Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUA

N
1.1 Latar Belakang
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang
cukup pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT
di Indonesia mencapai 2.581 unit yang terbesar diberbagai wilayah di
Jawa, Bali, dan Sulawesi. Industri tekstil (garmen) yang terkenal di bali
yaitu industri tekstil yang ada di daerah kelurahan Beng, Gianyar- Bali.
Industri tekstil yang berkembang dikelurahan Beng menampung banyak
tenaga kerja dan merupakan sumber pendapatan utama masyarakat
tersebut, produk-produk industry tekstil pada umumnya berupa kain endek
tenun, baju barong, bed cover, kain lukisan, seprei, sarung bantal, gorden,
celana kembang, baju kaos, kebaya, dan lain-lain. Pesatnya perkembangan
industri tekstil ini mengundang perhatian wisatawan yang berkunjung ke
bali.
Hal ini juga menandai terjadinya peningkatan risiko kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah, terutama jika
limbah tidak tertangani dengan baik. Salah satu masalah yang paling
mengganggu dari limbah industry tekstil adalah kandungan zat warna yang
mengandung senyawa benzen. Dalam industry tekstil, zat warna
merupakan salah satu bahan baku utama; sekitar 10-15% dari zat warna
yang sudah digunakan tidak dapat dipakai ulang dan harus dibuang. Selain
mencemari lingkungan, zat warna tersebut juga dapat mambahayakan
keanekaragaman hayati dan dapat mengganggu kesehatan, misalnya iritasi
kulit, iritasi mata, dan kanker. Bahkan zat warna juga dapat menyebabkan
terjadinya mutasi (Mathur dkk., 2005)
Mengingat semakin perlunya kelestarian alam untuk menunjang
masyarakat berkelanjutan, tentunya pengolahan limbah tekstil menjadi
sorotan kalangan luas. Namun, teknologi pengolahan limbah yang
sekarang tersedia memakan biaya yang cukup tinggi. Sehingga selama ini,
di Indonesia sebagian besar pengolahan limbah industri tekstil umumnya
dilakukan dengan cara fisik berupa koagulasi dan penyaringan.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sebelumnya teknologi
pengolahan limbah tekstil sebenarnya tidak hanya denga cara fisik saja
akan tetapi juga denga cara biologi dan kimia. Pengolahan limbah dengan
cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk
mendegradasi molekul zat warna tekstil yang memiliki struktur kompleks
menjadi moleku yang lebih sederhana (Manurung dkk, 20004).
Pada penelitian ini zat warna tekstil jenis remazol blue akan
didegradasi menggunakan batu apung yang terimobilisasi TiO2, Batu
apung merupakan salah satu batuan alam yang banyak ditemukan di
Indonesia, yang sebagian besar daerahnya terletak pada jalur pegunungan
berapi. Batu apung memiliki struktur yang porous, densitasnya kurang dari

1, dan kaya akan silica. Porositas batu apung sangat tinggi yaitu sebesar
85%. Selama ini batu apung banyak digunakan untuk penelitian
diantaranya yaitu batu apung diajdikan media filter untuk pengolahan air
gambut dan batu apung juga banyak digunakan sebagai adsorben untuk
berbagai jenis senyawa dan ion. Batu apung juga digunakan sebagai
penyangga berpori yang sangat menjanjikan untuk imobilisasi TiO 2 dalam
mendegradasi berbagai polutan organic dalam larutan seperti zat warna
tekstil.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan sebelumnya,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2. Bagaimana kadar remazol blue yang didegradasi dengan
menggunakan batu apung yang terimobilisasi TiO2?
1.3 Tujuan
Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. J
2. Untuk mengetahui bagaimana kadar remazol blue yang didegradasi
dengan menggunakan batu apung yang terimobilisasi TiO2.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fotokatalisis
Fotokatalisis merupakan kombinasi proses dari fotokimia dan
katalisis, dimana diperlukan sinar UV dan katalis (semikonduktor) untuk
melangsungkan suatu transformasi kimia. Proses fotoreduksi dan
fotooksidasi dimulai pada saat fotokatalis mengadsorb energi foton dengan
energi yang sama atau lebih besar dari energi celah semikonduktor (TiO 2
mempunyai energi celah sebesar 3.2 eV) sehingga elektron akan tereksitasi
dari pita valensi ke pita konduksi. Pasangan elektron (e-) dan hole (h+)
yang terbentuk dapat berekombinasi dan melepaskan panas atau
menyebabkan reaksi oksidasi dan reduksi dengan transfer muatan ke
spesies yang teradsorbsi pada permukaan semikonduktor. Hole (h+) yang
dihasilkan TiO2 merupakan oksidator kuat yang akan mengoksidasi spesi
kimia lainnya yang mempunyai potensial oksidasi +1.0 V sampai +3.5 V
(relatif terhadap elektroda hydrogen-Nerst) (Hoffmann, 1995), termasuk
air dan/atau gugus hidroksil yang akan menghasilkan radikal hidroksil.
Radikal hidroksil ini pada pH = 1 mempunyai potensial sebesar 2.8 V, dan
kebanyakan zat organik mempunyai potensial redoks yang lebih kecil dari
potensial tersebut, sehingga kebanyakan zat organik dapat dioksidasi
menjadi CO2 (Gunlazuardi, 2001). Sementara elektron pada pita konduksi
merupakan reduktor kuat yang akan mereduksi spesi kimia lainnya yang
mempunyai potensial reduksi +0.5 V sampai -1.5 V (relatif terhadap
elektroda hydrogen-Nerst) (Hoffmann, 1995). Energi foton yang
digunakan untuk eksitasi elektron dari fotokatalis TiO2 adalah sinar UV
dan sinar tampak. (Yan-fen et al., 2007 ; Sopyan, 1998 dan Linsebigler,
1995). Disamping TiO2, semikonduktor lain seperti ZnO dan WO3
mempunyai karakter yang sebanding dengan TiO2 dalam hal energi band
gap dan potensial redoksnya. Namun TiO2 paling banyak digunakan
sebagai fotokatalis karena paling stabil (tahan terhadap korosi) dan
harganya relatif murah (Gunlazuardi, 2001).

Anda mungkin juga menyukai