Anda di halaman 1dari 36

BAB I

REKAM MEDIK
1.1

1.2

Identifikasi Pasien
Nama

: Nontjik binti M.Hasan

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Dr Moh. M Isah, Lor Sepakat, No. 765

Kebangsaan

: Indonesia

No RM

: 905027

Anamnesis Utama :
Penderita dikonsulkan dari Bagian Penyakit Dalam RSMH untuk
dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari gigi dan mulut
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
5 tahun yang lalu penderita mengeluh gigi geraham belakang lepas,
trauma sebelum lepas (-).
3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas.
Sakit gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak
mengunyah makanan. Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita
jarang membersihkan mulut dan giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi
2 tahun penderita mengeluh gigi depan seperti busuk, busuk tidak terlalu
banyak. Gigi seri tidak nyeri. Gigi geraham belakang penderita sudah tidak
nyeri lagi. Penderita tidak berobat ke rumah sakit.
1 tahun penderita mengeluh gigi seri depan busuk semakin parah, busuk
hampir terjadi pada keseluruhan bagian gigi seri depan . Pasien berobat dan
dirawat di RSMH dengan diagnosis Diabettes Miletus
b. Keluhan Tambahan :
-

Gigi berlubang

Gigi hilang

c. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


Penyakit atau Kelainan Sistemik

Ad

Disangkal

a
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy

d.

Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


e.
1.3

Penderita tidak pernah melakukan pemeriksaan gigi


Riwayat Kebiasaan dan Hiegenitas
Penderita jarang menyikat gigi

Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1. Konsultasi: dari teman sejawat untuk fokal gigi
2. Keadaan Umum Pasien : Compos Mentis
3. Berat Badan : 50 kg
4. Tinggi Badan : 155 cm
5. Vital Sign
-

Nadi : 88x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 20x/menit

T : 36,60C

TD =120/80 mmHg

b. Pemeriksaan Ekstra Oral


2

Wajah

: Simetris

Bibir

: Simetris

KGB submandibula

: kanan dan kiri tidak teraba dan tidak terasa sakit

TMJ

: Tidak ada dislokasi dan clicking

c. Pemeriksaan Intra Oral


-

Mukosa bukal

: cheek biting (-), enlargement (+), nyeri (-)

Mukosa labial

: stomatitis (-)

Palatum

: torus (-)

Lidah

: Lidah kotor ( susp. Candidiasis oral)

Dasar Mulut

: tidak ada kelainan

Debris

: (+)

Plak

: tidak ada

Kalkulus

: ada ( generalisata )

Hubungan rahang

: ortonagti

Multiple diastem

: ada

Xerostomia

: (+)

d. Status Lokalis
Gigi

Lesi

Sondas

CE

Perkusi

Palpasi

Diagnosis/ ICD

Terapi

1.1

pro exodentia

1.6

Missing teeth

Protesa

2.4

Missing teeth

Protesa

2.6

Missing teeth

Protesa

D4

Td

Td

nekrosis dan erosi

2.7

Td

Td

Karies

Pro
Konservatif
Pro

3.5

Missing teeth

3.7

Missing teeth

Protesa

4.5

Missing teeth

Protesa

4.6

Missing teeth

Protesa

4.7

Missing teeth

Protesa

*Td

Konservatif

: Tidak dilakukan

Nekrosis pulpa (1.1)

Lidah kotot
( susp.
Candidiasis oral )

Missing teeth (1.6, 2.4, 2.6,


3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7 )

Kalkulus
( Generalisata)

Karies ( 2.7 )

e. Temuan Masalah
a) Nekrosis Pulpa : 1.1
b) Karies dentin

: 2.7

c) Kalkulus

: Generalisata

d) Missing Teeth

: 1.6, 2.4, 2.6, 3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7

e) Lidah kotor

: (+)

f. Perencanaan Terapi
a. Nekrosis Pulpa : proexodentia
b. Karies dentin

: Pro Konservatif.

c. Kalkulus

: Pro Scalling.
5

d. Missing teeth

: Protesa

e. Lidah kotor

: swab candida

g. Prognosis
a. Quo ad Vitam
b. Quo ad fungsionam

: Dubia.ad malam
: Dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karies Gigi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi
adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponenkomponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.1 Dengan perkataan lain, dimana
prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga
membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses
penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya
interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu.2
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi
hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai
timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada
permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera
dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa
yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya
gigi tersebut bisa mati.3,4

Klasifikasi
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokkan
menjadi:
a. Karies pada email
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal
dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
b. Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa
makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
c.

Karies pada ke pulpa


Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan sendirinya.
Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit

Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)


a. Karies Superfisialis
dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

Gambar. Karies Superfisialis


b. Karies Media
dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
8

Gambar. Karies Media


c. Karies Profunda
dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.

Gambar. Karies Profunda

Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :

D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada

permukaan gigi.
D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi

sudah mencapai bagiandentino enamel junction (DEJ).


D5: Lesi telah mencapai dentin.
D6: Lesi telah mencapai pulpa.

Etiologi
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak
faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang
kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor
tersebut digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih (Gambar 1). Untuk
terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.

10

Gambar 4. Menunjukkan karies sebagai penyakit multifactorial yang disebabkan faktor


host, agen, substrat dan waktu.
a. Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies
karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur
yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah
melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh
dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat,
karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit
karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel.
Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan
enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi
tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan
organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap. Selain
itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email orang
muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu
penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.
Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah:
1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan
pit palatal insisif;

11

2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;


3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva;
4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak
pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;
5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper;
6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
b. Faktor agen atau mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak
adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan
gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme
dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif
merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans,
Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius serta beberapa
strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus
pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar
104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai
penyebab utama karies.3,4

c. Faktor substrat atau diet


Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.
Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan
bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang
menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang
banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan
pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan
protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting

12

untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya


karies.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara
langsung terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan
karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu
mengakibatkan

demineralisasi

email,

tidak

semua

karbohidrat

sama

derajat

kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida) relatif tidak


berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat
dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap ke dalam plak dan
dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan minuman yang
mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang
menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa
waktu, untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh
karena itu konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email.5,6
d. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
Patogenesis Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis
pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang
dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu
melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa),
untuk memproduksi asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5
dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan
demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan
oleh saliva, sehingga pH saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral.
Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi
dan mineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.

13

Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami.
Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah.
Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan
mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal
sehingga menyebabkan rasa sakit.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih
mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus
ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang
mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk
asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi
5. Asam (H+) dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan
kristal-kristal hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email,
proses ini disebut sub surface decalsifikasi.6,7
White spot
(lesi subsurface/lesi insipien/lesi putih)

Karies email

Karies dentin

Karies mencapai pulpa vital

Karies mencapai pulpa non vital

Abses

14

Akibat Karies yang Tidak Dirawat


Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika
karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan
dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh
giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian
pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah akan
timbul pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula
dan abses.
1. Pulpitis
Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya
merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras
gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk menentukan
seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai
persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati
pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal pulpitis.
Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi menjadi:
1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala Pulpitis
reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih
sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak
timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan.
2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible
merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya
dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis.11 Biasanya, gejala
asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis
irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat
berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam.

15

Gambar 5. Pulpitis
2. Ulkus Traumatik
Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan
kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi
akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara
klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval bentuknya.
Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang perlahan-lahan
warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus biasanya
berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulkus akan sembuh dalam
waktu 2 minggu.

Gambar 6. Ulkus Traumatik

16

3. Fistula
Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah sekitar
akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan
jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan pertahanan tubuh
akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara
mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat, daerah yang
terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui
saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan
nanah.

Gambar 7. Fistula
4. Abses
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa
yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah
jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi
proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan
anatomi jaringan yang terlibat.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi bakteri
campuran.

Bakteri

yang

berperan

dalam

proses

pembentukan

abses

yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses


ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi
fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam
penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase.
17

Gambar 8. Abses periapika


5.

Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa akut

maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis
pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah
menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu
bahan yang lunak atau cair. 8,11

Gambar 9. Nekrosis pulpa

18

Tindakan
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan
dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati
dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang
pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan
gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi
yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah
masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai
bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan
tambalan yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca,
emas tuang, porselen. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak
digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar.
Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih
mahal tetapi lebih kuat dan bias digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran
damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati warna
gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari pada perak
amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk
mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi.
Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada
orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer
juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang
berlebihan.3,10
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar
dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut.
Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan

19

dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan
pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat
pencabutan dilakukan.
2.2. Fokal Infeksi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup
lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal
dari infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian
gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi,
skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau
toksin yang dapat berasal dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.6,7
Pada mulut terdapat beberapa keadaan yang bisa menjadi fokal infeksi pada tubuh
misalnya pada plak, abses, kalkulus, nekrosis pulpa, pulpitis, periodonitis, dan karies.
Sedangkan menurut W.D Miller (1890), bahwa seluruh bagian dari sistem tubuh yang
utama telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian
pulpa dan periodontal.
Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus
(termasuk sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler,
mediastinum, paru-paru dan mata.
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui
aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus
gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.

