Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak orang tidak menyadari pentingnya fungsi tulang dalam hidup, yaitu
memberi bentuk tubuh, sebagai melekatnya otot, serta memberikan perlindungan pada
organ dibawahnya. Tulang manusia mengalami puncaknya pada kurun waktu umur 20 40
tahun, sampai terjadi proses penuaan dimana tulang mulai kehilangan kekuatannya
(Suparto, 2000). Selain itu juga banyak kondisi yang dapat mempercepat proses
berkurangnya masa tulang. Dengan rendahnya massa tulang dapat menimbulkan
pengeroposan tulang atau osteoporosis. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan tulang
sangat terbatas, timbul rasa nyeri, bentuk tubuh atau anggota badan berubah dan
kemampuan fisik menurun. Komplikasi yang berakibat fatal adalah terjadinya patah tulang
panggul, yang merupakan penyebab kecelakaan yang membawa maut apabila tidak
ditangani dengan serius.
Berdasarkan data dari Third National Health and Nutrition Examination Survey
tahun 2000 yang mencakup pengukuran densitas mineral tulang. 20% wanita dan 5% lakilaki berusia 50 tahun keatas di Amerika Serikat menderita osteoporosis yang menjadi
penyebab utama dari resiko retak atau patah tulang. Kira-kira 250.000 kasus tiap tahun di
Amerika Serikat mengalami patah tulang panggul yang memiliki tingkat mortalitas tinggi.
Menurut hasil analisa data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14
propinsi pada tahun 2004 menunjukkan bahwa maslah osteoporosis di Indonesia telah
mencapai tingkat yang perlu diwaspadain yaitu 19,7%. Itulah kecenderungan osteoporosis
di Indonesia 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Negara Belanda. Lima propinsi
dengan resiko osteoporosis yang tinggi adalah Sumatra Selatan (27,7%), Jawa Tengah
(24,02%), DI Jogyakarta (23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan
Kalimantan Timur (10,5%). Bila dibandingkan dengan di dunia, Indonesia menempati
urutan keempat dunia sebagai Negara yang mempunyai penduduk lanjut usia paling
banyak setelah Cina, India dan Amerika. Sebagai konsekwensinya, Indonesia menghadapi
masalah-masalah penyakit yang ditimbulkan akibat lanjut usia, salah satunya osteoporosis.
(www. Depkes RI,2004).
1

Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan pada
tahun 2002 juga makin menunjukkan bahwa osteoporosis di Indonesia sudah seharusnya
diwaspadain. Dari 101.161 responden, ternyata 29% diantaranya telah menderita
osteoporosis (Depkes RI,2004).Di Jakarta, sebuah Rumah Sakit swasta yaitu Rumah Sakit
Siaga Raya khusus Orthopaedi manunjukkan dalam tahun 2008 terdapat pasien yang
mengalami patah tulang panggul sebanyak 74 orang, dimana telah dilakukan tindakan
operasi maupun konsevatif dengan menggunakan obat-obatan.
Insiden (angka kejadian) osteoporosis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis yang biasanya
terjadi pada wanita paska menopause, sedangkan pada pria insidenya lebih kecil yaitu 1
dari 7 pria. Osteoporosis menjangkit pada usia di atas 45 tahun. Namun berdasarkan
penelitian lain, wanita usia muda yaitu 23 tahun juga beresiko mengalami osteoporosis.
(Depkes RI,2004)
Penyebab osteoporosis di pengaruhi berbagai faktor dan pada individu bersifat
multifaktor seperti gaya hidup tidak sehat (maerokok, minum alkohol, soft drink,
kopi,mengkonsumsi nutrisi dengan kadar lemak yang tinggi), kurang gerak atau tidak
berolahraga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang kurang yaitu kurangnya
mengkonsumsi kalsiaum dan vitamin D. Vitamin D secara alami bisa kita dapatkan dari
sinar matahari.
Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2004, osteoporosis sering disebut sebagai
silent killer diseases, seperti penyakit kronik lainnya osteoporosis tidak menunjukkan
gejala awal dan tidak dapat terdiagnosa, hingga terjadinya patah tulang (Depkes RI,2004).
Perubahan massa tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan kalsium dalam darah. Dengan
kemajuan teknologi osteoporosis dapat dideteksi dengan cara yang mudah yaitu dengan
menggunakan alat Bone Densito Metry (BDM), bagian yang diukur adalah lengan bawah,
tulang punggung atau tulang panggul. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan
menginformasikan kandungan mineral tulang, densitas tulang dan presentasi massa tulang,
sehingga resiko berkembangnya patah tulang dari penderita dapat dideteksi terlebih
dahulu.
Rumah Sakit Siaga Raya merupakan salah satu rumah sakit swasta yang terfokus
memberikan pelayanan di bidang orthopaedi menyediakan fasilitas untuk pemeriksaan
kepadatan tulang yang dapat menunjang diagnose terhadap pasien sesuai dengan keluhan

