PRESIDEN
EPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a,
1945,
kolusi,
%f4
RE,-"Jrifr'i'?S!*r='o
-2c.
dan
wajib
dan
dirinya
mengembangkan
kinerjanya dan
mempertanggun gj awabkan
menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara;
L974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor B Tahun I97 4 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sudah tidak sesuai dengan tuntutan
UNDANG-UNDANG
NEGARA.
TENTANG
APARATUR
SIPIL
BAB I.
PR ESI DE N
EPUBLIK INDONESIA
a
_\)_
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
2.
3.
4.
5.
REPUJLTfrtISSH*r=,o
-46.
8.
9.
13.
REPUfLTfrtiSSH*ru,o
-D16.
dan kesekretariatan
lembaga
nonstruktural.
17.
18.
pemerintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pemerintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pembinaan dan menyelenggarakan Manajemen ASN
secara nasional sebagaimana diatur dalam undangundang ini.
22. Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN
yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit,
PRESIDEN
REFUBL,:;:"ONESrA
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK
DAN KODE PERILAKU
Pasal 2
Manajemen
ASN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
kepastian hukum;
profesionalitas;
proporsionalitas;
keterpaduan;
delegasi;
netral.itas;
akuntabilitas;
efektif dan efisien;
keterbukaan;
nondiskriminatif;
persatuan dan kesatuan;
keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
Pasal 3
a.
b.
c.
d.
nilai dasar;
kode etik dan kode perilaku;
e.
kualifikasi akademik;
f. jaminan.
PRESIDEN
EPUBLIK INDONESIA
-7
f.
g.
profesionalitas jabatan.
Pasal 4
a.
b.
g.
h.
melaksanakan
j.
k.
l.
n.
o.
PRESIDEN
EPUBLIK INDONESIA
-8Pasal 5
(1)
a.
b. melaksanakan fugasnya
de
ngan cermat
dan
disiplin;
c.
d.
e.
f.
g.
kepentingan
tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan;
negara,
k. memegang.
REP"JTT[tl'?SH*.r'o
-9k.
1.
BAB III
JBNIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 6
Pegawai ASN terdiri atas:
a.
b.
PNS; dan
PPPK.
Bagian Kedua
Status
Pasal 7
(1)
6 huruf a
merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
(2)
huruf
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-10Bagian Ketiga
Kedudukan
Pasal 8
unsur aparatur
negara.
Pasal 9
(1)
Pegawai
(2)
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a.
b.
c.
{il
s!et?
REP"Jrlfrtl'3SH*.r,o
- 11-
b.
c. mempererat persatuan
dan
Kesatuan Republik Indonesia.
kesatuan
Negara
Bagian Ketiga
Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana,
dan pengawas penyelenggaraan tugas u.mum
BAB V
JABATAN ASN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri atas:
a.
b.
c.
JabatanAdministrasi;
Jabatan Fungsional; dan
Jabatan Pimpinan Tinggi.
Bagian.
PRESIDEN
REFUBLIK INDONESIA
-t2Bagian Kedua
Jabatan Administrasi
Pasal L4
a. jabatan administrator;
b. jabatan pengawas; dan
c. jabatan pelaksana.
Pasal 15
(1)
(21
(3)
Pasal 17.
REPUJLTfr'l'?SH*r'o
- 13 Pasal 17
sebagaimana
dimaksud dalam PasaI 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional
Pasal 18
(3)
a. ahli utama;
b. ahli madya;
c. ahli muda; dan
d. ahli pertama.
Jabatan fungsional keterampilan
sebagaimana
a.
b.
c.
d.
(4)
penyelia;
mahir;
terampil; dan
pemula.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-14'
Bagian Keempat
Jabatan Pimpinan Tinggi
Pasal 19
(1)
c. jabatan pimpinan
(2)
tinggi pratama.
a.
1. keahlian profesional;
2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
3. kepemimpinan manajemen.
b.
(4)
PRESIDEN
Elf,UBLIK INDONESIA
- 15 Pasal 20
(1)
(21
(3)
(4)
Bagian Kesatu
Hak PNS
Pasal 2 1
PNS berhak memperoleh:
EPUJLT'ltl'3SH*r'o
-16Bagian Kedua
Hak PPPK
Pasal 22
PPPK berhak memperoleh:
a.
b.
c.
d.
cuti;
perlindungan; dan
pengembangan kompetensi.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pegawai ASN
Pasal 23
Pegawai ASN wajib:
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945,
Negara Kesatuan Repubtik Indonesia, dan
g.
-BAQ
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Negara
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1)
(21
b.
set
PRESIDEN
EPUBL IK IND ONESIA
-18c.
d. BKN,
berkaitan
dengan
kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan
dan pengendalian pelaksanaan norma, standar,
prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
Pasal 26
(1)
(21
1)
meliputi:
d.
e. pertimbangan
Presiden
dalam
penindakan terhadap Pejabat yang Berwenang
dan Pejabat Pembina Kepegawaian atas
dalam
penyimpangan Sistem Merit
penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
f.
kepada
REPUJLTft^TI'?SH*.r,o
- 19 Bagian Kedua
KASN
Paragraf
Sifat
Pasal 27
Tujuan
Pasal 28
I(ASN bertujuan:
c.
d.
e.
f.
dalam
PRESIDEN
EPUBLIK INDONESIA
-20Paragraf 3
Kedudukan
Pasal 29
KASN berkedudukan di ibu kota negara.
Paragraf 4
Fungsi
Pasal 30
a.
b.
evaluasi
pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada
Presiden,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2rb.
c.
pelanggaran
Paragraf 6
Wewenang
Pasal 32
b.
pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN; dan
e. meminta.
PR ESIDE N
REFUBLIK INDONESIA
-22-
dokumen yang
diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk
pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN.
(21
(s)
(1)
(21
a. peringatan;
b, teguran;
c. perbaikan, pencabutan, pembatalan, penerbitan
pengembalian
dan/ atau
keputusan,
pembayaran;
RE,=USLIfrtlRSH*.r'o
a.
b.
dan
c.
(21
Pasal 36.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-24Pasal 36
(1)
Fungsional
(1)
KASN
(4)
(s)
(6)
diatur dengan
Peraturan I{ASN.
Pasal 37
(1)
REPUJLIfr=135[*r'o
dari unsur
pemerintah
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
f. memiliki
g.
PRESIDEN
EPUBLIK INDONESIA
-26-
pemerintahan
danlatau badan hukum lainnYa; dan
(4)
(s)
(1)
(21
(3)
(41
integritas
RE,=rJ'T'?'i'?SH".r,o
-27 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi dan tata
(2)
pemegang
masa
jabatan.
(3)
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. tidak mampu jasmani atau rohani
sehingga tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota
KASN;
dan f atalu
FRESIDEN
EFUBLIK INDONESIA
-28Pasal 4 1
(1)
tim seleksi.
(2)
(3)
(4)
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meneruskan sisa masa kerja
anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(s)
(6)
(71
Pasal 42.
PRESIDEN
EFUBLIK INDONESIA
-29Pasal 42
Paragraf 1
Fungsi dan Tugas
Pasal 43
LAN memiliki fungsi:
kompetensi
pelatihan
Pasal 44.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-30Pasal 44
LAN bertugas:
a. meneliti,
mengkaji,
Manajemen
ASN
kebijakan;
dan
c.
mengawasi kebutuhan
pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN secara
merencanakan
dan
nasional;
e.
dan
dan
b.
RTPUJLT'itl35H*ru,o
-
3l
Bagian Keempat
BKN
Paragraf 1
Fungsi dan Tugas
Pasal 47
BKN memiliki fungsi:
a.
b.
pengad aar.,
c.
BKN bertugas:
a.
REPUJLl[=1fr55*=r,o
c. membina
Jabatan
Fungsional
di
bidang
kepegawaian;
d.
e.
g.
Paragraf 2
Kewenangan
Pasal 49
BAB VIII.
FR ESIDE N
REPUBLIK INDONESIA
-33BAB VIII
MANAJEMEN ASN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5 I
Manajemen
ASN
dan
Manajemen PPPK.
Bagian Kedua
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang
Paragraf 1
Pejabat Pembina Kepegawaian
Pasal 53
a. menteri di kementerian;
b. pimpinan lembaga
di
lembaga
pemerintah
nonkementerian;
c.
PR ESIDE N
REPUBLIK INDONESIA
-34Paragraf 2
Pejabat yang Berwenang
Pasal 54
(1)
kewenangan
pembinaan Manajemen ASN kepada Pejabat yang
sekretaris
kementerian,
Berwenang di
jenderal/ sekretariat lembaga negara, sekretariat
lembaga nonstruktural, sekretaris daerah provinsi
dan kabupaten/kota.
(2)
(3)
(4)
Pejabat
yang
Berwenang
pengangkatan, Peffiindahan, dan
mengusulkan
pemberhentian
Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masingmasing.
Bagian Ketiga
Manajemen PNS
Pasal 55
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
f.
promosi;
g. mutasi;
h. penilaian kinerja;
i.
j.
k. disiplin;
1. pemberhentian;
m.jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan
n. perlindungan.
(2) Manajemen PNS pada Instansi Pusat dilaksanakan
oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
.
Paragraf 1
Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan
Pasal 56
(1)
(2)
R EP
,JLT['135
H*'r,o
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
dan penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Pengadaan
Pasal 58
untuk mengisi
(1)
(2)
(3)
Pasal 59
Setiap Instansi Pemerintah merencanakan pelaksanaan
pengadaan PNS.
Pasal 60.
REPUJLI[tl'35H*r'o
-37
Pasal 60
secara
Pasal 62
(
dan
(2) Penyelenggaraan
seleksi pengadaan PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terdiri dari
3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi
kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang.
Pasal 63
(1)
(21
(3)
(4) Masa.
R EP
rJrlfr'l'35
U*r'o
(21
(1)
(3)
ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan
sebagai calon PNS.
Pasal 66.
PR E5I DE N
REPUBLIK INDONESIA
-39Pasal 66
(1)
(2)
ffi
-=tlt
I'gt.
-{
7 \ tW
aF./-\-
PRESIDEN
EPUBLIK INDONESIA
-40Paragraf 3
Pangkat dan Jabatan
Pasal 68
(1)
(2)
(3)
(s)
(6)
(71
PRESIDEN
EFUBLIK INDONESIA
-4rParagraf 4
Pengembangan Karier
Pasal 69
(1)
(3)
( 1)
meliputi:
a.
fungsional,
secara
teknis;
b.
dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya
sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
(4)
{2\
-B{hs
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-42Pasal 70
(1)
(4)
(s)
(6)
sebagaimana
Paragraf 5.
fri7\iP7
=*-EL,r
.aa-.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-43Paragraf 5
Pola Karier
Pasal 7 1
(1)
(2)
Pasal 72
(1)
(3)
(4)
Pejabat
Pejabat Pembina
l-.1-
\JrIl'
.Sl.
E*=
-*9r4ffi
rtf
*ti
--
-jft 7
\If
PRESIDEN
EPUBLIK TNDONESIA
-44Paragraf 7
Mutasi
Pasal 73
(1)
(2)
(3)
(4)
(s)
(6)
(7)
(8)
(1)
anggaran
Instansi
Daerah.
Pasal 74.
REPUfffrtl35!"r'o
-45Pasal 74
Pasal
75
Pasal 76
1) Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan
perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan
target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai,
serta perilaku PNS.
(21 Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif,
terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.
Pasal 77
(1)
(21
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-46(3)
(4)
(s)
(6) PNS
Pasal 78
Pasal 79
(1)
(21
(3)
(2)
EFUJLTfr=i'35U*r'o
-47(4)
pemerintah pusat
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
Pasal 80
(1)
(21
(3)
(4)
(s)
(6)
REPuJLTfr=IREH*r'o
-48Paragraf 10
Penghargaan
Pasal 82
PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakap&h, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja
dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan
penghargaan.
Pasal 83
Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
dapat berupa pemberian:
a. tanda kehormatan;
b. kenaikan pangkat istimewa;
c. kesempatan prioritas untuk
pengembangan
kompetensi; danlatau
d.
Pasal 84
PNS yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat
berupa pemberhentian tidak dengan hormat dicabut
haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 85
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap
PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 83,
dan Pasal 84 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 1 1.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-49Paragraf 1 1
Disiplin
Pasal 86
(1)
disiplin
(21
(3)
(4)
PNS.
Paragraf 12
Pemberhentian
Pasal 87
(1) PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi atau
e.
kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini;
atau
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga
tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
(2) PNS.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
diberhentikan
(4)
a. melakukan
putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilakukan dengan berencana.
Pasal 88
anggota
c.
iL{il
IYSrr' *tJ.\.
rrh- I^ -\--Yt
'*-\r
q=f :'
frt r
il'+'
RE,=TJTT'?'I'?SHNEsrA
cara
dan
pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 dan Pasal 88 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 90
Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 ayat (1) huruf c yaitu:
a. 58 (lima puluh
delapan)
tahun bagi
Pejabat
Administrasi;
perundang-
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri dengan usia dan masa
kerj a tertentu;
c. mencapai.
x*tst?
fD
{L
frt., 7
-rttiro[ .
F]I?E5IDIN
I,A
-52c.
d.
sehingga
tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Pasal 92
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
a. jaminan kesehatan;
(2) Perlindungan.
g.
.*{a\r I, \3)-\
strut;E
lnx
tta
\a
-..t1\
-g=*,Fj
-filrL
-cl.;r\
?rF-'
-.4{:.y
REPrJrTf i'?5H*r'o
-53(2\ Perli:rdungan berupa jaminan kesehatan, iaminan
kemaLian
Pasal 93
Manajemen PPPK meliputi:
a.
b.
penetapan kebutuhan;
c.
penilaian kinerja;
d.
e.
pengembangan kompeten
f.
pemberian penghargaan
g.
h.
i.
disiplin;
pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
perlindungan.
pengadaan;
si
Paragraf 2.
FRTSIDE.N
REF),UBLIK INDONESIA
-54Paragraf 2
Penetapan Kebutuhan
Pasal 94
(1) Jenis jabatan yang dapat
dengan Peraturan Presiden.
(2)
Pasal 95
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan
yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah
memenuhi persyaratan.
Pasal 96
(1) Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan uutuk
memenuhi kebutuhan pada Instansi Pemerintah.
(2) Pengadaan.
u-dhtt
{}
ryl
rr,ri
REpuJrT'itl'3'5H*r'o
Pasal 97
Penerimaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah melalui penilaian secara objektif
berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan
yang
(2)
Pasal 99
(1) PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi
calon PNS.
(21 Untuk
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4.
RE,=TJTT'?=135H*r=,o
-56Paragraf 4
Penilaian Kinerja
Pasal I 00
(1) Penilaian
menjamin
objektivitas prestasi kerja yang sudah disepakati
berdasarkan per.janjian kerja antara Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan pega\ /ai yang
bersangkutan.
(21 Penilaian
amin
obj
ektivitas
pe
rpanj
kompetensi.
(e) PPPK.
RE,'UJLT'i'l'?5H*rr,^
-57 (9) PPPK yang dinilai oleh atasan dan tim penilai kinerja
PPPK tidak mencapai target kinerja yang telah
disepakati daiam perjanjian kerja diberhentikan dari
PPPK.
Pa
ragra | 5
Pasal
(1)
LOz
RE,.UJLT'iti'?S5*u=,o
(1)
kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan,
dan prestasi kerja dalam melaksanakan tttgasnya
dapat diberikan pe nghargaan.
(2)
a. tanda kehormatan;
b. kesempatan prioritas untuk
c.
pengembangan
(3) PPPK
Paragraf
Disiplin
Pasal 104
(
(2) lnstansi.
RE,,TJJI'i'l3SHru=,o
Ker.1a
Pasal 105
b. meninggal dunia;
c. atas pe rmintaan sendiri;
d. perampingan organisasi atatt
kcbtlatl<atr
sehingga
kern,ajiban
R r- P
*i"I['],?,! I *u =, o
-60-
telah
kerja
PPPK
partai
politik; atau
d. dihukum
penjara
berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat
piclana
Pasal 1 06
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
a. jaminan hari tua;
b.
c.
d,
e.
jaminan kesehatan;
jaminan kecelakaan kerja;
jaminan kematian; darr
bantuan hukum.
(2) Perlindungan.
REPufLT'?tl'35H*.=,o
- 61
(2\ Perlindungan berupa jarninan hari tua, jamirran
kcschatan, .laminan kecelakaan kerja, dan jarninan
kematian sebagaimana dirnaksi-rcl pada ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan
sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional.
(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1 ) huruf e, berupa pemberian bantuan hulcum
dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
pelaksanaan tugasnya.
Pasal IOT
BAB IX
PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 108
(1) Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan
madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah
dilakukan secara terbuka dan kompetitif cli kalangan
PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan
pe raturan perundang-undangan.
(2) Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) ciilakukan
pada tingkat nasional.
(3) Pengisian,
RTPUJLT'?'1,35H*u'o
(4) Pengisian
Pasal I 09
(1) Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu
dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan
persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan
secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan
dalam Keputusan Presiden.
(21
Pasal 1 10.
REPUJLT[tl'?SHrr=,o
-63Pasal
Pembina
yang
bersangkutan.
Pasal I 1
(
ry
ry,x
I?ls^'- , -i!r}.i,
lJt 7-r
'tF\
F2,
-tf
.try
?b--*
"v'-*<,-
tVt
PFifSlDIN
REPUBt.IK II.JDONfSIA
Pasal I t2
(1) Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama
dan/atau madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah
memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap I (satu)
lowongan jabatan.
(2\ Tiga nama caion pejabat pimpinan tirrggi utama
dan/ atau madya yang terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian.
1I
Iowongan
abatan.
(3) Tiga.
f;rRIsluIN
IK II.JD ONIIS
K EPIJT]L
I,,\
Pasal
14
Pembina
membentuk
madya
kepada
Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri.
REPUJLI'?tl'?SH*r=,o
-66Pasal I 1 5
(1) Pengisian
abatan
lowongan
sebagai
Pasal
(
16
r{ L F} u
JLT'it
J'?5 U
-67 -
r,
=,,.
Pasal I 17
(1) Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki
paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) dapat diperpanjang berdasarkan
pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan
berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat
persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan
berkoordinasi dengan I(ASN.
Pasal
(1)
(21
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-68Bagian Kelima
Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, BupatilWalikota,
dan Wakil Bupati/Wakil Walikota
Pasal
119
Pasal I2O
(1) Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegau'aian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN.
(21 KASN
sendiri,
.jabertan
Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal I 12 dan Pasal
II4, KASN berwenang memberikan rekomendasi
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal:
a. pembentukan.
REPTJTT['i'?5[ru'o
-69-
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
pelantikan.
BAB X
PEGAWAI ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Pasal
I2I
Pasal I22.
*s(?^I +sr'
KIII
rtt-
$x#
-ftygffi
RE,',#i'i'i35H*r'o
_
70
Pasal I22
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasa|
yaitu:
anggota
l2I
Majelis
rmusyawaratan Rakyat ;
Perwakilan
Rakyat;
f.
Konstitusi;
g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
i.
j.
yang
ditentukan
Undang-Undang.
Pasal I23.
oleh
lht?
IhE<-- , -lr.
T{1.
erk+
'Fr)-rL
rJF-]
_\,-'\,A_-_
tlTFf
?b^-
PRfSIDEN
EPUB L IK IN D ONES IA
- 7I
Pasal I23
(1)
(21
dan wakil
Pasal I24
(1) PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal I23 ayat (1)
dapat menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan
Administrasi, atau Jabatan Fungsional, sepanjang
tersedia lowongan jabatan.
(2)
REP
"'ill'i'
l'?'i;
H'
r'
-72-
Pasal 125
BAB XI
ORGANISASI
Pasal 126
(1) Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi
Pegawai ASN Republik Indonesia,
(2) Korps profesi Pegawai ASN Republik indonesia
memiliki tujuan:
a.
bangsa.
c. rnemberikan
ff
-BuQ
R L ,r..,
fi:'i-l'?S
- 73
d.
* u u,,*
profesi
Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
SISTEM INFORMASI ASN
Pasal I27
(
Pasal I28
(1) Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 127 ayat ( 1) memuat seluruh informasi dan
data Pegar,vai ASN.
(2) Data.
REPUJTTfr';'?5H"r=,o
- 74 (21 Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pad a aYat
(1) paling kurang me muat:
a.
b.
c.
d.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal I29
(1)
(2)
banding
administratif.
(3)
(4)
Rr,'",lrTR'l'?SH*r'n
-75(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, UndangUndang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai
dan Pensiun Janda/ Duda Pegawai (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun L969 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nom or 2906) dan
peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sampai
ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari UndangUndang ini yang mcngaLur mengenai program pensiurr
PNS.
Pasal
c.
d. jabatan
eselon
III
setara dengan
abatan
administrator;
e.
jabatan.
udF$
*>
#Ft^7
-Etb<
REPrJ'Tfr'l'?SH*r'o
-76_
e. jabatan
dan
setara
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
I32
Pasal 1 36.
RL
P,
Jll['],?5
-77
ll
u'
" =,,.
Pasal 136
Tahun
dFt?^ Q
pu
REPrJ'T['l'?5H*r'o
- 78 Pasal I 39
Tahun
Re
Pasal i 40
Pasal 14I
Undang-Undang
diundangkan.
tanggal
Agar.
REP"'irT'?=i35!*u=,o
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2OL4
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2OL4
MBNTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
trd.
AMIR SYAMSUDIN
$k
itr^+tF*rNU
isnu
sG*"n
PRESIDEN
REPUET-IK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
I.
UMUM
Untuk.
LP
'fi:fr'l'35
-2-
H*r'o
tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, Pegawai ASN harus
memiliki profesi dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada Sistem
.*'\..hI-IL
ltr.{;l
.*a-!t'
ln>-
!!!.
E*-'
Er.,
-{3}rt
7)f-]
r \t/|T!$+'
lF
REPTJTT'?'j$5Hrr=,o
dan
pengembangan profesi ASN, Pegawai ASN berhimpun dalam wadah
korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia yang bertujuan menjaga
I<ode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN serta mewujudkan
.jir,va korps ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
menyelenggarakan
pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan
dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu mengganti
Undang-Undang Nomor 8 Tahun L97 4 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
B Tahurn 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
II. PASAL.
ushq
f*
PRfSIDfN
REPUBLIK II'JDONESI,A
Huruf
Huruf
Huruf d
Huruf
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas netralitas" adalah bahu'a
setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk
kepada
kepentingan siapapun.
Huruf g.
)\t+ :Jl'r
rh- I \l'r
.*-a-!
t4h'
ql-t
--
fil
=:*i
frt 7 \
L
I
-ft;y4ffi
tlLc'
IfRfSIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5Huruf
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas efektif dan efisien" adalah
bahwa dalam menyelenggarakan Manajemen ASN sesuai
dengan target atau tujuan dengan tepat waktu sesuai
dengan perencanaan yang ditetapkan.
I-luruf i
Yang dimaksud dcngan "asas ketcrbukaan" adalah bahwa
dalam penyelenggaraall Manajemen ASN bersifat terburka
untuk publik,
Huruf j
Huruf
Huruf m
Yang dimaksud dengan "asas kesejahteraan" adalah bahwa
penyelenggaraan ASN diarahkan untuk me\ /ujudkan
peningl<atan kualitas hidup Pegarn,ai ASN.
Pasal 3.
PRESID[IN
REPUBLIK ]NDONESIA
-6Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas,
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup
je las.
Pasal I 3
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas,
Pasal I 5.
rrRt_1;itjI N
Fr ["
t1
i l'J t-)
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
A)'at
(1)
Cukup.jelas.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "penyelia" adalah Pegarn'ai
ASI{ yang diangkat berdasarkan keterampilan,
pendidikan,
untuk
darr pengalamannya
melaksanakan
dalam
fungsi koordinasi
penyelenggaraan jabatan fungsional keterampilan.
Huruf b
Yang dirnaksud dengan "mahir" adalah Pegawai ASN
yang diangkat
berdasarkan keterampilan,
pendidikan,
pengalamannya
untuk
dan
melaksanakan fungsi utama dalam Jabatan
Fungsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "terampil" adalah Pegawai
ASN yang diangkat berdasarkan keterampilan,
pendidikan, dan
pengalamannva
untuk
melaksanakan fungsi lau.lutan dalam jabatan
fungsional ketcrampilan
.
Huruf
d.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8Huruf
(a)
Cukup jelas.
Pasal 1 9
Ayat
(1)
Huruf
pemerintah
nonkementerian.
Huruf
Huruf c
Yang dimaksud dengan 'Jabatan pimpinan tinggi
pratama" meliputi direktur, kepala biro, asisten
}EElf,UBI.-IK INDONESIA
-9Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas,
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 2 1
. Cukup
jelas.
PasaI 22
Huruf a
Yang dimaksud dengan "gaji" adalah kompensasi dasar
berupa honorarium sesua i dengan beban kerja, tanggung
jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang clitctapkan oleh
peraturan perundang-utldangan.
Huruf b
Cukup jelas.
I-{uruf
Cukup jelas.
Huruf
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26.
F]RfSIDEN
REFUE]LIK INDONESIA
- 10 Pasai 26
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
I-luruf a
Cukup jelas.
Huruf
Cukup jelas.
Huruf
ASN
Huruf
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
PasaL 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup.je)as,
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas,
Pasal 32.
R[FUBLIK INDONESIA
- 11Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas,
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat
(1)
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Ayat
(6)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39.
PRISiDEN
RIPUEILIK INDONESI,A
-12Pasal 39
Cukup jelas,
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 4 1
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup.jelas,
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup je1as,
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukr-rp jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal
5 1.
t)RfSIDfN
REPUBL-IK
'NDONESIA
l3
Pasal 5 1
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas,
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
I)asal 56
Ayat
(1)
(2)
PNS
(3)
PRf.SIDL.N
RfPUBLIK
INDONESI,,T
-14Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 6 1
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Huruf
Cukup ielas.
Hun-rf b
disesuaikan
dengan
kebutuhan
pe
laksa
n aa
pekerjaan.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67.
F]RISID[TN
IK II'IDONESI,\
R IPU13I_
15
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat
(1)
Cukup jelas,
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
(6)
Cukup jelas.
PasaI 72.
ueetq
fD
ryt
oh,6&
PRESIDEN
EPUBLIK INDONESI,A
16
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasai 73
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat (2\
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Ayat
(6)
Cukup jelas.
Ayat
(7J
Ayat
(8)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup je1as,
Pasal 76
Cukup jeias.
Pasal 77
FRfSID[.N
[?fPUFJL. IK TNDONESIA
T7
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Cukup jelas,
Ayat
(3)
(41
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Pasal B0
Cukup jelas,
Pasal 8 1
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas,
Pasal 83.
REPUBLIK INDONESIA
-18Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 9 1
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat (2).
RHFUBLIK TNIJONESIA
_ 19
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Penyusr-lnan kebutuhan
dengan siklus anggaran.
sesuai
Ayat (a)
Penetapan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK oleh
Menteri dengan memperhatikan pendapat menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dan pertimbangan teknis dari kepala BKN.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cr-rkup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasai 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal I 0 1
Cukup jelas.
Pasal IO2.
FRESIDEN
Rf}}UtJLIK II{DONESIA
-20Pasal LOz
Ayat
(1)
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Pasal 1 03
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas,
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal I 06
Cukup jelas.
Pasal IO7
Cukup jelas.
Pasal 1 08
Cukup jelas.
Pasal 109
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Cukup jeias.
Ayat (3).
REPUJLlfr'l35Hrr'o
-2r
Ayat (3)
Pasal 1 10
Cukup jelas.
Pzisal i 11
Cukup jelas.
Pasal
Il2
Ayat
(1)
Cukup jelas,
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
(1)
I)RfSIDIN
f PUBLII{ Il{tJ ONES li\
-22Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat
(a)
Cukup jelas
Ayat (5)
Dalam memilih 1 (satu) nama calon pejabat pimpinan tinggi
madya di tingkat provinsi, Presiden dapat dibantu oleh tim,
Pasal 1 i 5
Ayat
(1)
(2)
Cukup jelas,
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Pasal I 16
Cukup jelas,
Pasal
Il7
Cukup jelas.
Pasal 1 1 B
Cukup jeias.
Pasal 1 19,
trRESIDfN
REPUBLIK INDONESIA
-23Pasal 1 19
Pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembaii.
Pasal l2O
Cukup jelas.
Pa
sal
I2I
Cukup jelas.
Pasal I22
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukurp jelas.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Pasal I24
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas,
Pasal I27
Cukup jelas.
Per
sal I2B
Cukr-rp jelas.
Pasal 129,
PRfSID[:N
REPUBLIK INDONESI,A
24Pasal I29
Ayat
(1)
(2)
Cukup jelas,
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup ielas,
Pasal 1 30
Cukup jeias.
Pasai
Cukup jelas.
Pasal I32
Yang dirnaksud dengan "daerah tertentu" misalnya: daerah yang
memiliki otonomi khusus, daerah tertinggal, daerah perbatasan,
daerah konflik, daerah terpencil, dan daerah istimewa.
dalam
(blind,) atau
F]RfSIDL.N
Ht:F)UtsLIK INDONESI,A
-25-
c.
Pasal 1 33
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas,
F'ar
sai 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukr-rp jeias.
Pasal I 38
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal
I4l
Cukup jelas.