PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu
perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya terjangkau.
Peningkatan mutu merupakan prioritas utama di semua rumah sakit. Upaya tersebut
dilaksanakan melalui pembangunan sarana, prasarana, pengadaan peralatan dan
ketenagaan serta perangkat lunak lainnya, sejalan dengan pembangunan rumah sakit pada
umumnya. Namun demikian, disadari pula masih banyak kendala yang dihadapi,
terutama yang berkaitan dengan standar kebutuhan dan tuntutan sistem pelayanan yang
masih belum selaras dengan perkembangan iptek kedokteran yang semakin pesat.
Dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah,
masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan
lebih bermutu termasuk pula pelayanan kesehatan.Dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan tadi maka fungsi pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga
maupun masyarakat.
Maka agar upaya peningkatan mutu rumah sakit dapat seperti yang diharapkan
maka dirasa perlu disusun buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit yang
merupakan konsep dan prinsip peningkatan mutu
diharapkan dapat sebagai acuan bagi rumah sakit dalam melaksanakan upaya peningkatan
mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan.
2
B. LANDASAN & REFERENSI
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat
menteri
kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
Indonesia
Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
3
12. Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Agar buku pedoman yang merupakan konsep dasar dan prinsip upaya peningkatan
mutu ini dapat digunakan oleh pimpinan dan pelaksana RSU Sari Mutiara Medan
sebagai acuan dalam melaksanakan Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit RSU Sari
Mutiara Medan.
2. TUJUAN KHUSUS:
a. Tercapainya satu pengertian tentang Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit
di Rumah Sakit RSU Sari Mutiara Medan.
b. Mengetahui konsep dasar dan prinsip Upaya Peningkatan Mutu RSU Sari
Mutiara Medan.
c. Mengetahui cara-cara dan langkah-langkah dalam melaksanakan Upaya
Peningkatan Mutu Rumah Sakit RSU Sari Mutiara Medan.
4
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN
UPAYA PENINGKATAN MUTU RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun 18201910 Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan aspek-aspek
keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal
sampai sekarang adalah hospital should do the patient no harm, rumah sakit jangan
sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli
bedah Dr. E.A Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli
bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena sering terjadinya
penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak
memenuhi syarat di rumah sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan
tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang
berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini, pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programe. Program standarisasi adalah
upaya pertama yang terkoordinasi dengan tujuan meningkatkan mutu medis. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu medis sehingga banyak rumah sakit ikut
serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran
diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar
dapat mencakup disiplin lain secara umum. Pada tahun 1951 American College of
Surgeon, American College of Physicians, American Hospital Association, American
Medical Association dan Canadian Medical Association bekerja sama membentuk suatu
Joint Commission on Accreditation of Hospital (JCAH), suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi rumah sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essential untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di rumah sakit, namun telah
memacu rumah sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun
5
1953-1965 standar akreditasi di revisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali
diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan Medicare ACT
.Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi rumah sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu rumah sakit yang tidak terakreditasi oleh JCAH
tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal
asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi rumah sakit karena hanya 9,3% biaya
rumah sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi
suatu rumah sakit harus juga membuat program pengendalian mutu yang dilaksanakan
dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standars (ACHS) didirikan dengan
susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya
dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang
kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di
Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa barat perhatian terhadap mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih sangat kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena
itu kantor regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif
untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu
pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
Metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol
suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus Eropa. Walaupun secara regional WHO telah
melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei
6
1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai Eropa
Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi rumah sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan mutu pelayanan dengan
bantuan konsultan ahli dari negeri Belanda.
Di Indonesia, langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan
kelas rumah sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas rumah
sakit A,B,C dan D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.Kemudian
dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan,
sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas rumah sakit. Disamping standar,
Departemen
Kesehatan
juga
mengeluarkan
berbagai
pedoman
dalam
rangka
meningkatkan penampilan pelayanan rumah sakit. Untuk rumah sakit swasta telah keluar
Keputusan Menteri Kesehatan No. 806b/SK/XII/87 dimana selain menetapkan kelas
rumah sakit, juga dilengkapi dengan standar berdasarkan kemampuan pelayanan. Sejak
tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan rumah sakit pemerintah kelas C dan rumah sakit
swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun
ditinjau kembali dan disempurnakan.Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban rumah sakit dan yang di evaluasi
selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta rumah sakit swasta setara. Sedangkan
evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan rumah sakit ini merupakan langkah awal
dari konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA
tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititikberatkan kepada pencapaian standar,
maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian
pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar
yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
BAB III
7
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
RSU SARI MUTIARA MEDAN
Agar upaya peningkatan mutu di RSU Sari Mutiara Medan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar
upaya peningkatan mutu . Dalam membahas konsep dasar ini maka akan dibahas dulu
tentang konsep mutu baru kemudian dibahas tentang konsep upaya peningkatan mutu.
A.
Pengertian Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang
secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu:
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2.
untuk
8
f. Pemerintah
g.Ikatan Profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu:
Dimensi atau aspeknya adalah :
a.Keprofesian\nEfisiensi
b.Keamanan pasien
c.Kepuasan pasien
d.Aspek sosial budaya
2.
Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan
yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu sistem.
Aspek tersebut terdiri dari struktur, proses dan outcome.
Struktur :
Adalah sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, sumberdaya keuangan dan
sumberdaya lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan. Baik tidaknya struktur dapat
diukur dari kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-komponen struktur itu.
Proses :
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien : evaluasi,
diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi
penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien,
efektifitasnya dan mutu proses itu sendiri.\nPendekatan proses adalah pendekatan
paling langsung terhadap mutu asuhan.
Outcome :
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya serta kepuasan
provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan
mutu proses yang baik. Sebaiknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur
atau proses yang buruk.
9
RSU Sari Mutiara Medan adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat karya dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan
di RSU Sari Mutiara Medan menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan serta
mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSU Sari Mutiara Medan
mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, maka rumah sakit harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSU Sari Mutiara Medan
harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu medis di RSU Sari Mutiara Medan sudah diawali dengan
penilaian akreditasi RSU Sari Mutiara Medan yang mengukur dan memecahkan
masalah pada tingkat struktur dan proses. Pada kegiatan ini RSU Sari Mutiara Medan
harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah ditetapkan. RSU Sari
Mutiara Medan dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk
mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain yaitu instrumen mutu
pelayanan RSU Sari Mutiara Medan yang menilai dan memecahkan masalah pada
hasil (Outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSU Sari Mutiara Medan tidak dapat
mengetahui apakah struktur dan proses yang baik telah menghasilkan outcome yang
baik pula. Pelaksanaan indikator mutu RSU Sari Mutiara Medan disusun dengan
mengacu pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Rumah Sakit yang telah
diterbitkan oleh World Health Organization dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2001 dan Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008.
B.
10
peningkatan mutu RSU Sari Mutiara Medan akan sangat berarti dan efektif bilamana
upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RSU Sari
Mutiara Medan termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumberdaya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik
selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu RSU Sari Mutiara Medan.
1.
2.
11
b) Pelayanan Rawat Jalan
1) Waktu Tunggu Di Rawat Jalan
2) Pasien Rawat Jalan Tuberkulosis Yang Ditangani Dengan Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse)
3) Kejadian Infeksi Pasca Operasi atau Surgical Site Infection (SSI)
c) Pelayanan Rawat Inap
1) Kejadian Infeksi Pasca Operasi
2) Kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)
3) Kejadian ISK
4) Kejadian Luka Dekubitus
5) Kejadian Penyulit Transfusi.
