REKAM MEDIK
1.1
1.2
Identifikasi Pasien
Nama
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Kebangsaan
: Indonesia
No RM
: 905027
Anamnesis Utama :
Penderita dikonsulkan dari Bagian Penyakit Dalam RSMH untuk
dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari gigi dan mulut
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
5 tahun yang lalu penderita mengeluh gigi geraham belakang lepas,
trauma sebelum lepas (-).
3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas.
Sakit gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak
mengunyah makanan. Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita
jarang membersihkan mulut dan giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi
2 tahun penderita mengeluh gigi depan seperti busuk, busuk tidak terlalu
banyak. Gigi seri tidak nyeri. Gigi geraham belakang penderita sudah tidak
nyeri lagi. Penderita tidak berobat ke rumah sakit.
1 tahun penderita mengeluh gigi seri depan busuk semakin parah, busuk
hampir terjadi pada keseluruhan bagian gigi seri depan . Pasien berobat dan
dirawat di RSMH dengan diagnosis Diabettes Miletus
b. Keluhan Tambahan :
-
Gigi berlubang
Gigi hilang
Ad
Disangkal
a
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy
d.
Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1. Konsultasi: dari teman sejawat untuk fokal gigi
2. Keadaan Umum Pasien : Compos Mentis
3. Berat Badan : 50 kg
4. Tinggi Badan : 155 cm
5. Vital Sign
-
RR : 20x/menit
T : 36,60C
TD =120/80 mmHg
Wajah
: Simetris
Bibir
: Simetris
KGB submandibula
TMJ
Mukosa bukal
Mukosa labial
: stomatitis (-)
Palatum
: torus (-)
Lidah
Dasar Mulut
Debris
: (+)
Plak
: tidak ada
Kalkulus
: ada ( generalisata )
Hubungan rahang
: ortonagti
Multiple diastem
: ada
Xerostomia
: (+)
d. Status Lokalis
Gigi
Lesi
Sondas
CE
Perkusi
Palpasi
Diagnosis/ ICD
Terapi
1.1
pro exodentia
1.6
Missing teeth
Protesa
2.4
Missing teeth
Protesa
2.6
Missing teeth
Protesa
D4
Td
Td
2.7
Td
Td
Karies
Pro
Konservatif
Pro
3.5
Missing teeth
3.7
Missing teeth
Protesa
4.5
Missing teeth
Protesa
4.6
Missing teeth
Protesa
4.7
Missing teeth
Protesa
*Td
Konservatif
: Tidak dilakukan
Lidah kotot
( susp.
Candidiasis oral )
Kalkulus
( Generalisata)
Karies ( 2.7 )
e. Temuan Masalah
a) Nekrosis Pulpa : 1.1
b) Karies dentin
: 2.7
c) Kalkulus
: Generalisata
d) Missing Teeth
e) Lidah kotor
: (+)
f. Perencanaan Terapi
a. Nekrosis Pulpa : proexodentia
b. Karies dentin
: Pro Konservatif.
c. Kalkulus
: Pro Scalling.
5
d. Missing teeth
: Protesa
e. Lidah kotor
: swab candida
g. Prognosis
a. Quo ad Vitam
b. Quo ad fungsionam
: Dubia.ad malam
: Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karies Gigi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi
adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponenkomponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.1 Dengan perkataan lain, dimana
prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga
membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses
penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya
interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu.2
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi
hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai
timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada
permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera
dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa
yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya
gigi tersebut bisa mati.3,4
Klasifikasi
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokkan
menjadi:
a. Karies pada email
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal
dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
b. Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa
makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
c.
D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi
Etiologi
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak
faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang
kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor
tersebut digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih (Gambar 1). Untuk
terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.
10
11
12
demineralisasi
email,
tidak
semua
karbohidrat
sama
derajat
13
Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami.
Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah.
Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan
mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal
sehingga menyebabkan rasa sakit.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih
mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus
ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang
mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk
asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi
5. Asam (H+) dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan
kristal-kristal hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email,
proses ini disebut sub surface decalsifikasi.6,7
White spot
(lesi subsurface/lesi insipien/lesi putih)
Karies email
Karies dentin
Abses
14
15
Gambar 5. Pulpitis
2. Ulkus Traumatik
Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan
kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi
akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara
klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval bentuknya.
Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang perlahan-lahan
warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus biasanya
berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulkus akan sembuh dalam
waktu 2 minggu.
16
3. Fistula
Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah sekitar
akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan
jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan pertahanan tubuh
akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara
mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat, daerah yang
terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui
saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan
nanah.
Gambar 7. Fistula
4. Abses
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa
yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah
jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi
proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan
anatomi jaringan yang terlibat.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi bakteri
campuran.
Bakteri
yang
berperan
dalam
proses
pembentukan
abses
yaitu
Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa akut
maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis
pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah
menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu
bahan yang lunak atau cair. 8,11
18
Tindakan
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan
dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati
dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang
pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan
gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi
yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah
masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai
bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan
tambalan yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca,
emas tuang, porselen. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak
digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar.
Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih
mahal tetapi lebih kuat dan bias digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran
damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati warna
gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari pada perak
amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk
mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi.
Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada
orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer
juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang
berlebihan.3,10
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar
dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut.
Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan
19
dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan
pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat
pencabutan dilakukan.
2.2. Fokal Infeksi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup
lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal
dari infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian
gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi,
skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau
toksin yang dapat berasal dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.6,7
Pada mulut terdapat beberapa keadaan yang bisa menjadi fokal infeksi pada tubuh
misalnya pada plak, abses, kalkulus, nekrosis pulpa, pulpitis, periodonitis, dan karies.
Sedangkan menurut W.D Miller (1890), bahwa seluruh bagian dari sistem tubuh yang
utama telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian
pulpa dan periodontal.
Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus
(termasuk sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler,
mediastinum, paru-paru dan mata.
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui
aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus
gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.
20
21
KGB regional
Gingiva bawah
Submaksila
Submaksila, submental,
servikal profunda
Submaksila
Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial
22
Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang
berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang
disekresikan dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain
infeksi antrum. Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan
angina Ludwig dapat disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar
molar ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga dapat
disebabkan oleh infeksi gigi. Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan
infeksi dari abses alveolar dan pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada
molar rahang bawah melalui infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang
menyebabkan
osteomyelitis
dan
harus
menjadi
bahan
pertimbangan
ketika
23
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak
terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian
membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal,
atau infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan
menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi
menyebabkan abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut
dapat ikut terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses
retromolar atau peritonsilar.
c) Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena
adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi
dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi dari
Burman:
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
Regio submandibula
Ruang (space) sublingual
Ruang submaksila
Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh
fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar
sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio
infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering
melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan
tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik dapat
menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi limfogenik dari
fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan abses dan
septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering menimbulkan infeksi lokal di tempat
yang jauh. 5,11
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas
dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes
mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun
pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia dapat disebabkan oleh
aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang lanjut. Juga telah
ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket
periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral,
selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic
load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB
tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui limfe,
KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya material
septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan ulserasi.
salivarius. Pada saat gigi pertama tumuh, yaitu pada saat bayi berusia 6 bulan,
komunitas bakteri berubah menjadi predominan S.sanguis dan S.mutans dan pada saat
gigi selesai tumbuh terdapat komunitas heterogen antara bakteri aerobik dan anaerobik.
Diperkirakan terdapat 700 spesies bakteri yang berkolonisasi di mulut dimana 400 dari
spesies tersebut dapat ditemukan pada area subgingival.
Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial dan campuran. Infeksi
tersebut merupakan hasil dari perubahan bakteri, hubungan antar bakteri dengan
morfotipe yang berbeda dan peningkatan jenis bakteri. Perubahan bakteri yang terjadi
berupa perubahan yang pada awalnya predominan gram positif, fakultatif dan
sakarolitik menjadi predominan gram negatif, anaerobik dan proteolitik.5,6,10
Patogenesis Fokus Infeksi
Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang terganggu, akan
menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan mikroflora akibat
penggunaan antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri
lainnya yang potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan
imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol (uremia, alkoholisme,
malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif(leukimia, limfoma, tumor ganas), dan
penggunaan obat-obat immunosupresif misalnya pada pasien yang menjalani
kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan mudah terjadinya infeksi
odontogenik.2,3
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis.
Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan
invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga
nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya
menyebar ke os maksila atau mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini
dapat menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit
wajah.
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,
fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat
26
terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel
mengalami demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan
pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri
berkembang, terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi
rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan
invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi
periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari
0.1 mm2. Jika respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan
menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun
jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka
akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan
melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri
dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri
subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen
yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang
secara kronis dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat
berasal dari eksaserbasi periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi
invasi bakteri(fusion dari akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena
impaksi dari kalkulus pada epitel periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses
akan membentuk fistula dan menjadi kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik
ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus dari abses periodontal rekuren adalah
perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama erupsi. 9,10
28
Koma hipoglikemik
Koma diabetikum
Bila pemeliharaan kesehatan mulut kurang baik, maka penyakit periodontal akan
meningkat
Sialadenitis
Kerusakan jaringan periodontal yang berjalan dengan cepat dapat terjadi akibat
diabetes mellitus berat yang tidak dirawat, tapi kini kondisi seperti ini sudah
semakin jarang ditemukan. Namun demikian, bahkan pada anak-anak penderita
diabetes mellitus yang dirawat sekalipun kesehatan jaringan periodontalnya
lebih buruk bila dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Menyempitnya
saluran kelenjar liur pada penderita diabetes mellitus menyebabkan xerostomia,
sehingga pasien ini memiliki tingkat DMFT yang lebih tinggi walaupun sudah
menggunakan diet bebas gula, serta lebih banyak kehilangan gigi yang terjadi
bila dibandingkan kondisi normal.
29
Hal lain yang perlu dipertimbangkan selain adanya keluhan mulut terasa seperti
terbakar, adalah kemungkinan terjadi interaksi antara obat hipoglikemik dengan
obat yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi, seperti golongan salisilat,
anti inflamasi non steroid (AINS), barbiturat, juga antikoagulan.
Dalam hal penderita diabetes mellitus, seorang dokter gigi dapat berperan dengan cara:
-
30
Seorang penderita dapat diduga mengidap diabetes mellitus apabila ditemukan dua dari
tiga gejala di bawah ini (Little dkk, 2008):
-
Bila hasil pemeriksaan berulang berada di atas nilai normal, maka berarti pasien
menderita diabetes mellitus.
Seseorang dianggap memiliki risiko tinggi untuk menderita diabetes mellitus apabila:
-
Terlalu gemuk
Hipertensi
Dalam riwayat kehamilan ditemukan berat badan bayi lahir > 4kg
31
Retinopati
Nefropati
Neuropati
Penyakit makrovaskular
Prinsip perawatan gigi dan mulut pada penderita diabetes mellitus (Cawson dan Odell,
2008):
-
Gejala hipoglikemia akut yang ditemukan: pingsan, tetapi respon pasien sedikit
sekali saat dibaringkan datar; ketidaksadaran tersebut akan bertambah dalam.
32
Penanganan hipoglikemia:
Bila sudah tidak sadar, berikan glukosa steril intravena (hingga 50 mL dari
cairan 50%). Bila sulit untuk dilakukan dalam praktek dokter gigi, langkah
berikutnya adalah tindakan gawat darurat untuk mendapatkan akses ke vena.
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien Nontjik binti M.Hasan 65 tahun dirawat di Bagian Penyakit Dalam
RSMH Palembang dengan Diabetes Miletus. Penderita dikonsulkan dari Bagian
Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari
gigi dan mulut.
5 tahun yang lalu penderita mencabut gigi geraham belakang kiri atas,
dikarenakan giginya goyang.
33
3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas. Sakit
gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak mengunyah makanan.
Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita jarang membersihkan mulut dan
giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi
2 tahun penderita mengeluh gigi depan seperti busuk, busuk tidak terlalu
banyak. Gigi seri tidak nyeri. Gigi geraham belakang penderita sudah tidak nyeri lagi.
Penderita tidak berobat ke rumah sakit.
1 tahun penderita mengeluh gigi seri depan busuk semakin parah, busuk
hampir terjadi pada keseluruhan bagian gigi seri depan . Pasien berobat dan dirawat di
RSMH dengan diagnosis Diabettes Miletus
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak
kompos mentis, Nadi 88 x/m, pernafasan 20x/m, suhu 36,60C dan TD 120/80 mmHg.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan adanya kelainan pada kepala, wajah,
bibir, maupun kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan
kalkulus,xerostomia dan lidah kotor. Pada status lokalis ditemukan adanya Nekrosis
Pulpa: 1.1, karies dentin: 2.7, missing Teet: 1.6, 2.4, 2.6, 3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro exsodentia pada gigi
nekrosis, Pro Konservatif pada Karies dentin, Pro Scalling pada gigi yang mengalami
Kalkulus. Protesa pada gigi yang lepas. Edukasi juga diberikan kepada pasiendalam
pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis seperti permen,
dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar
minimal dua kali sehari.
Pada pasien didapatkan manifestasi oral berupa xerostomia, lidah kotor suspec
candidiasis, nekrosis pulpa, karies dentin, kalkulus dan missing teeth.
Manifestasi oral erat kaitannya dengan penyakit sistemik, pada pasien penyakit sistemik
yang diderita adalah Diabetes Mellitus sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa
kemungkinan penyebab terbentuknya xerostomia adalah penyempitan pada saluran
kelenjar liur selain itu gangguan pada DM berupa poliuria juga menyebabkan cairan
dalam tubuh berkurang sehingga berakibat produksi saliva berkurang , lidah kotor
suspec candidiasis adalah penderita dengan diabetes rentan terhadap infeksi sehingga
dalam pengobatan sering diberikan antibiotik sehingga menyebabkan keseimbangan
kuman pada mulut terganggu serta perkembangan jamjr pada mulut menjadi tidak
34
terkontrol, nekrosis pulpa dan karies dentin pada pasien adalah hubungan antar gigisubstrat- kuman- waktu, pada penderita DM produksi saliva menurun, sehingga
makanan gampang melekat pada gigi, jika makanan yang dikonsumsi mengandung
karbohidrat tidak langsung dibersihkan meyebabkan keasaman pada mulut menurun
sehingga menyebabkan kuman semakin mudah membentuk karies pada gigi. Selain itu
penyebab dari karies dan nekrosis bisa disebkan oleh aliran darah penderitan DM yang
banyak mengandung glukosa yang berperan sebagian substrat kariogenik. Selain itu
keadaan nekrosis dan karies penderita semakin diperburuk dengan kebiasan oral
hiegenitas penderita yang buruk, yang semakin mempercepat kerja kuman membentuk
karies pada gigi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yuwono, P. 2013. Perancangan video animasi 3D edukatif Morfologi Gigi
Permanen
2. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection.
Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
3. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
4. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford University
Press Inc: United States.
35
5. Murrsy JJ. The Prevention Of Dental Disease. 2 nded. New York, Oxford
University Press; 1989: 441-7
6. Rock WP, Andlaw RJ, A Manual Of Paedodontics.2nded. United State of america,
Churchill Livingstone Inc; 1999: 123,131
7. Salzmann JA. Orthodontics: Practice and Technics. Philadelphia, WB Saunders
Co; 2000: 30-3
8. Veronika
W, Gross
JC.
Malposition,
Malocclusion
of
Teeth
Buds.
http://hoag.myelectronicmd.com/screening/partners_3.shtml.
9. Gangren radiks.www.medicastore.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.
10. Karies gigi.http//medicascore.com. [Diakses 15 Agustus 2015]
11. Tooth
Eruption.http://www.adandental.com.au/tooth_eruption_dates.htm
36