20

Gambar 3. Fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal


1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya
merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan
masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di
lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang
selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam
pembuluh darah. Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke
pleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena
faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan
dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini
tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau
faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut.
Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal
dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di
dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang
kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.2,9

21

2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)


Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan
aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke
kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari
kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak
ditemukan pada rahang bawah.
Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi
penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau
melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya. Kelenjar getah
bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi

KGB regional

Gingiva bawah

Submaksila

Jaringan subkutan bibir bawah

Submaksila, submental,
servikal profunda

Jaringan submukosa bibir atas dan bawah

Submaksila

Gingiva dan palatum atas

Servikal profunda

Pipi bagian anterior

Parotis

Pipi bagian posterior

Submaksila, fasial

Weinmann mengatakan bahwa inflamasi gingiva yang menyebar sepanjang sisi


krista alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum tulang. Ia juga
menyatakan bahwa inflamasi jarang mengenai membran periodontal. Kapiler berjalan
beriringan dengan pembuluh limfe sehingga memungkinkan absorbsi dan penetrasi
toksin ke pembuluh limfe dari pembuluh darah.

3. Perluasan langsung infeksi dalam jaringan

22

Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang
berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang
disekresikan dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain
infeksi antrum. Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan
angina Ludwig dapat disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar
molar ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga dapat
disebabkan oleh infeksi gigi. Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan
infeksi dari abses alveolar dan pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada
molar rahang bawah melalui infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang
menyebabkan

osteomyelitis

dan

harus

menjadi

bahan

pertimbangan

ketika

mengekstraksi gigi yang terinfeksi.


Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau
organisme ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan penyambung di
daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus
terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces),
menghasilkan tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang
tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya
teriis oleh jaringan ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur,
membentuk ruang sejati, dan menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang
tersebut, karena fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat.
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
a) Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.
Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah.
DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar
hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi
melalui tulang.

b) Perluasan di dalam tulang dengan pointing

23

Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak
terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian
membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal,
atau infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan
menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi
menyebabkan abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut
dapat ikut terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses
retromolar atau peritonsilar.
c) Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena
adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi
dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi dari
Burman:
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
Regio submandibula
Ruang (space) sublingual
Ruang submaksila
Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh
fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar
sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio
infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering
melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia

4. Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan


24

Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan
tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik dapat
menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi limfogenik dari
fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan abses dan
septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering menimbulkan infeksi lokal di tempat
yang jauh. 5,11
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas
dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes
mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun
pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia dapat disebabkan oleh
aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang lanjut. Juga telah
ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket
periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral,
selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic
load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB
tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui limfe,
KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya material
septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan ulserasi.

Etiologi Fokus Infeksi


Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi post-operasi dan
sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal. Bakteri penyebab infeksi
umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa bakteri aerob, anaerob maupun infeksi
campuran bakteri aerob dan anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu
Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang
tinggi.
Disebutkan bahwa etiologi dari infeksi odontogenik berasal dari bakteri komensal
yang berproliferasi dan menghasilkan enzim. Pada saat bayi baru dilahirkan, proses
kolonisasi bakteri dimulai dan dikatakan predominan terdiri atas Streptococcus
25

