Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. 1. Latar Belakang Masalah
Rongga toraks berisi organ-organ tubuh seperti jantung dengan pembuouh darah
serta paru-paru. Sehingga setiap trauma pada thoraks dapat mengenai organ-organ
tersebut dan merupakan keadaan yang dapat mengancam jiwa penderita. Pada trauma
yang hebat, yang tidak mendapat pertolongan segera, kematian akan segera menyusul
dan sebaliknya bila segera dapat dicapai pusat-pusat pengobatan yang lengkap dan
tanpa disertai kelainan organ-organ yang lain yang berarti, memuaskan. Trauma toraks
pada era sekarang menunjukan angka kenaikan yang cukup berarti,terutama
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, yang parallel dengan bertambahnya jumlah
kecelakaan.
Faktor lainnya seperti umur penduduk yang makin meningkat, sehingga jumlah
lansia meningkat yang pada umumnya lebih mudah mendapat trauma. Juga makin
banyaknya industri-industri berat dan meningkatnya angka kriminalis belakangan ini,
seperti luka tusuk, luka tembak, pembakaran-pembakaran, semuanya meningkatkan
jumlah penderita trauma torak.
Biasanya trauma torak merupakan sebagian daripada trauma multiple. Dalam hal
ini walaupun trauma ditempat lain lebih parah, pertolongan pertama harus ditujukan
pada trauma toraknya, sebab trauma torak sering menimbulkan gangguan
hemodinamik yang cepat dan mengakibatkan pengurangan sirkulasi serebral dan
hipovolemik syok, disamping itu terjadi hipoventilasi.
Pertolongan pertama setelah terjadinya trauma torak, ditujukan pada gangguan
sistem respirasi dan sistem sirkulasi.
Kegagalan sistem respirasi segera setelah trauma torak disebabkan oleh
obstruksi saluran napas bagian atas atau kegagalan pertukaran gas di alveolus, karena
trauma lansung pada paru-paru. Kegagalan-kegagalan ini disebabkan oleh kontusio,
1

kompresi paru-paru,karena hemotorak, pneumotorak atau atelektasi akibat bahanbahan sekresi termasuk darah. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan karena
kehilangan darah, tamponode jantung atau gagal jantung akibat rupture atau kontusi
jantung.

BAB II
STATUS MEDIK
LAPORAN KASUS

II.A Anamnesis
II.A.1 Identitas Pasien
Nama

: Tn. R

Umur

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan

: tamat SUPT

Pekerjaan

: Pelajar

II.A.2 Keluhan Utama


Sesak sejak kurang lebih empat jam yang lalu.

II.A.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak lebih kurang empat jam smrs, setelah
kecelakaan lalu lintas. Pasien dihantar oleh polisi dalam keadaan somnolen. Pada saat
kejadian, pasien memonceng motor. Mekanisme cedera tidak dapat di ketahui karena
tidak ada saksi kejadian. Pasien tidak dapat mengingat kejadian yang berlaku saat
kecelakaan.

II.A.4 Riwayat Penyakit Dahulu


3

Pasien

tidak

pernah

mengalami

trauma

sebelumnya

dan

menyangkal

mempunyai penyakit asma sebelumnya.

II.A.5 Riwayat Operasi


Pasien tidak mempunyai riwayat operasi.
II.B Pemeriksaan Fisik
II.B.1 Pimary Survey
A:

unclear dipasang goodle

B:

tampak sesak, pergerakan dinding dada kanan tertinggal, penggunaan

otot

bantu napas (-), RR 24x, diberikan di inhalasi dengan Nasal Kanul O2 2L/menit dan
dilakukan pemasangan WSD RR: 24x/mnt
C:

akral hangat CRT>2

D:

GCS 10

TD: 100/60

N: 120x/mnt

II.B.2. Keadaan Umum dan Kesadaran


Tampak sakit berat, Somnolen
II.B.3 Pemeriksaan Kepala & Leher
Kepala

:Vulnus laseratum 4 cm di dahi kanan atas, dasar tidak tampak tulang,


batas tepi luka ireguler

Mata

: Palpebra bengkak(+), hematom (+)

Hidung

: Sekret (-), darah(-), napas cuping hidung(+)

Telinga

: telinga kanan darah (+), kiri (-)

Mulut

: Vulnus laseratum 2cm dengan tepi irregular di samping bibir kiri atas.

JVP

: 5 - 0 cmH2O

II.B.4 Pemeriksaan Thoraks


4

Pulmo
Inspeksi Depan : Tidak terlihat jejas, pergerakan dinding dada tidak simetris,
dinding kanan tertinggal, bantuan M. intercostalis (-), retraksi sela
iga (-).
Palpasi

: Emfisema subkutis pada hemitoraks kanan, vokal


fremitus teraba lemah pada dada kanan.

Perkusi

: redup pada Hemitoraks kanan

Auskultasi

: Suara napas vesicular

/+ , ronkhi -/-, wheezing -/-

Cor
Inspeksi : Iktus kordis teraba di ICS V, lnea midklavikula sinistra.
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V, linea midklavikula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
II.B.5 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terlihati jejas.
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi :Timpani, defans muscular (-), pekak hati (+)
Auskultasi :Bising usus (+) normal
II.B.6 Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan
Atas

Kanan
Akral hangat
Clubbing finger (-)

Kiri
Akral hangat
Clubbing finger (-)
Edema (-)

Edema (-)

Bawah

Akral hangat

Akral hangat

Clubbing finger (-)

Clubbing finger (-)

Edema (-)

Edema (-)

Jejas (-)
5

II.C Pemeriksaan Penunjang


II.C.1. Pemeriksaan laboratorium 14 Agustus 2011 (12.33)
Pemeriksaan

Hasil

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin darah
GDS
Natrium
Kalium
Klorida
GAS DARAH
pH
PCO2
PO2
BP
HCO3
O2 saturasi
BE
Total CO2

10,0 gr/dl
31%
26,8 rb/ul
349 rb/ul
3,53 jt/ul
234 U/l
126 U/l
24 mg/dl
1,0 mg/dl
150 mg/dl
145
3,92
104
7,135
31,8 mmHg
187,1 mmHg
754,0 mmHg
15,8 mmol/L
99,2%
-9,0 mmol/L
16,8 mmol/L

Nilai rujukan

Interpretas

13,2 17,3 gr/dl


33 - 45 %
5 10 rb/ul
150 440 rb/ul
4,40 5,90 jt/ul
0 34 U/l
0 40 U/l
20 40 mg/dl
0,6 1,5 mg/dl
70 - 140 mg/dl
135-147 mmol/l
3,10-5,10 mmol/l
95-108 mmol/l

i
Menurun
Menurun
Meningkat
Normal
Menurun
Meningkat
Meningkat
Normal
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal

7,370-7,440
35,0-45,0mmHg
83,0-108,0mmHg
mmHg
21,0-28,0mmol/L
95,0-99,0%
-2,5-2,5mmol/L
19.0-24,0mmol/L

Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat
Menurun
Menurun

II.C.2.Pemeriksaan Rontgen 14 Agustus 2011

Cor tak membesar

Cor tak membesar

Pulmo : Tampak daerah avaskular di

Pulmo : Dibandingkan foto thoraks

hemitoraks dextra, paru dextra

yang sebelumnya gambaran paru

kolaps, perselubungan homogen di

kolaps kelihatan.

lapangan bawah hemitoraks sinistra.


Sinus dan diafragma dextra
berselubung

Sinus kostofrenikus kiri tumpul kanan


lancip.
Ujung WSD di ICS 7

Sinus dan diafragma sinistra baik


Tulang coatae tampak fraktur
midklavikula sinistra.
Kesan : hematoraks dekstra

II.D. Resume
Pasien datang dalam keadaan somnolen dengan keluhan sesak lebih kurang
empat jam smrs, setelah kecelakaan lalu lintas. Mekanisme cedera tidak diketahui.
Pasien tidak dapat mengingat kejadian yang berlaku saat kecelakaan. Kesadaran
pasien somnolen dengan GCS 10. Pada pemeriksaan fisik ditemukan palpebra
bengkak dan hematom. Telinga kanan terdapat darah. vulnus laseratum 2cm dengan
tepi irregular di samping bibir kiri atas. Terdapat napas cuping hidung. Pemeriksaan
dinding thoraks pergerakan dinding dada pada pernapasan tidak simetris, dinding dada
kanan tertinggal. Palpasi didapati emfisema subkutis pada hemitoraks kanan, vocal
fremitus melemah dada kanan. Perkusi redup di hemitoraks kanan. Auskultasi suara
napas vesicular melemah pada hemitoraks kanan. Pada pemeriksaan laboratorium
hemoglobin10,0 gr/dl, hematokrit 31%, leukosit 26,8rb/ul, eritrosit 3,53jt/ul, SGOT
234U/I, SGPT 126 U/I, GDS 150 mg/dl. Pada analisa gas darah pH 7,135, PCO2 31,8
mmHg, HCO3 15,8 mmol/L, BE -9,0 mmol/L, Total CO2 16,8 mmol/L menurun
manakala PO2 187,1 mmHg dan O2 saturasi 99,2% dapat disebabkan pemberian
oksigen, Pemeriksaan foto thoraks dextra tampak sudut kostofrenikus dextar tumpul.

II.E. Diagnosis
Hematothoraks dextra ec trauma thorax tumpul.

II.F. Diagnosis Banding


II.G. Penatalaksanaan
-

Post WSD : pemasangan di ICS 6 axilaris anterior.


Initial 100 CC hemoragik, Undulasi (+), Initial buble (-), Expiratory
bubble (-)
8

O2 8L/m

NaCl + tramadol 100mg+ citicholin 500mg+ neurobion 500mg dalam 8 jam 20


tetes per menit

AB ceftriaxon 2x2 gr

Manitol 4x125 cc

Fenitoin 2x1 amp

Vit K 3x1 amp

Piracetam 3x3gr

Ranitidin 2x1 amp

Periksa laboratorium lengkap

Sedia PRC 750cc

II.H. Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : bonam
II.I. Laporan Pemasangan WSD
1. Pasien posisi setengah duduk
2. A dan Antisepsis lapangan operasi dan sekitarnya
3. Anastesi infiltrasi pada ICS 6 line axilaris anterior
4.Incisi menembus kutis, subkutis, fasia, otot dan menembus pleura
5.Insersi urogade, initial darah 100 cc, Initial bubble (-), expiratory bubble (-)
undulasi (+)
6. Selang urogarde difiksasi dengan silk 2.0
7.Operasi selesai
Instruksi Pemasangan WSD
-

