Anda di halaman 1dari 12

A.

Identitas Pasien
Nama
: Tn. A
Usia
: 67 tahun
Alamat
: Cianjur
Pekerjaan
:Masuk RS
: 26 08 2014
B. Keluhan Utama
Nyeri seluruh perut sudah 3 hari.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sudah 3 hari. Nyeri
dirasakan pada perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan semkin memberat dan
meluas. BAB terakhir 3 hari yang lalu, nafsu makan menurun, mual, muntah. Perut
terasa kaku karena menahan rasa sakit. Pasien juga mengeluh demam sejak 3 hari
yang lalu
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama dikeluarga disangkal.
F. Riwayat Pengobatan
Belum pernah berobat sebelumnya
G. Riwayat Alergi
Tidak ada keluhan
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
:
- Nadi
: 72 x/menit
- Suhu
: 36,7 C
- Pernapasan
: 24 x/menit
- Tekanan darah
: 110/70 mmHg
I. Status Generalis
Kepala
:
Bentuk kepala normochepal
Rambut : Hitam, tidak rontok
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor,
Refleks cahaya +/+
Hidung: sekret -/Telinga : normotia, sekret (-)
Mulut : hiperemis (-), anemis (-), kering
1

Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid

Thorax

:
Inspeksi

: Bentuk dan pergerakan dada simetris, retraksi dada (+), ictus

cordis (-),.
Palpasi : ictus cordis teraba di intercosta V linea midclavicularis, vocal
fremitus sama dikedua lapang paru
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : bunyi janting I dan II reguler, murmur (-), gallop (-), pernapasan
vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Ektremitas
-

Superior
Inferior

: Akral dingin, RCT < 2 detik, edema (-). Sianosis (-),edema (-)
: Akral dingin, RCT < 2 detik, edema (-). Sianosis (-),edema (-)

J. Status Lokalis
Status lokalis et regio abdomen
Inspeksi
:
- Distensi abdomen (+),
- defans muscular (+)
Auskultasi
:
- bising usus menurun 2x/menit
Perkusi
:
- timpani diseluruh regio abdomen
Palpasi
:
- nyeri tekan diseluruh abdomen

K. Resume
2

Pasien datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan nyeri perut sudah 3 hari. Nyeri
dirasakan pada perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan semkin memberat dan
meluas. BAB terakhir 3 hari yang lalu, nafsu makan menurun, mual, muntah. Perut
terasa kaku karena menahan rasa sakit. Pasien juga mengeluh demam sejak 3 hari
yang lalu
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital : nadi 72x/menit, suhu 36,7C,
Pernapasan 24 x/menit, Tekanan darah 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan adanya distensi abdomen, defens muscular, nyeri tekan diseluruh regio
abdomen
;
L. Diagnosis Banding
- Peritonitis et causa appendisitis perforasi
- Peritonitis et causa perforasi gaster

M. Diagnosis Kerja post operatif


Peritonitis et causa acites perforasi gaster
N. Rencana Penatalaksanaan
Pembedahan : Laparatomi eksplorasi

Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus, riwayat
akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis
merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan baktericemia atau
sepsis. Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal disebut
peritonitis primer
B. Anatomi
Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Dinding perut mengandung struktur
muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang pada tulang belakang, di
sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding
perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang
terdiridari:
1.Kutis
2.Subkutis
4

-Fascia superfisial (fascia camper)


-Fascia profunda (fascia scarpa)
3.Otot dinding perut
a.Kelompok ventrolateral
- Tiga otot pipih : Musculus obliquus abdominis eksternus , Musculus
obliquusabdominis internus, Musculus transversus abdominis
- Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis
b.Kelompok posterior : musculus psoas major, musculus psoas minor,
musculusiliacus, musculus quadratus lumborum
4.Fascia tranversalis
5.Peritonium
Regio-regio abdomen dan organ-organnya:

Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas:


Hepar danVesica fellea
Epigastrium, regio yang berada di ulu hati
Gaster, Hepar, Colon transversum
Hypochondrium sinistra, regio yang berada di kiri atas:
5

Gaster, Hepar, Colon Transversum


Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah:
Colon ascendens
Umbilicalis, regio tengah:
Intestinum tenue, Colon transversum
Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis:
Intestinum tenue, Colon descendens
Inguinalis dextra, regio kanan bawah:
Caecum, Appendix vermiformis
Hypogastrium / Suprapubicum, regio di tengah bawah:
Appendix vermiformis, Intestinum tenue, Vesica urinaria
Inguinalis sinistra, regio kiri bawah: Intestinum tenue, Colon descendens, Colon
sigmoideum

Dinding abdomen dilapisi oleh peritoneum parietale yang merupakan membrana serosa
tipis yang terdiri atas selapis mesotel yang terletak pada jaringan ikat dan melanjutkan diri
ke bawah dengan peritoneum parietale yang melapisi rongga pelvis. Peritoneum dibagi
dua :
1) Peritoneum pars parietal, yang melapisi dinding internal abdominal serta mendapat
suplai neurovaskular dari regio dinding yang dilapisinya.
2) Peritoneum pars visceral, yang melapisi organ intraperitoneal dan mendapat suplai
neurovaskular dari organ yang ditutupinya.
Organ peritoneal adalah organ yang ditutupi oleh peritoneum pars visceral, diantaranya :
hati, spleen, gaster, duodenum pars bulbosa, jejunum, ileum, colon transversum, colon
sigmoid, rektum pars superior. Organ retroperitoneal terdiri dari ginjal, Kelenjar adrenal,
pankreas, sisa duodenum, colon ascenden dan descenden.
Gaster
Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pit / lekukan berukuran
mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel sel
epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah cardia
terdiri < 5 % kelenjar gaster mengandung mucus dan sel sel endokrin. Sebagian kelenjar
terbesar gaster ( 75% ) terletak di dalam mukosa oksintik mengandung sel sel leher
mukosa, parietal, chief, endokrin, dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung
mucus dan sel sel endokrin ( termasuk sel sel gastrin ) dan di dapati di daerah antrum.

Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher atau
isthmus atau kelenjar oksintik. Sel parietal yang tidak terangsang, punya sitoplasma
tubulovesikel dan kanalikuli interselular yang berisi mikrovili berukuran pendek sepanjang
permukaan apical / atas. Enzim H+, K+, ATPase didapati di daerah tubulovesikel. Bila sel
dirangsang, membran ini dan membran apical lainnya diubah menjadi jaringan padat dari
kanalikuli interseluler apical yang mengandung mikrovili ukuran panjang. Sekresi HCl
dari kanalikuli ke lumen lambung memerlukan energy besar berasal dari pemecahan H +,
K+, ATP oleh enzim H+, K+, ATPase , terjadi dari permukaan atas kanalikuli yang
dihasilkan 30 40 % jumlah total mitokondria.

C. Etiologi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi bakteri hematogen dari organ peritoneal atau
monomikrobial. Penyebab paling sering peritonitis primer adalah spontaneous
bacterial peritonitis akibat penyakit hepar kronis. Kira- kira 10-30% pasien
dengan sirosis hepatis dengan asictes akan berkembang menjadi peritonitis
bacterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder polimonobakterial. Sering terjadi pada appendicitis,
perforasi gaster, kolon akibat diverkulitis, volvulus.
3. Peritonitis tersier
Peritonitiss yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman dan akibat
tindakan operasi sebelumya.
Penyebab peritonitis
Esofagus
: Keganasan, Trauma,
Lambung
: Perforasi ulkus peptikum, Keganasan (mis.
Adenokarsinoma, limfoma, tumor stroma gastrointestinal, Trauma, Iatrogenik
Duodenum
: Perforasi Tukak Duodeni, Trauma (tumpul dan penetrasi),
Iatrogenik
Traktus bilier : Kolesistitis, Perforasi batu dari kandung empedu,
Keganasan, Kista duktus koledokus, Trauma, Iatrogenik
Pankreas
: Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu empedu),
Trauma, Iatrogenik
Kolon asendens: Iskemia kolon, Hernia inkarserata, Penyakit Crohn,
Keganasan, Divertikulum Meckel, Trauma
7

Kolon desendens dan apendiks: Iskemia kolon, Divertikulitis, Keganansan,


Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, appendicitis, trauma, iatrogenic.
Salping uterus dan ovarium: Pelvic inflammatory disease, keganasan,
trauma
D. Patofisiologi
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis),
rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,
sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita pita fibrosa, yang kelak dapat
mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Pada appendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh fekalit atau dengan
benda asing. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut semakin banyak, sehingga elastisitas
dinding apendiks mengalami peningkatan tekanan intra lumen dan menghambat aliran
limfe dan mengakibatkan edema, lalu menganggu aliran arteri sehinga terjadi infark
dinding apendiks diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga
menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis lokal atau difus.

E. Gejala
1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang selalu ada pada peritonitis. Nyeri biasanya
datang dengan onset tiba-tiba, hebat pada penderita dengan perforasi nyerinya
didapatkan pada seluruh bagian abdomen.
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, rasa seperti
terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri lebih terasa pada daerah
dimana terjadinya peradangan peritoneum. Menurunnya intesitas dan penyebaran
dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika
intesitasnya bertambah meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri
menandakan penyebaran dari peritonitis. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif
berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya
2. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang
menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum
3. Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita ditemukan gejala anoreksia, mual, muntah. Penderita diikuti badan
terasa demam dan mengigil hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh dapat
mencapai 38C sampai 40C
4. Facies hipocrates.
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates. Gejala ini termasuk
ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, dan muka tampak
pucat.Peritonitis dengan facies hiprocrates biasanya pda stadium pre terminal. Hal
ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut difleksikan dan respirasi
interkosta yang terbatas karena gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen.
5. Syok
Syok dapat terjadi oleh dua faktor. Yang pertama akibat perpindahan cairan
intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Yang kedua
disebabkan terjadinya sepsis generalisata

F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Ini merupakan tes yang paling sederhana dilakukan adalah hitung sel darah dan
urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih lebih dari 20.000/mm.
9

Pada perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke kiri dan dominasi oleh


polimononuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah
leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada peritonitis adalah dilakukan foto thoraks PA lateral
serta foto polos abdomen. Pada foto thoraks dapat menunjukkan gambaran proses
pengisian udar di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Pada
foto polos diafragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya
akibatnya adanya udara bebas dalam cavum peritoneum. Pada pemeriksaan foto
polos abdomen dijumpai asites, tanda tanda obstruksi usus berupa air-udara dan
kadang kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus halus dan kolon
menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus usus yang
melebar biasanya berdinding tebal
G. Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik
(apendiks, dan sebagainya) atau penyebab radang lainnya.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya
setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang
dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan
drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena
bakteremia akan berkembang selama operasi.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan
radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan
endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi
rongga peritoneum.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi
yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
10

ditujukan diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk


mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Towsend, M. Jr, dkk. Hernia at Sabiston textbook of Surgery. Elsivier. United State of
America. 2008
2. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger textbook of Surgery 9 th edition. Appelton-Century
Corp
3. Fauci et al. 2008, Horrisons Principal of Internal Medicine Volume 1, McGraw hill.
11

4. Brunicardi, F. Charles, dkk. Schwartzs Principles of Surgery Eight Edition.


5. Zinner M. Dkk. Abdominal Operations tenth editions. United States of America. 1997.

12

Anda mungkin juga menyukai