6) Kejadian Sepsis
7) Kematian Pasien > 48 Jam
8) Kejadian Pulang Paksa
9) Waktu Tunggu Operasi Elektif
10) Angka Perawatan Ulang
d) Kamar Operasi
1) Kejadian Kematian Di Kamar Operasi
2) Keterlambatan Waktu Operasi
3) Ketidaklengkapan Laporan Operasi
4) Ketidaklengkapan Laporan Anestesi
e) Persalinan dan Perinatologi
1) Kejadian Kematian Ibu Karena Eklampsia
2) Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Perdarahan
3) Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Sepsis
4) Kemampuan Menangani BBLR 1500 2500 gr
5) Pertolongan Persalinan Melalui Sectio Caesaria
6) Perpanjangan Masa Rawat Inap Ibu Melahirkan
f) Pelayanan Intensif
1) Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan Kasus
Yang Sama < 72 Jam
12
2) Kejadian Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator (VAP)
g) Radiologi
1) Angka Keterlambatan Penerimaan Hasil Foto Pasien Rawat Jalan Lebih
Dari 3 Jam
2) Penolakan Expertise
3) Angka Pemeriksaan Ulang Radiologi
4) Angka Kesalahan Penyerahan Hasil Radiologi
h) Laboratorium Patologi Klinik
1) Kesalahan Penyerahan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
2) Angka Ketidaktepatan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
3) Kerusakan Sample Darah
i) Rehabilitasi Medis
1) Keterlambatan Jawaban Konsul Rehabilitasi Medis Pada Pasien Rawat
Inap
2) Kejadian Drop Out Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Yang
Direncanakan
3) Kesalahan Tindakan Rehabilitasi Medis
j) Farmasi
1) Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Non Racikan
2) Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Racikan
3) Angka Kesalahan Penyerahan atau Pemberian Perbekalan Farmasi
k) Gizi
1) Konsumsi Makan Siang Pasien Non Diit
2) Ketidaksesuaian Makan Siang Pasien Diit
l) Rekam Medis
1) Penyerahan Berkas Rekam Medis Yang Lengkap < 24 Jam
2) Ketidaklengkapan Informed Consent Setelah Mendapatkan Informasi Yang
Jelas
3) Angka Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis
m) Pengolahan Limbah
1) Keberhasilan Pengolahan Limbah Cair
13
2) Keberhasilan Pengolahan Limbah Padat Berbahaya
n) Administrasi dan Manajemen
1) Karyawan Yang Mendapat Pelatihan Minimal 20 Jam Pertahun
2) Keterlambatan Pelayanan Administrasi Keuangan
3) Angka Ketidaktepatan Pelayanan Administrasi
o) Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
1) Keterlambatan Waktu Menangani Kerusakan Alat
p) Pelayanan Linen
1) Kejadian Linen Yang Hilang
2) Ketersediaan APD
q) Sasaran Keselamatan Pasien
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu RSU Sari Mutiara Medan maka disusunlah strategi
sebagai berikut :
1)
Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan
3)
14
4)
pemecahan
masalah
merupakan
suatu
proses
siklus
yang
b)
c)
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
15
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
RSU SARI MUTIARA MEDAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan
dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang
baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indicator.
Standar :
a) Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggungjawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
b) Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
c) Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu maka harus memperhatikan prinsip dasar
sebagai berikut :
1.
16
2.
17
BAB V
INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT
Indikator Mutu RSU Sari Mutiara Medan meliputi Mutu di area Klinis, Manajemen,
Sasaran keselamatan Pasien Unit kerja, Surveilance Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) sebagai berikut:
I. Pelayanan Gawat Darurat.
1. Waktu Tanggap Pelayanan Dokter Di Gawat Darurat
Ruang lingkup
Waktu Tanggap Pelayanan Dokter Di Gawat Darurat
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
18
2. Keterlambatan Pelayanan Ambulans Di Rumah Sakit
Ruang lingkup
Kecepatan Memberikan Pelayanan Ambulans Di
Rumah Sakit
Dimensi mutu
Kenyamanan, keselamatan
Tujuan
Tergambarnya ketanggapan rumah sakit dalam
menyediakan kebutuhan pasien akan ambulans
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Keterlambatan
pelayanan
ambulans
adalah
keterlambatan merespon permintaan ambulans lebih
dari 15 menit. Keterlambatan dihitung mulai telepon
permintaan ambulans diterima sampai dengan
ambulans siap berangkat.
Jumlah keterlambatan respon time ambulans dalam
satu bulan
Jumlah permintaan penjemputan pasien dengan
ambulans pada bulan tersebut
Jumlah keterlambatan pelayanan ambulans dalam satu
bulan
Jumlah seluruh permintaan ambulans dalam bulan
tersebut
3%
19
2. Pasien Rawat Jalan Tuberkulosis Yang Ditangani Dengan Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse)
Ruang lingkup
Pasien Rawat Jalan Tuberkulosis Yang Ditangani
Dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse)
Dimensi mutu
Akses, efisiensi
Tujuan
Terselenggaranya pelayanan rawat jalan bagi pasien
tuberkulosis dengan strategi DOTS
Definisi operasional
u001cPelayanan rawat jalan tuberkulosis dengan
strategi DOTS adalah pelayanan tuberkulosis dengan
5 strategi penanggulangan tuberkulosis nasional.
Penegakan diagnosis dan follow up pengobatan pasien
tuberkulosis harus melalui pemeriksaan mikroskopis
tuberkulosis, pengobatan harus menggunakan paduan
obat anti tuberkulosis yang sesuai dengan standar
penanggulangan tuberkulosis nasional, dan semua
pasien yang tuberkulosis yang diobati dievaluasi
secara kohort sesuai dengan penanggulangan
tuberkulosis nasional.
Kriteria inklusi
Pasien tuberculosis yang diterapi dengan strategi
DOTS
Kriteria eksklusi
Pasien tuberculosis yang tidak diterapi dengan strategi
DOTS
Numerator
Jumlah semua pasien rawat jalan tuberkulosis yang
ditangani dengan strategi DOTS
Denominator
Jumlah seluruh pasien rawat jalan tuberculosis yang
ditangani di rumah sakit dalam bulan tersebut.
Standar
100 %
20
III. Pelayanan Rawat Inap
1. Kejadian Infeksi Pasca Operasi.
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Keselamatan, kompetensi
Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan
pasca operasi yang bersih sesuai standar
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
21
3. Kejadian ISK
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Keselamatan, kompetensi
Tergambarnya pelaksanaan pemasangan kateter urin
menetap yang bersih sesuai standar
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Definisi operasional
Suatu
daerah
yang
jaringan cutaneousnya
mengalami kerusakan diakibatkan oleh tekanan yang
terus menerus pada pasien tirah baring yang tidak
dilakukan alih posisi.
Jumlah Luka Dekubitus per bulan
Luka lecet yang terjadi diluar area pada pasien tirah
baring
Jumlah kasus Dekubitus perbulan
Jumlah pasien tirah baring pada bulan tersebut
1%
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
22
5. Kejadian Penyulit Transfusi
Ruang lingkup
Kejadian Penyulit Transfusi
Dimensi mutu
Tujuan
Kejadian Sepsis
Keselamatan dan kompetensi
Terselenggaranya pelayanan keperawatan
standar prosedur sehingga tidak terjadi sepsis.
