LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Jantung
Jantung adalah organ muskular berongga yang bentuknya mirip
dextra
interventricularis
membelok
posterior,
ke
yang
kiri
dan
memasuki
sulcus
menjadi
ramus
bercabang
coronaria
dextra
bercabang
lagi
menjadi
ramus
nodi
pascaganglion
Pembuluh Darah
Pembuluh darah adalah serangkaian tuba tertutup yang bercabang
10
ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil sewaktu
diastol disebut tekanan diastolik, rerata 80 mmHg (Sherwood, 2011).
1.
ke
arteri
brakhialis
di
bawahnya.
Teknik
ini
memerlukan
11
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
120
80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi Tahap 1
140-159
90-99
Hipertensi Tahap 2
160
100
Normal
2.
darah ke jaringan. Tekanan ini harus diatur dengan ketat karena tekanan ini
harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai ke
jaringan dan tekanan harus tidak terlalu tinggi karena dapat menimbulkan
12
tiap
menit
(Sherwood,
2011).
Terdapat
faktor-faktor
yang
mempengaruhi curah jantung yakni metabolisme basal, aktivitas fisik, usia, dan
ukuran tubuh. Untuk laki-laki dewasa muda sehat, besar curah jantung saat
istirahat rata-rata sekitar 5,6 L/menit sedangkan wanita sekitar 4,9 L/menit. Jika
dinilai dari faktor usia, semakin meningkat usia seseorang, aktivitas tubuhnya
berkurang sehingga besar curah jantung rata-rata saat istirahat sekitar 5 L/menit
(Guyton & Hall, 2008). Kecepatan denyut jantung rata-rata saat istirahat adalah
70 denyut/menit, yang ditentukan oleh irama nodus sinuatrialis (nodus SA),
sedangkan volume sekuncup rata-rata saat istirahat adalah 70 mL/denyut,
sehingga curah jantung rata-rata adalah 4.900 mL/menit atau sekitar 5 L/menit.
Setiap menit ventrikel kanan memompa 5 liter darah ke paru-paru dan ventrikel
kiri memompa darah 5 liter darah ke sirkulasi sistemik. Ini merupakan curah
jantung saat istirahat. Selama olahraga, curah jantung dapat meningkat menjadi
20-25 L/menit (Sherwood, 2011).
Kecepatan denyut jantung ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus
sinuatrialis. Nodus sinuatrialis adalah pemacu normal jantung karena memiliki
laju depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus sinuatrialis
(nodus SA)
13
banyak. Saraf simpatis jantung juga mempersarafi atrium pada nodus sinuatrialis
dan nodus atrioventrikularis serta banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood,
2011).
Efek stimulasi saraf parasimpatis pada jantung. Pengaruh saraf
parasimpatis pada nodus sinuatrialis adalah mengurangi kecepatan jantung.
Asetilkolin yang dibebaskan akibat peningkatan aktivitas saraf parasimpatis
menyebabkan peningkatan permeabilitas nodus sinuatrialis terhadap K+ dengan
memperlambat penutupan saluran K+ sehingga kecepatan pembentukan potensial
aksi spontan berkurang.
Pengaruh saraf
atrioventrikularis mengurangi
eksitabilitas
tersebut,
memperlama
hiperpolarisasi
membran sehingga
memperlambat
14
15
beberapa menit sampai hari) dicapai melalui penyesuaian volume darah dengan
cara memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang
mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Besar-kecilnya volume darah
berdampak besar pada curah jantung dan tekanan darah arteri rata-rata
(Sherwood, 2011).
Setiap perubahan pada tekanan arteri rata-rata memicu suatu refleks
baroreseptor yang mencakup reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur
eferen, dan organ efektor. Sinus karotis dan baroreseptor arkus aorta adalah
mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan pada tekanan arteri rata-rata dan
tekanan nadi. Baroreseptor memiliki letak yang strategis di pembuluh-pembuluh
yang menuju ke otak (baroreseptor sinus karotis) dan di trunkus arteri utama
sebelum pembuluh ini bercabang (baroreseptor arkus aorta). Baroreseptor terusmenerus memberi informasi tentang tekanan arteri rata-rata atau dapat dikatakan
sensor ini selalu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan di
dalam arteri. Ketika tekanan arteri meningkat, potensial baroreseptor meningkat
sehingga kecepatan lepas muatan di neuron-neuron aferen terkait meningkat.
Sebaliknya, penurunan tekanan arteri rata-rata memperlambat kecepatan lepas
muatan yang dibentuk di neuron aferen oleh baroreseptor. Pusat integrasi yang
menerima impuls dari neuron aferen adalah pusat kontrol kardiovaskular yang
terletak di medula di dalam batang otak. Jalur eferennya adalah sistem saraf
otonom. Yang menjadi organ efektornya adalah jantung dan pembuluh darah
(Sherwood, 2011).
Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi tekanan darah. Zat tersebut meliputi hormon medula
adrenal (norepinefrin dan epinefrin), hormon antidiuretik, angiotensin, histamin,
glukagon, kolesistokinin, sekretin, bradikinin, dan prostaglandin (Sloane, 2003).
Terkadang mekanisme kontrol tekanan darah tidak berfungsi dengan benar
atau tidak mampu secara sempurna mengompensasi perubahan-peruabahan
yang terjadi. Tekanan darah dapat terlalu tinggi (hipertensi jika di atas 140/90
mmHg) atau terlalu rendah (hipotensi jika di bawah 100/60 mmHg). Hipotensi
dalam bentuk ekstrimnya
adalah
merupakan
kelainan tekanan darah yang paling sering dijumpai. Terdapat dua golongan
16
hipertensi
kurang
Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita tekanan darah tinggi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya
rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga (Wade, 2003).
2)
Umur
Insidensi peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan
17
darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh
sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan
keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan
darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Anggraini, 2009).
3)
Jenis Kelamin
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
sebagai
penjelasan
adanya
imunitas
wanita
pada
usia
Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
18
5)
Konsumsi Garam
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
Meningkatnya
volume
cairan
ekstraseluler
tersebut
Merokok
Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan
merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh lainnya sehingga bekerja
tidak normal, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga
meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi jantung
(Winarta, 2011).
7)
naiknya tekanan darah. Pemberian kafein 150 mg atau 2-3 cangkir kopi akan
meningkatkan tekanan darah 5-15 mmHg dalam waktu 15 menit. Peningkatan
tekanan darah ini bertahan sampai 2 jam, diduga kafein mempunyai efek
langsung pada medula adrenal untuk mengeluarkan epinefrin. Konsumsi kopi
menyebabkan curah jantung meningkat dan terjadi peningkatan sistole yang
lebih besar dari tekanan diastole. Hal ini terlihat pada orang yang bukan
peminum kopi atau peminum kopi yang menghentikannya paling sedikit 12
jam sebelumnya (Winarta, 2011).
2.1.3. Kafein
Kafein (C8H10N4O2) atau 1,3,7-trimethylxanthine adalah zat psikoaktif yang
paling banyak digunakan (Chawla et al, 2008). Kafein merupakan derivat xantin
19
Pengaruh Kafein
Setelah kafein dikonsumsi secara oral, semua kafein diserap dengan cepat,
mencapai kadar puncak di dalam darah dalam 30-45 menit dan cepat dieliminasi.
Kafein memiliki waktu paru 4-6 jam. Kafein menghasilkan berbagai efek
fisiologis, termasuk efek pada otak, sistem vaskular, tekanan darah, fungsi
pernafasan, aktivitas lambung dan kolon, volume urin serta aktivitas (Juliano &
Griffiths, 2004).
20
Efek perilaku yang terjadi setelah konsumsi kafein dengan dosis rendah
sampai dosis sedang (50-300 mg) yakni peningkatan kewaspadaan, energi, dan
kemampuan untuk berkonsentrasi (Chawla et al, 2008). Selain itu, mengonsumsi
kafein sebanyak 85-250 mg (1-3 cangkir) dapat menyebabkan tidak mengantuk,
tidak merasa lelah, dan daya pikir lebih cepat dan jernih (Gunawan et al, 2007).
Konsumsi kafein dengan dosis yang sedang jarang menyebabkan risiko kesehatan.
Sebaliknya, dosis tinggi kafein menyebabkan efek negatif seperti kecemasan,
gelisah, insomnia, tremor, hiperestesia, gugup, dan takikardia (Chawla et al, 2008
dan Gunawan et al, 2007). Efek ini terlihat terutama dalam kelompok kecil orang
yang sensitif kafein (Chawla et al, 2008).
2)
Mekanisme Kafein
Mekanisme utama kafein adalah antagonis kompetitif pada reseptor
methylxanthines
untuk
menghambat nukleotida
siklik
darah,
berada
di
bawah
ambang
batas
untuk
penghambatan
21
kalsium dan transportasinya, baik secara langsung atau tidak langsung, dengan
mengubah metabolisme nukleotida siklik. (Chawla et al, 2008).
3)
Sebaliknya,
perangsangan
saraf
vagus
dan
adanya
vasodilatasi
kelelahan,
kegelisahan,
iritabilitas,
gangguan
mood,
dan
sulit
22
2.3
Kerangka Teori
Genetik
Merokok
Nikotin
Konsumsi Kopi
Kafein
Berat badan
Obesitas
Tekanan Darah
Perangsangan
katekolamin
23
2.4
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Frekuensi
meminum kopi
Usia
Variabel Dependen
Tekanan Darah
Jumlah kopi
yang diminum
2.5
Hipotesis
H1