Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia

dan mamalia yang berakibat fatal. Nama lain penyakit ini ialah hydrophobia, la
rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di
Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila (Aru W, 2009). Penyakit Rabies
merupakan penyakit Zoonosis yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila
telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian.
Mengingat bahaya keganasannya terhadap kesehatan dan ketentraman hidup
masyarakat, maka usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit perlu
dilaksanakan secara intensif (Arnold C, 2012).
Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) tentang Rabies,
penyakit ini tersebar di semua benua, kecuali di Antartica. Lebih dari 55.000
orang meninggal karena rabies setiap tahunnya, dan 95% kematian terjadi di
benua Asia dan Afrika. Diketahui anjing merupakan sumber dari sebagian besar
kematian kasus Rabies pada manusia, dan mengancam lebih dari 3 milyar orang
di Asia dan Afrika (World Health Organisation Media Center, 2012). Di Asia,
menurut Global Vaccines Research Forum (GVRF) dari WHO lebih dari 30.000
orang tiap tahun dan satu orang setiap 15 menit meninggal dunia akibat penyakit
rabies (Yousaf M Z, dkk, 2009).

Rabies termasuk zoonosis yang penting di Indonesia. Saat ini telah tersebar
di 24 provinsi, dengan jumlah kasus gigitan hewan penular Rabies dan kasus
kematian karena Rabies yang cukup tinggi. Hanya Sembilan provinsi yang masih
dinyatakan bebas Rabies yaitu Nusa Tenggara Barat, Papua, Irian Jaya barat,
Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan
JawaTimur (Direktorat Jendral PP dan PL, 2011)
Hingga tahun 2010 daerah-daerah endemis penyakit Rabies ialah Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Bali, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan
Tengah (Faizah Ndkk, 2012)
Berdasarkan laporan Ditjen PP & PL KeMenkes RI dalam Profil data
kesehatan Indonesia, pada tahun 2011 terdapat 83.523 Gigitan Hewan Penular
Rabies (GHPR) dengan angka Lyssa (Positif Rabies dan mati) sebanyak 182
orang. Dimana jumlah GHPR terbanyak oleh provinsi Bali dengan 52.798 kasus
disusul provinsi NTT 5500 kasus, Sumatera Utara 3909 kasus, dan Maluku 3206
kasus. Sulawesi Utara sendiri yang termasuk daerah endemik Rabies memiliki
GHPR 2961 kasus. Dalam hal Lyssa, Sulawesi Utara memiliki jumlah 26 kasus
melebihi provinsi Bali dengan 23 kasus dan berada di bawah provinsi Maluku dan
Sumatera Utara dengan masing-masing 31 kasus (Profil Data Kesehatan
Indonesia, 2011).

Kematian karena infeksi virus Rabies boleh dikatakan 100% bila virus
sudah mencapai system saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari
kepustakaan dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari Rabies namun sejak tahun
1972 hingga sekarang belum ada pasien Rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis
seringkali fatal karena sekali gejala Rabies telah tampak hamper selalu kematian
terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun
paralisis generalista.
Berbagai Penelitian dari tahun 1986 sampai 2000 yang melibatkan lebih 800
kasus gigitan anjing pengidap Rabies di Negara endemis yang segera mendapat
perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%
(Aru W, 2009).
Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus Mandrehe terdapat juga kasus
penyakit rabies. Pada rentang waktu Juni 2012 sampai dengan Maret 2014
terdapat kasus penderita rabies sebanyak 52 orang yang terdiri dari 31 orang
perempuan dan 21 orang laki-laki. Semua petugas kesehatan dan masyakat
melakukan tindakan-tindakan untuk mengendalikan masalah rabies di wilayah
tersebut antara lain vaksinasi massal, eliminasi populasi satwa liar, pengamatan
hewan yang diduga tersangka rabies,melakukan pengobatan dan perawatan
terhadap orang yang digigit hewan tersangka penderita rabies.
Hasil wawancara pada beberapa masyarakat di desa Lasarabaene, yang
sudah pernah digigit anjing yang terkena virus rabies ada

orang

yang

mengatakan setelah di gigit anjing rabies langsung di cuci dengan air dan pakai
sabun. Tapi ada 15 orang yang mengatakan setelah digigit anjing yang terkena

rabies tidak langsung di cuci, di biarkan beberapa jam baru di cuci dan yang 5
orang lagi mengatakan setelah bengkak baru di bawa kepuskesmas.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di
wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus Mandrehe Tahun 2014.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1.

Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di


desa Lasarabaene di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus Mandrehe Tahun
2014.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di
desa Lasarabaene

di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Plus

Mandrehe Tahun 2014 sebelum dilakukan pendidikan kesehatan.


2. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di
desa Lasarabaene

di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Mandrehe Tahun 2014 sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1.
Bagi Peneliti

Plus

Manfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis


tentang penyakit rabies.
1.4.2.
Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan sebagai bahan referensi di
perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Sumatera

Utara

guna

memperkaya konsep penyakit rabies dan konsep pendidikan kesehatan.


1.4.3.
Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat sebagai sumber informasi agar
masyarakat dapat menjaga derajat kesehatannya khususnya tentang penyakit
rabies.
1.4.4.Bagi Tempat Penelitian dan Petugas Kesehatan
Manfaat penelitian ini bagi tempat penelitian dan petugas kesehatan
sebagai bahan untuk menambah dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
bagi tenaga kesehatan

agar

lebih memperbanyak informasi dan pendidikan

kesehatan kepada masyarakat khususnya tentang penyakit rabies.


Penanganan pertama setelah digigit anjing yaitu dengan mencuci bekas
gigitan dengan air mengalir dengan memakai sabun.

Seterusnya

dibawa

kepuskesmas untuk mendapatkan perawatan dan vaksin.(Penyuluhan Dinkes Nias


Barat Tahun 2014).

Anda mungkin juga menyukai