Awasi TNSP

Observasi produksi WSD 5 cc/KBbb/jam dalam 3 jam berturut-turut

Chest Fisioterapi
9

IVFD 2 line RL

AB ceftriaxon 2x1 gr

Transamin 3x1g

Tramadol 2x1 amp

Vit K 3x1 amp

Vit C 2x 1 amp

Periksa laboratorium lengkap tiap 6 jam

Sedia PRC 750cc

10

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien dating ke IGD dengan keluhan sesak selepas kecelakaan lalu lintas
empat jam yang lalu. Kesadaran pasien somnolen dengan GCS 10. Diketahui pasien
pengendara motor, tetapi mekanisme cedera tidak diketahui karena pasien tidak
mengingat kejadian kecelakaan tersebut. Daripada keluhan sesak dan riwayat
kecelakaan lalu lintas, sesuai dengan hematoraks.
Pada pemeriksaan fisik didapati pasien dengan pernapasan cuping hidung.
Pergerakan dinding dada kanan pada pernapasan tertinggal. Ini disebabkan pada
trauma tumpul dada menyebabkan darah terakumulasi di rongga pleura. Darah yang
terakumulasi di rongga pleura akan menghambat paru-paru daripada mengembang
yang menyebabkan dada tidak simetris pada pergerakan dinding dada kanan.
Pengembangan paru-paru yang terhambat menganggu respirasi,menyebabkan pasien
sesak. Apabila darah terakumulasi di rongga pleura semakin banyak akan
menyebabkan sesak memberat. Vokal fremitus teraba lemah. Pada perkusi didapati
redup pada hemitoraks kanan, ini disebabkan akumulasi darah di rongga pleura. Suara
napas vesikuler hemitoraks kanan juga melemah.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan penurunan hemoglobin, hematokrit dan
eritrosit. Ini disebabkan dari perdarahan yang berlansung terakumulasi di rongga
thoraks. Pada pemeriksaan analisa gas darah ph menurun menunjukan darah lebih
asam karena pasien sesak. PCO2, HCO3, BE dan total CO2 yang menurun dan PO2,
dan O2 saturasi yang meningkat disebabkan pasien diberi oksigen.
Pasien dilakukan pemasangan WSD dan didapati darah initial 100cc, initial
bubble (-), expiratory bubble (-) dan undulasi(+). Ini menunjukan pasien dengan
hemothoraks. Initial bubble (-) dan ekspiratory bubble (-) dapat menunjang
pneumotoraks (-).
11

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Dinding thoraks terdiri dari kulit, fascia, saraf, otot dan tulang. Kerangka dinding
thoraks terdiri dari vertebra thoracica dan diskus intervertebralis, costa dan cartilago
costalis, dan sternum. (L.M Keith. R.A Anne 2002)
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus bahu
lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. (L.M Keith. R.A
Anne 2002)

Gambar 1: Otot dinding anterior.


12

Gambar 2: Otot dinding anterior.

13

Gambar 3: topografi paru pandangan anterior.

Gambar 4: topografi paru pandangan posterior.


14

Gambar 5: Tulang-tulang membentuk dinding dada.

15

Gambar 6: Letak paru-paru pandangan anterior


Kavitas thoracis terbagi menjadi dua kompartemen lateral yang berisi pleura dan
paru-paru, dan satu kompartemen tengah yang disebut mediastinum. Paru-paru masing
masing di liputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang
disebut pleura yakni pleura parietalis yang melapisi dinding thorax, dan pleura visceralis
meliputi paru-paru. Paru-paru bersifat ringan, lunak, menyerupai sepon, kenyal dan
dapat mengisut sehingga sekitar sepertiga besarnya. Paru-paru kanan dan kiri terpisah
oleh jantung dan pembuluh darah besar dalam mediastinum. Mediastinum adalah
bagian tengah cavitas thoracis, yakni ruang antara kedua kantong pleura. Mediastinum
terbagi menjadi bagian kranial (mediastinum superius) dan bagian kaudal. Struktur
dalam mediastinum diliputi oleh jaringan ikat, pembuluh darah, kelenjar limfe dan
lemak. Elastisitas paru-paru dan pleura parietalis memungkinkan mediastinum
menyesuaikan diri kepada perubahan gerak dan volume dalam cavitas thoracis. (L.M
Keith. R.A Anne 2002)

16

Mediastinum terbagi menjadi bagian kranial (mediastinum superior) dan bagian


kaudal. Mediastinum bagian atas meluas kearah kaudal dari apertura thoracis superior
sampai pada bidang melalui angulus sterni dan tepi bawah vertebra T4. Mediastinum
bagian bawah meluas antara bagian itu dan diafragma, dibedakan atas sektor ventral
(mediastinum anterior), sektor tengah (mediastinum medius) dan sektor dorsal
(mediastinum posterior). Mediastinum medius terdapat jantung dan pembuluh darah
besar. (L.M Keith. R.A Anne 2002)
Perikardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung
dan pangkal pembuluh besar jantung. Perikardium ini yang tidak elastic, melindungi
jantung terhadap pengisian lebih. (L.M Keith. R.A Anne 2002)

17

B. Fisiologi pernapasan
Kantong pleura membagi paru-paru dari dinding thoraks dan struktur di
sekitarnya. Terdapat cairan intrapleural yang melubrikasi permukaan pleura sewaktu
pergerakan pada pernapasan. (Sherwood L.2007)

Gambar 7: Kantong pleura

18

Udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke tekanan rendah sesuai dengan
pressure gradient. Terdapat 3 tekanan yang penting untuk ventilasi, yaitu tekanan
atmosfera, tekanan intraalveolar dan tekanan intrapleural. Tekanan atmosfera
merupakan tekanan oleh udara di atmosfera dengan tekanan 760mmHg. Tekanan
intaalveolar adalah tekanan di dalam alveoli. Tekanan intrapleural adalah tekanan
dalam rongga pleural. Tekanan intrapleural kurang dari tekanan atmosfera yaitu sekitar
756mmHg. Oleh karena udara bergerak menurun tekanan gradient, tekanan
intraalveolar harus lebih rendah dari tekanan atmosfera sewaktu inspirasi. Pada
ekspirasi, tekanan intraalveolar harus lebih tinggi dari tekanan atmosfera supaya udara
dapat mengalir keluar dari paru-paru. (Sherwood L.2007)

Gambar 8; Tekanan penting dalam ventilasi

19

Gambar 9: perubahan volume dan tekanan sewaktu inspirasi dan ekspirasi.

Gambar 10: Pneumotoraks


20

Sebelum mulainya inspirasi, otot respiratori relaxasi, tidak ada aliran udara dan
tekanan intraalveolar adalah sama dengan tekanan atmosfera. Otot yang berfungsi
dalam inspirasi adalah diafragma dan muskulus interkostalis eksternus. Otot
berkontraksi akan mengembangkan cavitas thoracis. Apabila diafragma kontraksi, akan
menolak isi abdomen ke bawah luar. 75% dari perluasan cavitas thoracis adalah dari
kontraksi diafragma. Kontraksi muskulus interkostal eksterna akan mengangkat iga dan
sternum ke atas luar. Ini akan menyebabkan tekanan intraalveolar lebih rendah dari
tekanan atmosfera sehingga udara mengalir ke dalam alveoli. Inspirasi paksa dibantu
oleh otot-otot inspirasi tambahan yaitu muskulus sternocleidomastoideus dan muskulus
skaleneus yang akan mengelevasi sternum dan dua iga pertama untuk membesarkan
cavitas thoracic. Dengan ini, paru-paru dapat lebih mengembang. (Sherwood L.2007)
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi relaxasi. Diafragma kembali ke bentuk asal
dan iga-iga jatuh karena gravitasi apabila muskulus interkostalis eksternus relaxasi. Ini
menyebabkan rongga dada dan paru-paru kembali ke ukuran preinspirasi seterusnya
tekanan intraalveolar meningkat melebihi tekanan atmosfera. Udara mengalir dari
intraalveoli ke luar. Ekspirasi paksa dibantu oleh otot-otot abdomen yang akan
meningkatkan tekanan intraabdominal dan menolak diafragma. Otot-otot interkostalis
internus akan menarik iga ke bawah. Ini akan mengecilkan rongga dada. (Sherwood
L.2007)

21

Gambar 11: Otot-otot pernapasan

Gambar 12: Aktivitas otot sewaktu inspirasi dan ekspirasi


C. Trauma thoraks
22

Trauma thoraks, yang umumnya berupa trauma tumpul kebanyakan disebabkan


oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Cedera dada sering disertai cedera perut, kepala, dan ekstrimitas sehingga
merupakan cedera majemuk. Cedera dada yang memerlukan tindak darurat adalah
obstruksi jalan napas, hematoraks besar, tamponade jantung, pneumotoraks desak, flail
chest(dada gail), pneumotoraks terbuka dan kebocoran udara trakea-bronkus.
(Pusponegoro A. Kartono D. Hutagalung E. Sumardi R. Luthfia C)
Tindak darurat yang perlu dilakukan ialah pembebasan jalan napas (airway),
pemberian napas buatan dan ventilasi paru (breathing) dan pemantauan aktivitas
jantung serta peredaran darah(circulation). Tindakan darurat juga mencakup pungsi
rongga dada pada pneumotoraks desak, aspirasi hemotoraks masif dan aspirasi
perikard bila hematoperikard menyebabkan tamponade jantung. Antibiotic diberikan jika
ada luka tembus. (Pusponegoro A. Kartono D. Hutagalung E. Sumardi R. Luthfia C)
Pada trauma tembus toraks pungsi dapat untuk diagnostik dan terapeutik.
Diagnostik untuk mengetahui adanya darah dalam rongga toraks, untuk membuktikan
adanya tamponade dan untuk membuktikan adanya udara. Terapi untuk membebaskan
dari peninggian tekanan intrapleural yang progresif, mengeluarkan darah dan udara.
Pungsi hematotoraks di sela iga VII atau VIII di sisi terkena pada garis aksilaris
posterior sampai linea aksilaris anterior. (Pusponegoro A. Kartono D. Hutagalung E.
Sumardi R. Luthfia C)