yang dirasakan penderita. Pada tahun 2001 Rekam Medik Rumah Sakit Siaga Raya
mrncatat sebanyak 129 pasien yang di diagnose osteoporosis, pada tahun 2002 jumlah
yang tercatat sebanyak 160 pasien sedangkan pada tahun 2003 mengalami penurunan,
jumlah yang tercatat sebanyak 108 pasien. (Rekam Medis RS. Siaga Raya, 2001-2003)
1.2 Identifikasi Masalah
Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
Osteoporosis dapat dibagi menjadi 2. Sebukan!
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis primer?
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis sekunder?
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis pada usia anak-anak?
Apa saja faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis pada usia muda?
Sebutkan keluhan dan gejala yang kelihatan bila mengalami osteoporosis?
Sebutkan penata laksanaan osteoporosis?
Apa yang dimaksud denga Kalsitonin?
Sebutkan petunjuk perencaab pola makan dengan gizi seimbang?
1.3 Batasan Masalah
Penulisan ini merupakan analisis terhadap data sekunder dari hasil pengukuran
Bone Densito Metry pada pasien yang diduga osteoporosis. Penelitian ini dilakukan di
tahun 2008 di Rumah Sakit Siaga Raya.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan osteoporosis dapat berakibat fatal
bahkan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan segera dan masih tinggi
kasus osteoporosis di Rumah Sakit Siaga Raya. Dengan demikian rumusan masalah yang
akan ditemukan adalah Belum diketahuinya hubungan karakteristik pasien dengan hasil
pengukuran kepadatan tulang di Rumah Sakit Siaga Raya Jakarta Selatan tahun 2008.
1.5 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui informasi mengenai karakteristik pasien (umur, jenis kelamin,
indeks massa tubuh, ras dan kebiasaan merokok).
2. Mengetahui informasi mengenai kepadatan massa tulang penderita.
3. Mengetahui hubungan antara umur pasien dengan kepadatan massa tulang.
3

4. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin pasien dengan kepadatan massa


tulang.
5. Mengetahui hubungan antara indeks tubuh dengan kepadatan massa tulang.
6. Mengetahui hubungan antara ras penderita dengan kepadatan massa tulang.
7. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok penderita dengan kepadatan
massa tulang.
8. Mengetahui variabel dominan yang berhubungan dengan kepadatan massa
tulang.

1.6 Manfaat Penulisan


1. Bagi individu agar dapat dijadikan acuan untuk mengintervensi pasien
dengan osteoporosis, yang berkaitan dengan pemberian terapi dan latian yang
diperbolehkan untuk pasien dengan osteoporosis.
2. Dapat memeberikan penyuluhan tentang pencegahan secara dini terhadap
pasien yang berpotensi osteoporosis, terutama pasien yang hasil pengukuran
densitas tulangnya menunjukkan osteopenia.
3. Diharapkan masyarakat mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya osteoporosis sehingga terjadinya patah tulang dapat dicegah.
4. Diharapkan masyarakat bermotivasi untuk menjalankan hidup sehat yang
dapat mencegah terjadinya osteoporosis dini.
5. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri untuk berkonsultasi kepada
tenaga

medis

menggunakan

apabila
terapi

sedang
steroid

menjalankan

serta

terapi,

penyakit-penyakit

terutama

yang

tertentu

yang

menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama.


1.7 Metedologi Penelitianan
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional, yaitu mengukur keterpaparan dan penyakit secara
bersamaan. Keuntungan dari studi cross sectional ini adalah dapat dilakukan dalam waktu
singkat dan kekurangan dari studi cross sectional adalah pada umumnya tidak dapat
diketahui apakah variabel independen adalah merupakan antecedent dari variabel
dependen. (DepKes RI, 1999)
1.8 Sistematika Pelaporan
4

Dalam bab I menjelaskan terdiri atas latar belakang, identifikasi masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan metedologi
penelitian. Bab II berisi tentang definisi osteoporosisi, pengelompokan dan penanaman
osteoporosisis. Bab III berisi tentang gejala osteoposis, pengobatan dan penatalaksaan
osteoporosis. Bab IV berisi tentang tempat dan waktu penelitian, sampel dan hipotesis. Bab
V berisi tentang pengolahan data. Bab VI berisi tentang kesimpulan, saran, dan manfaat.

