatory Surgery. Anesth
Analg; 80:896902
Chung F, Ritchie E. 1997. Postoperative Pain in Ambulatory Surgery. Anesth Analg
85:80816
Hausman LM, Koppel JN. 2005. Ambulatory surgery in : Reed AP, Yudkowitz FS, editors.
Clinical case in anesthesia. Elsevier : 455-74
Klein SM, Nielsen KC, Greengrass RA, Warner DS, Martin A, Steele SM. 2002. Ambulatory
Discharge After Long-Acting Peripheral Nerve Blockade: 2382 Blocks with Ropivacaine.
Anesthesia & Analgesia; 94:65-70
Klein S, Pietrobon R, Nielsen KC, Warner DS, Greengrass RA, Steele SM. 2002.
Peripheral Nerve Blockade with Long-Acting Lokal Anesthetics: A Survey of The Society for
Ambulatory Anesthesia. Anesthesia & Analgesia 94:71-76
Lerman J, Davis PJ, Welborn LG, Orr RJ, Rabb M, Carpenter R, Motoyama E, Hannallah
R, Haberkern CM. 1996. Induction, Recovery, and Safety Characteristics of Sevoflurane in
Children Undergoing Ambulatory Surgery: A Comparison with Halothane Anesthesiology
84:1332-40
Marshall S, Chung F. 1999. Discharge Criteria and Complications After Ambulatory
Surgery. Anesth Analg 88:50817
31
Nathan N, Peyclit A, Lahrimi A, Feiss P. 1998. Comparison of sevoflurane and propofol for
ambulatory anaesthesia in gynaecological surgery. Can J Anaesth 45 / 1148-1150
Pavlin DJ, Rapp SE, Polissar NL, Malmgren JA, Koerschgen M, Keyes H. 1998. Factors
Affecting Discharge Time in Adult Outpatients. Anesth Analg 87:81626
Philip BK, Lombard LL, Roaf ER, Drager LR, Calalang I, Philip JH. 1999. Comparison of
Vital Capacity Induction with Sevoflurane to Intravenous Induction with Propofol for Adult
Ambulatory Anesthesia. Anesth Analg 89:6237
Sloan MH, Conard PF, Karsunky PK, Gross JB. 1996. Sevoflurane Versus Isoflurane:
Induction and Recovery Characteristics with Single-Breath Inhaled Inductions of
Anesthesia. Anesth Analg 82:52832
Smith I, Nathanson M, White PF. 1996. Sevofluranea long-awaited volatile anaesthetic.
Br. J. Anaesth.; 76:435-45
Urmey WF, Stanton J, Bassin P, Sharrock NE. 1997. The Direction of the Whitacre Needle
Aperture Affects the Extent and Duration of Isobaric Spinal Anesthesia. Anesth Analg;
84:33741
Whalley DG, Maurer WG, Knapik AL, Estafanous FG. 1998. Comparison of neuromuscular
effects, efficacy and safety of rocuronium and atracurium in ambulatory anaesthesia. Can J
Anaesth 45 / 954-959
Wong J, Chung F. 1998. Economic evaluation of sevoflurane vs propofol for ambulatory
anaesthesia. Can J Anaesth 45 / 1141-1143
32
33