Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Masuk RS Dr Zubir mahmud 01september 2015
Identitas Pasien

Nama
No. RM
Jenis kelamin
Umur
Agama

Pendidikan
Pekerjaan

: An. M
: 11.04.67
: Perempuan
: 12 tahun 7 bulan
: Islam
Alamat: Peudawa puntung
: SMP
: Pelajar

Orang Tua

Nama ayah

: ny. R

Usia

: 38 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Peudawa puntung

Pekerjaan

: Swasta

Nama ibu

: Ny. W

Usia

: 38 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Peudawa puntung

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Hubungan dengan orang tua

: anak kandung

II. ANAMNESIS
Anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada pasien dan ibu pasien pada
tanggal 2 september 2015
a. Keluhan Utama:
Demam yang mendadak tinggi 5 hari.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan usia 12 tahun 7 bulan datang dengan keluhan
demam sejak 2 hari, demam mendadak tinggi, suhu tidak diukur, terasa sama
saja saat malam dan pagi hari. Demam disertai menggigil namun tidak kejang.
Demam disertai mual, nyeri perut, dan muntah tiap pasien makan, muntah berisi
makanan, tidak ada darah. Pasien juga mengeluhkan nafsu makannya menurun,
badannya lemas. Orang tua pasien mengatakan pada hari pertama demam timbul
bintik-bintik merah di tangan dan kakinya. Sebelumnya pasien sudah berobat ke
RS. Demam sempat turun pada hari ke 2 sakit. Saat itu pasien berobat kembali
ke RS dikarenakan pasien tetap mengalami demam,mual dan muntah, dilakukan
perawatan selama 2 hari serta dilakukan pemeriksaan lab secara berkala,
dikatakan terjadi penurunan trombosit,. Kemudian pasien diputuskan untuk
dirawat. Pada saat perawatan pasien mengeluhkan nyeri perut, dan sesak. Nyeri
sendi, otot, dan sakit kepala disangkal. Riwayat gusi berdarah dan mimisan
disangkal. Buang Air Kecil (BAK) normal (jumlah seperti biasanya, warna
kuning jernih, tidak nyeri). Buang Air Besar (BAB) normal, setiap hari pasien
BAB, sulit BAB dan BAB hitam disangkal. Nyeri dan keluar cairan dari telinga
disangkal. Batuk dan pilek disangkal. Riwayat berpergian dari luar kota
disangkal.tetangga pasien mengalami penyakin DBD

c. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Alergi (-)
b. Asma (-)
c. Riwayat batuk-batuk dan pilek sebelumnya(-)
d. Demam tifoid

d. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Alergi (-)
b. Asma (-)
2

e. Riwayat Sosial dan Lingkungan


Tetangga dan paman pasien baru saja terkena DBD.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
KEHAMILAN

KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan

Riwayat mengkonsumsi obat-

obatan selama kehamilan


Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

Baik, kontrol tiap bulan


Rumah Bersalin
Bidan
Normal
Cukup bulan (38 minggu)
Berat lahir = 3200 gram
Panjang = 48 cm
Langsung menangis ()
Nilai APGAR = ?
Kelainan bawaan (-)

g. Riwayat Tumbuh-Kembang
a. Tumbuh gigi

: Usia 6 bulan

b. Tengkurap
c. Duduk

: Usia 4 bulan
: Usia 6 bulan

d. Jalan

: Usia 12 bulan

h. Riwayat Nutrisi
Pasien minum ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun,mulai diberikan
pendamping ASI saat usia 6 bulan. Saat ini makan 3 kali sehari dengan nasi porsi
sedang, sayur, lauk pauk (telur ikan), ayam dan daging-daging.

i. Riwayat Imunisasi
a.
b.
c.
d.
e.

