Anda di halaman 1dari 29

Seorang Ibu dengan Nyeri Pinggang

Kelompok 2
030.08.027

Andrianus SD

030.08.159

Maimunah

030.09. 001

Adam Bachtiar

030.09.011

Amelya Lesmana

030.10.207

Noor Isty Fauzia Ulhaq

030.10.210

Nuvita Hasrianti

030.11.003

Abdurrachman Machfudz

030.11.005

Adinda Widyantidewi

030.11.006

Aditya Yogarama

030.11.086

Elza Desmita

030.11.088

Ergaliza Nur Mutiara

030.11.090

Eufrasia Victa Swastika Anggrit

030.11.153

Kara Citra Kalandra

030.11.157

Kiki Stefanus Jioe

030.11.158

Komang Ayu Ratnapuri

030.11.159

Kristiana Natalian

Jakarta, 2012
Fakultas Kedokteran Trisakti
Jakarta

Bab 1
Pendahuluan
Hampir semua orang pernah mengalami nyeri pinggang, hal ini menunjukan seringnya gejala
ini dijumpai pada sebagian besar penderita. Sakit pinggang merupakan keluhan banyak

penderita yang berkunjung ke dokter. Yang dimaksud dengan istilah sakit pinggang bawah
ialah nyeri, pegal linu, ngilu, atau tidak enak didaerah lumbal berikut sacrum. Dalam bahasa
inggris disebut dengan istilah Low Back Pain (LBP).
Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di
daerah pinggang bagian bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah diagnosis tapi hanya gejala
akibat dari penyebab yang sangat beragam.
Penyebab LBP bermacam-macam dan multifaktorial; banyak yang ringan, namun ada juga
yang berat yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Mengingat tingginya angka
kejadian LBP, maka tidaklah bijaksana untuk melakukan pemeriksaan laboratorium yang
mendalam secara rutin pada tiap penderita. Hal ini akan memakan waktu yang lama, dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dan dibantu oleh pemeriksaan
laboratorium yang terarah, maka penyebab LBP dapat ditegakan pada sebagian terbesar
penderita.
Untuk lebih mendalami tentang low back pain, sejenak perlu diketahui dahulu fungsi
dari tulang belakang. Tulang belakang merupakan daerah penyokong terbanyak
dalam fungsi tubuh. Tulang belakang terdiri atas 33 ruas yang merupakan satu
kesatuan fungsi dan bekerja bersama-sama melakukan tugas-tugas seperti:
1. mempertahankan posisi tegak tubuh
2. menyangga berat badan
3. fungsi pergerakan tubuh
4. pelindung jaringan tubuh

Pada saat berdiri, tulang belakang memiliki fungsi sebagai penyangga berat badan, sedangkan
pada saat flexi atau memutar, tulang belakang memiliki fungsi sebagai penyokong pergerakan
tersebut. Struktur dan peranan yang kompleks dari tulang belakang inilah yang seringkali
menyebabkan masalah.
Bab 2
Laporan Kasus
Lembar 1

Seorang ibu Ny.Tini usia 35 tahun datang ke poliklinik umum RS Umum Daerah, diantar
oleh suaminya dengan keluhan nyeri pinggang sejak 2 bulan yang lalu.

Lembar 2
Nama

: Ny.Sutini

Usia

: 35 tahun

Pekerjaanh

: Karyawati Bank swasta

Status

: Menikah dengan 2 orang anak (6 tahun dan 4 tahun)

Suami

: Karyawan Bank Pemerintah

Nyeri dirasakan terus menerus sejak 2 bulan yang lalu, kadang berat kadang berkurang, tidak
berkurang saat istirahat. Nyeri berkurang setelah minum obat anti nyeri, tetapi setelah itu
nyeri timbul kembali, sudah beberapa kali periksa ke dokter dengan keluhan yang sama tetapi
tidak ada perbaikan. Penderita mengaku selalu lemah, disertai demam ringan, tidak ada nafsu
makan, dan disertai penurunan berat badan selama 2 bulan terakhir, tidak disertai nyeri
menjalar pada kedua tungkai. Tidak merasa ada kelemahan otot tungkai. Tidak ada gejala
batuk. Tidak ada riwayat cedera. Aktivitas pekerjaan sangat terganggu, menjadi sering izin
tidak masuk kantor dan tidak dapat melakukan pekerjaan rumah tangga.

Lembar 3
Dari pemeriksaan fisik ditemukan : pasien tampak lemah dan sedikit pucat.
BB

: 50kg

Tanda vital

TB

: 155cm

Tampak pucat

: T 120/80mmHg ; N 90X/menit ; suhu 37,5C ; Pernapasan 16X/menit

Pemeriksaan Lokal tulang belakang ditemukan :


Look : Postur tubuh bungkuk (kyphosis)
Pada kulit tidak ditemukan kelainan (tanda radang, bekas luka)
Pola jalan normal, lambat dan mimik muka lesu
Feel

: Ditemukan nyeri tekan dan spasme otot pada area thoracal bawah, tidak ditemukan
gibbus.
Pemeriksaan sensibilitas ekstremitas inferior tidak ditemukan kelainan.

Move : Penderita merasa nyeri saat diminta melakukan gerakan tulang belakang (fleksi,
ekstensi, rotasi, lateral fleksi ) dan paling nyeri saat fleksi.
Pemeriksaan gerak aktif ekstremitas: kekuatan otot ke-4 ekstremitas dengan
pemeriksaan
MMT = 5

Lembar 4
Dari pemeriksaan radiologi X-ray tulangbelakang AP-L, didapatkan gambaran sebagai
berikut :

Dari
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
hasil

sebagai

berikut :
Laboratorium
darah :
Hb
:

10

mg/dL
Leukosit
:
11.000 /mL
Eritrosit
:

jt/mL
LED
: 100 mm/j
C reactive protein

: (+)

Bab 3
PEMBAHASAN
Daftar Masalah
o Wanita
o Usia 35 tahun.
o Mengeluh nyeri pinggang sejak 2 bulan yang lalu, kadang berat kadang berkurang,
tidak berkurang saat istirahat.
o Mengaku selalu lemah, disertai demam ringan, tidak ada nafsu makan, dan disertai
penurunan berat badan selama 2 bulan terakhir.
o Aktivitas pekerjaan sangat terganggu, menjadi sering izin tidak masuk kantor dan
tidak dapat melakukan pekerjaa rumah tangga.
o Postur tubuh bungkuk (kyphosis).
o Terdapat nyeri tekan dan spasme otot pada area thoracal bawah.
o Merasa nyeri saat diminta melakukan gerakan tulang belakang (fleksi, ekstensi, rotasi,
lateral fleksi ) dan paling nyeri saat fleksi.

Identitas pasien
o Nama

: Ny.Sutini

o Usia

: 35 tahun

o Jenis kelamin

: Perempuan

o Alamat

:-

o Pekerjaan

: Karyawati Bank Swasta

o Status

: Menikah dengan 2 orang anak (6 tahun dan 4 tahun)

o Suami

: Karyawan Bank Pemerintah

Keluhan utama :
Mengeluh nyeri pinggang sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang :

Nyeri dirasakan terus menerus sejak 2 bulan yang lalu, kadang berat kadang
berkurang, tidak berkurang saat istirahat.

Nyeri berkurang setelah minum obat anti nyeri, tetapi setelah itu nyeri timbul
kembali, sudah beberapa kali periksa ke dokter dengan keluhan yang sama tetapi tidak
ada perbaikan.

Mengaku selalu lemah, disertai demam ringan, tidak ada nafsu makan, dan disertai
penurunan berat badan selama 2 bulan terakhir.

Aktivitas pekerjaan sangat terganggu, menjadi sering izin tidak masuk kantor dan
tidak dapat melakukan pekerjaan rumah tangga

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak ada riwayat cedera

Riwayat penyakit dalam keluarga : (-)


Riwayat Hidup / Data Pribadi dan Kebiasaan-kebiasaan : (-)
Interpretasi status generalisata
Dari berat dan tinggi badan Ny. Sutini dapat dihitung nilai BMI yaitu: 20,8. BMI dengan nilai
ini dapat diartikan sebagai BMI yang normal. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa
penurunan berat badan akibat penyakit kronis sudah terjadi, karena berat badan Ny. Sutini di
masa lalu tidak diketahui. Temperatur Ny. Sutini yaitu: 37,5 oC, temperatur dengan nilai ini
masuk dalam kategori subfebris. Tanda vital Ny. Sutini seperti tekanan darah, frekuensi nadi
dan pernafasan semuanya ada dalam batas normal.

Interpretasi pemeriksaan fisik


Look
Postur tubuh kifosis dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada vertebra seseorang,
kebiasaan sehari-hari yang salah, trauma ataupun bisa disebabkan oleh deformitas sejak lahir
karena adanya kelainan genetis dan kongenital, akan tetapi pada kulit regio dorsal tidak
ditemukan adanya bekas-bekas luka yang menandakan adanya trauma sehingga kemungkinan
trauma dapat disingkirkan untuk sementara kecuali hasil anamnesis memberikan hasil yang
berbeda. Pola jalan yang normal menandakan tidak ada kelainan pada ekstremitas bawah,
namun yang harus diperhatikan adalah kecepatan jalan yang berkurang, hal ini bisa
disebabkan karena pasien sedang menahan sakit atau dari segi psikis pasien merasa malu
akan postur tubuhnya yang abnormal.
Feel
Nyeri tekan pada area thoracal bawah paling mungkin disebabkan oleh adanya inflamasi.
Gibbus dipertimbangkan untuk diperiksa untuk melihat derajat dari kifosis yang terjadi,
dalam kasus ini gibbus belum ditemukan, berarti tonjolan (processus) dari vertebra belum
menekan

bagian

kulit.

Pemeriksaan

sensibilitas

dipertimbangkan

karena

adanya

kemungkinan adanya penyempitan dari canalis vertebralis atau foramen intervertebralis yang
dapat mempengaruhi fungsi dari medulla spinalis atau radiks-radiks saraf, dan hasil dari
pemeriksaan sensibilitas adalah normal.
Move
Saat pasien diminta untuk melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan vertebra, pasien
merasa nyeri, yang harus diperhatikan adalah intensitas nyeri yang bertambah saat pasien
melakukan fleksi vertebra, hal ini kemungkinan karena adanya penekanan pada jaringan yang
ada dalam keadaan hiperalgesia yang kemungkinan terletak di bagian anterior dari tulang
vertebra. Hasil pemeriksaan kekuatan otot cocok dengan interpretasi pada pemeriksaan
sensibilitas di atas, di mana kekuatan otot masih normal yaitu bernilai 5, sehingga
mendukung hipotesa belum adanya gangguan fungsi pada saraf-saraf di vertebra.

Interpretasi pemeriksaan x ray

Tidak ada identitas (nama, umur, jenis kelamin, alamat)

Tidak ada tanggal dan hari pengambilan foto

Pengambilan foto tidak 2 proyeksi

Tidak ada keterangan AP/L

Pembacaan

Alignment

Pada foto AP alignment dari vertebra tampak normal

Pada foto lateral alignment tidak dapat dipastikan karena pembacaan tertutup
oleh adanya gambaran opaque yang tebal.

Soft tisue
o Pada sisi dextra dari foto AP tampak adanya penebalan jaringan lunak jika
dibandingka dengan sisi sinistra.
o Pada foto lateral tampak adanya abses yang tebal pada regio lumbal

Densitas
o Pada foto AP tampak adanya penurunan densitas tulang pada L2 sampai L5
jika dibandingkan dengan densitas dari L1.
o Pada foto lateral densitas dari vertebra tidak dapat dipastikan akibat gambaran
opaque yang tebal yang menghalangi pembacaan

Struktur tulang
o Pada pembacaan AP tidak ditemukan adanya kelainan pada struktur tulang
o Pada pembacaan Lateral tampak adanya bentuk bikonkaf pada corpus salah
satu dari vertebra lumbal.

Kedudukan sendi

o Pada foto AP didapat adanya penyempitan sendi diskus intervertebralis di


antara L4 dan L5

Interpretasi pemeriksaan Lab


Dari pemeriksaan lab darah Ny. Tini didapatkan data sebagai berikut:
Hb

: 10 mg/dL

Leukosit

: 11.000/mL

Eritrosit

: 1 juta/mL

LED

: 100 mm/jam

C reactive protein

: (+)

Interpretasi:
Hb dibawah batas normal (N: 13-17.5 g /dl) hal ini dapat terjadi akibat produksi eritrosit yang
lebih sedikit dari biasanya, penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari normal, dan jika
terjadi perdarahan
Leukosit dalam batas normal (N: 4000 - 11,000 /mikroliter)
Eritrosit dibawah batas normal (N: 4,5 - 5,9 juta /mikroliter) dapat disebut juga sebagai
anemia. Anemia dapat terjadi jika produksi sel darah merah atau hemoglobin yang berkurang,
dan juga akibat kehilangan sel darah merah atau akibat destruksi dari sel darah merah
tersebut.
LED diatas normal (N: 0-10 mm /jam) LED mencerminkan peradangan akut dan
kronik, proses kematian sel, proses degeneratif, dan penggumpalan eritrosi yang
diakibatkan protein plasma darah

C reactive protein merupakan protein yang dihasilkan organ hati. Merupakan indikasi adanya
inflamasi jika mengalami peningkatan

Diagnosis sementara: Spondylitis et causa Mycobacterium tuberculosis


Diagnosis banding:

Tumor regio vertebra

Septic arthritis

HNP

Penatalaksanaan
Pada prinsipnya tujuan pada kasus spondilitis tb adalah
1. Menahan progresivitas penyakit
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tb terbagi mejadi :
A. TERAPI KONSERVATIF
1. Pemberian nutrisi yang bergizi
2. Istirahat tirai baring
3. Memperbaiki kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa
Pemberian kemoterapi tuberkulosa merupakan prinsip utama terapi pada
seluruh kasus termasuk tuberkulossa tulang belakang. Pemberian dini obat
tuberkulosa dapat secara signifikan mengurangi morbiditass dan mortalitas.
Obat anti tuberkulosa yang utama adalah :

Isoniazid (INH)
Bekerja untuk basil tuberkulosa yang berkembang cepat
Tersedia dalam sediaan oral, intrammuskuler dan intravena
Relatif aman untuk kehamilan
Dosis INH adalah 5mg/kg/hari-300 mg/hari

Rifampisin (RMP)

Melawan basil dengan aktivitas metabolik yang paling rendah


(seperti pada nekrosis perkejuan )
Lebih baik di absorbsi dalam kondisi lambung kosong dan tersedia
pada oral dan intravena
Relatif aman untuk kehamilan
Dosis RMP adalah 10mg/kg/hari 600 mg/hari

Pyrazinamide (PZA)
Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan
yang bersifat asam dan paling efektif dalam lesi perkejuan
Dosis PZA 15-30 mg/kg/hari

Ethambutol (EMB)
Besifat bakteriostatik intraseluler dan ekstraseluler
Relatif aman untuk kehamilan
Dipakai secara berhati hati untuk pasien dengan isufisiensi ginjal
Dosis EMB 15-25 mg/kg/hari

Sreptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal
Dipakai secara berhati hati untuk pasien dengan isufisiensi
ginja
Dosis 15 mg/kg/hari ig/kg/hari

B. TERAPI OPERATIF
Sebenarnya sebagian besar pasien penderita spondilitis tb mengalami
perbaikan dengan pemberian terapi koservatif saja, namun operasi banyak
bermangfaat untuk pasien yang mempunyai pus paravertebra dan menyebabkan
timbulnya kelainan neurologis. Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4
minggu pemberian terapi obat anti tuberkulosa dan tirah baring dilakukan tetapi
belum ada perubahan, maka karna kompeten dokter umum kami memutuskan untuk
merujuk ke Dokter Spesialis Ortopedi untuk dapat ditindak lanjuti seperti
debridement.
Komplikasi
Pott's Paraplegia
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada paru
Ischialgia
Berkurangnya tinggi badan
Prognosis
Ad vitam: Ad bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam
Ad sanactionam: Dubia ad bonam

Bab 4
Tinjauan Pustaka
ANATOMI TULANG BELAKANG 4,5

Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap
dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu
membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus. Kolumna vertebralis mempunyai
lima fungsi utama, yaitu:
a. Menyangga berat kepala dan dan batang tubuh
b. Melindungi medula spinalis,
c. Memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis
d. Tempat untuk perlekatan otot-otot
e. Memungkinkan gerakan kepala dan batang
Korpus vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis, suatu alat yang di desain
untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari
dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis. Diskus intervertebralis terdiri
dari 2 komponen, yaitu Nukleus sentralis pulposus gelatinous dan annulus Fibrosus.

Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum


posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus
vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara
vertebrae yang satu dengan yang lainnya. Ligamentum longitudinal posterior
berjalan di bagian posterior corpus vertebrae, yang juga turut membentuk
permukaan anterior canalis vertebralis. Di dalam canalis vertebralis terdapat
medulla spinalis, salah satu dari sistem saraf pusat yang berjalan hingga T12-L1
yang lalu dilanjutkan oleh cauda equina hingga coccyx. Cauda equina ini diambil
dari bahasa Yunani yang memiliki arti cauda = ekor dan equina = kuda,
karena bentuknya yang menyerupai ekor kuda

Pada kasus ini pasien memiliki masalah pada vertebra lumbalis. Vertebra lumbalis
terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum. Vertebra pada regio ini
ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan tidak adanya costal facet.

Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan terbesar dan
menanggung beban tubuh bagian atas.

Setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :


a. Elemen anterior atau korpus vertebra
Berfungsi untuk mempertahankan diri dari beban kompresi

b. Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai kolumna
vertebralis dan juga mengatur gerakannya..

c. Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan elemen posterior dan
anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen posterior ke anterior.

Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan merupakan fusi dari
kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam stabilisasi dan kekuatan dari
pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke pelvis
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya.
Mempertahankan posisi tubuh & Ekstensikan vertebrae lumbalis

M. quadraus lumborum

M. sacrospinalis

M. intertransversarii

M. interspinalis.

Fleksor lumbalis

M. obliqus eksternus abdominis

M. internus abdominis

M. transversalis abdominis

M. rectus abdominis

M. psoas mayor dan minor

Latero fleksi lumbalis

M. quadratus lumborum

M. psoas mayor dan minor

Kelompok M. abdominis

M. intertransversarii

LOW BACK PAIN

Low back pain (LBP) atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri
yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan
L5-S1. Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain, seperti punggung bagian atas dan pangkal

paha. Gejala yang dirasakan pada orang yang menderita LBP bermacam macam, dapat juga
disertai kelemahan pada tungkai.

Etiologi1
Nyeri Punggung bawah disebabkan oleh berbagai kelainan atau perubahan patologik yang
mengenai berbagai macam organ atau jaringan tubuh. Oleh karena itu beberapa ahli membuat
klasifikasi yang berbeda atas dasar kelainannya atau jaringan yang mengalami kelainan
tersebut. Macnab menyusun klasifikasi NPB (Nyeri Punggung Bawah) sebagai berikut:
a. NPB Viserogenik
NPB yang bersifat viserogenik disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera
di daerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik ini tidak bertambah berat
dengan aktivitas tubuh, dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat.
b. NPB Vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau nyeri
menyerupai ischialgia. Nyeri ini dapat menjalar ke bawah, sehingga sangat mirip dengan
ischialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terpengaruh oleh presipitasi tertentu, misalnya
membungkuk, mengangkat benda berat dan sebagainya yang semuanya tadi dapat
menimbulkan tekanan sepanjang kolumna vertebralis. Gejala gejala sehubungan dengan
penyakit vaskular perifer dapat sangat mirip dengan gejala stenosis spinalis. Keluhan
penderita dengan stenosis spinalis ini adalah nyeri pada saat berjalan agak jauh., tetapi rasa
nyerinya tidak mereda pada saat penderita diam berdiri.
c. NPB spondilogenik
NPB Spondilogenik yaitu ialah suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di
kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis
(diskogenik), dan miofasial (miogenik), dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.
1. NPB osteogenik sering disebabkan oleh :
-

Radang atau infeksi. Misalnya osteomielitis vertebral

Trauma, yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis

Keganasan, dapat bersifat primer (terutama mieloma multikompleks) maupun


sekunder/metastasik yang berasal dari proses keganasan di kelenjar tiroid, paru
paru, payudara, dan prostat

Kongenital, misalnya skoliosis lumbal. Nyeri yang timbul akibat iritasi dan
peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi

Metabolik, misal osteoporosis

2. NPB Diskogenik
-

Spondilosis, ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus
intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak antara vertebra
sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis, dan
foramen intervertebrale dan iritasi persendian posterior.rasa nyeri pada spondilosis
ini disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan tertekannya radiks oleh kantong
durameter yang menyababkan radang

Hernia Nukleus Pulposus


HNP ialah keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian
menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus yang robek. Penonjolan
dapat terjadi di daerah lateral, dan ini yang banyak terjadi, disebut HNP lateral;
dapat pula terjadi di bagian tengah dan disebut HNP sentral.

3. NPB Miogenik
Disebabkan oleh :
a. Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang-ulang
pada posisi yang sama akan memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan
rasa nyeri
b. Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana
jaringan otot sebelumnya dalam keadaan tegang atau kaku atau kurang pemanasan
c. Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari
mekanisasi yang berlebihan, maupun karena imobilisasi.
d. Otot yang hipersensitif akan menciptakan suatu daerah kecil yang apabila
dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu (target
area). Daerah kecil tadi disebut sebagai titik picu (trigger point). Dalam
pemeriksan klinik terhadap penderita NPB, tidak jarang dijumpai adanya titik picu

ini. Titik ini apabila ditekan akan menimbulkan rasa nyeri bercampur rasa sedikit
tidak nyaman.

d. NPB Psikogenik
NPB Psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa, atau kecemasan, dan
depresi, atau campuran antara kecemasan dan depresi. Pada anamnesis akan terungkap bahwa
penderita mudah tersinggung, sulit tidur, atau mudah terbangun pada malam hari akan tetapi
sulit untuk tidur lagi.

Patofisiologi
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang merespons pada
stimulus yang kuat, yang dimana secara potensial merusak, dan stimuli tersebut sifatnya bisa
kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks.
Stimulus yang diberikan pada serabut ini akan mengakibatkan pelepasan
histamin dari sel-sel mast serta terjadinya vasodilatasi. Sejumlah substansi yang
dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri adalah histamin, bradikinin,
asetilkolin dan substansi P. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai
inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan
dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat untuk memproses
rangsang sensoris. Agar rasa nyeri dapat diproses, maka neuron pada system
assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi akibat adanya stimulus dari reseptor
nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal.
Dalam hal ini, kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang
elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae
yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot
paravertebralis, yang dimana membantu menstabilkan tulang belakang. Otototot abdominal dan toraks sangat membantu pada saat melakukan aktifitas
mengangkat beban. Otot-otot tersebut ikut membantu vertebra dan apabila
tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, postur

tubuh yang tidak baik, peregangan berlebihan pada tulang belakang juga dapat
mengakibatkan nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah
tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan
matriks gelatinous. Pada lansia, strukturnya akan berubah menjadi fibrokartilago
yang padat dan tak teratur. Degenerasi pada diskus intervertebralis, juga
merupakan salah satu penyebab nyeri punggung. Diskus pada lumbal bawah, L4L5 dan L5-S6, biasanya mengalami perubahan degenerasi terberat, karena pada
bagian tersebut, tekanan yang diberikan lebih besar. Selain itu, penonjolan
diskus, dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis. Dimana hal tersebut dapat mengakibatkan penyebaran rasa
nyeri sepanjang saraf yang teriritasi tersebut.

SPONDILITIS TUBERKULOSA
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder. Percivall Pott (1793) yang
pertama kali menulis tentang penyakit ini, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut
juga sebagai penyakit Pott.
Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun dengan
perbandingan yang hampir sama antara wanita dan pria. Spondilitis paling sering ditemukan
pada vertebra T8-L3, dan paling jarang pada vertebra C1-C2. Spondilitis tuberculosis
biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebra.2

Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakteriumn tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan
1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis
tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas 1, sehingga diduga

adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya
melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.

Epidemiologi
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk
penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan adanya
perbaikan pelayanan kesehatan, maka insiden penderita berdasarkan usia ini mengalami
perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anakanak.
Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama
pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia. Hal ini disebabkan
oleh malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama.
Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami
penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Di Amerika Utara, Eropa
dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun
sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara
usia 1-20 tahun).
Dari seluruh kasus, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena
tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan
tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area
torako-lumbal terutama torakal bagian bawah dan lumbal bagian atas merupakan
tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari w e ight
bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sacral.
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Di
negara yang sedang berkembang, penyakit ini merupakan penyebab paling sering
untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi paraplegia, terjadi lebih tinggi pada orang
dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini berhubungan dengan insidensi usia
terjadinya infeksi tuberkulosa pada tulang belakang, kecuali pada dekade pertama dimana
sangat jarang ditemukan keadaan ini.

Patofisiologi spondylitis TB
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari
TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya
penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui
pleksus Batson. Kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit, sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya
otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru.6 Bagian pada
tulang belakang yang sering terserang adalah bagian metafisis tulang, dengan penyebaran
melalui ligamentum longitudinal. Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena
penyebaran hematogen atau penyebaran langsung lewat nodus limfatikus para aorta atau
melalui jalur limfatik ke tulang, dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari system pulmoner dan
genitourinarius7.
Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di
bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan
akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra.
Sedang jaringan granulasi TBC akan berpenetrasi ke korteks dan terbentuk abses
paravertebral yang dapat menjalar ke superior atau inferior dari corpus lewat ligamentum
longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis karena cenderung

avaskular, maka ia lebih resisten. Tetapi, diskus akan mengalami dehidrasi dan penyempitan
karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra
akan menimbulkan kifosis.
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada
daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada
diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium
destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging
anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis
atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di
daerah ini.

5. Stadium deformitas residual


Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau
gibus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di anterior.3

Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:
i. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh.
Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
ii. Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
iii. Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan
miksi.
TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh
adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis
yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan
dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

Kesimpulan

Dari hasil diskusi kami menyimpulkan diagnosis pasien pada kasus ini adalah spondilitis TB.
Edukasi yang baik mengenai penyakit, tatalaksana, komplikasi serta prognosis pada kasus ini
harus diberitahukan kepada pasien agar bisa mencapai keberhasilan terapi yang sangat
dipengaruhi oleh kepatuhan pasien itu sendiri, sehingga tatalaksana yang diberikan tidak
terabaikan dan bisa berhasil. Tatalaksana sedini mungkin pada kasus ini untuk mencegah
penyebaran infeksi dari kuman TB dan mencegah adanya komplikasi yang memperberat
penyakit pasien, serta mencegah terjadi suatu kondisi disabilitas yang akan terjadi jika sudah
terjadi komplikasi seperti Pott's paraplegi.

Daftar Pustaka

1. Harsono,Soeharso. Kapita Selekta Neurologi : Nyeri Punggung Bawah. Ed.2 nd.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000.p.269-74.
2. Saputro, Erlangga D. Spondilitis Tuberkulosis.[internet] 2011. [cited Oct 22th 2012].
Available at: http://www.scribd.com/doc/65492524/Case-Spondilitis-TB.
3. Savant. Spondilitis Tuberkulosa. [internet]2007. [cited Oct 22th 2012]. Available at :
http://www.scribd.com/doc/75954334/Spondilitis-Tuberkulosa-Print.

4. Seeley RR, Stephens TD, Tate P. Anatomy and Physiology 8th ed. Mc Graw-Hill
Publishing; 2007.
5. Cailliet R. Low Back Pain Syndrome; second edition. Philadelphia: FA Davis Company ;
1981.
6. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS. Pedoman nasional TB anak. Edisi ke 1. Jakarta:
UKK Pulmunologi PP IDAI; 2005. h. 17-28.
7.

Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E, Eisen A.,
editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and Management. London :
Springer-Verlag, 1997 : 378-87.

Anda mungkin juga menyukai