C.I. Patah Tulang Iga


Patah tulang iga akan menimbulkan nyeri lokal yang berupa nyeri kompresi kirikanan atau muka-belakang dan nyeri pada gerak napas. Patah tulang iga dapat berupa
patah fraktur tunggal atau multiple. Jika multiple, bentuk dan gerak dada mungkin
memadai, mungkin pula tidak. Pada patah tulang iga multiple, dinding dada biasanya
tetap stabil. Akan tetapi, jika beberapa iga patah di dua tempat, suatu segmen dinding
dada akan terlepas dari kesatuannya. Patah tulang iga segmental ini menimbulkan
dada gail. Fraktur iga tunggal dan mejemuk dengan gerak dada yang masih memadai
23

dan teratur ditangani dengan analgesic atau anestetik. Nyeri harus dihilangkan untuk
menjamin adekuatnya pernapasan atau mencegah pneumonia akibat tidak
memadainya gerak napas dan terganggunya batuk akibat menahan nyeri. Jika
analgesik tidak menghilangkan nyeri, harus dilakukan anesthesia blok interkostal yang
meliputi segmen di kaudal dan kranial iga yang patah. Dada gail harus segera
diperbaiki untuk menghentikan gerak paradox yang sangat menganggu pernapasan.
Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus periosteum yang kuat dan otot.
Karena pendarahan tulang iga baik, penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya
cepat dan tanpa halangan. Penyulit patah iga ialah pneumonia, pneumothoraks, dan
hemotoraks. Pneumonia disebabkan oleh terganggunya gerak napas dan gerak batuk.
Penumothoraks dan hemototaks terjadi karena tusukan patahan tulang pada pleura
parietalis dan atau pleura viseralis. (Pusponegoro A. Kartono D. Hutagalung E. Sumardi
R. Luthfia C)

C.II. Pneumothoraks
Pneumothoraks terjadi karena ada hubungan terbuka antara rongga dada dan
dunia luar. Hubungan ini mungkin melalui lika di dinding dada yang menembus pleura
parietalis atau melalui luka di jalan napas yang sampai ke pleura viseralis. Jika luka
penyebab tetap terbuka, paru akan kolaps karena elastisnya jaringan paru dan karena
tak adanya tekanan negatif yang menyedotnya. Jika terjadi mekanisme katup pada luka
di dinding toraks atau luka di pleura viseralis, timbul pneumotoraks desak. Tekanan
dalam rongga pleura akan semakin tinggi karena penderita memaksa melakukan
insprasi kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi kemudian udara tidak dapat diekspresi
keluar. Inspirasi paksaan ini akan menambah tekanan sehingga semakin mendesak
mediastinum ke sisi yang sehat dan memperburuk keadaan umum karena pare yang
sehat tertekan. Oleh karena pembuluh vena besar terdorang atau terlipat, darah tidak
dapat kembali ke jantung. Pada pneumotoraks desak traumatic dapat terjadi emfisema.
Karena tingginya tekanan di rongga pleura, udara ditekan masuk ke jaringan lunak
melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan wajah membengkak seperti pada udem
hebat. Pada perabaan, terdapat krepitasi yang mungkin meluas ke jaringan subkutis
24

toraks. Pada trauma dada, luka dada harus ditutup dengan perban untuk menghentikan
kebocoran udara. Sebaiknya dipakai kasa besar steril yang diolesi vaselin steril.
Dengan pungsi dari rongga dada berupa tusukan sederhana dengan jarum di ruang
antar iga 2, penderita dapat diselamatan. Pneumotoraks desak harus segera dipungsi
untuk mengeluarkan udara sehingga mediastinum kembali ke tempatnya, kemudian
dipasang penyalir sekat air dekat puncak rongga dada. Untuk pungsi pneumothoraks
adalah di sela iga II garis midklavikularis sisi yang terkena. (Sjamsuhidajat, R & Wim de
Jong. 2011)

C.III. Hemotoraks
Pada hemotoraks, di dalam rongga dada, dapat terkumpul banyak darah tanpa
gejala yang menonjol. Kadang,gejala dan tanda anemia atau syok hipovolemik menjadi
keluhan dan gejala yang pertama muncul. Hemotoraks kecil, yaitu tampak sebagai
bayangan kurang dari 15% pada foto Roentgen, cukup diobservasi dan tidak
memerlukan tindakan khusus. Hemotoraks sedang, yaitu yang tampak sebagai
bayangan yang menutup 15%-35% pada foto Roentgen, ditangani dengan pungsi dan
transfusi darah. Pada pungsi, sedapat mungkin semua cairan dikeluarkan, jika ternyata
terjadi kambuhan, dipasang penyalir sekat air. Hemotoraks yang besar >35%, ditangani
dengan penyalir sekat air dan transfuse. Penyalir sekat air dipasang serendah mungkin
pada dasar rongga dada untuk mengosongkan rongga pleura dan memantau
perdarahan. Pungsi hematotoraks di sela iga VII atau VIII di sisi terkena pada garis
aksilaris posterior sampai linea aksilaris anterior. (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong.
2011)

