Anda di halaman 1dari 18

UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2014


TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA

REVIEW

DISUSUN OLEH
ORDINY G H DAMOLAWAN, SE.PAR
NIP ; 198810252020122010
BAB I

KETENTUAN UMUM

(Pasal 1)

Dalam undang-undang yang dimaksud dengan :

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri
sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya diangkat PNS adalah warga Negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh Pembina kepegawaian
untuk menduduki jabatan pemerintahan. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
selanjutnya disingkat PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan. Manajemen ASN adalah pengolahan ASN untuk mengahasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kondisi, dan nepotisme.

System informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai pegawai ASN yang
disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi. Pegawai ASN
yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi adalah Pejabat Pimpinan Tinggi. Adapun istilah-istilah
dalam ASN, antara lain : Jabatan Administrasi, Pejabat Administrasi, Jabatan Fungsional, Pejabat
Fungsional, Pejabat Yang Berwenang, Pejabat Pembina Kepegawaian, Instansi Pemerintah, Instansi
Pusat, Instansi Daerah, Menteri, Komisi ASN, Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian
Negara. System Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik,
ras, warna kulit, agama, asal- usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan.

BAB II

ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU

(Pasal 2-5)

Adapun asas-asas ASN yang disesuaikan dengan pasal 2 adalah sebagai berikut:

1. Kepastian hukum
2. Profesionalitas
3. Proporsionalitas
4. Keterpaduan
5. Delegasi
6. Netralis
7. Akuntabilitas
8. Efektif dan efisien
9. Keterbukaan
10. Nondiskriminatif
11. Persatuan dan kesatuan
12. Keadilan dan kesetaraan dan,
13. Kesejahteraan.

Prinsip ASN sebagai profesi yang sesuai dengan pasal 3 diantaranya:

1. Nilai dasar
2. Kode etik dan kode perilaku
3. Komitmen, intregitas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan public
4. Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5. Kualifikasi akademik
6. Jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas dan
7. Profesionalitas jabatan.

Nilai dasar dalam prinsip (pasal 4) :

1. Memegang teguh ideologi pancasila


2. Setia dan mempertahankan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
pemerintahan yang sah
3. Mengabdi pada Negara dan rakyat Indonesia
4. Menjalankan tugas secara professional dan tidak berpihak
5. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian
6. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif
7. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah
8. Dst.

Kode Etik dan Kode Perilaku (pasal 5):

1. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab dan berintegritas tinggi


2. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin
3. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan
4. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Melaksanakan tugasnya seuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang
sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan.
6. Dst
BAB III

JENIS, STATUS DAN KEDUDUKAN

Berdasarkan pasal 6, maka jenis pegawai ASN itu terdiri dari PNS & PPPK. Ditinjau dari
segi status pada pasal 7, maka PNS merupakan pegawai ASN yang berstatus tetap yang diangkat
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki NIP. Sedangkan status PPPK adalah pegawai
ASN yang diangkat karena adanya perjanjian kerja atau kontrak kerja oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian yang disesuaikan dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan undang-
undang ini. Sedangkan pada pasal 8 dan pada pasal 9, dijelaskan bahwa sebagai pegawai ASN
maka kedudukannya sebagai unsur aparatur negara yang mana patuh terhadap kebijakan yang
telah dibuat oleh pimpinan instansi pemerintah serta bebas dari intervensi dari setiap golongan
dan bahkan partai politik.

BAB IV

FUNGSI, TUGAS DAN PERAN

Sesuai dengan pasal 10, maka pegawai ASN itu berfungsi sebagai pelaksana kebijakan
publik, pelayanan publik serta sebagai sarana untuk merekatkan dan memersatukan bangsa
dimana memiliki tugas seperti yang dijelaskan pada pasal 11 yaitu:

1). Melaksanakan kebijakan publik yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dimana kebijakan publik yang dibuat disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2). Sebagai pegawai ASN yang memberikan pelayanan publik, maka pelayanan publik
yang diberikan haruslah profesional dan berkualitas.

3). Merupakan tugas yang sangat penting yaitu mempererat persatuan dan kesatuan
NKRI.

Jadi, dapat ditentukan dengan melakukan peninjauan terhadap atau melalui adanya
pelaksanaan kebijakan dan pemberian pelayan publik yang prima dan berkualitas, maka dapat
disimpulkan bahwa pegawai ASN ini berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional (pasal 12).
BAB V

JABATAN ASN

Pasal 13 menyebutkan bahwa jabatan ASN itu terdiri dari jabatan administrasi, jabatan
fungsional dan jabatan pimpinan tinggi.

A). Jabatan Administrasi

Dalam jabatan ini (pasal 14-15) diuraikan lagi menjadi 3 jenis jabatan
administrasi beserta tanggung jawabnya, yaitu:

1). Jabatan administrator

Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab sebagai pemimpin dari seluruh
pelaksanaan kegiatan dalam memberikan pelayanan publik serta administrasi
pemerintahan dan pembangunan.

2). Jabatan pengawas

Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab untuk mengendalikan


pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.

3). Jabatan pelaksana

Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab melaksanakan kegiatan


pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

Jadi, setiap jabatan yang ada itu ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan
(pasal16 ) dan untuk ketentuan yang lebih lanjut lagi diatur dalam peraturan pemerintah (pasal
17).

B). Jabatan fungsional

Pada pasal 18 dijelaskan bahwa di dalam ASN, jabatan fungsional ini terdiri dari:

1). Jabatan fungsional keahlian

Selanjutnya, jabatan ini diuraikan lagi sehingga jabatan ini terdiri atas:

a). Ahli utama

b). Ahli madya

c). Ahli muda

d). Ahli pertama


2). Jabatan fungsional keterampilan

Jabatan ini selanjutnya diuraikan lagi sehingga jabatan ini terdiri atas:

a). Penyelia

b). Mahir

c). Terampil

d). Pemula

Sedangkan untuk ketentuan yang lebih lanjut tentang jabatan fungsional baik jabatan
fungsional keahlian maupun jabatan fungsional keterampilan diatur dengan peraturan
pemerintah.

C. Jabatan Pimpinan Tinggi

Pada pasal 19 dijelaskan bahwa jabatan ini memiliki fungsi untuk memimpin dan
memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui:
a. kepeloporan dalam bidang:
1. keahlian profesional;

2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan

3. kepemimpinan manajemen.
b. pengembangan kerja sama dengan instansi lain; dan

c. keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode
perilaku ASN.
Jabatan ini terdiri dari jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya dan
jabatan pimpinan tinggi pratama. Setiap jabatan ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain
yang dibutuhkan. Adapun ketentuan lebih lanjut tentang hal-hal sebelumnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Sesuai dengan pasal 20, maka jabatan ASN itu diisi dari Pegawai ASN, namun ada jabatan
ASN tertentu yang dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dari anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengisian jabatan ASN tertentu tersebut dilaksanakan
pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional
Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk ketentuan
lebih lanjutnya dan tata cara pengisiannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN

Sebagai Pegawai ASN, PNS sesuai dengan pasal 21, memiliki beberapa hak diantaranya
adalah gaji, tunjangan dan fasilitas; cuti; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; perlindungan;
dan pengembangan kompetensi. Sedangkan PPPK sesuai dengan pasal 22, juga memiliki hak-
hak yang sama dengan PNS, akan tetapi tidak memperoleh hak berupa fasilitas serta jaminan
pensiun dan jaminan hari tua. Di samping memperoleh hak, maka sesuai dengan pasal 23,
pegawai ASN juga wajib untuk melaksanakan kewajiban, diantaranya:

1. Setia dan taat pada pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
3. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang
4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab
6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan
kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan
8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI

BAB VII

KELEMBAGAAN

Pada pasal 25, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan
tertinggi mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada Kementrian, KASN, LAN dan BKN.
Selanjutnya pada pasal 26, Menteri berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan
Pegawai ASN. Pasal 27-28 menyebutkan bahwa KASN yaitu lembaga non struktural yang secara
umum bertujuan untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan
pelayanan secara adil dan netral serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. LAN sesuai
dengan pasal 43-44 berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen
ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN. Jika BKN yang
disesuaikan dengan pasal 47-48, maka berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan
Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan
kriteria Manajemen ASN.
BAB VIII

MANAJEMEN ASN

Pada pasal 51 dijelaskan tentang manajemen ASN yang diselenggarakan berdasarkan


Sistem Merit. Sedangkan, pada pasal 52 dijelaskan bahwa manajemen ASN itu meliputi
Manajemen PNS dan Manajemen PPPK.

Dalam menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat dapat


dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang. Seperti halnya pada
pasal 53 dimana dijelaskan bahwa sebagai pejabat pembina kepegawaian, Presiden selaku
pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dapat mendelegasikan kewenangannya dalam
rangka menetapkan pengangkatan sampai pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi
utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama kepada:

a. menteri di kementerian;

b. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;

c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga nonstruktural;

d. gubernur di provinsi; dan

e. bupati/walikota di kabupaten/kota.
Selanjutnya, pada pasal 54 dijelaskan bahwa dalam rangka pembinaan Manajemen ASN,
Presiden dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian,
sekretaris jenderal/sekretariat lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural, sekretaris
daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam menjalankan fungsi manajemen ASN, maka pejabat
yang berwenang harus berkonsultasi dan memberikan rekomendasi usulan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing, dimana yang diusulkannya yaitu mengenai
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional
serta menjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah berdasarkan Sistem Merit.
Pada pasal 55 disebutkan bahwa manajemen PNS itu terdiri dari:

a). Penyusunan dan penetapan kebutuhan.


Jadi, setiap instansi pemerintah itu wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang dilakukan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan secara nasional
oleh Menteri.
b). Pengadaan.

Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi


dan/atau Jabatan Fungsional dalam suatu Instansi Pemerintah yang dilakukan berdasarkan
penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri secara nasional dengan melalui tahapan
perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa
percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.

c). Pangkat dan jabatan.


PNS yang diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu telah memenuhi kriteria
berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan dengan yang dimiliki oleh pegawai. Setiap jabatan tertentu
dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja. Selain itu, PNS dapat berpindah antar dan antara Jabatan Pimpinan
Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional di Instansi Pusat dan Instansi Daerah
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja serta dapat diangkat dalam jabatan
tertentu pada lingkungan instansi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

d). Pengembangan karier.

Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi (teknis,


manajerial, sosial kultural), penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah dengan
mempertimbangkan pula integritas dan moralitas.

e). Pola karier.

Setiap Instansi Pemerintah perlu menyusun pola karier PNS secara khusus dan
terintegrasi sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional dalam rangka menjamin
keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan.

f). Promosi.

Setiap PNS yang telah memenuhi persyaratan mempunyai hak yang sama untuk
dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Untuk pejabat administrasi dan fungsional
PNS, promosinya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian setelah mendapat pertimbangan
tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah.
g). Mutasi.

Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-
Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi
Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri. Mutasi PNS
dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan. Adanya mutasi PNS ini
dapat membebani APBN dan APBD.

h). Penilaian kinerja.

Penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang
didasarkan sistem prestasi dan sistem karier dan dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada
tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil,
dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.

i). Penggajian dan tunjangan.

Pemerintah wajib memberikan gaji dan tunjangan secara bertahap, adil dan layak kepada
PNS sesuai dengan beban kerja, tanggungjawab, dan resiko pekerjaannya dalam rangka
menjamin kesejahteraan PNS. Untuk gaji PNS pusat dibebankan pada APBN, sedangkan gaji
PNS daerah dibebankan pada APBD.

j). Penghargaan.

PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan,


dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan yang dapat
berupa:
a. tanda kehormatan;

b. kenaikan pangkat istimewa;

c. kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau

d. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.

k). Disiplin.

Agar tata tertib itu dapat terpelihara, maka PNS itu wajib disiplin dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap
PNS serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin termasuk memberikan sanksi bagi
yang melanggar aturan.
l). Pemberhentian.

PNS itu dapat diberhentikan secara hormat karena meninggal dunia, atas permintaan
sendiri, dll. Ada yang diberhentikan secara tidak hormat karena
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, dll. Serta ada yang
diberhentikan secara sementara karena diangkat menjadi pejabat Negara, komisioner atau
anggota lembaga nonstructural, dll.

m). Jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adanya kedua jaminan tersebut dimaksudkan
sebagai bentuk perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, hak dan penghargaan atas
pengabdian PNS.

n). Perlindungan.

Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa jaminan kesehatan,


jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan bantuan hukum.
Serta pada pasal ini dijelaskan bahwa Manajemen PNS pada Instansi Pusat
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sedangkan di tingkat daerah dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dimana keseluruhan itu disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Selanjutnya, pada pasal 93 manajemen PPPK itu meliputi:

a) Penetapan kebutuhan
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang dilakukan untuk jangka waktu
5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan dan jenis
jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur dengan Peraturan Presiden. Kebutuhan jumlah
dan jenis jabatan PPPK ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

b) Pengadaan
Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada
Instansi Pemerintah dimana setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang
sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan. Adapun
prosesnya dimulai dari tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK dengan ditetapkannya
keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian. Masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.

c) Penilaian kinerja

Adanya penilaian kinerja PPPK ini bertujuan untuk menjamin objektivitas prestasi
kerja yang sudah disepakati berdasarkan perjanjian kerja antara Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan pegawai yang bersangkutan baik di tingkat individu dan tingkat unit
atau organisasi dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, manfaat yang dicapai, dan
perilaku pegawai.
d) Penggajian dan tunjangan

Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK sesuai dengan
beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Untuk PPPK pusat, gaji
dibebankan kepada APBN, sedangkan untuk PPPK daerah gajinya dibebankan kepada
APBD.

e) Pengembangan kompetensi

PPPK diberikan kesempatan untuk pengembangan kompetensi yang direncanakan


setiap tahun oleh Instansi Pemerintah. Pengembangan kompetensi tersebut harus
dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang dan dipergunakan sebagai salah satu dasar untuk
perjanjian kerja selanjutnya.
f) Pemberian penghargaan

PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran,


kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan
penghargaan berupa tanda kehormatan, kesempatan prioritas untuk pengembangan
kompetensi dan kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.

g) Disiplin

PPPK wajib mematuhi disiplin PPPK agar tata tertib tetap terpelihara dan pelaksanaan
tugas dapat berjalan secara lancer. Oleh karena itu, Instansi Pemerintah wajib
melaksanakan penegakan disiplin terhadap PPPK serta melaksanakan berbagai upaya
peningkatan disiplin.

h) Pemutusan hubungan perjanjian kerja

Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat karena jangka
waktu perjanjian kerja berakhir, atas permintaan sendiri, dll. Pemutusan hubungan
perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena
melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat, dll. Bahkan, pemutusan hubungan
perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena seperti salah satunya karena
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dll.

i) Perlindungan

Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan


kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan bantuan hukum.

BAB IX

PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI

Pasal 108-111

Pada bagian ini Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi
kepangkatan, pendidikan dan latihan, serta Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang utama
dilakukan di tingkat Nasional sesuai dengan Undang-undang. Dalam Pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi, harus dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Hal ini dikarenakan agar
masyarakat mengetahui bentuk profesionalitas dari para calon-calon pengisi jabatan pimpinan
tinggi tersebut. Pengisian jabatan ini dapat berasal dari Non PNs dengan persetujuan
Presiden, dan juga pengisian jabatan pimpinan tinggi ini dapat diisi oleh para Prajurit TNI
dan anggota Kepolisian yang telah mengundurkan diri dari dinas aktif dimana mereka bekerja
di instansi sebelumnya. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan oleh Pejabat
Pembinaan Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi instansi
pemerintah yang sebelumnya telah berkoordinasi dengan KASN. Instansi Pemerintah yang
jelas menerapkan sistem Merit dalam pembinaan pegawai dan ASN wajib lapor berkala pada
KASN untuk mendapatkan persetujuan baru.
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat (Pasal 112-113)

Pada UU bagian ini membahas tentang pemilihan 3 nama calon untuk setiap satu lowongan
pekerjaan pengisian jabatan pimpinan tinggi utama/madya yang dilakukan oleh panitia
seleksi Instansi Pemerintah.

Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Daerah (pasal 114-115)

Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya ditingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Dengan mengusulkan 3
nama calon pimpinan untuk satu lowongan jabatan. Prosedurnya sama seperti pembentukan
di instansi pusat namun berbeda sedikit, khusus untuk pimpinan tinggi pratama yang
memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota
terlebih dahulu dikoordinasikan pada Gubernur.

Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi (pasal 116-118)

Dalam hal ini,Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama 2 tahun yang terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi. Pejabat Pimpinan
Tinggi seperti Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota menduduki jabatan selama 5 tahun.
Apabila didapatkan kejanggalan dalam kinerja atau penyelewengan wewenang yang telah
dijanjikan dalam waktu satu tahun pada suatu jabatan. Maka, para pejabat pimpinan tinggi
tersebut akan diberikan kesempatan 6 bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Apabila tetap
didapatkan laporan kinerja yang buruk ataupun tidak ada perbaikan pada pimpinan jabatan
tinggi selama 6 bulan, maka Pejabat yang bersangkutan harus mengikuti kembali seleksi
ulang uji kompetensi. Dengan berdasarkan uji kompetensi tersebut pejabat yang bersangkutan
dapat dipindahkan pada jabatan lain ataupun ditempatkan yang lebih rendah daripada
sebelumnya sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku.

Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan sebagai Gubernur, dan Wagub,


Bupati/Walikota dan Wakilnya (Pasal 119)

Pada bagian ini dijelaskan pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama yang akan
mencalonkan diri menjadi Gubernur/Wagub dan Bupati/Walikota/wakil Bupati/Wakil
Walikota wajib menyatakan pengunduruan diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar
sebagai calon. Hal ini dikarenakan agar adanya penempatan pejabat secara jelas sesuai
dengan profesionalitasnya dan sekaligus menghindari adanya rangkap jabatan yang akan
menimbulkan penyelewengan seperti KKN.

Pengawasan dalam Proses Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (Pasal 120)

Diperlukan pengawasan dalam Proses Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi agar sesuai syarat
kompetensi, kualifikasi kepangkatan, pendidikan dan latihan. Pejabat Pembina Kepegawaian
memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada KASN. Laporan ini disampaikan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri. Kemudian KASN memberikan
rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal :

a. Pembentukan panitia seleksi


c. Pelaksanaan seleksi, dan
b. Pengumuman Jabatan yang lowong
d. Pengusulan nama calon
BAB X

PEGAWAI ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA

Menurut pasal 121, pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara. Pejabat Negara yang
dimaksud pada pasal 122 adalah pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi ketua, wakil
ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi; ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan; ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial; ketua dan wakil ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi; Menteri dan jabatan setingkat menteri; Kepala perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS.
Sedangkan, PNS yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara dapat menduduki Jabatan
Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, atau Jabatan Fungsional, sepanjang tersedia
lowongan jabatan. Sehingga, hal ini tidak menyediakan lowongan jabatan dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.

Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara maka
diaktifkan kembali sebagai PNS. Namun, bagi Pegawai ASN dari PNS baik yang
mencalonkan diri maupun dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil
ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil
walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar
sebagai calon.

BAB XI

ORGANISASI

Pegawai ASN itu terhimpun ke dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik
Indonesia yang bertujuan untuk menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi
ASN dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa. Agar tujuan dapat tercapai
maka korps profesi ASN Republik Indonesia menjalankan fungsinya yaitu sebagai
pembinaan dan pengembangan profesi ASN dan memberikan perlindungan hukum dan
advokasi kepada anggota korps profesi ASN Republik Indonesia terhadap dugaan
pelanggaran Sistem Merit dan mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugas,
memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik Instansi Pemerintah terhadap pelanggaran
kode etik profesi dan kode perilaku profesi serta menyelenggarakan usaha untuk peningkatan
kesejahteraan anggota korps profesi ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XII

SISTEM INFORMASI ASN (PASAL 127-128)

Informasi ASN ini dibutuhkan untuk efisiensi, efektivitas, dan akurasi. Akurasi adalah
pendekatan dari pengukuran hasil nilai kuantitas / ketepatan. Sistem Informasi ASN ini
diselenggrakan secara Nasional terintegrasi antar Instansi Pemerintah. Untuk menjamin
keterpaduan dan akurasi data dalam sistem Informasi ASN setiap instansi pemerintah wajib
memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada BKN. Sistem informasi
ASN harus memuat seluruh Informasi dan data pegawai ASN yaitu :

a. Data riwayat hidup

b. Riwayat pendidikan formal/non formal

c. Riwayat jabatan & kepangkatan

d. Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan

e. Riwayat pengalaman organisasi

f. Riwayat gaji

g. Riwayat pendidikan dan latihan

h. Daftar penilaian prestasi kerja

i. Surat keputusan dan kompetensi.

BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA (Pasal 129)

Jika terjadi sengketa Pegawai ASN, maka dapat diselesaikan melalui upaya
administratif. Upaya administratif itu sendiri terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang
berwenang menghukum. Sedangkan, banding administratif diajukan kepada badan
pertimbangan ASN. Untuk ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan
pertimbangan ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pada bab ini ada 2 pasal yang dibahas yakni pasal 130 dan pasal 131. Dalam pasal
130 dijelaskan bahwasanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai
dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1969 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 2906) dan peraturan
pelaksanaannya tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang ini yang mengatur mengenai program pensiun PNS. Sedangkan pada pasal 131
menjelaskan adanya penyetaraan terhadap jabatan PNS yang dibagi menjadi 6 bagian yakni:
a. jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah nonkementerian setara dengan jabatan
pimpinan tinggi utama;

b. jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;

c. jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;

d. jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;

e. jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan

f. jabatan eselon V dan fungsional

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari 10 pasal yaitu pasal 132 sampai pasal 141. Dalam rangka
menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN
diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN merupakan rangkaian informasi
dan data mengenai Pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan
terintegrasi dengan berbasis teknologi yang diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi.
Sistem ASN paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional. Selain itu PNS pusat dan
PNS daerah akan disebut sebagai pegawai ASN sejak Undang-Undang ini berlaku.
Untuk membentuk ASN yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik dan
menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, perlu mengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian. Untuk itu dengan adanya Undang-Undang baru ini, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Adapun
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang Undang ini.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
ini mulai berlaku sejak pada tanggal diundangkan yaitu, 15 Januari 2014. Disahkan oleh
presiden republik Indonesia saat itu yaitu DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-
Undang ini dibuat dengan tujuan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai