Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN

POLA ELIMINASI URIN

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Klinik V A

Oleh Kelompok 5:
Irma Yanti Hidayah 142310101148

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Jl. Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto Jember Telp./Fax (0331) 323450

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retensi urin adalah pengumpulan urine di dalam kandung kemih dan ketidak
mampuan kandung kemih untuk mengosongkannya. Karena produksi urine terus
menerus berlangsung, retensi urine menyebabkan distensi kandung kemih. Karena
retensi urine, beberapa kandung kemih orang dewasa dapat mengalami distensi
untuk menahan 3000-4000 ml urine. Peralatan baru dapat melakukan pemindaian
kandung kemih dengan menggunkan ultrasound untuk menentukan volume kandung
kemihtanpa menggunkana prosedur invasif,(Smith,1999). Pada kondisi normal,
produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi
reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu.
Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi
urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga
tidak mampu untuk mengosongkan sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa yang di maksud dengan retensi urine?
- Apa saja penyebab dari terjadinya retensi urine?
- Bagaimana insiden terjadinya retensi urine?
- Tidakan apa saja yang harus di lakukan dalam penanganan retensi urine?

1.3 Tujuan
- Agar pembaca mengetahui apa pngertian atau definisi dari retensi urine

Agar para pembaca mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya retensi

urine
Untuk mengetahui berapa banyak penderita retensi urine
Untuk megetahui tindakan yang harus di lakukan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Retensi urin di definisikan sebagai ketidak mampuan berkemih.retensi urin
akut adalah ketidak mampuan berkemih tiba2 pada keadaan kandung kemih yang
nyeri. Retensi urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang besar, penuh, tidak
nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih.retensi urin akut di tandai dengan nyeri,
sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi kandung kemh ringan.retensi urin
kronis di tandai dengan gejala2 iritasi kandung kemih (frekuensi,disuria,volume
sedikit), atau tanpa nyeri, distensi yang nyata. (pierce A. Grace & Neil R. Borley,
2006)
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih
akibat

ketidakmampuan

mengosongkan

kandung

kemih.

(fundamental

keperawatan,Ed.4:2005)
Retensi

urine

adalah

suatu

keadaan

dimana

individu

mengalami

ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih diikuti oleh berkemih involunter


(Lynda Juall Carpenito,Ed.6:1998)
Retensi urin adalah pengumpulan urine di dalam kandung kemih dan ketidak
mampuan kandung kemih untuk mengosongkannya. Karena produksi urine terus
menerus berlangsung, retensi urine menyebabkan distensi kandung kemih. Karena
retensi urine, beberapa kandung kemih orang dewasa dapat mengalami distensi

untuk menahan 3000-4000 ml urine. Peralatan baru dapat melakukan pemindaian


kandung kemih dengan menggunkan ultrasound untuk menentukan volume kandung
kemihtanpa menggunkana prosedur invasif,(Smith,1999).
Retensi urine adalah akumulasi urin yang nyata dalam kandung kemih akibat
ketidakmmpuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul di kandung
kemih, meregangkan dindingnya, sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman,
nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah dan terjadi diaforesis(berkeringat).
Pada kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan
perlahan dan mencegah aktivasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih
meregang pada level tertentu. Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi
kosong. Dalam kondisi retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespon
terhadap refleks berkemih sehingga tidak mampu untuk mengosongkan sendiri.
Seiring

dengan

berlanjutnya

retensi

urine,

retensi

tersebut

dapat

menyebabkan overflow retensi. Tekanan dalam kandung kemih meningkat samapai


suatu titik dimana sfingter uretra eksterna tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter
untuk sementara terbuka sehingga memungkinkan sejumlah kecil urine (25-60 mil)
keluar. Tekanan kandung kemih cukup menurun ssehingga sfingter memperoleh
kembali kontrolnya dan menutup.
Tanda-tanda retensi akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa
jam dan terdapat retensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh
anestesi atau analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien yang
sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui
kapasitas normalnya. Padaa retensi urine yang berat, kandung kemih dapat menahan