BAB II
OSTEOPOROSIS

2.1 Definisi Osteoporosis


Osteoporosis didefinisikan sebagai berikut :
1. Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang
rendah disertai perubahan-perubahan mikro arsitektur dan kemunduran kualitas
jaringan tulang yang akhirnya menyebabkan terjadinya peningkatan kerapuhan tulang
dan peningkatan kemungkinan resiko terjadinya patah tulang (WHO,1992)
2. Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau
patah, karena kekurangan kalsium. (DepKes RI)
2.2 Pengelompokan dan Penanaman Osteoporosis
Pengelompokan Osteoporosis :
A. Osteoporosis primer
B. Osteoporosis sekunder
C. Osteoporosis pada usia anak-anak
D. Osteoporosis pada usia muda
2.2.1

Osteoporosis Primer
Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis primer :

1.

Umur : makin lama seseorang hidupa, makin besar kemungkinana

mengalami pengeroposan tulang


2.
Jenis Kelamin : wanita mempunyai resiko 6-8 kali lebih besar daripada pria
karena kepadatan tulangnyalebih rendah, apalagi setelah menopause. Selain
itu wanita cenderung hidup lebih lama daripada pria, padahal pengroposan
tulang merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut.
3.

(Hartono,2001)
Ras : orang yang mempunyai resiko osteoporosis adalah wanita kulit putih
yang memiliki warna kulit putih dan tinggal jauh dari garis khatulistiwa.

(Lane, 2003)
4.
Postur Tubuh : individu yang memiliki kerangka tubuh yang kecil
cenderung lebih sering mengalami pengeroposan tulang daripada mereka
dengan kerangka tubuh lebih besar karean penurunan kepadatan tulangnya
relative lebih kecil.
5.
Keturunan : kepekaan terhadap patah tulang sebagian disebabkan oleh faktor
6.

keturunan.
Makanan : kurangnya zat kalsium dari makanan yang tidak seimbang
terutama pada sisa pembentukan tulang bias menyebabkan seseorang rentan

7.

terhadap pengeroposan tulang.


Pola Hidup Sehat : diet rendah lemak, rendah garam, dan kurangi konsumsi
daging hewan, membiasakan diri berolahraga, cukup istirahat, tidak merokok,
dan tidak minum alcohol. (Suparto, 2000)

Osteoporosis primer dibagi menjadi 2 kelompok :


1.
Osteoporosis tipe 1 : bias terjadi pada dewasa muda dan usia tua, baik pria
maupun wanita. Pada wanita usia 51-75 tahun 6 kali lebih banyak
dibandingkan dengan pria kelompok usia yang sama.
Osteoporosis tipe 1 berkaitan dengan :
a. Perubahan hormon setelah menopause
b. Banyak dikaitkan dengan patah tulang pada ujung tulang lengan bawah.
2.

Osteoporosis tipe 2 : banyak terjadi pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria pada usia yang sama.
Osteoporosis tipe 2 sering dikaitkan dengan :
a. Gangguan pemanfaatan vitamin D oleh tubuh
b. Kekurangan dalam pembentukan vitamin D
c. Kurangnya sel perangsang pembentuk vitamin
6

2.2.2 Osteoporosis Sekunder


Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis :
1) Gangguan hormon seperti hormon gondok
2) Zat kimia dan obat-obatan seperti nikotin rokok, obat tidur, alcohol dan heparin
(obat untuk menghentikan pendarahan)
3) Lain-lain hal seperti istirahat total dalam waktu lama, penyakit ginjal, penyakit
hati, penyakit gangguan penyerapan usus.
Penyakit-penyakit dan faktor penyebab osteoporosis sekunder :
1. Hormon atau metaolic : pada atlit sering mengguanakan obat-obatan penghalang
menstruasi selama periode pertandingan akbar.
2. Kelainan genetika
3. Obat-obatan sejenis fenitoin, pentobarbital, heparin.
4. Gizi : alkohol, kekurangan vitamin D, penyakit hati yang kronis, operasi
lambung dan gangguan pencernaan.
Hindari beberapa faktor resiko antara lain dengan perilaku hidup sehat :
a. Hindari merokok dan minuman alcohol
b. Olahraga rutin dan kontinyu
c. Kendalikan berat badan agar tidak terlalu gemuk
d. Perbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan
2.2.3 Osteoporosis pada usia anak-anak
Faktor-faktor resiko terjadinya :
1. Kelainan pertulangan yang tidak wajar
2. Istirahat total, dimana tekanan berat merupakan rangsangan utama dalam proses
pertulangan.
3. Penyakit kurang vitamin C, dimana terjadi gangguan pada proses pertulangan
4.
5.
6.
7.

dari serat kolagen oleh sel pembentuk tulang dan gigi.


Beberapa jenis penyakit ginjal
Kelainan metabolism
Kelainan hormon
Penyakit Dermatomyositis

2.2.4 Osteoporosis pada usia muda


Disebut juga Ideophatic Juvenile Osteoporosis, karena belum jelas penyebab
proses terjadinya penyakit. Timbul biasanya menjelang pubertas, sedangkan publikasi

lainnya mengatakan bahwa osteoporosis pada usia muda ini timbul pada usia 23 tahun.
Keluhan osteoporosis jenis ini :
1. Rasa nyeri pada tulang-tulang yang menahan beban.
2.
Bisa juda terjadi pemadatan tulang punggung, hingga tinggi badan pebderita
berkurang.
3. Bisa terjadi patah tulang hanya karena terjadi sedikit guncangan.
4. Terjadi patah tulang pada tulang yang menahan beban seperti ruas tulang punggung
ke-8 sampai ke bawah.

BAB III
GEJALA DAN PENGOBATAN OSTEOPOROSIS

3.1 Kerangka Konsep

Sebagaimana dikemukakan pada kerangka teori penulisan ini bahwa osteoprosis terbagi
menjadi 2 bentuk yaitu primer dan sekunder dan ada beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan osteoporosis. Hal ini telah dilakukan penelitian baik skala nasional maupun
internasional. Dalam penulisan ini penulis tetap mengacu pada ketentuan yang ditentukan
Departemen Kesehatan RI dan WHO baik definisi operasional maupun skala ukuran.
Berdasarkan teori yang menunjukkan faktor resiko yang mempengaruhi hasil Bone
Densito Metry dengan penyebab yaitu umur, keturunan, ras, jenis kelamin, gaya hidup, kerangka
tubuh, haid, asupan kalsium, dan vitamin D, dan kurang berolahraga yang dapat berpengaruh
terjadinya osteoporosis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam penulisan ini sebagai variabel dependen adalah hasil dari pengukuran kepadatan
massa tulang, sedangkan variabel independen adalah umur, ras, jenis kelamin, kerangka tubuh
dan kebiasaan merokok. Untuk lebih jelasnya konsep penulisan ini digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penulisan
Hubungan Karakteristik Pasien dengan Hasil
Pengukuran Kepadatan Massa Tulang

Variabel Independen
1.
2.
3.
4.
5.

Variabel Dependen

Umur
Ras
Jenis Kelamin
Indeks Massa Tubuh
Merokok

Kepadatan massa
tulang

3.2 Keluhan dan Gejala yang Kelihatan


Bila tidak ada penyakit pemberat lain, bisa saja tidak ada keluhan, hanya ada rasa sakit di
bagian punggung atau di daerah tulang yang mengalami osteoporosis. Rasa sakit biasanya hanya
setempat dan tidak menyebar dan bertambah berat apabila mendapat tekanan atau beban. Rasa
sakit ini biasa hilang sendiri setelah beberapa minggu.

Pemadatan ruas tulang punggung yang luas bisa memperlihatkan gejala membungkuk,
sering terjadi perlahan-lahan pada ruas tulang belakang dengan keluhan nyeri tidak jelas pda
lokasi yang mengalamami pemadatan.
Penampilan penderita osteoporosis lebih tua dari sebayanya, baik dari kulit yang
berkerut, mungkin terkait dengan penderita sakit yang perkepanjangan, maupun karena postur
tubuh agak membungguk bila osteoporosis mengenai ruas-ruas belakang sehingga penyakit ini
pernah diberi istilah janda bongkok.
Kulit mngerut biasa timbul pertama-tama pada kulit dada bagian bawah dan bagian atas
perut. Posisi penderita yang bungkuk bias dikarenakan terjadi rasa sakit dan kekuatan otot sekitar
patah tulang. Sebagai tambahan, terlihat tonjolan lengkungan tulang rusuk bawah, lebih
menonjol dari tonjolan pinggiran tulang panggul atas depan. Pada pemeriksaan tulang sewaktu
otopsi, tulang yang terkena osteoporosis ini rapuh seperti kulit telur. (Yatim, 2000)
3.3 Pengobatan
Prinsip pengobatan osteoporosis antara lain obat anti sakit, alat bantu, istirahat dan
kesabaran dokter maupun pasien karena penyembuhannya sangat pelan dan butuh waktu.
Mengenai istirahat, tidak berarti istirahat total, karena proses penyembuhan tulang justru
memerlukan tekanan berat badan dan gravitasi.
Pengobatan osteoporosis hingga saat ini masih jauh dari memuaskan. Sampai tahun1975,
belum ada cara pengobatan yang sempurna dan baru tahun 1981 para ahli mulai melakukan
penelitian-penelitian yang intensif untuk mendapatkan cara pengobatan yang baik. Pada
umumnya baik para dokter yang mengobati maupun pasien osteoporosis sendiri masih banyak
merasakan ketidak pastian apakah investasi pengobatan yang diberikan akan meningkatkan
massa tulang sehingga dapat mengurangi rasa nyeri dan kemungkinan terjadi fraktur berulang
kali.
Pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan massa tulang tidak selalu diikuti dengan
perbaikan kekuatan mekanik tulang, terutama jika susunan trabikuler tulang sudah rusak. Dengan
demikian dalam penatapelaksaan osteoporosis, selain usaha pengobatan untuk memperbaiki
kelainan yang terjadi juga diperlukan tindakan pencegahan. (Lane,2001)
3.4 Penatalaksaan Osteoporosis
1.

Penggunaan Terapi Pengganti Hormon

10

Terapi pengganti hormon melibatkan penggunaan esterogen, baik dengan hormon


esterogen saja maupun yang dikombinasi dengan hormon progesterone.
2.

Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling sering diberikan untuk penderita
osteoporosis. Kalsium membantu pertumbuhan tulang pada saat remaja untuk membantu
mencapai masa tulang.

3. Bisphosphonates

Bisphosphonates atau yang disebut juga disphosponate merupakan analog dari


unsur gabungan kimia pyrophosphate. Unsur ini memiliki khasiat khusus yang diserap
langsung oleh permukaan tulang, biasanya pada bagian dimana turn over aktif sedang
berlangsung.
4. Kalsitonin

Kalsitonin adalah hormon yang beredar dalam tubuh yang diproduksi oleh kelenjar
thyroid sebagai tambahan dari hormon thyroid itu sendiri. Kalsitonin berfungsi untuk
mengurangi resorpsi tulang karena sel yang membentuk tulang, yang menghentikan proses
masa berkurangnya tulang.

5.

Vitamin D
Perawatan wanita paska menopause dengan terapi estrogen juga memerlukan kadar
vitamin D yang cukup tinggi. Kendala yang dialami karena proses penuaan, usus menjadi
kebal terhadap aksi vitamin D yang menyebabkan penyerapan kalsium berkurang.

6. Fluoride

Penderita osteoporosis, pemberian terapi kalsium dan vitamin D jika dikombinasi


dengan fluoride akan dapat meningkatkan massa tulang.
7. Raloxifene

Raloxifene menambah massa tulang dan mengurangi resiko kanker payudara akibat
esterogen.
Selain obat-obatan yang diberikan, pola makan dengan gizi seimbang juga dapat
membantu untuk proses pembentukan tulang. Berikut ini merupakan petunjuk pencernaan
pola makan dengan gizi seimbang :
a. Mengkonsumsi bervariasi makanan
11

b. Kendalikan berat badan


c. Batasi mengkonsumsi lemak, lemak jenuh dan korestrol
d. Makanlah sayur dan serat dalam jumlah cukup
e. Hindari penggunaan gula
f. Batasi penggunaan garam
g. Bila terbiasa minum alkohol, usahakan jangan minum terlalu banyak

BAB IV
METODELOGI PENELITIAN (OSTEOPOROSIS)

4.1

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret April 2008 dengan pengambilan data

sekunder pasien yang telah melakukan pemeriksaan pada tulang belakang pada tahun 2008 di
Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Siaga Raya yang beralamatkan di Jl. Siaga Raya Pejaten
Barat Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
4.2

Sampel
Sampel adalah total populasi. Sampel diambil dari populasi pasien yang berkunjung

ke dokyer spesialis orthopedic dan melakukan pemeriksaan tulang belakang. Jumlah


sampel yang diambil sebanyak 254 orang.
4.3

Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan kepadatan masssa tulang
2. Ada hubungan antara ras dengan kepadatan tulang
12

3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepadatan tulang


4. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kepadatan massa tulang

BAB V
PENGOLAHAN DATA DAN INTERPRETASI

5.1

Pengolahan Data
Data yang telah didapat dilakukan pemilihan dan pengelompokan dan dilakukan

analisis secara manual berdasarkan jenis kelamin, umur, ras dan indeks massa tubuh
pasien. Stelah diolah secara manual data di entry ke computer dengan menggunakan
perangkay lunak.
Langkah-langkah dalam pengolahan data dengan computer yaitu : (Gulo 2002)
1.

Editing data
Kegiatan ini dilakukan untuk meng-edit data yang diambil untuk melihat
apakah ada kesalahan dalam pengumpulan data tersebut sebelum masuk ke

2.

3.

computer.
Coding data
Setelah dilakukan editing, kemudian data diberikan kode agar dapat
mempermudah mengelompokan data.
Entry data
13

Data yang telah diberi kode, dimasukkan atau di-entry kedalam computer untuk
proses pengolahan data
4. Cleaning data
Stelah data dimasukkan ke dalam kompter, untuk melihat apakah terdapat
kesalahan peng-entry-an data dilakukan cleaning data untuk menghapus data
yang salah atau data rangkap.
Analisis data
Analisis data ini untuk menghasilkan suatu informasi yang dibutuhkan dan

5.

untuk melihat trend atau kecenderungan dari data pasien yang dikumpulkan.

BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan hasil penulisan maka dapat diambil simpulan dan saran sebagai
berikut :
6.1 Simpulan
Adanya hubungan umur, ras,

jenis kelamin, dan indeks massa tubuh dengan

kepadatan tulang
Diperoleh model terbaik dalam menentukan determinan kepadatan massa tulang
yaitu umur dan indeks massa tubuh merupakan variabel yang dominan yang
terhubung dengan kepadatan massa tulang.
Wanita lebih rentan mengalami osteoporosis dari pada laki-laki.
Osteoporosis dapat dibagi menjadi 2 yaitu, osteoporosis primer dan sekunder
Anak-anak dan remaja dapat juga mengalami osteoporosis
6.2 Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut khususnya mengenai jumlah sampel sehingga
hasil yang diperoleh lebih mewakili keadaan yang sebenarnya.
6.3 Manfaat

14

1. pasien dengan osteoporosis, yang berkaitan dengan pemberian terapi dan


Bagi individu agar dapat dijadikan acuan untuk mengintervensi latian yang
diperbolehkan untuk pasien dengan osteoporosis.
2. Dapat memeberikan penyuluhan tentang pencegahan secara dini terhadap
pasien yang berpotensi osteoporosis, terutama pasien yang hasil pengukuran
densitas tulangnya menunjukkan osteopenia.
3. Diharapkan masyarakat mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya osteoporosis sehingga terjadinya patah tulang dapat dicegah.
4. Diharapkan masyarakat bermotivasi untuk menjalankan hidup sehat yang
dapat mencegah terjadinya osteoporosis dini.
5. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri untuk berkonsultasi kepada
tenaga

medis

menggunakan

apabila
terapi

sedang
steroid

menjalankan

serta

penyakit-penyakit

menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama.

15

terapi,

terutama

yang

tertentu

yang

DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Muljadi. 2001


Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara, Jakarta
Hartono, Sutanto Prio. 2000
Modul Analisis Data. Biostatistik dan Kependudukan, FKM
Rekam Medis Rumah Sakit Siaga Raya, Jakarta 2001-2004
RS. Siaga Raya. 1990.
Profil RS. Siaga Raya, Jakarta tahun 1990. Jakarta : RS. Siaga Raya
Rose, Leonard. 1994
Osteoporosis : The Silent Epidic - Allen & Unwin New South Wales, Australia
Suparto. 2000
Sehat Menjelang Usia Senja. PT. Rosda Karya Bandung.
www.Departemen Kesehatan RI. 2004
Kecenderungan Osteoporosis di Indonesia 6 Kalia Lebih Tinggi Dibanding Negeri Belanda
27 September 2004.

16

Anda mungkin juga menyukai