Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama tanaman merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi
pertanian. Dalam batas tertentu populasi hama dapat menyebabkan penurunan hasil yang
akhirnya dapat menimbulkan kerugian ekonomis bagi petani. Hama dapat menyerang pada
berbagai komoditas, baik itu komoditas pangan, hortikultura maupun perkebunan. Keberadaan
hama di suatu daerah sangat dipengaruhai oleh keadaan lingkungan sekitarnya seperti cuaca,
faktor geografis serta tindakan manusia, dominasi intensitas dan luas serangannya berbeda antara
daerah satu dengan daerah yang lain (Wagiman, 2003).
Pengertian hama berhubungan erat dengan kepentingan ekonomi manusia. Hama dapat
didefinisikan sebagai binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian
ekonomi karena menurunkan produksi tanaman baik kualitas maupun kuantitas. Sedangkan yang
tidak dikatakan sebagai hama, jika binatang tersebut tidak mengakibatkan kerugian secara
ekonomis. Dengan demikian tidak semua binatang dapat berstatus sebagai
hama(Harjaka dkk, 2005).
Hama menjadi masalah karena merusak tanaman dengan cara makan, berlindung, atau
bersarang tergantung spesiesnya. Salah satu faktor yang menentukan pentingnya suatu hama
adalah potensi atau kemampuan hama tersebut merusak tanaman. Salah satu cara merusak ialah
dengan mengambil pakan baik dalam bentuk padat maupun cair menggunakan alat mulutnya.
Tanda dan gejala serangan ini sangat penting dalam pekerjaan monitoring hama, karena tanda
serangan tiap jenis hama khas atau spesifik sehingga keadaan suatu hama pada suatu saat dapat
diketahui dengan pasti dan benar (Wagiman, 2003).
Salah
satu
binatang
yang
berperan
sebagai
hama
adalah
serangga. Kerusakan tanaman yang disebabkan olehserangga hama
dapat
mengakibatkan
penurunan mutu hasil, sebagai contoh kacang buncis yang diserang kumbang daun
(Henosipilachna signatipennis) (Marwoto, 2001). Untuk mengatasi kerusakan tanaman yang
dibudidayakan yang disebabkan oleh serangga hama maka perlu dilakukan pengendalian.
Sebelum melakukan pengendalian hama, terlebih dahulu kita mempelajari morfologi dan biologi
hama tersebut sehingga dalam melakukan pengendalian tepat pada sasaran ( Untung, 2001).
Selain menjadi hama adapun serangga yang berperang sebagai musuh alami. Dengan
demikian untuk mengetahui serangga yang peran sebagai hama dan serangga yang berperan
sebagai musuh alami maka perlu mempelajari tentang biologi dan morfologi serangga. Serangga
bisa bertahan hidup di daerah yang panas maupun daerah yang dingin. Dalam Setiap
proses perubahan bentuk serangga dari telur sampai dewasa, menjadi masalah bagi petani, karena
dalam perubahan bentuk (tipe alat mulut) yang menentukan status serangga tersebut. Serangga
ada yang menjadi hama pada stadia larva, tetapi pada stadia imago tidak bersatus sebagai hama,
Contohnya ngengat. Selain menjadi hama, serangga juga bisa menjadi musuh alami , contohnya
lalat puruh, pada stadia larva menjadi musuh alami untuk mengendalikan kirinyu (Pracaya,
2007).

Faktor yang mempengaruhi ada tidaknya keberadaan suatu hama pada tanaman adalah
faktor ketahanan tanaman atau varietas tahan. Ada dua tipe ketahanan tanaman, yaitu ketahanan
kimiawi dan mekanik yang secara simultan dan terkoodinir dengan baik melaksanakan
fungsinya. Pertahanan kimiawi dilakukan tumbuhan misalnya dengan mengeluarkan senyawa
metabolit sekunder beracun yang tidak disukai oleh hama (Samsudin, 2008).Pertahanan
mekanik oleh tumbuhan dilakukan dengan cara memperkuat bagian luar yang tidak disukai
atau yangmenyulitkan serangga untuk makan, misalnya trikoma, duri-duri, atau cairan lengket
pada permukaan tubuh, atau produksi resin, lignin atau silika yang memperkuat permukaan
tumbuhan (Pedigo, 2002).
Di zaman ketika penduduk dunia, termasuk Indonesia, berkembang dengan sangat cepat,
maka prospek varietas tanaman yang tahan terhadap gangguan hama menjadi sangat bagus. Pada
era modern ini, pengembangan varietas tanaman tahan hama sudah sedemikian canggih,
misalnya melalu teknik penyisipan gen yang melahirkantanaman transgenik. Salah satunya
pengembangan varietas kacang bunci yang direkayasa untuk memperbaiki peningkatan
produksi. Varietas unggul yang terdapat di kalangan petani dan beredar saat ini di pasaran
banyak jenisnya, namun tidak semua varietas tersebut memiliki karakteristik yang sesuai untuk
ditanam pada kondisi kisaran tertentu dan hanya sebahagian saja. contoh varietas unggul kacang
buncis yang ditanam pada kondisi kisaran tertentu yaitu varietas Superking dan
Widuri (Smith, 2005).
Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul inventarisasi hama penting dan musuh alami pada beberapa varietas tanamn kacang
buncis.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk :
A. Mengetahui spesies hama penting yang menyerang tanaman kacang buncis, pada 4 varietas kacang
buncis yang diuji dengan membandingkan tingkat populasi hama utama pada masing-masing
varietas kacang buncis dan melihat ketahanan dari tanaman kacang buncis yang diuji tersebut.
B. Mengetahui spesies musuh alami terhadap hama yang menyerang kacang buncis.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Manfaat identifikasi hama dan musuh alami
Setiap organisme memiliki nama tertentu untuk berbagai kepentingan, di antaranya
adalah untuk memudahkan dalam pencarian pustaka. Sistem pemberian