2000-3000 ml urine. Retensi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma bedah,


perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek samping obat,
dan ansietas.
Retensi urine dapat di sebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,
kelainan patologi uretra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik
kandung kemih dan beberapa keadaan lain. Beberapa obat dapat menyebabkan
retensi urine yang mencakup preparat antikolinergik-anti-spasmodik, seperti atropin;
preparat anti depresan-anti-psikotik, seperti, fenotiazin;

preparat anti histamin,

seperti pseudoefedrin hidroklorida(sudafed); preparat penyekat Beta adrenergik,


seperti propanolol; dan preparat anti hipertensi, seperti hidralazin.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi
kandung kemih yang berlebihan, gangguan pada suplai darah pada dinding kandung
kemih dan proliferassi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi, khusunya
bila terdpat obstruksi saluran kemih.
B. Insiden
Retensi urin adalah suatu kondisi di mana gangguan pengosongan kandung
kemih hasil dalam urin sisa postvoidal. Hal ini umumnya diklasifikasikan menjadi
retensi urin 'akut' atau 'kronis'. Karena mekanisme kompleks berkemih, banyak obat
yang dapat berinteraksi dengan jalur berkemih, semua melalui berbagai modus
tindakan. Meskipun kejadian retensi urin, pada retensi urin akut tertentu, telah
diteliti dengan baik dalam studi observasional dan uji coba terkontrol secara acak,
data tentang insiden obat-induced retensi urin langka. Data dari studi observasi
menunjukkan bahwa hingga 10% dari episode mungkin disebabkan oleh

penggunaan obat secara bersamaan. Retensi urin telah digambarkan dengan


penggunaan obat dengan aktivitas antikolinergik (obat antipsikotik misalnya, agen
antidepresan dan agen pernapasan antikolinergik), opioid dan anestesi, adrenoseptor agonis, benzodiazepin, NSAID, relaksan detrusor dan antagonis
saluran kalsium. Pasien lanjut usia beresiko tinggi untuk mengembangkan obatinduced retensi urin, karena ada penyakit penyerta seperti hiperplasia prostat jinak
dan penggunaan obat seiring lain yang bisa memperkuat efek kecacatan pada
berkemih. Obat-induced retensi urin umumnya dirawat oleh kateterisasi urin,
terutama jika akut, dalam kombinasi dengan penghentian atau pengurangan dosis
obat kausal. Studi telah dilakukan menguji efek tindakan pencegahan untuk anestesi
terkait retensi urin, baik selama dan setelah operasi, khususnya ke efek
menggunakan opioid dalam kombinasi dengan non-opioid obat analgesik pada
kejadian retensi urin pasca operasi. Meskipun terapi kombinasi opioid mengurangi
efek samping terkait, efek pada retensi urin memberikan hasil yang bertentangan.
Artikel ini meninjau literatur tentang obat-induced retensi urin dan berfokus pada
insiden, kelas-kelas yang berbeda dari obat yang telah dikaitkan dengan itu, dan
pilihan untuk manajemen dan pencegahan.
(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://adisonline.com/drugsafety/Fulltext/2008/31050/Drug_Induced_Urinary
_Retention__Incidence,.2.aspx)
Selama 15.851 orang-tahun masa tindak lanjut 82 pria dilaporkan sebuah
episode retensi urin akut (pengambilan sampel kejadian tertimbang 4,5 / 1.000
orang-tahun, interval kepercayaan 95% 3,1-6,2). Tarif meningkat dengan usia dan
tingkat keparahan gejala awal. Pada pria dengan skor gejala 0 sampai 7 (tidak ada

atau ringan gejala-gejala saluran kemih) kejadian retensi urin akut meningkat dari
0,4 / 1.000 orang-tahun bagi mereka 45-49 tahun menjadi 7,9 / 1.000 orang-tahun
bagi mereka 70-83 tahun. Pada pria dengan skor gejala 8-35 (sedang atau berat
gejala-gejala saluran kemih) tingkat meningkat dari 3,3 / 1.000 orang-tahun bagi
mereka 45-49 tahun menjadi 11,3 / 1.000 orang-tahun bagi mereka 70-83 tahun. Pria
dengan diagnosis klinis hiperplasia prostat jinak dan skor gejala 8 atau lebih
memiliki tingkat tertinggi (umur kejadian disesuaikan 13,7 / 1.000 orang-tahun).
Ke-7 gejala saluran kemih bawah yang terdiri dari gejala indeks American
Urological Association individual diprediksi retensi urin akut (usia disesuaikan rasio
odds 1,8-2,9 untuk gejala yang terjadi lebih dari 25% dari waktu selama bulan
terakhir). Sensasi pengosongan kandung kemih tidak lengkap, harus membatalkan
lagi setelah kurang dari 2 jam dan pancaran kencing lemah adalah prediktor terbaik
gejala independen. Penggunaan obat dengan efek samping adrenergik atau
antikolinergik juga memprediksi retensi urin akut.
(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10411042)
C. Penyebab
Retensi urin dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan
patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih, dan beberapa keadaan
lain.
Tanda-tanda klinis retensi

Ketidaknyamanan daerah pubis.

Distensi VU

Ketidak sanggupan unutk berkemih.

Sering berkeih dalam VU yang sedikit (25 50 ml)

Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.

Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

D. Tanda gejala/manifestasi
- Aliran urine yang makin lambat/pancaran kurang kuat
- Distensi abdomen
- Nyeri tekan pada simfisis pubis
- Perasaan tegang
- Gelisah
- Diaforesis (berkeringat)
- Harus mengedan bila miksi
- Rasa tak puas sehabis miksi
- Frekuensi miksi bertambah
- Nokturia
E. Pemeriksaan penunjang
Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yang

keluar.
Kaji adanya nyeri.
Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yang

menunjukkan distensi kandung kemih.


Urinalisasi
Kultur urine dan sensitifitas
Elektrolit darah
Kreatinin darah
BUN darah
Pemeriksaan rontgen ginjal, ureter, kandung kemih
IVP
Pemeriksaan urodinamik.

F. Penatalaksanaan medis
Haluaran urine harus di pantau setiap jam setelah pembedahan
Pasien di anjurkan untuk berkemih tiap 3 sampai 4 jam sekali untuk mencegah

retensi urine dan distensi kandung kemih


Harus di sediakan privasi selama melakukannya

Karena pasien terpaksa berkemih dengan posisi yang tidak biasa, perawat dapat

membantu pasien dengan perubahan posisi


Pispot khusus untuk frakatur biasanya lebih nyaman di banding pispot jenis lain
Berkemih dengan posisi miring ke samping bisa lebih nyaman pada pasien pria
Pada beberapa pasien pria hanya dapat berkemih dengan posisi tegak, dan
permintaan dari dokter bedah mengenai aktivitas yang di perbolehkan yang

mungkin di perlukan sebelum pasien pasien berkemih dengan posisi tegak


Bila pasien tidak mampu berkemih, kateterisasi intermitten dapat di lakukan
sampai pasien mampu berkemih secara mandiri.

G. WOC
Efek obat

BPH

Kelemahan otot detrusor

Timosis

trauma

Keteganagan Otot

Kesulitan Miksi
Otot kandung kemih hipertropi
Urine tidak keluar
Urine menumpuk dikandung kemih
RETENSI URINE

Media bakteri
Terkontaminasi bakteri

Disuria

Ansietas

Perubahan eliminasi urine

Kurang informasi
Kurang pengetahuan

RESTI INFEKSI

Pembesaran kandung kemih


Abdomen tertekan
Distensi abdomen
Diafragma berkembang terbatas
Pola nafas tidak efektif

H. Pengkajian keperawatan
Observasi
Pola perkemihan (pola berkemih sehari-hari)
- Penghentian urine
- Penurunan volume urine
- Ketidakmampuan memulai aliran (berkemih)
- Penurunan kekuatan aliran urine
- Penghentian aliran urine
- Sering dengan jumlah sedikit
- Menetes
- Disuria
- Volume residu > 100 ml setelah berkemih

Penuh dikandungkemih
Keinginan miksi me
Frekuensi berkemih
Perubahan polaeliminasi

Haluaran kurang dari masukan


Distensi kandung kemih
Nyeri tekan kandung kemih
Nyeri suprapubik
Gelisah
Ansietas
Diaforesis
Sistitis
Pemberian obat-obatan
- Antikolinergik
- Antihistamin
Impaksi fekal

I. Diagnosa keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
2.
3.
4.
5.

adekuat.
Gangguan rasa nyaman: nyeri
Risiko infeksi yang berhubungna dengna kateter permanen
Ansietas b.d krisis situasi
Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan tidak ada informasi, lupa, dan
acuh terhadap informasi.