salivarius. Pada saat gigi pertama tumuh, yaitu pada saat bayi berusia 6 bulan,
komunitas bakteri berubah menjadi predominan S.sanguis dan S.mutans dan pada saat
gigi selesai tumbuh terdapat komunitas heterogen antara bakteri aerobik dan anaerobik.
Diperkirakan terdapat 700 spesies bakteri yang berkolonisasi di mulut dimana 400 dari
spesies tersebut dapat ditemukan pada area subgingival.
Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial dan campuran. Infeksi
tersebut merupakan hasil dari perubahan bakteri, hubungan antar bakteri dengan
morfotipe yang berbeda dan peningkatan jenis bakteri. Perubahan bakteri yang terjadi
berupa perubahan yang pada awalnya predominan gram positif, fakultatif dan
sakarolitik menjadi predominan gram negatif, anaerobik dan proteolitik.5,6,10
Patogenesis Fokus Infeksi
Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang terganggu, akan
menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan mikroflora akibat
penggunaan antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri
lainnya yang potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan
imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol (uremia, alkoholisme,
malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif(leukimia, limfoma, tumor ganas), dan
penggunaan obat-obat immunosupresif misalnya pada pasien yang menjalani
kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan mudah terjadinya infeksi
odontogenik.2,3
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis.
Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan
invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga
nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya
menyebar ke os maksila atau mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini
dapat menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit
wajah.
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,
fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat
26

terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel
mengalami demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan
pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri
berkembang, terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi
rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan
invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi
periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari
0.1 mm2. Jika respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan
menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun
jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka
akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan
melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri
dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri
subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen
yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang
secara kronis dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat
berasal dari eksaserbasi periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi
invasi bakteri(fusion dari akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena
impaksi dari kalkulus pada epitel periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses
akan membentuk fistula dan menjadi kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik
ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus dari abses periodontal rekuren adalah
perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama erupsi. 9,10

2.2 Diabetes Mellitus


Menurut Cawson dan Odell (2008), sekitar 2% dari populasi terkena diabetes mellitus,
tetapi sekitar 50% di antaranya tidak terdeteksi. Sedangkan menurut Scully (2010), 3
4% dari populasi menderita diabetes mellitus, tetapi 75% di antaranya tidak terdeteksi.
27

Berdasarkan sebuah penelitian di Universitas Sumatera Utara (USU), disebutkan bahwa


jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 ada 8,4 juta orang.
Diperkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes mellitus dapat mencapai jumlah 21,3
juta orang. Dalam sebuah iklan di televisi tahun 2011 disebutkan bahwa 5 dari 100
orang di Indonesia menderita diabetes mellitus.
Ada dua tipe klinis diabetes mellitus menurut Cawson dan Odell (2008), yaitu: 1.
Juvenile onset (insulin dependent) diabetes. Gejala biasanya muncul sebelum usia 25
tahun dan umumnya cukup parah, disertai polidipsi, polifagi, poliuri, rasa lapar, berat
badan turun dan rentan terhadap infeksi, 2. Maturity onset diabetes. Pada tipe ini
penderita biasanya dalam usia pertengahan dan mengalami obesitas. Perkembangan
penyakit berjalan perlahan tapi pasti, seringkali disertai penurunan penglihatan, pruritus,
kadang terjadi polidipsi, poliuri dan rasa lelah. Namun banyak juga kasus yang tidak
disertai gejala. Penyakit masih dapat dikontrol melalui diet makanan yang ketat dan bila
perlu diberikan obat-obatan hipoglikemik. Obesitas yang terjadi pada anak-anak
memudahkan terjadinya bentuk kelainan diabetes mellitus tipe ini dalam waktu yang
lebih awal. Tipe lain yang juga dapat ditemukan adalah gestational diabetes, bentuk
diabetes yang terjadi pada wanita yang sedang mengandung. Kelainan pada wanita ini
berkaitan dengan faktor genetik, obesitas dan hormon yang menyebabkan timbulnya
resistensi insulin dan biasanya terjadi pada trimester ketiga. Gestational diabetes dapat
terjadi pada sekitar 4% kehamilan. Diagnosis tersebut perlu ditentukan kembali 6
minggu atau lebih setelah melahirkan (Cawson dan Odell, 2008). 3,5,11
Untuk perawatan gigi dan mulut, masalah utama ditemukan pada penderita diabetes
yang tidak terkontrol. Namun demikian, penderita diabetes mellitus yang tidak
terkontrol juga bermacam-macam. Ada bentuk ringan, yang tidak terdeteksi sehingga
tidak dirawat. Bentuk lain adalah diabetes mellitus yang dirawat, tapi bentuk
penyakitnya sulit dikontrol (brittle diabetes) atau ada kesalahan dalam perawatan.
Kelompok yang terakhir inilah yang paling mungkin menimbulkan komplikasi dan
menimbulkan kesulitan dalam perawatan gigi dan mulut.
Beberapa komplikasi diabetes mellitus yang dapat berpengaruh pada perawatan gigi dan
mulut:
-

Rentan terhadap infeksi, terutama kandidiasis

28

Koma hipoglikemik

Koma diabetikum

Ischemic heart disease

Bila pemeliharaan kesehatan mulut kurang baik, maka penyakit periodontal akan
meningkat

Mulut terasa kering akibat poliuri dan dehidrasi

Reaksi lichenoid oral akibat penggunaan obat hipoglikemik oral.

Sialadenitis

Diabetes mellitus menimbulkan kelainan dalam mulut, mempengaruhi perawatan gigi


dan mulut, pengobatannya juga menimbulkan kelainan dalam mulut, serta
mempengaruhi perawatan gigi dan mulut.
Pengaruh diabetes mellitus pada perawatan gigi dan mulut (Wilkins, 2009):
-

Manifestasi utama dalam mulut pada penderita diabetes mellitus umumnya


terjadi akibat rendahnya resistensi terhadap infeksi. Proses penyembuhan luka
membutuhkan waktu yang lebih panjang akibat gangguan metabolism tersebut.
Kadang berbagai gejala yang ditemukan dalam mulut menunjukkan adanya
diabetes mellitus yang belum terdeteksi.

Kerusakan jaringan periodontal yang berjalan dengan cepat dapat terjadi akibat
diabetes mellitus berat yang tidak dirawat, tapi kini kondisi seperti ini sudah
semakin jarang ditemukan. Namun demikian, bahkan pada anak-anak penderita
diabetes mellitus yang dirawat sekalipun kesehatan jaringan periodontalnya
lebih buruk bila dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Menyempitnya
saluran kelenjar liur pada penderita diabetes mellitus menyebabkan xerostomia,
sehingga pasien ini memiliki tingkat DMFT yang lebih tinggi walaupun sudah
menggunakan diet bebas gula, serta lebih banyak kehilangan gigi yang terjadi
bila dibandingkan kondisi normal.

Bentuk komplikasi lainnya adalah kerentanan terhadap kandidiasis.

29

Gb 1. Kandidiasis lidah yang terjadi


kandidiasis
pada penderita diabetes mellitus.
(Cawson dan Odell, 2008)

Gb 2. Angular cheilitis disertai


pada penderita diabetes mellitus.
(Lamey dan Lewis, 1991)

Gb 3. Penyakit periodontal berat pada


penderita diabetes mellitus.
(Cawson dan Odell, 2008)
-

Koma hipoglikemik dapat dipicu oleh perawatan gigi yang menyebabkan


tertundanya waktu makan rutin, sehingga menimbulkan kondisi gawat darurat
bila dilakukan tindakan operasi. Oleh karena itu perawatan perlu memperhatikan
waktu untuk menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul. Waktu yang
paling ideal untuk perawatan adalah segera sesudah makan pagi.

Vasokonstriktor yang terdapat di dalam anestetikum dapat meningkatkan kadar


gula darah. Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam penggunaannya.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan selain adanya keluhan mulut terasa seperti
terbakar, adalah kemungkinan terjadi interaksi antara obat hipoglikemik dengan
obat yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi, seperti golongan salisilat,
anti inflamasi non steroid (AINS), barbiturat, juga antikoagulan.

Sedangkan koma diabetikum merupakan komplikasi yang terjadi pada penderita


diabetes mellitus tidak terkontrol, namun sekarang sudah jarang ditemukan
kondisi seperti ini.

Dalam hal penderita diabetes mellitus, seorang dokter gigi dapat berperan dengan cara:
-

Membantu mendeteksi penderita diabetes mellitus yang belum terdeteksi

Memberikan penyuluhan kepada pasien tentang manifestasi yang dapat terjadi


dalam mulut dan tindakan preventif yang dapat dilakukan

Melakukan perawatan gigi dan mulut penderita diabetes mellitus

30

Seorang penderita dapat diduga mengidap diabetes mellitus apabila ditemukan dua dari
tiga gejala di bawah ini (Little dkk, 2008):
-

Polidipsi, polifagi, poliuri


Badan terasa lemah
Berat badan turun drastis, walaupun banyak makan dan minum

Kadar gula darah > 120 mg/dL

Kadar gula 2 jam sesudah makan > 200 mg/dL

Bila hasil pemeriksaan berulang berada di atas nilai normal, maka berarti pasien
menderita diabetes mellitus.
Seseorang dianggap memiliki risiko tinggi untuk menderita diabetes mellitus apabila:
-

Ada riwayat menderita diabetes mellitus dalam keluarga (kedua orangtua/salah


satu orang tua/saudara kandung)

Bertusia > 40 tahun

Terlalu gemuk

Hipertensi

Dalam riwayat kehamilan ditemukan berat badan bayi lahir > 4kg

Menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama (kortikosteroid untuk


penyakit asma, kulit, rematik)

Memiliki pekerjaan tertentu (tukang masak, stres)

Kebiasaan hidup (merokok, minum minuman beralkohol)

Komplikasi akut penderita diabetes mellitus


Komplikasi akut yang dialami oleh seorang penderita diabetes mellitus terbagi atas
kelainan yang disebabkan oleh kondisi hipoglikemia dan hiperglikemia:
1. Hipoglikemia: kadar gula darah < 60 mg/dL
* Fase 1: Keringat berlebihan, tremor, timbul rasa lapar, mual
* Fase 2: Timbul rasa pusing, pandangan kabur, kesadaran menurun, timbul
kejang dan koma
2. Hiperglikemia: kadar gula darah > 600 mg/dL
- Wajah terlihat sangat merah, kulit terasa panas dan kering

31

- Timbul rasa haus sehingga ingin minum banyak


- Ada rasa mual dan ingin muntah
- Nafas terasa dalam dan cepat
- Mulut berbau aseton
- Tensi lebih rendah dibandingkan normal
Komplikasi klinis kronik pada penderita diabetes mellitus
Beberapa komplikasi klinis kronik yang dapat ditemukan pada penderita diabetes
mellitus terdiri
dari:
-

Retinopati

Nefropati

Neuropati

Penyakit makrovaskular

Kelambatan proses penyembuhan

Prinsip perawatan gigi dan mulut pada penderita diabetes mellitus (Cawson dan Odell,
2008):
-

Waktu perawatan perlu dipertimbangkan dengan matang untuk mencegah


terjadinya gangguan pada pemberian insulin yang dilakukan secara rutin.
Perawatan yang dilakukan juga tidak boleh mengganggu waktu makan rutin
yang sudah ditentukan pada penderita diabetes mellitus.

Tindakan operasi yang memerlukan anestesi umum sebaiknya hanya dilakukan


di rumah sakit di bawah pengawasan ahlinya.
- Lakukan penanganan untuk setiap komplikasi diabetik.
Tatalaksana penderita koma hipoglikemik (Cawson dan Odell, 2008):
-

Hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes setelah pemberian insulin


berlebihan atau jika tidak makan pada waktunya akibat perawatan gigi dan
mulut yang dilakukan.

Gejala hipoglikemia akut yang ditemukan: pingsan, tetapi respon pasien sedikit
sekali saat dibaringkan datar; ketidaksadaran tersebut akan bertambah dalam.

Penanganan hipoglikemia penting untuk dilakukan. Bila ada keraguan tentang


penyebab ketidaksadaran tersebut, insulin tidak boleh diberikan karena dapat
berakibat fatal untuk penderita hipoglikemia.

32

Penanganan hipoglikemia:

Pasien biasanya menyadari kondisinya dan dapat memperingatkan dokter


gigi yang merawatnya

Sebelum kesadaran menghilang, berikan tablet atau bubuk glukosa ataupun


gula (paling tidak 4 potong/cube) untuk membuat minuman manis. Ulangi
lagi bila gejala belum reda.

Bila sudah tidak sadar, berikan glukosa steril intravena (hingga 50 mL dari
cairan 50%). Bila sulit untuk dilakukan dalam praktek dokter gigi, langkah
berikutnya adalah tindakan gawat darurat untuk mendapatkan akses ke vena.

Bila glukosa steril tidak tersedia, berikan glukagon subkutan (1 mg),


kemudian berikan gula melalui mulut selama masa penyembuhan.

Hypostop adalah gel mengandung glukosa yang dapat digunakan supaya


glukosa mudah diserap pada seluruh mukosa mulut untuk mencegah
turunnya kesadaran.6,7,11

BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien Nontjik binti M.Hasan 65 tahun dirawat di Bagian Penyakit Dalam
RSMH Palembang dengan Diabetes Miletus. Penderita dikonsulkan dari Bagian
Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari
gigi dan mulut.
5 tahun yang lalu penderita mencabut gigi geraham belakang kiri atas,
dikarenakan giginya goyang.
33

3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas. Sakit
gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak mengunyah makanan.
Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita jarang membersihkan mulut dan
giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi
2 tahun penderita mengeluh gigi depan seperti busuk, busuk tidak terlalu
banyak. Gigi seri tidak nyeri. Gigi geraham belakang penderita sudah tidak nyeri lagi.
Penderita tidak berobat ke rumah sakit.
1 tahun penderita mengeluh gigi seri depan busuk semakin parah, busuk
hampir terjadi pada keseluruhan bagian gigi seri depan . Pasien berobat dan dirawat di
RSMH dengan diagnosis Diabettes Miletus
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak
kompos mentis, Nadi 88 x/m, pernafasan 20x/m, suhu 36,60C dan TD 120/80 mmHg.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan adanya kelainan pada kepala, wajah,
bibir, maupun kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan
kalkulus,xerostomia dan lidah kotor. Pada status lokalis ditemukan adanya Nekrosis
Pulpa: 1.1, karies dentin: 2.7, missing Teet: 1.6, 2.4, 2.6, 3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro exsodentia pada gigi
nekrosis, Pro Konservatif pada Karies dentin, Pro Scalling pada gigi yang mengalami
Kalkulus. Protesa pada gigi yang lepas. Edukasi juga diberikan kepada pasiendalam
pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis seperti permen,
dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar
minimal dua kali sehari.
Pada pasien didapatkan manifestasi oral berupa xerostomia, lidah kotor suspec
candidiasis, nekrosis pulpa, karies dentin, kalkulus dan missing teeth.
Manifestasi oral erat kaitannya dengan penyakit sistemik, pada pasien penyakit sistemik
yang diderita adalah Diabetes Mellitus sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa
kemungkinan penyebab terbentuknya xerostomia adalah penyempitan pada saluran
kelenjar liur selain itu gangguan pada DM berupa poliuria juga menyebabkan cairan
dalam tubuh berkurang sehingga berakibat produksi saliva berkurang , lidah kotor
suspec candidiasis adalah penderita dengan diabetes rentan terhadap infeksi sehingga
dalam pengobatan sering diberikan antibiotik sehingga menyebabkan keseimbangan
kuman pada mulut terganggu serta perkembangan jamjr pada mulut menjadi tidak

34

terkontrol, nekrosis pulpa dan karies dentin pada pasien adalah hubungan antar gigisubstrat- kuman- waktu, pada penderita DM produksi saliva menurun, sehingga
makanan gampang melekat pada gigi, jika makanan yang dikonsumsi mengandung
karbohidrat tidak langsung dibersihkan meyebabkan keasaman pada mulut menurun
sehingga menyebabkan kuman semakin mudah membentuk karies pada gigi. Selain itu
penyebab dari karies dan nekrosis bisa disebkan oleh aliran darah penderitan DM yang
banyak mengandung glukosa yang berperan sebagian substrat kariogenik. Selain itu
keadaan nekrosis dan karies penderita semakin diperburuk dengan kebiasan oral
hiegenitas penderita yang buruk, yang semakin mempercepat kerja kuman membentuk
karies pada gigi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Yuwono, P. 2013. Perancangan video animasi 3D edukatif Morfologi Gigi
Permanen
2. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection.
Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
3. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
4. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford University
Press Inc: United States.

35

5. Murrsy JJ. The Prevention Of Dental Disease. 2 nded. New York, Oxford
University Press; 1989: 441-7
6. Rock WP, Andlaw RJ, A Manual Of Paedodontics.2nded. United State of america,
Churchill Livingstone Inc; 1999: 123,131
7. Salzmann JA. Orthodontics: Practice and Technics. Philadelphia, WB Saunders
Co; 2000: 30-3
8. Veronika

W, Gross

JC.

Malposition,

Malocclusion

of

Teeth

Buds.

http://hoag.myelectronicmd.com/screening/partners_3.shtml.
9. Gangren radiks.www.medicastore.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.
10. Karies gigi.http//medicascore.com. [Diakses 15 Agustus 2015]
11. Tooth

Eruption.http://www.adandental.com.au/tooth_eruption_dates.htm

[diakses 15 Agustus 2015]

36

Anda mungkin juga menyukai