nama pada umumnya adalah nama ilmiah (Scientific name) dan nama umum (Common name),
namun dikenal juga adanya nama standar (Suputa, 2006).
Identifikasi merupakan proses pemberian nama pada individu atau sekelompok individu
setelah dilakukan pengklasifikasian. Penamaan spesies mengacu pada sistem pemberian nama
ilmiah yaitu penggabungan dua kata yang mencirikan sifat dari individu yang diberi nama.
Identifikasi dilakukan untuk menggolongkan suatu organisme pada status tertentu baik itu takson
ataupun status berdasarkan kerugian secara ekonomi. Melakukan identifikasi bertujuan untuk
mengetahui binatang yang berperan sebagai hama dan binatang yang berperan sebagai musuh
alami.Apabila dalam melakukan pengamatan menemukan suatu spesies, hal pertama yang
dilakukan adalah melakukan identifikasi (Putra, 2011).
Salah satu contoh binatang yang berperan sebagai hama atau musuh alami adalah
serangga. Berikut adalah cara untuk melakukan identifikasi serangga. Identifikasi serangga
secara umum dilakukan dengan melihat ukuran tubuh, bentuk kepala, bentuk abdomen, tipe
sayap dan tipe alat mulut serta biologinya. Sedangkan untuk identifikasi superfamili, famili dan
genus atau spesies, sudah harus memperhatikan ciri-ciri morfologi yang sangat spesifik, seperti
venasi pembuluh sayap, rumus tarsi, bentuk dan ruas (Suputa, 2006).
Selain itu untuk melakukan identifikasi hama berdasarkan gejala serangannya yakni
dengan memperhatikan tipe alat mulut menggigit dan mengunyah maka akan ditemukan bagian
tanaman yang hilang, apakah dimakan, digerek atau atau digorok, sedangkan kalau tipe alat
mulutnya menusuk dan mengisap maka pada bagian tanaman akan ditemukan bekas tusukan
stilet yang akan menyebabkan terjadinya perubahan warna atau perubahan bentuk pada bagian
tanaman yang diserangnya, dengan mencocokan gambar melalui buku kunci determinasi.
Sedangkan untuk musuh alami bisa melalui morfologi dan biologi dengan mencocokan dengan
buku kunci determinasi (Putra, 2011).
2.2 Konsep Hama Penting
Hama adalah oraganisme yang merusak tanaman yang dibudidaya dan menyebabkan
kerugian secara ekonomis. Organisme yang selalu ada atau selalu muncul pada musim tanaman
dan merusak tanaman tersebut dengan populasinya yang selalu tinggi sehingga menyababkan
kerugian secara ekonomis, maka organisme tersebut dikatakan sebagai hama penting. Salah satu
cara merusak ialah dengan mengambil pakan baik dalam bentuk padat maupun cair
menggunakan alat mulutnya. Tanda dan gejala serangan ini sangat penting dalam pekerjaan
monitoring hama, karena tanda serangan tiap jenis hama khas atau spesifik sehingga keadaan
suatu hama pada suatu saat dapat diketahui dengan pasti dan benar (Wagiman, 2003).
Contohnya pada tanaman buncis, salah satu hama pentingnya adalah kumbang daun
(henosepilachna segnatipnnis). Hama ini selalu ada pada tanaman kacang bunci setiap pada saat
tanam . Hama akan memakan daun dan bekas gigitannya tampak berlubag-lubang dan kadangkadang tinggal kerangka atau tulang-tulang daunnya saja sehingga mengakibatkan Tanaman
menjadi kerdil dan polong yang dihasilkan kecil-kecil (Marwoto, 2001).
Hama penting biasanya akan tinggal dan hidup pada tanaman inangnya dalam jangaka
waktu tertentu baik bersifat semantara maupun bersifat tetap. Ketikan tanaman inang tidak ada