BCG 1x
Hepatitis B 3x
Polio 6x
DPT 5x
Campak 2x

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 2 September 2013
3

Keadaan umum:

Kesan sakit
: Tampak Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Status Gizi
Berat Badan(BB) : 39kg, Tinggi Badan(TB): 138 cm, usia(U): 12 tahun 7 bulan.
BB/U
: 35/36 x 100%
= 97 % gizi baik
TB/U
: 138/142 x 100%
= 97% gizi baik
BB/TB : 35/33 x 100%
= 106% gizi baik
BBI
: 33 kg
KKI
: 33x 70 kkal = 2310 kkal ~ 2300 kkal
Tanda Vital
Tekanan darah

: 100/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 94 kali/menit (isi cukup, kuat, dan regular)

Frekuensi Napas

: 28 kali/menit

Suhu Tubuh

: 36,8oC diukur pada aksila

Kepala
a. Bentuk : normocephali, deformitas (-).
b. Wajah bentuk simetris, tidak tampak pucat.
c. Rambut : Lurus, hitam, kelebatan sedang, distribusi merata.

Mata

a. Exophthalmus

: tidak ada

b. Enopthalmus

: tidak ada

c. Kelopak

: edema (-), ptosis (-)

d. Lensa

: jernih

e. Konjungtiva

: anemis - / -

f. Sklera

: ikterik - / -

g. Gerakan mata

: normal

h. Nistagmus

: tidak ada

i. Pupil

: bulat isokor, RCL +/+ RCTL+/+

Telinga
a. Daun telinga bentuk normotia
b. Liang Telinga: serumen -/-, secret-/c. Membran timpani tidak dapat di observasi

Hidung
a. Pernapasan cuping hidung (-)
b. Bentuk normal, tidak ada deviasi septum
4

c. Mukosa tidak hiperemis


d. Sekret hidung (-)
e. Tidak ada epistaksis

Bibir
a. Simetris
b. Mukosa lembab
c. Sianosis (-)
d. Pucat (-)

Mulut dan tenggorokan


a. Uvula ditengah, palatum dan faring tidak hiperemis
b. Tidak ada labiopalatoschizis.
c. Tonsil T1- T1 tenang

Leher
a. KGB tidak teraba membesar
b. Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
c. Trakea lurus di tengah

Thorax
a. Tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
b. Tidak ada penonjolan atau pembengkakan lokal.
c. Tidak ada pelebaran pembuluh darah
d. Tidak ada hiperpigmentasi
e. Retraksi suprasternal (-)
f. Retraksi epigastrium (-)
g. Pulsasi ictus cordis tidak tampak
h. Letak areola mamae simetris

Jantung
a. Inspeksi

: tidak tampak pulsus iktus kordis

b. Palpasi

: iktus kordis di sela iga V di sebelah medial midclavicula kiri.

c. Perkusi

Batas kanan jantung sela iga IV linea sternalis dextra

Batas kiri jantung sela iga V, 1 cm medial linea midclavikula sininstra

Batas pinggang jantung sela iga III, linea parasternalis sininstra

d. Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop (-)


5

Paru
a. Inspeksi

: simetris kanan kiri dalam kondisi statis dan dinamis

b. Palpasi

: fremitus kanan sama denga fremitus kiri

c. Perkusi

: sonor pada seluruh lapang paru

d. Auskultasi

: Suara nafas vesikuler + menurun/+, Rh -/-, Wh -/- (diperiksa

dari bagian belakang)

Abdomen
a. Inspeksi

: buncit, simetris, petechie(-).

b. Palpasi

: supel, NT epigastrium (+), turgor baik

Hati

: Tidak teraba pembesaran

Limpa

: Tidak teraba pembesaran

Ginjal

: ballotemen - / -

c. Perkusi

: timpani-redup, shifting dullness (+)

d. Auskultasi

: Bising Usus (+) normal

Genitalia
Tidak tampak kelainan

Kelenjar
a. Submandibula : tidak teraba
b. Cervical

: tidak teraba

c. Supraklavikula : tidak teraba


d. Ketiak

: tidak teraba

e. Lipat paha

: tidak teraba

Ekstremitas: akral hangat, edema(-), sianosis(-), pucat(-), CRT < 2detik

Kulit
a. Warna

: sawo matang

b. Jaringan parut

: tidak ada

c. Pigmentasi

:-

d. Pertumbuhan rambut

: merata

e. Lembab / kering

: lembab

f. Suhu raba

: hangat

g. Turgor

: baik

h. Keringat Umum

:+
6

III.

i. Petechie

: (+/+) di ekstremitas atas dan bawah

j. Rash konvelesens

: (-/-)

k. Ikterus

: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil lab dari Rumah sakit umum ZUBIR MAHMUD Aceh timur 2015

Nilai Normal

Keterangan

HEMATOLOGI
Hemoglobin

11,7-15,5 g/dl

13,9 g/dl

Normal

Hematokrit

37-43%

39.6%

Normal

Leukosit

3,6-11,0 ribu/ul

5,43 ribu/uL

Normal

Trombosit

150-400 ribu/ul

173 ribu/uL

Normal

Eritrosit

4,2-5,4 juta/uL

5,7 juta/uL

Meningkat

VER

82-92 fl

85 fl

Normal

HER

23,1-31,5 pg

27 pg

Normal

KHER

32-37 g/dl

35 g/dl

Normal

RDW

11,5-14,5 %

13,5 %

Normal

Basofil

0-1 %

0%

Normal

Eosinofil

1.3 %

2%

Normal

Basofil

0.02 %

3%

Normal

Segmen

50-70 %

68 %

Normal

Limfosit

20-40 %

22 %

Normal

Monosit

2-8%

5%

Normal

Hitung jenis

Pemriksaan hari ke-2 di rumah skit Umum ZUBIR MAHMUD aceh timu 2015
Nilai Normal

Keterangan

HEMATOLOGI
Hemoglobin

11,7-15,5 g/dl

13,1g/dl

Normal

Hematokrit

37-43%

373.9%

Normal

Leukosit

3,6-11,0 ribu/ul

3.67 ribu/uL

Normal
7

Trombosit

150-400 ribu/ul

142 ribu/uL

Menurun

Pemriksaan hari ke-3 di rumah skit Umum ZUBIR MAHMUD aceh timu 2015
Nilai Normal

Keterangan

HEMATOLOGI
Hemoglobin

11,7-15,5 g/dl

13,3 g/dl

Meningkat

Hematokrit

37-43%

37.6%

Meningkat

Leukosit

3,6-11,0 ribu/ul

2,31 ribu/uL

Menurun

Trombosit

150-400 ribu/ul

126 ribu/uL

Menurun

Pemriksaan hari ke- 4 di rumah skit Umum ZUBIR MAHMUD aceh timu 2015
Nilai Normal

Keterangan

HEMATOLOGI
Hemoglobin

10,8-15,6 g/dl

14,1 g/dl

Normal

Hematokrit

33-45%

40.0%

Normal

Leukosit

5,0-14,5 ribu/ul

2.11 ribu/uL

Menurun

Trombosit

184-488 ribu/ul

89 ribu/uL

Menurun

Eritrosit

3,8-5,2 juta/uL

4,93 juta/uL

Normal

VER

69-93 fl

73,9 fl

Normal

HER

22-34 pg

24,7 pg

Normal

KHER

32-36 g/dl

33,5 g/dl

Normal

RDW

11,5-14,5 %

13,3 %

Normal

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum/Kesadaran : Tampak Sakit Sedang / Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah

: 100/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 94 kali/menit (isi cukup, kuat, dan regular)

Frekuensi Napas

: 28 kali/menit
8

Suhu Tubuh

: 36,8oC diukur pada aksila

Mata: Konjungtiva anemis - / -, Sklera ikterik - / -

Hidung: pernapasan cuping hidung (-), mukosa tidak hiperemis sekret hidung (-)

Mulut dan tenggorokan: dalam batas normal

Leher: KGB tidak teraba membesar

Jantung: dalam batas normal

Paru: Suara nafas vesikuler + menurun/+, Rh -/-, Wh -/- (diperiksa dari bagian
belakang)

Abdomen: Buncit, supel, nyeri tekan epigastrium +, hati dan limpa tidak teraba,
shifting dullness (+)

Kelenjar Getah Being tidak teraba

Ekstremitas: akral hangat, edema(-), sianosis(-), pucat(-), CRT<2detik

Kulit : Petechie (+/+) di ekstremitas atas dan bawah

Pemeriksaan Lab:

Laboratorium RS Zubir Mahmud tanggal 02-06 September 2015, kesan:


o Hemokonsentrasi
o Trombositopenia
o Leukopenia

VI.DIAGNOSA PENUNJANG

Dengue Fever

Dengue Hemoragic Fever

Typhoid Fever

VII. DIAGNOSIS KERJA


Demam Berdarah Dengue grade II hari ke 5
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah Lengkap / 6jam
Dengue blod test
IX. PENATALAKSANAAN
Tirah baring
9

Cek tanda vital / 6 jam


IVFD RL 20 tpm makro
Injek Ranitin 1amp /12 jam
Paracetamol 3x 500 mg (bila suhu >38,5C)
Antasida syr 3x CI
X. Follow Up:
03 september 2015 pukul: 17.00
S: Demam (-), pasien mengatakan sempat demam pada malam hari, suhu 38C, mual (-), muntah
(-), BAB mencret(-), hitam(-), BAK normal, mimisan (-), gusi berdarah(-), sesak (+) berkurang,
nyeri perut (-), sudah mau makan, makan 3xsehari
O: KU/Kes ; TSS/CM
Td: 100/80, N:94x/menit reguler, isi cukup, kuat, P:24x/menit, S:36,70C
Mata : CA -/-,SI -/THT : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : KGB tidak membesar
Jantung : BJ 1,2 reg,M (-), G (-)
Paru : SN ves kanan melemah, Rh (-/-), Wh (-/-) (diperiksa dari bagian belakang)
Abdomen: datar, supel, turgor cukup, BU (+) normal, NTE (-) hepatosplenomegali (-)
Ekskremitas: akral hangat, edem(-), petekie +/+ di tangan dan kaki. rash konvalesens +/+

A: DBD grade II hari ke 3


P: RL 18 tpm
Inj ranitin 1 amp /12 jam
Cefotaxime amp /12 jam
Antasida syr 3x CI
Paracetamol 3x 500 mg (bila suhu >38,5C)
04 september 2015 pukul: 17.00
S: Demam(-), mual(-), muntah(-), makan nafsu makan baik, BAB mencret(-), hitam(-), BAK
normal, mimisan (-), gusi berdarah(-), sesak (-), nyeri perut (-), nafsu makan meningkat
O: KU/Kes ; TSS/CM
Td: 100/80, N:90x/menit reguler, isi cukup, kuat, P:22x/menit, S:36,70C
Mata : CA -/-,SI -/THT : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : KGB tidak membesar
Jantung : BJ 1,2 reg,M (-), G (-)
Paru : SN ves kanan melemah, Rh (-/-), Wh (-/-) (diperiksa dari bagian belakang)
Abdomen: datar, supel, turgor cukup, BU (+) normal, NTE (-), hepatosplenomegali (-)
Ekskremitas: akral hangat, edem(-), petekie +/+ di tangan dan kaki. rash konvalesens +/+
A: DBD grade II hari ke 6 (fase penyembuhan)
P: Tirah baring
10

RL 18 tpm
Inj ranitin 1 amp /12 jam
Cefotaxime amp /12 jam
Antasida syr 3x CI
Paracetamol 3x 500 mg (bila suhu >38,5C)
05 september pukul: 07.00
S: Demam(-), mual(-), muntah(-), makan nafsu makan baik, BAB mencret(-), hitam(-), BAK
normal, mimisan (-), gusi berdarah(-), sesak (-), nyeri perut (-),nafsu makan meningkats
O: KU/Kes ; TSS/CM
Td: 100/80, N:90x/menit reguler, isi cukup, kuat, P:22x/menit, S:36,70C
Mata : CA -/-,SI -/THT : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : KGB tidak membesar
Jantung : BJ 1,2 reg,M (-), G (-)
Paru : SN ves kanan melemah berkurang, Rh (-/-), Wh (-/-) (diperiksa dari bagian belakang)
Abdomen: datar, supel, turgor cukup, BU (+) normal, NTE (-), hepatosplenomegali (-)
Ekskremitas: akral hangat, edem(-), petekie +/+ di tangan dan kaki. rash konvalesens +/+
A: DBD grade II hari ke 8 (fase penyembuhan)
P: Acc boleh pulang
XI. Prognosis
Ad Vitam

: Bonam

Ad functionam

: Bonam

Ad sanationam

: Dubia ad bonam

V. RESUME
Pasien perempuan usia 12 tahun 7 bulan datang dengan keluhan demam sejak
2 hari, demam mendadak tinggi, suhu tidak diukur, terasa sama saja saat malam dan
pagi hari. Demam disertai menggigil namun tidak kejang. Demam disertai mual,
nyeri perut, dan muntah tiap pasien makan, muntah berisi makanan, tidak ada darah.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makannya menurun, badannya lemas. Orang tua
pasien mengatakan pada hari pertama demam timbul bintik-bintik merah di tangan
dan kakinya. Sebelumnya pasien sudah berobat ke RS. Demam sempat turun pada
hari ke 2 sakit. Saat itu pasien berobat kembali ke RS dikarenakan pasien tetap
mengalami demam,mual dan

muntah, dilakukan perawatan selama 2 hari serta

dilakukan pemeriksaan lab secara berkala, dikatakan terjadi penurunan trombosit,.


11

Kemudian pasien diputuskan untuk dirawat. Pada saat perawatan pasien mengeluhkan
nyeri perut, dan sesak. Nyeri sendi, otot, dan sakit kepala disangkal. Riwayat gusi
berdarah dan mimisan disangkal. Buang Air Kecil (BAK) normal (jumlah seperti
biasanya, warna kuning jernih, tidak nyeri). Buang Air Besar (BAB) normal, setiap
hari pasien BAB, sulit BAB dan BAB hitam disangkal. Nyeri dan keluar cairan dari
telinga disangkal. Batuk dan pilek disangkal. Riwayat berpergian dari luar kota
disangkal.tetangga ada yang terkena DBD.

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Demam dengue adalah sindrom disebabkan oleh infeksi beberapa jenis arthropod,
dengan karakteristik demam bifasik, mialgia atau artralgia, rash, leukopenia, dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu sindrom yang lebih berat,
sering kali fatal ditandai dengan demam dan disebabkan oleh virus dengue. Pada demam
berdarah ini terjadi gangguan hemostasis, permeabilitas kapiler dan pada kasus lebih berat
dapat terjadi kehilangan protein yang banyak (dengue shock syndrome)1.

2. Etiologi dan Transmisi


Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus
dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN3 dan DEN-4. Infeksi pada salah satu serotipe akan membuat tubuh membentuk imunitas
terhadap serotipe yang sama tetapi tidak untuk melawan serotipe lainnya.2
Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama dari virus dengue. Nyamuk dewasa
bersembunyi di dalam ruangan dan mulai mengigit sepanjang siang hari. Nyamuk tersebut
berkembang biak di sekitar tempat tinggal manusia pada tempat-tempat penampungan air atau
tempat yang terdapat genangan air antara lain vas, kaleng bekas, dan barang-barang bekas
lainnya yang dapat menapung air hujan. Vektor lain untuk virus dengue adalah nyamuk
Aedes albopictus, yang terutama di Asia dan menyebar juga di Aerika Latin1,3.
Nyamuk yang belum terinfeksi virus ketika mengigit individu yang terinfeksi virus,
dimana virus sudah berada dalam darah (viremia). Virus kemudian akan berkembang di dalam
tubuh nyamuk selam 1 sampai 2 minggu dan sampai ke kelenjar saliva nyamuk dan dapat
ditransmisikan ke dalam tubuh manusia melalui saliva ketika nyamuk menggigit3.
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
13

berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul7.
3. Epidemiologi
Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD, khususnya pada anak4. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan
pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi
dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007)5.
Dari 500.000 kasus dengue berat membutuhkan perawatan di rumah sakit tiap
tahunnya, dimana proporsi terbesar pada anak. Paling sedikit 2,5 % terjadi kematian 4. Gambar
dibawah ini menunjukkan peningkatan jumlah kasus DBD tiap tahunnya (gambar1).

Gambar 1
Walaupun infeksi dengue ringan telah dikenal selama beberapa tahun, epidemi infeksi
dengue berat dilaporkan terjadi di filipina tahun 1953. Kemudian menyebar dengan cepat ke
14

Thailand, Vietnam, Indonesia, dan negara Asia lainnya, menjadi endemi dan epidemi pada
beberapa negara. Sebelum tahun 1970 hanya sembilan negara yang mengalami epidemi
infeksi dengue berat, jumlah ini kemudian meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun
19954. Masalah penyakit ini terbesar di negara Asia, dimana pada beberapa negara
meenyebabkan perawatan di rumah sakit untuk pediatrik meningkat. Gambar dibawah ini
menunjukkan distribusi global infeksi dengue (gambar2)4.

Gambar 2
Negara-negara yang termasuk dalam WHO South-East Asian Region (SEAR) terbagi
dalam berbagai tingkatan endemi. Di Indonesia, Myanmar dan Thailand, epidemi disebabkan
oleh seluruh empat serotipe. Mobiditas tertinggi pada anak-anak, dan epidemi terjadi pada
daerah urban setiap 3 sampai 5 tahun. Di Bangladesh, India, Maldives dan Sri Lanka, infeksi
dengue adalah suatu keadaan darurat, epidemi menjadi lebih banyak, multipel serotipes virus
terdapat di sirkulasi, dan penyakit menyebar di dalam negara. Di Bhutan and Nepal, tidak ada
kasus yang dilaporkan dan endemi masih belum jelas. Gambar dibawah ini menunjukkan
kasus infeksi dengue dari 1994 sampai 2003 (gambar 3)4.

15

Gambar 3
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)
kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena
demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot,
dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan
penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya
dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi7.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2)Urbanisasi yang tidak terencana
& tidak terkendali, (3) Tidak adanya control vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi7.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah
penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di
seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar
antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh
iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang
tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia,
karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue
terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar
bulan April-Mei setiap tahun7.
4. Patogenesis
Patogenesis demam berdarah dengue masih belum begitu jelas dan kontroversial.
Namun terdapat dua teori yang banyak dianut untuk menjelaskan patogenesis demam
16

berdarah dengue ini yaitu teori infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory)
dan teori immune enhancement6.
a. Teori infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda,
respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan
transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di
limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue.
Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan
dalam rongga serosa6,7.

Gambar 4
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah
(gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
17

Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III


mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product)
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga
mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit
masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel
kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi7.

b. Teori immune enhancement.


Hipotesis immune enhancement menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang
terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
18

kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan reseptor Fc dari


membran leukosit terutama makrofag. Karena antibodi heterolog, bagaimanapun virus
tidak dinetralkan dan virus bebas bereplikasi di dalam makrofag. Hal ini menyebabkan
jumlah makrofag yang terinfeksi virus meningkat. Sebagai hasilnya, aktivasi sel T spesifii
terhadap virus dengue meningkat. Sel T, khususnya reaksi silang sel T, memproduksi
berbagai sitokin seperti interferon gamma (IFN-), interleukin 2 (IL-2) dan tumor
necrozing factor alpha (TNF-) dan menyebabkan makrofag yang terinfeksi virus lisis.
Tumor necrozing factor alpha (TNF-) juga diproduksi melalui aktivasi monosit. Kaskade
komplemen diaktifkan oleh kompleks antibodi-virus dan juga oleh beberapa sitokin untuk
melepaskan C3a dan C5a yang memiliki efek secaral langsung terhadap permeabilitas
vaskular. Efek sinergis IFN- dan TNF- dan komplemen yang telah diaktifkan memicu
kebocoran plasma sel endotel. Hal ini mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia dan
syok8,9.

Gambar 5
5. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus
dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam
Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom
Syok Dengue (SSD)7.
19

Periode inkubasi 1 sampai 7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia
pasien. Pada bayi dan anak yang lebih kecil penyakit ini mungkin tidak khas atau ditandai
dengan demam 1-5 hari, faringitis, rinitis, batuk ringan dan ruam makulopapular. Infeksi lebih
jelas terutama pada anak besar dan dewasa yaitu demam yang tiba-tiba; dengan peningkatan
temperature yang cepat 39,5oC-41,1oC (103-195oC), biasanya disertai nyeri frontal atau nyeri
retroorbital1.

DENGUE SHOCK SYNDROME

Gambar 6
Manifestasi klinis simtomatik infeksi virus dengue diklasifikasikan oleh WHO yaitu
(gambar6)1:
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/
atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif),
leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah
dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. Demam Berdarah Darah (dengan atau tanpa renjatan)
Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadangkadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot,
tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang
bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya
timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan
tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan
leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa
lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan
adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi,
perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai
20

dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita
Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai
kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites7.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi,
mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan
yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan
kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,
yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati
biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit
terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering
disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok7.
6. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan10:
Hepatomegali.
Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan

rongga peritoneal.
Fase kritis hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun dan
dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan dan pada DBD merupakan

tanda awal syok.


Perdarahan dapat berupa uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
hematemesis dan/atau melena.
Tanda-tanda syok:
o Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.
o Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang tidak teraba.
o Tekanan darah turun
21

o Akral dingin, capillary refill time menurun (<3detik)


o Diuresis menurun sampai anuria.

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8
sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam5.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji
etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini
membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta
biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode
diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse
transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil
yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan
ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan
timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah
pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi
berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang
setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada
infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 211.
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan
antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1
diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan
dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah.
Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam
kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau
sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode
ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%).
Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen
NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer11.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
22

keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG5,11.
8. Diagnosis
Dasar diagnosis berdasarkan kriteria WHO 1997 yaitu12:
a. Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan bentuk lain
(petekie, purpura ekimosis, perdarahan mukosa, hematemesis dan melena)
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (20mmHg),
tekanan darah menurun (sistolik sampai 80 mmHg) disertai kulit yang terba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari , dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul
sianosis di sekitar mulut.
b. Laboratorium
1. Trombositopenia (<100.000/uL)
2. Tanda kebocoran plasma:
Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal)
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.

Efusi pleura, asites, hipoproteinemia

Dua kriteria klinis ditambah satu kriteria laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DBD12.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu (gambar 7)12:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
Derajat 2: Derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahann lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan
lembab, anak tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

23

Gambar 7
Fase penyembuhan:
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh 24-48 jam setelah syok. Indikasi
masuk ke dalam fase penyembuhan adalah:
Keadaan umum membaik
Meningatnya selera makan
Tanda vital stabil
Ht stabil dan menurun sampai 35-40%
Diuresis cukup
Dapat ditemukan confluent petechial rash (30%)
Sinus bradikardi

9. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien
DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang
memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
24

penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak
baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan
tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik7.
Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:

Tirah baring, selama masih demam.

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol.


Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan
gastritis, perdarahan, atau asidosis.

Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.


Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu
turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala
syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air
besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,
apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga
harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi
setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2
(Tatalaksana tersangka DBD) 7.

25

Tersangka DBD
demam tinggi, mendadak terus-menerus
<7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas
bagian atas, badan lemah & lesu

Ada kedaruratan

Tidak ada kedaruratan

tanda syok
muntah terus-menerus
kejang
kesadaran menurun
muntah darah
berak hitam

jumlah trombosit
? 100.000/l

periksa uji
tourniquet

uji torniquet (-)

uji torniquet (+)

jumlah trombosit
> 100.000/l

Rawat jalan

Rawat jalan
parasetamol
kontrol tiap hari sampai
demam hilang

Rawat inap
minum banyak 1,5-2 liter/hr
parasetamol
kontrol tiap hari sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali
Perhatian untuk orang tua:
pesan bila timbul tanda syok, yaitu
gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, nyeri
perut, berak hitam, bak kurang

nilai tanda klinis,


periksa trombosit &
Ht bila demam
menetap setelah
hari sakit ke-3

Lab. Hb & Ht naik,


Trombosit turun
Segera bawa ke rumah sakit

Protocol 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD


Demam Berdarah Dengue
Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah
adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi
mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu
turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya
perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis
pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit7.
26

Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/
Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum
terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan
plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau
ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan
berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang
terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD
derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat
sehari di rumah sakit kelas B danA7.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadangkadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam padaDBD. Parasetamoi direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di
sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan
minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih
minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam7.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran
plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa
27

minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan
sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi
nilai Ht = 3 x kadar Hb7.
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah
penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah
jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%7.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung
dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam
larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2
ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau
lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan
sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel
2 dibawah ini7.

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umur danberat
badan

pasien

serta

derajat

kehilangan

plasma,

yang

sesuai

dengan

derajat
28

hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan
ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari
tabel 3 berikut7.

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah
1500+(20x20) =1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena
perembesan plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu
turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan
plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume
yang bedebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian.
Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi
cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak
dikurangi, akan menyebabkan edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat
dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas
dingin, bibir sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau
kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar
hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena7.
Berdasarkan pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan,
jumlah caira diperhitungkan sebagai berikut:

fase kritis: pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah defisit 5-8%
atau setara dehidrasi sedang

pasien dengan BB >40 kg, total cairan IV setara dengan 2 kali rumatan

pasien obesitas: pemberian cairan IV berdasarkan BB ideal

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


Kristaloid.

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)


29

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
Koloid.

Dekstran 40

Plasma

Albumin
DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala Klinis:
demam 2-7 hari
uji tourniquet positif atau perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien masih dapat minum


Beri minum sebanyak 1-2 liter/hari
atau satu sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman: air bening, teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit.
Bila suhu >380C beri parasetamol
Bila kejang beri obat antikonvulsif

Monitor gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus-menerus

Pasang infus NaCl 0,9%:


dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai
berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik dan atau trombosit turun

Infus ganti ringer laktat (RL)


(tetesan disesuaikan)
Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang (kriteria pulang)


- tidak demam selama 24 jam tanpa antiprelik
- nafsu makan membaik
- secara klinis tampak perbaikan
- Ht stabil
- tiga hari setelah syok teratasi
- jumlah trombosit > 50.000/ml
- tidak dijumpai distres pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Protokol 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I atau derajat II


tanpa peningkatan hematokrit
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DBD derajat I)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat
30

dikelola seperti tertera pada Bagan 2 Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum
sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat
diberikan adalah air putih, teh manis, sirop, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik
(parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5C. Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan
obat anti konvulsif7.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan
infus NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan.
Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan trombosit setiap 2 jam.
Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak dapat
dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan
diganti dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan seperti pada Bagan 37.

Protokol 3. Tatalaksana kasus DBD derajat I


dengan peningkatan hematokrit 20%
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulangkan, apabila:
31

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit > 50.000/l

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Protokol 4. Tatalaksana syok pada anak


10. Pencegahan
-

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


32

a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat


perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
-

Foging Focus dan Foging Masal


a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog

Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
b.

Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan


kasus

Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

11. Prognosis
Penyakit ini dapat mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan kematian.
12. Penutup
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito borne
disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit
ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue
(DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom
syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman mengenai
perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan laboratoris
berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan
memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan
yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13 th
National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005.
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems.

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu

Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.h. 63


3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia :
WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Staf Pengajar IKA FKUI : Infeksi Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Ank. Cetakan ke 11
tahun 2007. Penerbit FKUI, Jakarta 1985.
5. Hadinegoro, S.R.S. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Naskah
Lengkah Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana DBD. Balai penerbit FKUI, Jakarta 2000.
6. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue. Diagnosis, Pencegahan dan
Pengendalian. Jakarta : EGC.1997.
7. Behrman, Kliegemen, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders.
2004.
8. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
9. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi pertama.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-2008.
10. Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai