TINJAUAN PUSTAKA
B. Epidemiologi
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya diketahui
secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekwensi tertinggi pada
kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai laki-laki
daripada wanita dari seluruh penderita baru didunia. Indonesia menempati
urutan prevalensi ketiga setelah India, dan Brazil.
C. Etiologi
Kuman penyebab penyakit kusta adalah M. leprae yang ditemukan oleh GH
Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun 1873. Kuman ini
bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron dan lebar
0,2 - 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu,
hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat
dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi
sistemik pada binatang armadilo.
Secara skematik struktur M. leprae terdiri dari :
A. Kapsul
Zona
transparan
ini
terdiri
dari
dua
lipid,
Lapisan
luar
bersifat
transparan
elektron
dan
mengandung
Dinding
dalam
terdiri
dari
peptidoglycan:
karbohidrat
yang
dihubungkan melalui peptida-peptida yang memiliki rangkaian asamamino yang mungkin spesifik untuk M. leprae walaupun peptida ini
terlalu sedikit untuk digunakan sebagai antigen diagnostik.
C. Membran
Tepat di bawah dinding sel, dan melekat padanya, adalah suatu membran
yang khusus untuk transport molekul-molekul kedalam dan keluar
organisme. Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein sebagian besar
berupa enzim dan secara teori merupakan target yang baik untuk
kemoterapi. Protein ini juga dapat membentuk antigen protein
D. Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama
atau tanda kardinal, yaitu:
A. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan
kulit/lesi
yang
dapat
berbentuk
bercak
keputihan
C. Membran
Tepat di bawah dinding sel, dan melekat padanya, adalah suatu membran
yang khusus untuk transport molekul-molekul kedalam dan keluar
organisme. Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein sebagian besar
berupa enzim dan secara teori merupakan target yang baik untuk
kemoterapi. Protein ini juga dapat membentuk antigen protein
permukaan yang diekstraksi dari dinding sel M. leprae yang sudah
terganggu dan dianalisa secara luas.
C. Sitoplasma
Bagian dalam sel mengandung granul-granul penyimpanan, material
genetik asam deoksiribonukleat (DNA), dan ribosom yang merupakan
protein yang penting dalam translasi dan multiplikasi. Analisis DNA
berguna dalam mengkonfirmasi identitas sebagai M. leprae dari
mycobacteria yang diisolasi dari armadillo liar, dan menunjukkan bahwa
M. leprae, walaupun berbeda secara genetik, terkait erat dengan M.
tuberculosis dan M. scrofulaceum.
E. Klasifikasi
Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk tahap
selanjutnya harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit kusta dapat
terganggu),
hasil
pemeriksaan
bakteriologi,
pemeriksaan
Tanda utama
Bercak kusta.
Pausibasiler (PB)
Multibasiler (MB)
Jumlah 1 sampai dengan Jumlah lebih dari 5
5
Hanya satu saraf
bakteriologi.
negatif)
*dikutip dari kepustakaan no.2 sesuai aslinya
Pausibasiler (PB)
hasil pemeriksaan
1. Bercak (makula) mati rasa
Kecil dan besar
a. Ukuran
Multibasiler (MB)
Kecil-kecil
Unilateral atau
b. Distribusi
Bilateral simetris
bilateral asimetris
Kering dan kasar
Halus, berkilat
c. Konsistensi
Kecil dan besar
d. Batas
Unilateral atau
e. Kehilangan rasa pada
Kurang tegas
bilateral asimetris
bercak
Kering dan kasar
f. Kehilangan
kemampuan
sudah lanjut
berkeringat, rambut
rontok pada bercak
2. Infiltrat
Tidak ada
a. Kulit
kadang-kadang
tidak ada
Tidak pernah ada
b. Membran mukosa
Ada,
Ada,
tidak ada
kadang-kadang
Central healing
d. Nodulus
Kadang-kadang ada
Terjadi dini
Biasanya asimetris
e. Deformitas
F. Antigen M. leprae
Unsur kimia utama dari M. leprae bersifat antigenik, tetapi M. leprae
mengandung antigen yang relatif sedikit (sekitar 20) yang dikenali
antibodi di dalam serum pasien penderita lepra dibandingkan dengan BCG
(sekitar 100), dan banyak diantaranya yang bersifat antigenik lemah.
Hingga tahun 1981, saat Brennan melaporkan phenolic glikolipid dan
menunjukkan bahwa phenolic glikolipid bersifat spesifik pada M. leprae,
semua antigen yang diidentifikasi sampai sejauh ini umumnya bereaksisilang dengan Mycobacteria lainnya, walaupun ada sebagian kecil
molekul, suatu epitope, yang spesifik pada M. leprae. Spesifisitas epitope
memungkinkan tes antibodi spesifik bisa ditetapkan dengan menggunakan
serum yang telah diabsorbsi dengan spesies Mycobacteria lainnya.
menarik
perhatian
karena
antibodi
monoklonal
tikus
G. Pemeriksaan Serologi
Tes serologi merupakan tes diagnostik penunjang yang paling banyak
dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis penyakit
kusta, tes serologi juga dipergunakan untuk diagnosis infeksi M. leprae
sebelum timbul manifestasi klinis. Uji laboratorium ini diperlukan untuk
menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam darah.
Dengan diagnosis yang tepat, apalagi jika dilakukan sebelum timbul
manifestasi klinis lepra diharapkan dapat mencegah penularan penyakit
sedini mungkin.
H. Pemeriksaan Serologi
Tes serologi merupakan tes diagnostik penunjang yang paling banyak
dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis penyakit
kusta, tes serologi juga dipergunakan untuk diagnosis infeksi M. leprae
sebelum timbul manifestasi klinis. Uji laboratorium ini diperlukan untuk
menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam darah.
Dengan diagnosis yang tepat, apalagi jika dilakukan sebelum timbul
manifestasi klinis lepra diharapkan dapat mencegah penularan penyakit
sedini mungkin.
endemik. Selain itu pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis kusta pada
keadaan yang meragukan karena tanda-tanda klinis dan bakteriologis tidak
jelas. Karena yang diperiksa adalah antibodi spesifik terhadap basil kusta
maka bila ditemukan antibodi dalam titer yang cukup tinggi pada
seseorang maka patutlah dicurigai orang tersebut telah terinfeksi oleh
M.leprae. Pada kusta subklinis seseorang tampak sehat tanpa adanya
penyakit kusta namun di dalam darahnya ditemukan antibodi spesifik
terhadap basil kusta dalam kadar yang cukup tinggi.
Beberapa jenis pemeriksaan serologi kusta yang banyak digunakan, antara
lain:
A. Uji FLA-ABS (Fluorescent leprosy Antibodi-Absorption test)
Uji ini menggunakan antigen bakteri M. leprae secara utuh yang telah
dilabel dengan zat fluoresensi. Hasil uji ini memberikan sensitivitas
yang tinggi namun spesivisitasnya agak kurang karena adanya reaksi
silang dengan antigen dari mikrobakteri lain.
B. Radio Immunoassay (RIA)
Uji ini menggunakan antigen dari M. leprae yang dibiakkan dalam
tubuh Armadillo yang diberi label radio aktif. 34
C. Uji MLPA (Mycobacterium leprae particle agglutination)
Uji ini berdasarkan reaksi aglutinasi antara antigen sintetik PGL-1
dengan antibodi dalam serum. Uji MLPA merupakan uji yang praktis
untuk dilakukan di lapangan, terutama untuk keperluan skrining kasus
seropositif.
D. Antibodi monoklonal (Mab) epitop MLO4 dari protein 35-kDa