sesuai
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
23
7. Kematian Pasien > 48 Jam
Ruang lingkup
Kematian Pasien > 48 Jam
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
8. Kejadian Pulang Paksa
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
24
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
10. Angka Perawatan Ulang
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
25
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Efektivitas
Tergambarkannya efektifitas pelayanan bedah
Angka Kejadian Tertundanya Operasi Lebih Dari 30
menit
Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda
lebih dari 30 menit yang bukan disebabkan oleh
karena faktor pasien atau keluarganya
Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda
lebih dari 30 menit yang disebabkan oleh faktor
pasien dan atau keluarganya
Jumlah pasien yang operasinya tertunda 30 menit per
bulan
Jumlah pasien operasi dalam bulan tersebut
2%
26
Efektivitas
Tergambarkannya efektifitas pelayanan bedah
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Efektivitas
Tergambarkannya efektifitas pelayanan anestesi dan
kepedulian terhadap keselamatan pasien
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
27
V. Persalinan dan Perinatologi
1. Kejadian Kematian Ibu Karena Eklampsia
Ruang lingkup
Kejadian Kematian Ibu Karena Eklampsia
Dimensi mutu
Tujuan
Keselamatan
Mengetahui mutu pelayanan rumah sakit terhadap
kasus eklampsia
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
28
3. Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Sepsis
Ruang lingkup
Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Sepsis
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
29
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Kompetensi
Tergambarnya mutu pertolongan persalinan di rumah
sakit yang sesuai dengan indikasi dan efisiensi
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
30
1. Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan Kasus Yang Sama
< 72 Jam
Ruang lingkup
Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan
Intensif Dengan Kasus Yang Sama < 72 Jam
Dimensi mutu
Tujuan
Efektifitas
Tergambarnya keberhasilan perawatan intensif
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
VII. Radiologi
Keselamatan, kompetensi
Tergambarnya pemakaian ventilator sesuai standar
prosedur sehingga mampu mengurangi risiko
pneumonia.
Ventilator Associated Pneumonia adalah pneumonia
yang terjadi akibat pemasangan ventilator mekanik di
rumah sakit.
Pasien yang telah terpasang Endo Trakeal Tube
sebelum pasien masuk rumah sakit
Jumlah nosokomial pneumonia per bulan
Jumlah pasien yang menggunakan ventilator dalam
bulan tersebut
5%
31
1. Angka Keterlambatan Penerimaan Hasil Foto Pasien Rawat Jalan Lebih Dari 3
Jam
Ruang lingkup
Keterlambatan Penerimaan Hasil Foto Pasien Rawat
Jalan Lebih Dari 3 Jam
Dimensi mutu
Efektivitas
Tujuan
Tergambarnya mutu pelayanan radiologi untuk pasien
rawat jalan.
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Angka
yang
menunjukkan
keterlambatan
penerimaan hasil foto oleh pasien rawat jalan lebih
dari tiga jam.
Hasil foto diterima 3 jam setelah dilakukan
tindakan Radiografi
Kriteria eksklusi
Numerator
Penolakan Expertise
Kompetensi teknis
Tergambarnya kompetensi ahli radiologi di RSU Sari
Mutiara Medan
Angka yang menunjukkan banyaknya penolakan
expertise oleh dokter pengirim
Semua perbedaan pandangan baik verbal maupun
tertulis mengenai hasil radiologi antara Dokter
Pengirim dengan Radiolog
Jumlah penolakan expertise per bulan
Jumlah seluruh pelayanan di radiologi pada bulan
tersebut
3%
32
3. Angka Pemeriksaan Ulang Radiologi
Ruang lingkup
Pemeriksaan Ulang Radiologi
Dimensi mutu
Kompetensi, efektivitas
Tujuan
Tergambarnya kompetensi petugas dan efektivitas
pelayanan radiologi
Definisi operasional
Terjadinya
radiologi
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
kesalahan
pelaksanaan
pemeriksaan
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
33
VIII. Laboratorium Patologi Klinik
1. Kesalahan Penyerahan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Ruang lingkup
Tidak Adanya Kesalahan Penyerahan Hasil
Pemeriksaan Laboratorium
Dimensi mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratorium
Definisi operasional
Kesalahan penyerahan hasil laboratorium adalah
kesalahan penyerahan hasil laboratorium pada orang
lain.
Kriteria inklusi
Meliputi kesalahan memasukkan hasil pemeriksaan
laboratorium
ke
dalam
sampul,
kesalahan
memberikan hasil kepada orang lain, kesalahan
memberikan hasil ke unit lain
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
34
3. Kerusakan Sample Darah
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
35
2. Kejadian Drop Out Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Yang Direncanakan
Ruang lingkup
Kejadian Drop Out Pasien Terhadap Pelayanan
Rehabilitasi Yang Direncanakan
Dimensi mutu
Kesinambungan pelayanan dan efektifitas
Tujuan
Tergambarnya kesinambungan pelayanan rehabilitasi
sesuai yang direncanakan.
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
36
X.
Farmasi
1. Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Non Racikan
Ruang lingkup
Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Non Racikan
Dimensi mutu
Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan
Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi
Definisi operasional
Angka Keterlambatan Waktu penerimaan obat non
racikan pada pasien rawat jalan 20 menit setelah
diterimanya resep oleh petugas Instalasi Farmasi
Kriteria inklusi
Semua pasien rawat jalan yang menyerahkan resep
obat non racikan kepada petugas Farmasi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
37
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
XI. Gizi
1. Konsumsi Makan Siang Pasien Non Diit
Ruang lingkup
Konsumsi Makan Siang Pasien Non Diit
Dimensi mutu
Tujuan
Efektivitas
Tergambarnya mutu dan efektivitas pelayanan gizi
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
38
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Rekam Medis
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
39
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
40
XIII.
Pengolahan limbah
1. Keberhasilan Pengolahan
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Limbah Cair
Baku Mutu Limbah Cair
Keselamatan
Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap
keamanan limbah cair rumah sakit
Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair
yang dianggap aman bagi keselamatan, yang
merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur
dengan indikator :
- BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter
- COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter
- TSS (Total Suspend Solid) 30 mg/liter
- PH : 6 - 9
Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair rumah
sakit yang sesuai dengan baku mutu
Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair
100 %
41
42
Ruang lingkup
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
43
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
XVII.
44
Keselamatan pasien
Tercapainya Keselamatan Pasien rawat inap
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
45
3. Sasaran III: Komunikasi Yang Kurang Efektif
Ruang lingkup
Komunikasi lisan /melalui telepon yang kurang
efektif antar pemberi pelayanan tentang pelaporan
kembali hasil pemeriksaan dan kondisi pasien.
Dimensi mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tercapainya Keselamatan Pasien melalui komunikasi
lisan yang efektif
Definisi operasional
Komunikasi yang kurang efektif adalah komunikasi
lisan yang tidak menggunakan prosedur: Write back,
Read back dan Repeat Back (reconfirm)
Kriteria inklusi
- Kesalahan Prosedur komunikasi lisan/via telepon:
Write back, Read back dan Repeat Back
(reconfirm)
- Pelaporan secara lisan yang tidak menggunakan
prosedur SBAR
- Prosedur spelling /ejaan tidak digunakan untuk
obat yang bersifat LASA/NORUM
Kriteria eksklusi
Komunikasi non lisan / tertulis
Numerator
Jumlah ketidaktepatan komunikasi lisan / via telepon
Denominator
Standar
0%
(SBAR: Situation, Background, Assessment, Recommendation)
46
4. Sasaran IV: Keamanan Obat Yang Kurang Diwaspadai
Ruang lingkup
Kurangnya keamanan pengelolaan obat-obatan yang
bersifat NORUM/LASA dan elektrolit konsentrat
Dimensi mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tercapainya keselamatan pasien melalui peningkatan
keamanan obat
Definisi operasional
Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering
menyebabkan KTD atau kejadian sentinel
Kriteria inklusi
- Penyimpanan
obat
NORUM/LASA dan
elektrolit konsentrat
tidak sesuai prosedur
(penyimpanan terpisah, elektrolit konsentrat
diberi stiker orange, obat NORUM/LASA diberi
stiker hijau)
- Pemberian obat NORUM/LASA dan elektrolit
konsentrat tidak menggunakan prosedur 6 B
- Tidak ada daftar obat NORUM/LASA dan
elektrolit konsentrat di masing-masing unit.
- Prosedur ejaan tidak digunakan untuk obat yang
bersifat LASA / NORUM
Kriteria eksklusi
Obat-obatan yang tidak tergolong elektrolit konsentrat
dan NORUM/LASA
Numerator
Angka kejadian kesalahan yang terkait dengan obat
yang perlu diwaspadai (high alert medications)
Denominator
Standar
0
47
5. Sasaran V: Kejadian Tidak Tepat Lokasi, Prosedur dan Pasien Operasi
Ruang lingkup
Kejadian tidak tepat lokasi, tidak tepat prosedur
operasi dan tidak tepat pasien pada tindakan operasi
Dimensi mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tercapainya keselamatan pasien melalui prosedur
tepat lokasi, prosedur dan pasien operasi.
Definisi operasional
Kesalahan lokasi, kesalahan prosedur operasi dan
kesalahan pasien pada tindakan operasi.
Kriteria inklusi
- Tidak dilakukan penandaan lokasi operasi atau
kesalahan penandaan lokasi operasin
- Tidak dilakukannya checklist keselamatan bedah
pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi
- Tidak dilakukan TIME OUT pada pasien operasi
sebelum dilakukan incisi
- Kesalahan pasien pada tindakan operasi
Kriteria eksklusi
Pasien yang tidak dilakukan tindakan operasi
Numerator
Angka kejadian kesalahan yang terkait dengan lokasi,
prosedur dan pasien operasi pada bulan tersebut.
Denominator
Jumlah pasien operasi pada bulan tersebut.
Standar
0%
6. Ketidakpatuhan cuci tangan.
Ruang lingkup
Ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan.
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
Keselamatan pasien
Tercapainya Keselamatan Pasien melalui kegiatan
mencucitangan.
Ketidakpatuhan
mencuci
tangan
meliputi
ketidakpatuhan waktu atau 5 moment cuci tangan dan
ketidakpatuhan 6 langkah cuci tangan
- Tidak melakukan cuci tangan pada 5
moment cuci tangan
- Tidak melakukan cuci tangan sesuai 6
langkah cuci tangan
Angka kejadian ketidakpatuhan cuci tangan oleh
petugas kesehatan
0
48
7. Sasaran VII: Angka Kejadian Pasien Jatuh
Ruang lingkup
Terjadinya pasien jatuh di lingkungan rumah sakit
Dimensi mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tercapainya keselamatan pasien melalui pengurangan
risiko jatuh.
Definisi operasional
Pasien jatuh di lingkungan rumah sakit oleh sebab apa
pun.
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Numerator
Denominator
Standar
49
BAB VI
PENGENDALIAN KUALITAS MUTU
RSU SARI MUTIARA MEDAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa
pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas mutu pada dasarnya adalah
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (
quality os customers satisfaction ) yang dilakukan setiap orang dari bagian di RSU Sari
Mutiara Medan.
Pengertian pengendalian kualitas mutu di atas mengacu pada siklus
pengendalian ( control cycle ) dengan memakai siklus Plan-Do Check-Action, ( P-D
CA) = Relaksasi (rencanakan laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal
sebagai siklus Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis PD-C-A lebih sering disebut siklus Deming. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus
menerus (continous improvement) tanpa berhenti.\nKonsep P-D-C-A tersebut merupakan
pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)
secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan
dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.\n\tDalam gambar
1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebabsebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan
Hubungan pengendalian kualitas medis dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-DC-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-
50
D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus
tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
Peningkatan
A
C
A
Pemecahan masalah
dan peningkatan
P
D
Standar
Pemecahan masalah
dan peningkatan
Standar
Standar
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA
Plan
Do
Corrective
Action
Check
Action
Follow-up
Improvement
51
Plan
Action
(1)
Menentukan
Tujuan dan sasaran
(6)
Mengambil
tindakan
yang tepat
(2)
Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan
Menyelenggarakan
Pendidikan dan
latihan
(5)
Check
Memeriksa akibat
pelaksanaan
(4)
(3)
Melaksanakan
pekerjaan
Do
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
52
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang kan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer.
Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan.
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
53
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata
bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya
sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab
atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap
output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jikalau terdapat pengendalian
kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja
dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.