Hal itu mencakup dimensi batik sebagai teknik, teknologi, serta motif dan budaya.
Pengakuan itu menunjukkan bahwa batik merupakan hasil kreasi budaya Indonesia
yang telah diwariskan secara turun-temurun. Batik dalam konteks ini dipahami
sebagai wujud material dari sebuah budaya. Hal itu sejalan dengan pemaknaan
King bahwa budaya sebagai material or simbolic form, is an attribute which
people(s).[6]
Lebih lanjut, pengakuan dunia atas batik sebagai warisan budaya Indonesia
tersebut tidak berarti bahwa batik hanya boleh diproduksi dan diperjualbelikan
oleh Indonesia. Faktanya, beberapa negara di dunia memproduksi batik dengan
berbagai ciri khasnya tersendiri, mulai dari proses pembuatan, motif, corak, hingga
jenis kain yang digunakan. Artinya, batik yang merupakan budaya Indonesia
mengalami percampuran dengan budaya di negara lain sehingga melahirkan
kombinasi baru.
Salah satu negara yang dikenal sebagai penghasil batik adalah China. Awalnya,
batik China lahir dari proses akulturasi dengan budaya Indonesia sejak ratusan
tahun lalu. Namun sekarang, batik China berkembang pesat melalui proses
teknologi. Karena itu, jika batik Indonesia dikenal dengan diproses secara tulis atau
batik tulis, maka batik China merupakan tekstil printing yang bermotif batik.
Umumnya motif batik China bercorak flora dan fauna dengan aneka warna yang
cenderung mencolok. Data Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan menunjukkan
bahwa Indonesia mengimpor batik dari China. Selama tahun 2013, batik dari China
yang masuk ke Indonesia mencapai 136,8 ton atau senilai US$ 2,1 juta.[7]
Malaysia juga dikenal produktif dalam memproduksi batik. Ciri batik Malaysia
adalah colorful styles dengan motif populernya adalah daun dan bunga.[8] Batik di
negeri Melayu itu juga memiliki sejarah yang panjang seiring dengan hubungannya
dengan masyarakat Indonesia di masa lalu. Malaysia juga cukup sering menggelar
pameran batik internasional sebagai upaya mempromosikan batik mereka. Tahun
2011, Malaysia bahkan pernah menerbitkan buku berjudul Malaysia Batik:
Reinventing a Tradition yang mengulas tentang sejarah batik. Buku itu mengurai
tentang bagaimana batik Malaysia bertransformasi menjadi kerajinan bercita rasa
internasional.[9]
Sementara itu, di Thailand batik lebih kental dengan sejarah negara itu. Motif yang
dituangkan umumnya mengenai keindahan alam bawah laut dengan warna yang
cerah serta motif yang menggambarkan kehidupan tradisional penduduk setempat.
[10] Tidak hanya itu, negara di benua Afrika seperti Nigeria juga tertarik dengan
batik. Nigeria sendiri juga memiliki seni kain batik. Tetapi, batik yang dimiliki
Nigeria belum memiliki identitas dan ciri khas sehingga mendorong pemerintah
Nigeria untuk mendalami teknik batik di Indonesia.[11]
Selain itu, Somala Dharmawardena, salah seorang desainer Sri Lanka, mengatakan
bahwa batik juga telah menjadi bagian dari seni Sri Lanka. Motif batik Sri Lanka,
Daftar Pustaka
Buku:
Hannerz, Ulf. 2006. Two Face of Cosmopolitanism: Cultural and Politics.
Documentos CIDOB Dinamicas Interculturales Numero 7. Barcelona: Fundacio
CIDOB
King, Anthony D. (Ed.). 1991. Culture, Globalization and the World-System:
Contemporary Conditions for the Representation of Identity. Minneapolis:
University of Minnesota Press
Pieterse, Jan Naderveen. 2009. Globalization and Culture: Global Melange.
Maryland: Rowman & Littlefield Publishers
[1] Ulf Hannerz, 2006, Two Face of Cosmopolitanism: Cultural and Politics,
dalam Documentos CIDOB Dinamicas Interculturales Numero 7, Barcelona:
Fundacio CIDOB, hal. 13.
[2] Ibid., hal. 10.
[3] Ibid., hal. 2.
[4] William Rowe dan Vivian Schelling, 1991, Memory and Modernity: Popular
Culture in Latin America, London: Verso, hal. 231. Dikutip dalam Jan Naderveen
Pieterse, 2009, Globalization and Culture: Global Melange, Maryland: Rowman &
Littlefield Publishers, hal. 70.
[5] Ulf Hannerz, op.cit., hal. 25.
[6] Anthony D. King (Ed.), 1991, Culture, Globalization and the World-System:
Contemporary Conditions for the Representation of Identity, Minneapolis:
University of Minnesota Press, hal. 1.
[7] Maikel Jefriando, 2014, Indonesia Beli Batik dari China Hingga Italia Rp 63
Miliar, dalam http://m.detik.com/finance/read/2014/02/10/084229/2491692/4/
(Diakses pada 23/03/2014).
[8] Triwik Kurniasari, 2010, Batik Around the World, dalam
http://thejakartapost.com/news/2010/01/24/batik-around-the-world.html (Diakses
pada 23/03/2014).
[9] Rita Uli Hutapea, 2011, Malaysia Luncurkan Buku Sejarah Batik, dalam
http://m.detik.com/news/read/2011/12/09/145310/1787289/1148/malaysialuncurkan-buku-sejarah-batik (Diakses pada 23/03/2014).