C.IV. Tamponade Jantung

25

Tamponade jantung bila luka tembus di daerah mediastinum atau daerah jantung
harus dicurigai tamponade sampai dapat dibuktikan tidak ada tamponade sampai dapat
dibuktikan tidak ada tamponade. Beratnya tamponade tidak tergantung pada jumlah
darah yang ada, mungkin sedikit saja darah di dalam perikardium sudah dapat
menimbulkan tamponade. Gejala tamponade ditimbulkan karena penekanan darah
yang kembali ke atrium kanan dan kiri, oleh karena itu tidak tergantung pada jumlah di
pericardium. Keluhan dan gejala berupa trauma tajam di daerah pericardium, gelisah,
pucat, keringat dingin, pekak jantung melebar. Mungkin terdapat peninggian tekanan
vena jugularis dan bunyi jantung bisa melemah. Pungsi perikardium adalah disekitar
prosesus xiphoideus kiri, jarum ditusuk dengan membuat sudut 15 derajat, mengarah
titik tengah klavikula kiri. Bila dilakukan perikardiosentesis, keluar darah. Bila dicurigai
tamponade atau memang ada tamponade harus dilakukan torakotomi eksplorasi
segera. (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2011)

C.V. Emfisema Subkutan


Emfisema subkutan adalah udara di lemak subkutan dinamakan emfisema
subkutan. Udara dapat dari luar, dari paru menembus pleura viseralis dan parietalis
masuk ke subkutis atau udara dari paru ke mediastinum dan ke subkutis tanpa ada
kerusakan pleura. (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2011)

D. Hematoraks
26

D.1.Definisi
Hematoraks adalah akumulasi darah pada rongga pleura yang biasanya
disebabkan oleh cedera pada dinding dada. Hematoraks yang disebabkan nontrauma
adalah jarang dan harus dicari penyebabnya. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.2 Epidemiologi
Di US, pada trauma center, 2086 anak kurang dari 15 tahun di rawat inap karena
trauma tumpul atau trauma penetrasi. Daripada 2086 anak, 104(4.4%) didapati trauma
toraks. 15 pasien dari 104 didapati hemopneumotoraks (26.7% mortality rate, dan 14
didapati hemotoraks (57.1% mortality rate). Kebanyakan pasien ini terdapat trauma
berat ekstratoraks. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)
Pada series yang lain, anak dengan trauma tusuk toraks, morbidity rate adalah
8.51% (8 dari 94). Komplikasi meliputi atelektasis, hematoma intratorakal, infeksi luka,
pneumonia dan septikemia. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.3 Patofisiologi.
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh cedera toraks.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipovolemia(kehilangan darah), dan perubahan dalam tekanan
intratoraks. Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolic
disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan(syok). (American College of surgeons 2004),
Hematoraks terjadi apabila perdarahan ke rongga pleura apabila terjadi cedera
pada jaringan di dinding dada dan pleura atau struktur intratoracic. Hematoraks dapat
menyebabkan gangguan yang terutama pada hemodinamika dan respirasi. Pergerakan
respirasi yang normal akan terhambat oleh space-occupying efek oleh darah yang

27

terkumpul di rongga pleura. Ini akan menyebabkan gangguan pada ventilasi dan
oksigenasi. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)
Hemodinamika berubah tergantung pada jumlah pendarahan dan kecepatan
kehilangan darah. Kehilangan darah dapat menyebabkan gejala-gelaja syok yaitu
takikardi, takipnoe dan penurunan dari tekanan nadi. Tanda-tanda syok yang signifikan
dengan perfusi yang menurun pada kehilangan darah sebanyak 30% atau lebih. Darah
yang memenuhi rongga pleura mengambil ruang paru untuk respirasi. Darah yang
banyak memenuhi rongga pleura akan menyebabkan dispnoe dan takipnoe. (Mancini
M.C. Geibel J. 2008)
Pada hemotoraks yang tidak ada perbaikan selanjutnya akan menyebabkan
empiema dan fibrotorax. Empiema disebabkan komtaminasi bakteri. Jika tidak ditangani
akan menyebabkan bakteriemi dan syok septik. Fibritoraks disebabkan deposit fibrin
pada lapisan pleura parietal dan viseralis. Ini akan menyebabkan paru terfiksasi dan
tidak dapat mengembang sepenuhnya. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.4 Etiologi
Penyebab hematoraks dapat disebabkan oleh trauma dan nontrauma. Trauma
dapat disebabkan trauma tumpul dan trauma tusuk termasuk iatrogenik. Hematoraks
nontrauma atau spontan dapat disebabkan oleh neoplasia yang primer maupun
metastasis, tuberculosis dan sebagainya. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.5 Manifestasi klinis


Pada hematoraks yang disebabkan trauma, gejala tergantung pada jumlah dan
kecepatan perdarahan. Trauma tumpul pada dinding toraks jarang menyebabkan hanya
hemotoraks. Sering berkaitan dengan cedera di dinding dada atau pada paru. Sering
juga menyebabkan fraktur iga. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

28

Hematoraks masif biasanya berkaitan dengan trauma pada struktur vaskular.


