KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Lia Limiarti
NIM : 13.70.0127
Kelompok E1
1.
1.1.
MATERI METODE
Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, blender, toples,
panci, kompor, kain saring, pengaduk, dan timbangan analitik.
1.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain, tulang dan kepala ikan
bawal, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan bawang putih.
1.2.
Metode
2.
HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan kecap ikan dengan penambahan enzim papain meliputi warna, rasa,
penampakan, aroma dan salinitas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain
Kel.
E1
E2
E3
E4
E5
Perlakuan
Enzim papain 0,2%
Enzim papain 0,4%
Enzim papain 0,6%
Enzim papain 0,8%
Enzim papain 1%
Warna
+++
++++
+++
++++
+++
Rasa
++++
+++++
+++++
++++
+++++
Keterangan:
Warna :
+
: tidak coklat gelap
++
: kurang coklat gelap
+++
: agak coklat gelap
++++ : coklat gelap
+++++ : sangat coklat gelap
Rasa :
+
: sangat tidak asin
++
: kurang asin
+++
: agak asin
++++ : asin
+++++ : sangat asin
Aroma
++++
+++
++++
+++
+++
Penampakan
++
+++
++
++
++
Salinitas (%)
5,0
9,0
5,5
5,5
6,0
Aroma :
+
: sangat tidak tajam
++
: kurang tajam
+++
: agak tajam
++++ : tajam
+++++ : sangat tajam
Penampakan :
+
: sangat cair
++
: cair
+++
: agak kental
++++ : kental
+++++ : sangat kental
Dari tabel hasil pengamatan dapat dilihat, bahwa dengan adanya penambahan enzim
papain dengan konsentrasi yang berbeda-beda akan mempengaruhi warna, rasa, dan
aroma penampakan dan salinitas kecap ikan yang dihasilkan. Jumlah enzim papain yang
ditambahkan berturut-turut dari kelompok E1 hingga kelompok E5 adalah 0,2%; 0,4%;
0,6%; 0,8%; dan 1%. Untuk kecap ikan yang dihasilkan kelompok E1, uji sensori yang
didapatkan adalah kecap ikan dengan warna agak coklat gelap, dengan rasa asin dan
aroma yang tajam, kenampakannya cair serta salinitas sebesar 5,0%. Untuk kecap ikan
yang dihasilkan kelompok E2, uji sensori yang didapatkan adalah kecap ikan dengan
warna coklat gelap, dengan rasa asin dan aroma yang agak tajam, kenampakannya agak
kental serta salinitas sebesar 9,0%. Untuk kecap ikan yang dihasilkan kelompok E3, uji
sensori yang didapatkan adalah kecap ikan dengan warna agak coklat gelap, dengan rasa
sangat asin dan aroma yang tajam, kenampakannya cair serta salinitas sebesar 5,5%.
Untuk kecap ikan yang dihasilkan kelompok E4, uji sensori yang didapatkan adalah
kecap ikan dengan warna coklat gelap, dengan rasa asin dan aroma yang agak tajam,
kenampakannya cair serta salinitas sebesar 5,5%. Untuk kecap ikan yang dihasilkan
kelompok E5, uji sensori yang didapatkan adalah kecap ikan dengan warna agak coklat
gelap, dengan rasa sangat asin dan aroma yang agak tajam, kenampakannya cair serta
salinitas sebesar 6%. Apabila dibandingkan dengan semua kelompok, hasil warna yang
paling coklat gelap adalah kelompok E2 dan E4 sedangkan, yang lainnya berwarna agak
coklat gelap. Sedangkan untuk rasa asin dihasilkan oleh kelompok E1, E2, dan E4 dan
yang lainnya sangat asin kelompok E3 dan E5. Sedangkan untuk aroma yang tajam
dihasilkan oleh kelompok E1 dan E3, sedangkan yang lainnya agak tajam. Untuk
penampakan cair diperoleh semua kelompok kecuali E2 yang agak kental. Sedangkan
untuk salinitas tertinggi diperoleh E2 sebesar 9% dan terendah kelompok E1 sebesar
5%.
3.
PEMBAHASAN
Ikan terdiri dari 70%-80% air sehingga mudah sekali rusak (Irawan, 1995). Rawan
terhadap kerusakan atau pembusukan disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang terdapat pada tubuh ikan atau karena adanya kegiatan enzim,
sehingga ikan perlu diolah (Moeljanto, 1992). Pengolahan ikan dapat bermanfaat untuk
cita rasa (flavour), memperbaiki bau (odor), penampakan (appearance), serta tekstur
daging serta dapat memperpanjang umur simpan. Bagian ikan yang dapat dimakan
hanya 70% dan sisanya tidak dapat dimakan. Untuk mengolah limbah ikan yang tidak
dapat dimakan, kita dapat memanfaatkanya menjadi kecap ikan yang dapat dimakan.
