Askep BPH V
Askep BPH V
I.
PENGERTIAN
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
ETIOLOGI
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai
dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita
kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin.
Testosteron
dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar
adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.
TANDA DAN GEJALA
Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai
gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung
kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih,
maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu
hydroneprosis, pyelonefritis.
PATOFISIOLOGI
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah
mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin
dari kandung kemih
Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :
Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang
menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli
kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm
: grade 0
1 - 2 cm
: grade 1
2 - 3 cm
: grade 2
3 - 4 cm
: grade 3
> 4 cm
: grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari
normal.
Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah
bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke
dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc
: normal
: grade 1
: grade 3
: grade 4
Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa
jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak
lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence
dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil,
panas 40-41 celsius, kesadaran menurun.
Komplikasi :
Fistula
Inkontinensia urin
PEMERIKSAAN FISIK
Urinolisis
Urine kultur
Pemeriksaan fisik
PENATALAKSANAAN
Konservatif
Obat-obatan
Self Care
Pembedahan
Retropubic Prostatectomy
Perineal Prostatectomy
Decompensasi kordis
Diabetes militus
Malnutrisi berat
Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai
tertekuk.
Fungsi normal kandung kemih akan kembali dalam waktu 2 -3 minggu, namun
dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / Kegel
Exercise.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi :
2. Eliminasi :
3. Makanan / cairan:
Kehilangan BB mendadak.
4. Nyeri / nyaman :
Pembesaran prostat.
7. Pengetahuan / pendidikan :
Penggunaan
obat
antihipertensi
atau
antidepresan,
antibiotika
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan pola eliminasi urin ; sehubungan
dengan :
Mekanisme obstruksi : bekuan darah,
edem, truma, prosedur pem-bedahan.
Tekanan dan iritasi kateter / balon
Kehilangan tonus kandung kemih aki bat
over distersi pada preoperasi atau
dekom-presi terus-menerus.
ditandai dengan :
Sering kencing, dys uria, inkontinensia,
retensi urin.
Blas penuh, supra-pubis tidak nyaman.
TUJUAN
Tujuan : Jumlah urine normal dan tanpa
retensi.
Kriteria :
1. Klien
mampu
mengosongkan
kandung kencing setiap 2 - 4 jam.
2.
3.
Tujuan
: Kebutuhan cairan klien
terpenuhi.
RENCANA TINDAKAN
Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau
kateter terutama selama blader irigasi.
Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan
kandung kemih contoh, berapa kali klien ke kamar
mandi untuk buang air kecil.
Catat waktu, jumlah, ukur an, urine setelah kateter
diangkat.
Anjurkan klien untuk mengo-songkan kandung
kemih setiap 2 - 4 jam.
Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per
hari jika tidak ada kontra indikasi. Kurangi minum
pada malam hari setelah keteter dilepaskan.
Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh
dengan mengerutkan bokong, menahan urine, baru
mengalirkan urine.
Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan
total dalam 24 jam.
Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai
kebutuhan.
Berikan cairan peroral atau infus sesuai program
medik ( 2500 - 3000 cc / 24 jam ).
Memasang dan melepaskan kateter dengan cara
aseptik dan antiseptik.
Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
4.
5.
Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: Tujuan : klien dapat menerima dan
sehubungan dengan :
beradaptasi terhadap keadaannya.
Kriteria :
Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area Klien tampak rileks.
genital)
Klien menyatakan cemas berkurang.
Perubahan status kesehatan.
ditandai dengan :
Pola berkemih saat ini lewat kateter.
Post
TUR Prostat hari ke II
(kemungkinan ada kerusakan N>
Pudendus)
urethra.
Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan
cara
menarik
napas
panjang
dan
menghembuskannya.
Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang
kateter untuk menghindari trauma baru pada urethra.
Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum
melepaskan kateter dan keluarkan kateter secara
perlahan.
Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila
diperlukan.
Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan
fisiologi fungsi seksual secara singkat.
Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat
pemakaian kateter yang menetap.
Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien
yang menggunakan kateter.
Berikan kesempatan pada klien untuk saling
mengungkapkan perasaan dengan pasangannya.
Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien.
Bila perlu konsulkan pada psikolog atau seksolog.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada pasien post TUR Prostat adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi uri ; sehubungan dengan :
Kehilangan tonus kandung kemih akibat over distersi pada preoperasi atau
dekompresi terus-menerus.
ditandai dengan :
Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau kateter terutama selama
blader irigasi.
Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari jika tidak ada
kontra indikasi. Kurangi minum pada malam hari setelah keteter
dilepaskan.
ditandai dengan :
Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan total dalam 24 jam.
Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik ( 2500 - 3000 cc /
24 jam ).
ditandai dengan :
Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc / hari bila tidak ada kontra
indikasi
ditandai dengan :
Dilaporkannya adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian
bawah.
Respon autonomik
Intervensi :
Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabi sehingga tidak
menimbulkan gesekan baru pada mukosa urethra.
Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran yang sesuai agar
tidak menimbulkan iritasi pada urethra.
Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik napas
panjang dan menghembuskannya.
ditandai dengan :
Intervensi :
Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat pemakaian kateter yang
menetap.
Misinterpretasi informasi
ditandai dengan :
Sering bertanya
Kondisi miskonsepsi
Intervensi :
7.
Penyumbatan lubang /lumen kateter selang urin karena endapan urine atau
bekuan darah
Intervensi :
Bila selang urine terlalu panjang, gulung dan difiksasi diatas tempat tidur
disamping klien
Berikan cairan peroral atau infus 2500 - 5000 cc/24 jam (kolaborasi
dengan dr)
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alfaro, R. (1986). Application of Nursing Proces : Step by Step Guide, Philadelphia :
J.B. Lipincot Company.
Donna D. Ignatavius, Kathy A.H, (1997), Medical Surgical Nursing, 2nd Edition, W.B.
Saunders Co., Philadelphia.
Doenges M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ), .
Aksara, Jakarta.
Patofisiologi
Dihodrolisis
DHT - Reseptor
Inti Sel
Mempengaruhi RNA
sintesa protein
Proliferasi sel
Pembesaran prostat
Rangsangan pada V U
Sering berkontraksi
meski belum penuh
Vesika dekompensasi
Retensio urine ( residu urine )
Rasa tidak puas (tuntas pada akhir
Patofisiologi
Edema
Perdarahan
gangguan pada
Tulang
Pembuluh darah
Saraf
Manifestasi klinik :
Keterbatasan gerak
Nyeri
Patofisiologi
Trauma pada kepala
Akselerasi
Deselerasi
Rotasi
1.