Hemotoraks yang masif dapat menyebabkan syok hemoragik. Darah yang terkumpul
akan compress paru ipsilateral. Ini menyebabkan takipnoe. Pada perkusi didapati redup
pada hemitoraks yang terlibat. Suara napas boleh hilang atau melemah. Pada trauma
tusuk, hemotoraks terjadi akibat dari cedera pada pembuluh darah.. cedera pada
parenkim paru-paru juga sering pada kasus trauma tusuk. Pada hal ini, sering terjadi
hemotoraks dan pneumotoraks. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)
Hemotoraks non traumatik gejalanya tergantung pada penyakit dasarnya.
Perdarahan akut akibat hemotoraks sekunder dapat menyebabkan perubahan pada
hemodinamik dan simptom-simptom syok. Hemotoraks masif dapat disebabkan oleh
ruptur vaskular contohnya pada aneurisme aorta. Selain itu, perdarahan dapat
disebabkan oleh metastasis atau komplikasi akibat antikoagulan. Pada kasus seperti
ini, perdarahan ke rongga pleura adalah perlahan dan tidak merubah hemodinamik.
Tetapi apabila cairan di rongga pleura banyak, sesak merupakan keluhan utama.
(Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.6 Anamnesis
Daripada anamnesis boleh didapati pasien dengan riwayat trauma atau gejala
muncul spontan. Selain itu ditanyakan tentang mekanisma cedera.

D.7 Pemeriksaan fisik


Pada inspeksi dilihat apakah ada trauma. Pada inspeksi juga dapati pergerakan
dada pada pernapasan tidak simetris. Pada palpasi, vocal fremitus melemah. Pada
perkusi, redup dibagian yang di tempati cairan. Auskultasi dengan suara napas
vesikuler. Boleh didapati suara napas melemah. Pada pasien boleh didapati
pernapasan cuping hidung, retraksi sela iga, penggunaan otot-otot pernapasan
tambahan.

29

D.8Pemeriksaan penunjang
D.8.1.Foto Rontgen
Bila darah kurang dari 300cc maka darah terletak dibelakang diafragma
sehingga tak tampak pada foto. Bila darah lebih dari 300cc tampak permukaan cairan
pada foto rontgen di rongga pleura. Dan bila terdapat dalam jumlah besar juga akan
tampak pergeseran mediastinum kearah sehat. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.8. Diagnosis banding


Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura
visceral dan parietal. (Mancini M.C. Geibel J. 2008)

D.9. Komplikasi
Pada hematoraks terjadi pengendapan fibrin dari darah pada permukaan paruparu, diafragma dan dinding torak. Setelah seluruh cairah darah habis, masih
diperlukan waktu sampai pengendapan ini diresorbsi dan keadaan ini menghalangi
bebasnya gerakan dari dinding toraks dan diafragma. Kadang-kadang terjadi
pembekuan dari hemotorak terutama bila terdapat perdarahan lagi dalam hemotoraks
tadi dan ini menimbulkan kesukaran absorbs dan resorbsi, sehingga menetap sebagai
suatu massa fibrin.( Bhimji S)
Darah yang terakumulasi dapat menyebabkan kolapsnya paru-paru yang
menyenbabkan gagal napas. Darah yang terakumulasi dapat menyebabkan syok.
Selain itu dapat menyebabkan empiema.( Bhimji S)

30

D.10.Penatalaksanaan
Pengelolaan penderita terdiri dari:
a)
b)
c)
d)

Primary survey
Resusitasi fungsi vital
Secondary survey yang rinci
Perawatan definitive

Primary Survey
Primary survey pada penderita cedera toraks dimulai dengan airway.
A. Airway
Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara
pada hidung penderita, mulut dan dada serta dengan inspeksi pada daerah orofaring
untuk sumbatan airway oleh benda asing, dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot
interkostal dan supraklavikular. (American College of surgeons 2004),
Secara general, pasien yang sadar dan mempunyai suara yang normal tida
memerlukan evaluasi lebih lanjut atau perhatian pada airway. Pasien yang dengan
suara abnormal dan penurunan kesadaran memerlukan evaluasi airway lebih lanjut.
Inspeksi dengan laringoskopi dapat melihat apakah ada darah, muntah, lidah, benda
asing atau soft-tissue swelling yang menyebabkan sumbatan jalan napas. Pasien
dengan penurunan kesadaran adalah indikasi intubasi. Pilihan yang ada adalah
intubasi nasotracheal, orotracheal, krikotiroidotomi. (Brunicardi F.C.,Franciose RJ
2004).

B. Breathing

31

Setelah airway dipastikan bebas, harus memastikan bahawa oksigenasi dan


ventilasi adalah adekuat. Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian
breathing dan vena-vena leher. Pergerakan npernapasan dan kualitas pernapasan
dinilai dengan observasi, palpasi dan didengar. Gejala yang terpenting dari cedera
toraks adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola
pernapasan, terutama pernapasan yang dngan lambat memburuk. Sianosis adalah
gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma. Tetapi bila sianosis tidak ditemukan
bukan merupakan indikasi bahwa oksigen jaringan adekuat atau airway adekuat.
(Brunicardi F.C.,Franciose RJ 2004 dan American College of surgeons 2004)
Pada hemotoraks masif, terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks
dapat menyebabkan gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru-paru dan
menghambat ventilasi yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat akan
mempercepat timbulnya syok. (American College of surgeons 2004),

C. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Pada
penderita hipovolemia, denyut nadi a.radialis dan a.dorsalis pedis mungkin tidak teraba
oleh karena volume yang kecil. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan
sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperature.
Monitor jantung dan pulse oximeter harus dipasang pada penderita. Cedera toraks yang
akan mempengaruhi sirkulasi adalah hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah
dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam rongga pleura. Ini dapat disebabkan oleh
trauma tembus maupun trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena
leher dapat kolaps akibat adanya hipovolemia berat. (American College of surgeons
2004),
Terapi awal hemotoraks masif adalah dendan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infuse cairan
kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah chest tube
32

no 38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis midklavikularis lalu
dekompresi rongga pleura selengkapnya. (American College of surgeons 2004),
Pemasangan chest tube dapat digunakan untuk diagnostic dan terapi. Diagnostik
untuk menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam syok.
Terapi untuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Penyulit
pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi atau superinfeksi. (Pusponegoro A.
Kartono D. Hutagalung E. Sumardi R. Luthfia C)
Jika pada awalnya sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita tersebut
memerlukan torakotomi. Penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari
1500 ml, tetapi perdarahan tetap berlansung. Ini juga membutuhkan torakotomi.
Torakotomi bila didapatkan kehilangan darah terus-menerus sebanyak 200cc/jam dalam
waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi
darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan
resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada dan kehilangan
darah selanjutnya harus ditambahkan kedalam cairan pengganti yang akan diberikan.
(American College of surgeons 2004),

Secondary Survey
Setelah kondisi yang mengancam nyawa sudah tiada, dilakukan pemeriksaan
fisik dari kepala ke kaki untuk mencari cedera-cedera yang ada. Secondary survey
membutuhkan pemeriksaan fisik yang lebih dalam dan teliti. Pada pasien trauma
tumpul dada yang berat, dilakukan secepatnya foto rontgen dada anterior dan posterior.
Foto toraks tegak dibuat jika kondisi penderita memungkinkan,serta pemeriksaan
analisis gas darah, monitoring pulse oximeter dan elektrokardiogram. Pada foto dinilai
pengembangan paru, adanya cairan, ada tidaknya pelebaran mediastinum, pergeseran
dari garis tengah atau hilangnya gambaran detail anatomis mediastinum. (Brunicardi
F.C.,Franciose RJ 2004 dan American College of surgeons 2004)

33

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi pembuluh
darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau
cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidakmemerlukan
intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada. Selang dada tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah
di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya, Walaupun banyak factor yang berperan dalam memutuskan perlunya
indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang
keluar dari selang dada merupakan factor utama. Sebagai patokan bila darah yang
dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1500ml, atau bila darah yang
keluar lebih dari 200ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfuse
darah terus-menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangakan. (American College of
surgeons 2004),

E. .Kesimpulan

34

Trauma thoraks, yang umumnya berupa trauma tumpul kebanyakan disebabkan


oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Cedera dada sering disertai cedera perut, kepala, dan ekstrimitas sehingga
merupakan cedera majemuk. Cedera dada yang memerlukan tindak darurat adalah
obstruksi jalan napas, hematoraks besar, tamponade jantung, pneumotoraks desak, flail
chest(dada gail), pneumotoraks terbuka dan kebocoran udara trakea-bronkus.
Tindak darurat yang perlu dilakukan ialah pembebasan jalan napas (airway),
pemberian napas buatan dan ventilasi paru (breathing) dan pemantauan aktivitas
jantung serta peredaran darah(circulation). Tindakan darurat juga mencakup pungsi
rongga dada pada pneumotoraks desak, aspirasi hemotoraks masif dan aspirasi
perikard bila hematoperikard menyebabkan tamponade jantung. Antibiotic diberikan jika
ada luka tembus.

DAFTAR PUSTAKA
35

1. L.M Keith. R.A Anne(2002).Thorax. Anatomi Klinis Dasar. Williams and Wilkins.
1st edition. p 32-44.
2. Sherwood L.(2007). Human Physiology. 6th edition. Thomson Brooks. Chapter
13. The Respiratory System. P 451-462.
3. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. ed. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah.3 rd Edition.
Jakarta: EGC. hal. 502-511.
4. Pusponegoro A. Kartono D. Hutagalung E. Sumardi R. Luthfia C. Trauma
Toraks.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. ms 198-210
5. Mancini M.C. Geibel J. (2008). Hemothorax. Medscape Reference Drug, Disease
and Procedures. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/425518overview . Accessed on: 16 september 2011.
6. Bhimji S, (2010). Hemothorax. MedlinePlus. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000126.htm . Accessed on 25
September 2011.
7. American College of Surgeons(2004), Trauma Toraks. Advanced Trauma Life
Support. 7th edition. United States of America. Hal.111-125
8. Brunicardi F.C.,Franciose RJ(2004). Chapter 6. Trauma. Schwartzs Principle of
Surgery. 8th edition. McGraw-Hills.

36

Anda mungkin juga menyukai