Kecap ikan adalah salah satu jenis produk tradisional hasil olahan secara fermentasi
yang sudah ada sejak lama. Kecap ikan dapat dihasilkan dari daging ikan serta dapat
dihasilkan dari produk sampingan proses pengolahan ikan (Afrianto & Liviawaty,
1989). Kecap ikan biasanya dibuat dari ikan laut yang berukuran kecil seperti japuh,
selar, teri, tembang, pepetek. Akan tetapi bisa juga dari ikan air tawar seperti nilam,
sriwet, jempang, seluang, butuh dan ikan-ikan kecil lainnya (Astawan & Astawan,
1988).
Produk kecap ikan dihasilkan dari hidrolisa ikan dimana terjadi proses hidrolisis selama
proses fermentasi ataupun dengan penambahan garam, bahan kimia atau enzim.
Karakteristik kecap ikan yaitu cair dan berwarna coklat jernih. Perbedaan kecap nabati
dan hewani didasarkan pada kecap yang dihasilkan. Kecap hasil dari bahan nabati ada 2
jenis yaitu kecap manis dan kecap asin. Sedangkan kecap hasil dari bahan hewani yaitu
kecap ikan, yang merupakan kecap asin saja. Perbedaan antara kecap nabati dan hewani
juga dapat dilihat dari warna. Kecap ikan dari bahan hewani berwarna kekuningan,
coklat muda hingga coklat, tidak berwarna coklat kemerahan. Apabila dilihat dari segi
rasa, kecap ikan yang dihasilkan memiliki rasa yang sedikit asin serta mengandung
banyak senyawa nitrogen. Kualitas akhir kecap ikan dipengaruhi oleh jumlah garam dan
lamanya proses fermentasi (Afrianto & Liviawaty, 1989; Ibrahim, 2010; Ng et. al.,
2011; Hariono et. al., 2005)
Pada praktikum ini, bahan yang digunakan untuk pembuatan kecap ikan adalah produk
sampingan dari pembuatan surimi. Produk sampingan merupakan bagian ikan yang
5
tidak dapat dimakan yang biasanya dibuang atau diolah menjadi produk lain (produk
sampingan). Penggunaan isi perut dan kepala ikan untuk diolah kembali menjadi kecap
ikan, sudah sesuai dengan teori Irawan (1995). Sebagai langkah awal yang dilakukan
untuk membuat kecap ikan adalah menghancurkan semua produk sampingan ikan
dengan menggunakan blender. Tujuan dilakukannya penghancuran bahan adalah untuk
mengeluarkan protein dan mineral penyusun tubuh ikan. Kemudian diambil sebanyak
50 gram dan dimasukkan ke dalam toples, serta diuji dengan perbedaan jumlah
penambahan enzim papain. Menurut Astawan & Astawan (1988), proses pembuatan
kecap ikan secara fermentasi ada 2 yaitu fermentasi menggunakan garam dan fermentasi
menggunakan enzim (secara enzimatis). Waktu fermentasi garam atau tradisional,
cenderung membutuhkan waktu yang lama. Proses fermentasi garam dibantu oleh
bakteri maka garam berguna untuk menyeleksi mikroorganisme yang boleh tumbuh
serta pengawet selama proses fermentasi. Apabila penambahan garam tidak dilakukan
maka proses fermentasi anaerob dapat terjadi. Pada umumnya, proses fermentasi
dilakukan dengan larutan garam 20% selama 2 hingga 4 minggu.
Setelah 4 hari, toples dibuka dan ditambah air sebanyak 300 ml kemudian dikocok.
Setelah itu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan filtrat. Setelah filtrat didapatkan,
dilakukan perebusan sampai mendidih selama 15 menit. Selama proses perebusan,
dimasukan juga bumbu yang terdiri dari bawang putih, gula kelapa dan garam halus
sebanyak 50 gram sambil diaduk. Apabila sudah mendidih, disaring kembali untuk yang
kedua kalinya dan siap untuk diuji. Perebusan yang dilakukan bertujuan untuk
membunuh mikroorganisme kontaminan serta melarutkan bumbu yang ditambahkan.
Bumbu yang ditambahkan memiliki daya pengawet secara alami. Bawang putih
mengandung zat allicin bersifat antimikrobia (Fachruddin, 1997) selain itu juga
memberikan aroma yang sedap Santoso (1994). Seangkan fungsi dari penambahan
garam adalah untuk memberi rasa asin, sebagai pengawetan, serta penguat rasa. Garam
memiliki efek pengawet karena kemampuannya untuk menurunkan Aw dan kelarutan
oksigen serta menggangu keseimbangan ionik sel mikroorganisme (Desrosier &
Desrosier, 1977). Sedangkan Kasmidjo (1990) menyatakan bahwa penambahan gula
kelapa dan gula aren berfungsi sebagai penentu flavor khas dari kecap dan
menyebabkan warna menjadi coklat karamel. Dalam proses fermentasi, aktivitas enzim
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya memecahkan molekul protein yang
dimiliki protease dapat berlangsung apabila pH, suhu, kemurnian dan konsentrasi
protease berada pada kondisi tepat (Sjaifullah, 1996). Parameter yang diuji pada
praktikum kecap ikan ini meliputi parameter sensoris seperti warna, rasa, aroma,
penampakan kecap ikan yang dihasilkan, serta salinitasnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa parameter yang diamati dari
kecap ikan menghasilkan data yang berbeda. Apabila dibandingkan, hasil warna yang
paling coklat gelap adalah kelompok E2 dan E4 sedangkan, yang lainnya berwarna agak
coklat gelap. Untuk warna yang dihasilkan, sudah sesuai dengan pernyataan Afrianto &
Liviawaty (1989) bahwa, kecap ikan berbentuk cair yang berwarna coklat jernih. Hal ini
dikuatkan dengan penyataan warna coklat yang dihasilkan menunjukkan adanya reaksi
maillard karena adanya reaksi antara gugus amino dengan gula pereduksi dari gula
jawa, sehingga dapat menyebabkan munculnya warna coklat (Lees & Jackson, 1973).
Apabila proses fermentasi enzimatis terjadi sempurna, maka akan dihasilkan kecap ikan
berwarna coklat muda (Astawan & Astawan, 1988). Dapat disimpulkan bahwa semakin
Kecap ikan adalah salah satu produk ikan yang berfungsi sebagai bahan penyedap
dalam makanan. Saus ikan memiliki karakteristik berwarna cokelat yang memiliki rasa
khas dan aroma. Faktor-faktor yang berperan dalam pembuatan kecap ikan adalah bahan
baku, pra-treatment, dan tahap lanjutan proses. Proses hidrolisis yang terjadi selama
pembuatan kecap adalah proses pemecahan substrat menjadi senyawa sehingga akan
menghasilkan hidrolisat cairan cokelat yang mengandung banyak nitrogen terlarut.
Selain itup penambahan enzim papain dan bromelain dapat digunakan untuk
menghidrolisis daging ikan pada kondisi yang sesuai yaitu ada penyesuaian pH, kontrol
derajat dan durasi hidrolisis).
4.
KESIMPULAN
Kecap ikan dihasilkan dari hidrolisa ikan melalui proses fermentasi ataupun
dengan penambahan enzim, garam atau bahan kimia.
Kecap ikan merupakan pengolahan dari produk sampingan menjadi kecap ikan
Enzim protease menguraikan protein akan menghasilkan rasa kecap yang khas.
penambahan gula kelapa dan gula aren berfungsi sebagai penentu flavor khas dari
kecap dan menyebabkan warna menjadi coklat.
Proses fermentasi, aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya
memecahkan molekul protein yang dimiliki protease dapat berlangsung apabila
pH, suhu, kemurnian dan konsentrasi protease berada pada kondisi tepat
Kecap ikan yang dihasilkan sangat pekat sehingga rasa asin sangat terasa dan
salinitas tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas akhir kecap ikan adalah enzim yang
ditambahkan, tingkat kesegaran ikan, serta bumbu yang ditambahkan
Asisten Dosen:
Kelompok E1
Lia Limiarti
-Michelle Darmawan
13.70.0127
10
5.
DAFTAR PUSTAKA
11
12
Murakami M et al,. (2014). Evaluation of new fish sauces prepared by fermenting hot
water extraction waste of stock from dried fish using various kojis. Journal
online http://journal.bakrie.ac.id/index.php/APJSAFE
Sjaifullah. (1996). Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya.Jakarta.
Winarno, F. G. (1995). Enzim Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Witono Y et al,. (2015). Production of Inferior Fish Hydrolyzate Sauce Under Different
Concentration of Coconut Sugar and Caramel. International Journal of
ChemTech Research.
6.
LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
hasil
Rumus :
Kelompok E1
50
13