Nama
Nim
: 138921
Tingkat
: III A
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Classis
: Monocotyledonae
Ordo
: Pandanales
Familia
: Pandanaceae
Genus
: Pandanus
Species
terminal atau lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar
(Rahayu SE dan S Handayani, 2008).
2.1.3 Kandungan Kimia Daun Pandan Wangi
Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen
aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya
saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan
dengan jasmin (Cheetangdee dan Sinee, 2006).
Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang
merupakan suatu senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan
di dalam jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan
berfungsi sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama)
(Mardalena, 2009).
Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) mengandung
alkaloida, saponin, flavonoida (Dalimartha, 2009). Alkaloid pada serangga
bertindak sebagai racun perut serta dapat bekerja sebagai penghambat enzim
asetilkolinesterase sehingga mengganggu sistem kerja saraf pusat, dan dapat
mendegradasi membran sel telur untuk masuk ke dalam sel dan merusak sel
telur (Cania, 2013).
Selain itu, senyawa flavonoid juga memiliki sifat anti insektisida yaitu
dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa organ vital serangga
yang dapat menyebabkan kematian, seperti pernapasan (Dinata, 2005).
kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki
variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2m.
Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5
mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda, 2007).
2.2.2 Srtuktur Lapisan Kulit
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu
(Djuanda, 2007) :
2.2.2.1 Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas :
a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal merupakan
lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam
lapisan basal terdapat melanosit.
Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin
berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.
b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi atau disebut
juga prickle cell layer (lapisan akanta) merupakan lapisan epidermis
yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda akibat adanya mitosis
serta sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada
lapisan ini banyak mengandung glikogen.
Lapisan granular atau stratum granulosum (Lapisan Keratohialin).
Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-butir
sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan
inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan
subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut,
dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi
jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan
tempat penumpukan energi.
2.3 Ekstraksi Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut
dengan perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut,
karena adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar
sel maka larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam dan diluar sel.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air
atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana yang mudah
diusahakan.
2.4 Ekstrak
Ekstrak
adalah
sediaan
pekat
yang
diperoleh
dengan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan demikian sehingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan ( Syamsuni, 2006 ). Berdasarkan atas
sifat ekstrak dapat dikelompokan menadi ( Voigt, 1995 ).
2.4.1 Ekstrak Cair ( Extractum fluidum )
Ekstrak cair yang dapat dibuat sedemikian rupa sehingga 1q bagian
simplisa menghasilkan 2 bagian ekstrak cair.
2.4.2 Ekstrak Kental ( Extractum spissum )
Ekstrak dengan bentuk liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat
dituang, kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
2.4.3 Ekstrak Kering ( Ekstractum siccum )
Ekstrak yang memiliki konsistensi kering dan mudah digosokan.
Ekstrak ini diperoleh dari penguapan cairan pengekstraksi yang sebaiknya
memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
2.5 Sabun Cair
Sabun merupakan garam lokal alkali (biasanya garam Kalium) dari
asam lemak, terutama mengandung garam C16 (asam palmitat) dan C18
(asam stearat) namun juga dapat mengandung beberapa karboksilat dengan
bobot atom lebih rendah (Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1986). Alkali yang
digunakan adalah larutan KOH/NaOH yang dapat membuat sabun menjadi
cair. Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hirolisis lemak
menjadi asam lemak dan gliserol dalam KOH /NaOH (minyak dipanaskan
dengan KOH/NaOH) sampai terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang
berikatan dengan Kalium/Natrium ini dinamakan sabun.
Formula
A
6,7%
6,7%
6,7%
10,422%
11,922%
12,672%
5,36%
3,86%
3,11%
Asam sitrat
2%
2%
2%
Asam oleat
2,5%
2,5%
2,5%
0,02%
0,02%
0,02%
Ad 100 ml
Ad 100 ml
Ad 100 ml
Aquadest
2.7 Uraian Bahan
2.7.1 CPO ( Crude palm oil )
0,9
1,4565 1,4585
Bilangan Iod
48 56
Bilangan penyabunan
196 205
Titik leleh
25 50 oC
4,2-6,3. Bila dibawah 4,2 maka akan sangat asam. Sedangkan jika diatas
6,2,maka akan bersifat alkali (Widyanstuti, 2013).
2.8.3 Uji Viskositas
Uji Viskositas sabun cair diukur dengan menggunakan Viscotester
VT-04E. Sampel uji ditempatka dalam wadah dengan nomor yang
disesuiakan dengan nomor pada rotor. Rotor yang digunakan disesuaikan
dengan batas viskositas yang dapat diukur. Rotor no. 1 memiliki redntang
pengukuran 3-150 dPa.s, Rotor no.3 memilki rentang pedngukuran
viskositas 0,3-13 dP.s, viskositas langsung pada skala alat.
2.8.4 Uji Hedonik
Uji Hedonik juga disebut dengan uji kesukaan, pada uji ini dilakukan
pengamatan kesukaan pengguna sabun cair terhadap bau dan warna dari
sabun cair yang dibuat.
2.7.5 Uji Tipe Emulsi
Emulsi
adalah suatu
campuran
secara
termodinamika yang terdiri dari 2 fase cairan yang tidak stabil bercampur.
Emulsi merupakan suatu sistem polifase dari 2 fase cairan minyak dan air
yang tidak saling becampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan
emulgator keseluruhan partikel lainnya (Lachman, 1994). Pengujian tipe
emulsi denga cara pengenceran ini bertujuan untuk mengetahui apakah
sabun cair masuk dalam fase minyak dalam air (M/A) ataukah fase air dalam
minyak (A/M). Pengujian ini dilakukan dengan cara mencampurkan sediaan
sabun cair kedalam air untuk melihat kelarutannya dan mencucinya setelah
digunakan ketangan.