(manusia senganja melakukan pergiliran tanaman), maka hama ini akan berpindah ketanaman
lain, yang familinya sama dengan tanaman inangnya (Untung, 2006).
2.3 Hama Penting pada Tanaman Kacang Buncis
a). Kumbang Daun (Henosepilachna signatipennis)
Bentuk tubuhnya oval, berwarna merah atau cokelat kekuning-kuningan, panjang antara 6
- 7 mm (gambar 1a). Betina bertelur pada permukaan daun bagian bawah sebanyak 20 - 50 butir.
Telur berwarna kuning, bentuknya oval, dan panjang 0,5 mm. Setelah 4 atau 5 hari larvanya akan
keluar dan dapat memakan daun-daun buncis. Pupa berbentuk segi empat dan bergerombol pada
daun, tangkai, atau batang. Setelah stadia larva adalah stadia dewasa (kumbang) yang sangat
rakus memakan daun-daunan, dan hidupnya dapat mencapai lebih dari 3 bulan. Tanaman
inangnya bukan hanya jenis kacang-kacangan saja, tetapi juga mentimun, padi, jagung, kubis,
dan tanaman lain dari famili Solanaceae (Cahyono, 2003).
Gejala serangan yang disebabakan oleh hama ini yaitu daun tampak berlubag-lubang dan
kadang-kadang tinggal kerangka atau tulang-tulang daunnya saja (gambar 1b). Akibatnya
Tanaman menjadi kerdil dan polong yang dihasilkan kecil-kecil (Marwoto, 2001).
A
B

Gambar 1: imago H. Signatipennis dan gejala kerusakan.


(a) imago kumbang daun (b) gejala kerusakan
(sumber Litbang Pertanian, 2010)
Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pestisida organik, (campuran
bawang putih, cabe rawit, jahe, jeruk, sambiloto), rotasi tanaman dengan tanaman yang bukan
inang, menggunakan peranggap dan penangkapan secara langsung. . (Cahyono, 2003)
b). Penggerek Polong (Etiella zinckenella)
Hama ini menyerang polong tanamn buncis pada stdia larva. larva muda berwarna hijau
pucat, sedangkanlarva dewasanya berwarna kemerah-merahan dan kepalanya berwarna hitam.
Tubuh berbentuk silindris dan pajang tubuhnya 1,5 cm (Gambar 2a). Ngengat berukuran kecil
kurang lebih 12 mm, sayap mukanya panjang dan berbentuk segitiga, sedangkan sayap
belakangnya lebar dan berbentuk bulat. Warna sayap putih seperti perak pada bagian tepinya
(Gambar 2b). Telur-telurnya sering ditempatkan pada bagian bawah kelopak buah. Warna ulat
hijau pucat kemudian berubah menjadi kemerah-merahan. Bentuk tubuhnya silindris dengan
ukuran panjang 15 mm dan kepalanya berwarna hitam. Waktu yang diperlukan dari telur sampai
berbentuk ngengat kurang lebih 40 hari. Selain menyerang buncis, ulat ini juga merusak
tanaman kedelai dan kacang panjang (Marwoto, 2001).
Gejala kerusakan yang disebabkan larva E. zinckenella yaitu pada polong yang masih
muda terlihat keropos,Polong kacang yang diserang ulat ini tampak diselubungi benang-benang

berwarna putih. Apabila selubung dibersihkan akan tampak ulat-ulat tersebut. Pada polong muda
yg terserang ulat ini, terdapat lubang-lubang kecil dan rusak. Jika terjadi pada polong yg sudah
tua, polong tersebut tampak bercak-bercak hitam. dan biasanya biji kacang buncis juga akan
rusak (Gambar 2c). Akan tetapi, kerusakan ini tidak sampai mematikan tanaman (Cahyono,
2003).
B

a
Gambar 2 : morfologi E. Zinckenella dan gejala kerusakan
(a) larva (b) imago (c) gejala kerusakan
(sumber Badan Penyuluhan Pertanian 2008)
Pengendalian terhadap hama ini antara lain; penyemprotan dengan pestisida organik
(yang dicampur dengan bawang putih, cabe rawit, daun/niji nimba, daun tomat, merica,
sambiloto). Waktu penyemprotan dilakukan segera setelah diketahui adanya serangan dan dapat
diulangi beberapa kali menurut keperluan (Marwoto, 2001).
c). Lalat Kacang (Agromyza phaseoli)
A. phaseoli termasuk dalam famili agromyzidae. Lalat betina mempunyai panjang tubuh
sekitar 2,2 mm, sedangkan yang jantan hanya 1,9 mm. Satu ekor lalat betina dapat memproduksi
telur sampai 95 butir. Lalat betina menususk permukaan atas atau bawah daun dengan alat
peletak telur (Ovipositor). Warna lalat hitam mengkilap, sedangkan antena dan tulang sayapnya
berwarna cokelat muda (Gambar 3c). Telur berwarna putih bening, berukuran 0,28 mm x 0,15
mm (Gambar 3a). Larva berwarna putih susu berukuran 2,5 mm (Gamabr 3b). Selain buncis,
hama ini juga menyerang kacang panjang, kedelai, dan kecang hijau (Tengkano, 2006).
Gejala awal dari serangan penggorok daun adalah berupa bintik berwarna putih dan
adanya liang gorokan larva (Gambar 3d). Liang gorokan akan semakin melebar karena semakin
tuanya instar. Hal ini disebabkan instar tua kebutuhan pakannya lebih banyak untuk persiapan
pada stadia pupa. Tanaman kacang yang terserang hama ini, daunnya tampak putih karena yang
tersisa hanya lapisan tipis bagian luar daun saja. Selanjutnya ulat masuk ke pangkal batang dan
merusak pembuluh pengangkutan yansg menyebabkan pangkal batang tumbuhnya membengkok
dan mengalami pembengkakan atau pecah. Apabila dipotong akan tampak kepompong di
dalamnya dan jalan larva berbentuk spiral. Gejala lebih lanjut, tanaman tampak layu, menguning
dan akhirnya mati. Hal ini menyebabkan tanaman sudah tidak mampu lagi menyerap air
dan unsur hara karena berkas pembuluh pengangkutannya sudah rusak. Jika kerusakan tidak
parah, tanaman menjadi kerdil (Baliadi, 2009)
a
B

Gambar 3 : morfologi A. Phaseoli dan gejala kerusakan


(a) telur, (b) larva, (c) imago, (d) gejala kerusakan
(sumber Litbang Pertanian, 2010).
Pengendalian dilakukan sedini mungkin yaitu pada saat pengolahan tanah. Setelah bijibiji buncis ditanam sebaiknya lahan langsung diberi penutup dari jerami daun pisang.
Penanaman dilakukan secara serentak. Bila tanaman sudah terserang secara berat, maka segera
dicabut dan dibakar atau dipendam dalam tanah. Namun, apabila serangan masih kecil,
disarankan agar menggunakan pestisida organik (dengan campuran bawang putih, cabe rawit,
daun/biji nimba, daun tomat, merica, sambiloto). Penyemprotan dilakukan sebanyak 2-3 kali
sampai umur 20 hari,atau tergantung berat ringan serangan (Baliadi, 2009).
d). Kutu daun (Aphis gossypii)
A. gossypii merupakan serangga fitofag kosmopolitan yang dapat ditemukan di wilayah
tropis, subtropis dan temperata (Schirmer dkk, 2008). Kutu daun A. gossypi berwarna hijau tua
sampai hitam atau kuning cokelat (Gambar 4a). Kutu betina menjadi dewasa setelah 4 - 20 hari,
setelah itu dapat menghasilkan kutu muda sebanyak 20 - 140 ekor. Karena hama ini dapat
menghasilkan embun madu, maka sering dikerumuni semut. Kutu merusak bagian tanaman
dengan cara menghisap cairan tanaman. (Dreistadt, 2007).
A. gossypii biasanya bersembunyi di bawah permukaan daun dan pada pucuk daun. A.
gossypii dapat menusukkan bagian mulutnya kedaun atau batang yang masih muda, kemudian
mengisap nutrisi yang ada pada daun atau batang tumbuhan inang sehingga pertumbuhannya
terganggu. Pada kepadatan yang tinggi, A. gossypii dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan
layu. Kerusakan pada ujung tumbuhan dapat mengurangi jumlah bunga (Messing dkk, 2006). Gejala
serangan akan lebih jelas terlihat pada tanaman yang masih muda. Bila serangannya hebat, maka
pertumbuhannya menjadi kerdil dan batangnya memutar serta daun menjadi keriting dan kadang
berwarna kuning (Gambar 4b) (Mahr dkk, 2001)
A
b
Gambar 4 : Morfologi A. Gossypii dan gejala kerusaka
(a) imago, (b) gejala kerusakan
(sumber Roques, 2006)
Pengendalian dilakukan dengan konservasi musuh alaminya, seperti kumbang lembing,
lalat, dan jenis dari Coccinellidae. Penyemprotan dengan pestisida organik (yang dicampur
dengan bawang putih, cabe rawit, daun/niji nimba, daun tomat, merica, sambiloto). Waktu

penyemprotan dilakukan segera setelah diketahui adanya serangan dan dapat diulangi beberapa
kali menurut keperluan (Herlinda dkk, 2009).
e). Ulat penggulung daun (Lamprosema indicata)
Sesuai dengan namanya, ulat tinggal didalam gulungan daun. Gulungan daun mulai
dibentuk oleh ulat muda pada bagian pucuk, tempat telur diletakkan. Setelah tumbuh menjadi
lebih besar, ulat berpindah ke daun yang lebih tua. Gulungan daun dibentuk dengan cara
merekatkan daun satu dengan lainnya dari sisi dalam dengan semacam zat perekat yang
dikeluarkan oleh ulat yang bersangkutan. Bila gulungan daun dibuka, akan dijumpai ulat
berwarna hijau transparan yang bergerak cepat (Gambar 5a). Selama berdiam di dalam gulungan
daun, ulat memakan daun sehingga tampak hanya tulang daunnya saja yang tersisa (Gambar 5c).
Kepompong dibentuk di dalam gulungan daun tersebut. Imago berukuran kecil, dan
sayapnya berwarna coklat kekuningan dan bercak hitam (Gambar 5b).Larva L.
indicata menyerang tanaman buncis pada bagian daun yang dimulai dari tepi daun sempai
ketulang utama daun, sehingga daun yang terserang akan tampak berlubang-lubang. Ulat ini
biasanya tinggal didalam gulungan daun yang dilindunga oleh benang-benang sutra dan
kotorannya (Cahyono, 2003).
a
B
C
Gambar 5 : morfologi L. Indicata dan gejala kerusakan.
(a) larva, (b) imago, (c) gejala kerusakan.
(sumber Cahyono, 2003)
Pengendalian yang dilakukan yaitu Membuang dan membakar daun yang telah terserang,
penyemprotan pestisida oraganik (campuran bawang putih, cabe rawit, daun mimba, daun tomat,
merica,dan sambiloto). Penyemprotan dapat di ulang setiap 7 hari sampai tanaman terbebas dari
hama tersebut (Cahyono, 2003).

2.4. Musuh Alami


Di alam keberadaan organisme yang meliputi hama dan penyakit selalu diikuti oleh
musuh alaminya.Biasanya musuh alami mempertahankan hidupnya dengan cara memangsa,
memarasit, menyaingi OPT. Serangan OPT tidak akan menjadi masalah yang merugikan apabila
peran dan fungsi musuh alami dapat berjalan baik (Abadi, 2003). Namun ada kalanya di lahan
pertanian terdapat sedikit atau bahkan tidak ada musuh alami tertentu sehingga perlu dilakukan
penambahan atau peningkatan jumlah musuh alami. Peran musuh alami ini pun sering terganggu
atau terhambat oleh praktek praktek budidaya tanaman seperti penggunaan bahan kimia
sintetik. Mengingat fungsi dan peranannya yang penting tersebut maka musuh alami perlu
dikelola dengan baik dalam budidaya tanaman(Subyakto, 2000).
Musuh alami adalah organisme hidup yang memangsa atau menumpang dalam atau pada
hama dan dianggap sebagai musuh dari hama yang terdapat di alam. Musuh alami dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu predator,parasitoid, patogen. Predator merupakan organisme
pemakan organisme lain, setiap organisme pemakan hama. Pada umumnya ukuran lebih besar
dari pemangsanya. Predator menggunakan alat mulut untuk menggigit dan mengunyah

mangsanya, seperti mantidae, capung, dan kumbang buas. Lainnya seperti Hemiptera, larva
Neuroptera, lalat dan tungau tertentu, menggunakan alat mulut pencucuk dan pengisap untuk
mengkonsumsi cairan tubuh mangsa.Sebagian predator nampak gesit, pemburu yang rakus,
secara aktif mencari mangsa di tanah atau pada vegetasi, seperti dilakukan oleh kumbang buas,
serangga sayap jala (lacewing) dan tungau, atau menangkap mangsa ketika terbang seperti
dilakukan oleh capung (dragonfly) dan lalat perompak (robberfly). Kebanyakan spesies bersifat
predator pada stadia muda maupun dewasa, namun ada yang menjadi predator pada stadia larva
saja, sedangkan imago mengkonsumsi madu atau lainnya (Arifin, 2004).
Serangga yang hidup menumpang pada serangga lain dinamakan parasitoid. Parasitoid ini
dapat memarasit pada berbagai fase perkembangan serangga-serangga tertentu misalnya
kutudaun, pengorok daun, kutu perisai, kutu putih dan beberapa hama lainnya. Kelompok
serangga parasitoid secara umum kurang dikenal bila dibandingkan dengan predator karena
ukurannya sangat kecil (kurang dari 2 mm panjangnya) sehingga sulit untuk diamati.Meskipun
demikian, parasitoid juga mempunyai peranan penting dalam membantu melindungi
tanaman.Parasitoid meletakkan telur di dalam, pada atau di dekat serangga inang. Telur menetas
menjadi parasitoid muda yang memakan dan membunuh inangnya. Setelah siap menjadi
serangga dewasa, parasitoid kecil dari jenis tabuhan dan lalat segera keluar dari tubuh
inangnya (Subyakto, 2000).
Patogen merupakan organisme yang hidup dengan menyerapkan makanan dari makluk
hidup lain, pada umumnya terdiri atas organisme parasitik, baik serangga maupun
mikraba. contohnya adalah bakteri jamur, virus, ricketsia, protozoa dan nematode (Untung,
2001).
2.5 Mekanisme Varietas Tahan Terhadap Hama
Varietas unggul atau tanaman tahan memiliki kemampuan untuk tetap bereproduksi
meskipun tanaman tersebut terserang hama, namun kerusakan yang ditimbulkan dapat
meminimalisir karena kemampuan varietas tersebut untuk memperbaiki dan mengganti kerusakan
yang disebabkan oleh hama sehingga tanaman dapat melanjutkan pertumbuhannya kembali.
Tanaman tahan juga memiliki antizenosis yaitu suatu mekanisme ketahanan dimana tanaman bisa
membuat hama menjauhinya, hama tersebut tidak mau menggunakan tanaman tersebut sebagai
inang, dan tempat pelatakan telur, dan menghasilkan antibiotik (zat kimia) yang tidak disukai olah
hama (Samsudin, 2008).

Salah satu ketertarikan serangga terhadap tanaman adalah warna, selain variasi
ukuran, bentuk dan kekerasan jaringan tanaman. Jika tanaman memiliki morfologi yang disukai
oleh hama, maka tanaman tersebut akan terserang hama. ketahanan tanaman dapat digolongkan
menjadi dua yaitu ketahanan vertikal dan ketahanan horisontal. Ketahanan vertikal yaitu ketahanan
yang dikendalikan oleh gen tunggal (monogenik) atau oleh beberapa gen dan hanya efektif terhadap
biotipe hama tertentu. Sedangka ketahanan horisontal sebagai suatu tipe ketahanan nir-spesifik
yang berlaku terhadap semua jenis biotipe dari suatu hama. Varietas dengan tipe ketahanan
demikian dapat diperoleh dengan cara mempersatukan beberapa gen. ketahanan minor ke dalam
suatu varietas dengan karakter agronomik yang unggul melalui pemuliaan (Untung, 2006).

Ketahanan horisontal biasanya memiliki tingkat ketahanan yang lebih rendah


dibandingkan dengan ketahanan vertikal, dan jarang didapat immunitas diwariskan secara
poligenik dan dikendalikan oleh beberapa atau banyak gen, pengaruhnya terlihat dari penurunan
laju perkembangan epidemi. Ketahanan horizontal disebut juga ketahanan kuantitatif. Tanaman
yang memiliki ketahanan demikian masih menunjukan sedikit kepekaan terhadap hama tetapi
memiliki kemampuan untuk memperlambat laju perkembangan epidemi,Secara teoritis,
ketahanan horisontal efektif untuk semua biotipe suatu hama (Samsudin, 2008).
Ketahanan tanaman terhadap serangga dilandasi pemahaman interaksi tanaman dengan
serangga. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan interaksi antara
serangga dengan tanaman dapat diketahui lebih luas dan lebih baik. Tanaman secara alami
mempunyai sistem pertahanan untuk mempertahankan dirinya dari serangan serangga
tertentu. Sistem pertahanan tanaman tersebut diantaranya yakni avoidance, penghindaran dalam
ruang dan waktu, pertahanan fisik, misalnya adanya rambut-rambut pada permukaan daun yang
disebut trichome dan glandular trichome yang sangat potensial untuk memerangkap serangga,
duri, daun yang licin atau mengkilat, dan adanya lapisan lilin berfungsi agar serangga sulit untuk
mengkolonisasi, dan pertahanan kimia, tanaman mengandung metabolit sekunder (senyawa
sekunder) seperti phenol, steroid, dan terpenoid, pada kadar tertentu tahan terhadap serangan
serangga tertentu. Senyawa sekunder ini dapat bersifat racun baik secara langsung atau setelah
dihidrolisis di dalam sistem pencernaan serangga (Speight dkk, 1999).

III. METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota
Kupang, Nusa Tenggara Timur, dari bulan Januari - April 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah Bibit tanaman kacang
buncis, pupuk kandang,kapas, tali rafia, alkohol 70 %, kertas label, literatur identifikasi hama,
dan bahan lain yang menunjang pelaksanaan penelitian. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jaring serangga, gunting penggaris, parang, kamera dan alat tulis menulis.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
a). Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAK) yang
terdiri dari 4 varietas tanaman kacang buncis sebagai perlakuan dengan 3 blok petak sebagai
ulangan, 4 varietas kacang buncis sebagai perlakuan adalah : varietas lebat 1, varietas lebat 2,
varietas lebat 3, dan varietas perkasa. Setiap blok terdapat 4 petak, jadi keseluruhan ada 12 petak.
b). Kegiatan budidaya tanaman kacang buncis

Kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan yaitu pembersihan lahan, berupa kegiatan
penebasan terhadap semak belukar, selanjutnya semak belukar yang sudah ditebas dikumpulkan
pada satu tempat. Setelah lahan sudah dibersikan kemudian melakukan penggemburan tanah
(dengan cara mencangkul tanah) yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah. Setelah itu
barulah membuat petak dengan ukuran P 250cm x L 100cm x T 30cm dan jarak antara petak
adalah 40cm.
Pemberikan pupuk dilakukan 1 hari sebelum tanam dan pada saat tanamn
berumur 4 minggu dan 8 minggu setalah tanam. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk kandang yang dicampur dengan EM4.
Penanaman yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pola pagar atau barisan karena
penanamannya dilakukan pada petak. Jarak tanaman yang digunakan adalah 20 x 40 cm, baik
untuk tanah datar atau tanah miring.Pengairan yang dilakukan biasanya 2 x sehari yaitu pada
pagi hari dan sore hari. Tidak dilakukan pengendalian hama dan penyakit.
c). Penentuan Tanaman Contoh.
Tanaman contoh diambil berdasarkan 4 varietas kacang buncis yang diuji. Pengambilan
tanaman contoh sebanyak 24 tanaman dalam satu varietas, dan pada setiap petak diambil 8
tanaman contoh.
d). Pengamatan hama dan musuh alami.
Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan pada saat tanaman buncis berumur 2 MST
dengan menggunakan 4 metode yaitu pengamatan langsung, swop net, yellow trap, pitfal trap. Untuk
pengamatan langsung dilakukan untuk serangga yang aktif pada siang hari, dan yang masih dalam
stadia telur dan larva. Swop trap digunakan untuk serangga yang aktif pada siang hari, yang
bergeraknya gesit dan berukuran sedang atau besar seperti pada stadia imago. Yellow trape
digunakan untuk serangga yang aktif pada siang hari ataupun malam hari dan yang ukuran kecil
atau besar. Pitfal trap digunakan untuk serangga yang berada dibawah permukaan tanah.
Pengamatan hama dan musuh alami yang dilakukan setiap petak pada masing-masing
varietas diambil 8tanaman contoh, Serangga yang terdapat pada daun ataupun batang masih dalam
stadia larva, dan pupa/nimfa dan imago dihitung populasi per tanaman. Penelitian ini dilakukan pada
pagi hari (06.30-09.00), atau sore hari (16.30-18.00) ini dilakukan satu kali dalam seminggu.
Selain pengamatan langsung pada tanaman ada pun pengamatan pada perangkap
serangga yang digunakan untuk menangkap serangga. Berikut perangkap yang digunakan untuk
menangkap serangga hama adalah jaring serangga, prangkap kuning (yollew t rap) dan pitfal trap.
Perangkap kuning merupakan perangkap yang berwarna kuning sehingga dapat menarik serangga
dan menjeratnya karena telah diolesi dengan lem, sedangkan pitfal trap adalah perangkap yang
menggunakan air deterjan yang dicampur dengan alkohol sehingga serangga yang masuk kedalam
pitfal trap tidak bisa keluar lagi.
Pemasangan perangkap yellow trap dan pitfall trap dilakukan setelah tanaman berumur 2
minggu. Setiap petak, dipasang 1 buah perangkap kuning (yellow trap), dan 2 pitfall trap. Kedua
perangkap ini dipasang selama 1 minggu (setiap pengamatan). Sedangkan jaring serangga
digunakan untuk menangkap langsung serangga jika ditemukan di areal penelitian. Serangga yang
tertangkap pada saat pengamatan dimasukkan ke dalam amplop segitiga ( untuk serangga yang

rapuh) dan kedalam tabung film untuk serangga yang lunak, semua serangga yang diperoleh dibuat
koleksi, koleksi basah untuk serangga yang lunak dan koleksi kering untuk serangga yang rapuh.
e). Identifikasi Jenis Serangga Hama dan musuh alami.
Serangga yang sudah tertangkap diidentifikasi dengan menggunakan buku kunci atau buku
petunjuk determinasi.
3.4. Variabel Pengamatan
a.

Variabel pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :


Jenis-jenis serangga hama (stadia larva, pupa/nimfa dan imago) dan populasinya yang terdapat
pada tanaman kacang buncis , serta musuh alaminya. Pengamatan setiap minggu yaitu 2 minggu
setelah tanam (MST) sampai panen.

b.

Intensitas kerusakan yang disebabkan oleh hama.

Untuk menghitung intensitas kerusakan mutlak, menggunakan rumus :


Ketererangan :

: Intensitas serangan

a
: Jumlah tanaman terserang
b
: Jumlah tanaman tidak terserang
Sedangkan untuk menghitung kerusakan tidak mutlak, menggunakan rumus:
keterangan :
I
= Intensitas serangan (%)
Ni = Jumlah tanaman atau bagian tanaman conth dengan skala kerusakan vi
Vi = Nilai skala kerusakan contoh ke-i
N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang diamati
Z
= Nilai skala kerusakan tertinggi
Nilai skala kerusakan untuk kerusakan daun ditentukan sebagai berikut:
0: Tidak ada kerusakan daun
1: Kerusakan daun 1-20%
3: Kerusakan daun 21-40%
5: Kerusakan daun 41-60%
7: Kerusakan daun 61-80%
9: Kerusakan daun 81-100%
Nilai skoring terhadap hama ditentukan sebagai berikut:
0: Tidak ada serangan 0%
1: Serangan ringan bila tingkat serangan 0% < x 25%
2: Serangan sedang bila tingkat serangan 25% < x 50%
3: Serangan berat bila tingkat serangan 50% < x 90%
4: Sangat berat bila tingkat serangan x > 90%
(Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman, 2000)
3.5 Analisis data

Data pengamatan hama dan musuh alami diidentufikasi secara deskriptif dan ditampilkan
dalam bentuk gambar. Sedangkan data intensitas kerusakan yang disebabkan oleh hama
dimasukan dalam tabel intensitas kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Bayu Media Publishing. Malang.
Arifin. 2004. Identifikasi Beberapa Spesies Predator Lalat Buah (Bactrocera dor-salis) dan Uji Kemampuan Memangsanya pada Pertanaman Cabai Besar (Capsicum annum). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Perta-nian dan Kehutanan, Universitas Hasa-nuddin, Makassar.
Badan
Penyuluhan (2008). Hama
Penggerek
Polong.
Dipetik
3
9,
2013,
dari
cyb-ext:
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/hama-penggerek-polong-etiella-spp-pada-tanaman-kedelai
Baliadi, Y. 2009. Keanekaragaman Hama, Penyakit, dan Musuh Alaminya pada Tanaman Kacang-kacangan di Jawa
Timur, Bali, Lombok, laporan hasil penelitian. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
18 hlm.
Cahyono, 2003. Kacang Buncis dan Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Direktorat Perlindungan Tanaman, 2000. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan.
Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan. Jakarta.
Dreistadt, S.H. 2007. Aphids. Integrated Pest Management for Floriculture and Nurseries. University of California
Division of Agriculture and Natural Resources Publication 3402.
Harjaka, T., dan S. Sudjono. 2005. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Perlindungan
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Herlinda, S., Irwanto, T., Adam, T. dan Irsan, T. 2009. Perkembangan populasi Aphis gossypii Glover (Homoptera:
Aphididae) dan kumbang lembing pada tanaman cabai merah dan rawit di Inderalaya. Makalah Seminar
Nasional Perlindungan Tanaman, Bogor, 5-6 Agustus 2009.
Litbang Pertanian. 2010. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak,
Kotak Pos 66 Malang 65101. Telp. (0341) 804168, Faks. (0341) 804196, E-Mail : dlitkabi@telkom.net
Mahr, S.E.R., Cloyd, R.A., Mahr, D.L., Sadof, C.S. 2001. Biology control of insects and the other pest of the
greenhouse crop.North Central Regional Publication 581. University of Wisconsin-Exstention, Cooperative
Extention.
Marwoto, 2001. Manipulasi Parasitoid Trichogrammatidae (Hymenoptera) sebagai Agens Hayati untuk Mengendalikan
Hama Penggerek Polong Kedelai Etiella zinckenella Treit. dengan cara Inundasi. Disertasi Program
Pascasarjana Universitas Brawidjaya, Malang. 115 hlm.
Messing, R.H., Tremblay, M.N., Mondor, E.B., Foottit, R.G., and Pike, K.S. 2006.Invasive Aphids Attack Native
Hawaiian Plants.Biol Invasions DOI 10.1007/s10530-006-9045-1.
Pedigo, L.P., 2002. Entomology and pest management. Prentice-Hall of India, New Delhi.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Putra, N. S. (2011). Pengantar kuliah Identifikasi Hama Tanaman. Dipetik 3 9, 2013, dari dongeng
tentang serangga : http : //ilmuserangga. wordpress. com/2011/09/19/pengantar-kuliah-identifikasi-hamatanaman.
Rukmana, R. 2002. Bertanam buncis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Samsudin, 2008. Resistensi Tanaman Terhadap Serangga Hama.jakarta :bumi aksara
Schirmer, S., Sengonca, C., Blaeser, P. 2008. Influence of abiotic factors on some biological and ecological
characteristics of the aphid parasitoid Aphelinus asychis (Hymenoptera: Aphelinidae) parasitizing Aphis
gossypii Sternorrhyncha: Aphididae).Eur. J. Entomol. 105:121-129.
Smith, C.M. 2005. Plant resistance to arthropods. Molecular and conventional approaches. Springer, Dordrecht.
Speight, M.R., M.D. Hunter, and A.D. Watt. 1999. Ecology of Insects: Concepts and Applications. London: Blackwell
Science.
Subyakto,2000. OPT Kapas dan Musuh Alami Kapas. Balitlas : Malang

Suputa, Cahyaniati, dkk. 2006. Pedoman Identifikasi Lalat Buah. Yogyakarta: Direktorat Perlindungan Tanaman
Hortikultura Direktorat Jendral Hortikultura.
Tengkano, W. Bedjo, Purwantoro, dan Y. Baliadi. 2006. Daerah Penyebaran Hama Kedelai dan Musuh Alaminya di
Jawa Timur dan Lombok. Laporan Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian,
Malang.
Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM-Press, Yogyakarta.
Untung, K. 2006. Hand Out Kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Wagiman, F. X. 2003. Hama Tanaman: Cermin Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai