Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kecombrang

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan


Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Liliopsida

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Etlingera

Species

: Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.

2.1.2 Nama Daerah


Nama-nama daerah lain tanaman ini yaitu Kala (Gayo), Puwar kijung
(Minangkabau), Kecombrang (Jawa Tengah), Honje (Sunda), Atimengo
(Gorontalo), Katimbang (Makasar), Petikala (Ternate, Tidore) (Hidayat dan
Hutapea, 1991).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak
dengan tinggi 1 3 meter. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak,
berpelepah, membentuk rimpang dan berwarna hijau. Daunnya tunggal lanset,
ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20 30 cm dan lebar
5 15 cm, pertulangan daun menyirip dan berwarna hijau. Bunga kecombrang
merupakan bunga majemuk yang berbetuk bongkol dengan pajang tangkai 40
80 cm. Panjang benang sari 7,5 cm dan berwarna kuning, putiknya kecil dan
putih. Mahkota bunganya berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Biji
kecombrang berbentuk kotak atau bulat telur dengan warna putih atau merah

jambu. Buahnya kecil dan berwarna coklat. Akarnya berbentuk serabut dan
berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991).
2.1.4 Kandungan dan Manfaat
Hampir seluruh bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Dalam
kecombrang terkandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan polifenol. Zat
aktif tersebut dikenal sebagai deodoran alami yang akan mengurangi bau badan
bagi orang yang mengkonsumsinya.
Buah Kecombrang mengandung zat aktif seperti minyak atsiri, flavonoid,
antosianidin dan polifenol (Adliani, 2012). Bunga kecombrang mengandung
minyak atsiri tidak kurang dari 0,44% dan flavonoid total tidak kurang dari 0,06%
(Kemenkes RI, 2011).
2.2

Polifenol
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat

ini memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol sering terdapat dalam bentuk glikosida polar dan mudah larut dalam
pelarut polar. Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti
lignin, melanin dan tanin adalah senyawa polifenol (Harbone, 1996).
Komponen polifenol mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memberikan manfaat antioksidan pada buah-buahan dan sayuran tertentu. Secara
umum, polifenol terbagi atas dua bagian besar yaitu flavonoid dan asam fenolat.
Flavonoid merupakan

golongan terbesar dari senyawa polifenol. Flavonoid

sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan.

Flavonoid terdiri atas

beberapa macam, diantaranya antosianin, katekin, isoflavon, rutin, hesperidin, dan


kuersetin (Astawan, 2008).

2.3

Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau

reduktor. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah reaksi oksidasi


dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya
kerusakkan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Antioksidan memiliki fungsi untuk menghentikan atau memutuskan reaksi


berantai dari radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh, sehingga dapat
menyelamatkan sel sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.
Antioksidan berperan dalam menetralkan radikal bebas dengan cara
memberikan satu elektronnya pada radikal bebas, sehingga menjadi non radikal
(Rohmatussolihat, 2009).
Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi dua yaitu, antioksidan
enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida
dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis
misalnya vitamin C, vitamin E, flavonoid, karotenoid dan quinon (Winarsi, 2007).

2.4

Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu

atau lebih elektron tidak berpasangan.


Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul
yang ada disekitarnya (Rohmatussolihat, 2009).
Secara umum sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
endogen dan eksogen. Terbentuknya senyawa radikal, baik radikal bebas endogen
maupun eksogen terjadi melalui sederetan reaksi. Mula-mula terjadi pembentukan
awal radikal bebas, lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru, dan tahap
terakhir yaitu pemusnahan atau pengubahan senyawa radikal menjadi non radikal
(Rohmatussolihat, 2009).
Berbagai kemungkinan dapat terjadi sebagai akibat kerja radikal bebas.
Misalnya, gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, dan bahkan mutasi. Semua
bentuk gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai penyakit (Winarsi,
2007).
Serangan

radikal

bebas

terhadap

molekul

disekelilingnya

akan

menyebabkan terjadinya reaksi berantai, yang kemudian menghasilkan senyawa


radikal baru (Sadikin, 2001). Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas
bermacam macam mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun,
penyakit degeneratif hingga kanker (Winarsi, 2007).
5

2.5

Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl)


Salah satu metode sederhana yang digunakan untuk menentukan aktivitas

peredaman radikal bebas adalah dengan metode radikal DPPH. Metode dengan
pereaksi DPPH ini merupakan metode yang sederhana, cepat dan peka untuk
digunakan sebagai metode uji aktivitas peredaman radikal bebas (Hanani, et al,
2005).
Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini berlangsung melalui transfer
elektron. Metode uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH secara kualitatif
dilakukan dengan menyemprotkan senyawa radikal bebas DPPH pada pelat KLT.
Proses ini ditandai dengan memudarnya warna larutan dari ungu menjadi kuning
(Wicaksono, 2005).
Dalam pengujian DPPH, kemampuan aktivitas antioksidan terhadap DPPH
dilakukan dengan mengamati penurunan absorbansi pada panjang gelombang 515
517 nm. Penurunan absorbansi terjadi karena penambahan elektron dari
senyawa antioksidan pada elektron yang tidak berpasangan pada gugus nitrogen
dalam struktur senyawa DPPH (Oktaviana, 2010).

Gambar 2.5 Struktur DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) (Ningtyas,

2.6

2010).

Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok (Farmakope Herbal, 2011).
Pengambilan bahan aktif dari suatu tumbuhan, dapat dilakukan dengan
ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari
yang sesuai sifat kepolarannya. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa
faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam
metode ekstraksi, dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna
atau mendekati sempurna (Ansel, 1989).

Ditinjau dari suhu, ekstraksi dapat dibagi menjadi menjadi dua golongan
yaitu:
a. Ekstraksi dingin, dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang mengandung
senyawa yang bersifat termolabil. Akan tetapi dalam metode memerlukan
waktu yang relatif lebih lama bila dibandingkan dengan ekstraksi panas.
b. Ekstraksi panas, dilakukan terhadap simplisia yang sudah diketahui
memiliki kandungan senyawa yang stabil terhadap pemanasan.
2.7

Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis merupakan bentuk kromatografi planar, fase

diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Fase diam yang
digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10 30 m. Penjerap yang paling sering digunkan adalah silika
dan serbuk selulosa. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan
bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi Lapis Tipis ini merupakan salah satu metode uji aktivitas
peredaman

radikal

bebas

DPPH

secara

kualitatif,

yaitu

dengan

cara

menyemprotkan senyawa radikal bebas DPPH pada pelat KLT. Proses ini ditandai
dengan memudarnya warna larutan dari ungu menjadi kuning (Wicaksono, 2005).
2.8

Spektrofotometer UV-Visibel
Spektrofotometer UV-Visibel adalah alat yang dapat mengukur energi

transisi elektron yang terdapat di dalam ikatan suatu molekul. Daerah panjang
gelombang elektromagnetik pada pengukuran adalah, antara 200 400 nm untuk
UV dan antara 400 750 nm untuk visibel.
Spektrum UV-Visibel merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai
ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis). Pada spektrofotometer UVVisibel warna yang diserap oleh suatu senyawa adalah warna komplementer dari
warna yang teramati.

Hal tersebut dapat diketahui dari larutan barwarna memiliki serapan maksimum
pada warna komplementernya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektrofotometer UV-Visibel digunakan untuk mendeteksi senyawa yang
memiliki gugus kromofor. Kromofor adalah gugus fungsional yang mengabsorpsi
radiasi ultraviolet dan tampak. Suatu kromofor pada senyawa dapat muncul atau
memberikan serapan pada spektrum serapan UV-Visibel jika senyawa tersebut
memiliki gelombang maksimum yang lebih besar dari 190 nm. Konsentrasi
larutan yang dianalisis sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang
terdapat dalam larutan (Hendayana, 1994).

Anda mungkin juga menyukai