Hasil yang di harapkan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pasien dapat berkemih beberpa hari sekali dlam jumlah yang cukup
Pasien mengatakan bahwa kandung kemih terasa kosong setelah berkemih
Kandung kemih pasien tidak teraba setelah berkemih
Pasien tidak menunjukkan tanda2 ISK
Drainase kateter pasien lancar
Pasien dpat menjelaskan tanda retensi urine dan ISK
Pasieen dpat menjelaskan perlunya mempertahankan asupan cairan sebanyak 2-3

L per hari.
J. Intervensi keperawatan
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
Kriteria hasil :

Berkemih dengan jumlah yang cukup


Tidak teraba distensi kandung kemih

Intervensi
1. Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4
jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
2. Tanyakan pasien tentang inkontinensia
stres.
3. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran
dan ketakutan.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap
berkemih..
5. Perkusi/palpasi area suprapubik

Rasional
Meminimalkan retensi urin distensi
berlebihan pada kandung kemih.
Tekanan ureteral tinggi menghambat
pengosongan kandung kemih.
Berguna untuk mengevaluasi obsrtuksi dan
pilihan intervensi.
Retensi urin meningkatkan tekanan dalam
saluran perkemihan atas.
Distensi kandung kemih dapat dirasakan
diarea suprapubik.

2. Gangguan rasa nyaman: nyeri


Kriteria hasil :

Menyatakan nyeri hilang / terkontrol


Menunjukkan rileks, istirahat, dan peningkatan aktivitas dengan tepat

Intervensi
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
nyeri.
2. Plester selang drainase pada paha dan
kateter pada abdomen.
3. Pertahankan tirah baring bila
diindikasikan.
4. Berikan tindakan kenyamanan

Rasional
Memberikan informasi untuk membantu
dalam menetukan intervensi.
Mencegah penarikan kandung kemih dan
erosi pertemuan penis-skrotal.
Tirah baring mungkin diperlukan pada awal
selama fase retensi akut.
Meningktakan relaksasi dan mekanisme
koping.

5. Dorong menggunakan rendam duduk,


sabun hangat untuk perineum.

Meningkatkan relaksasi otot.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Retensi urine adalah akumulasi urin yang nyata dalam kandung kemih akibat
ketidakmmpuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul di kandung
kemih, meregangkan dindingnya, sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman,
nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah dan terjadi diaforesis(berkeringat).Retensi
urine dapat di sebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi
uretra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih dan
beberapa keadaan lain. Beberapa obat dapat menyebabkan retensi urine yang
mencakup preparat antikolinergik-anti-spasmodik, seperti atropin; preparat anti
depresan-anti-psikotik, seperti, fenotiazin;

preparat anti histamin, seperti

pseudoefedrin hidroklorida(sudafed); preparat penyekat Beta adrenergik, seperti


propanolol; dan preparat anti hipertensi, seperti hidralazin.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi
kandung kemih yang berlebihan, gangguan pada suplai darah pada dinding kandung
kemih dan proliferassi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi, khusunya
bila terdpat obstruksi saluran kemih.
3.2. Saran
Demikian

pengertian,insiden,penyebab,tanda

gejala

dari

retensi

urine.semoga dengan selesainya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan


pembaca tentang retensi urine dan cara pencegahannya.apabila ada kesalahan dalam

penyampaian, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.dan jika ada kekurangan


dalam penyusunannya,kami mohon kritik dan sarannya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medikal bedah.Ed.8,Vol.1,Jakarta:


EGC.
2. Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medikal bedah.Ed.8,Vol.3, Jakarta:
EGC.
3. Underwood. (1999).patologi (umum & sistemik),Ed.2,Vol.2, Jakarta:EGC.
4. Perry & potter. (2005). Fundamental keperawatan.Jakarta: EGC.
5. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://adisonline.com/drugsafety/Fulltext/2008/31050/Drug_Ind
uced_Urinary_Retention__Incidence,.2.aspx

6. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10411042

Anda mungkin juga menyukai