Anda di halaman 1dari 11

INCOME DEFINITIONS

Accounting Terminology Bulletin (ATB) 2 mendefinisikan income dan profit sebagai jumlah
yang merupakan hasil pengurangan dari revenue (pendapatan), atau dari operating revenue, HPP,
serta biaya dan kerugian lain- lain. Sedangkan Accounting Principles Board (APB) Statement 4
mendefinisikan net income atau net loss sebagai kelebihan (kekurangan) pendapatan atas biayabiaya untuk satu periode akuntansi. Kedua definisi di atas menggunakan pendekatan revenueexpense. Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 6 menggunakan pendekatan
asset- liabilitas untuk mendefinisikan comprehensive income sebagai perubahan pada ekuitas
(net assets) sebuah entitas selama satu periode transaksi dan kejadian lain dan circumstances
diluar sumber daya pemilik. Terdapat perubahan arah pada pengertian yang dipaparkan di SFAC
No. 6, yaitu perubahan ke arah pendekatan asset-liability, yang kemungkinan besar merupakan
arah yang telah dan akan diambil oleh FASB. Perubahan yang terlihat pada income statement
memang belum dapat terlihat, tapi mungkin akan mulai terlihat dampaknya beberapa waktu
kemudian.
REVENUE AND GAINS
ATB 2 mendefinisikan revenue sebagai hasil dari penjualan barang dan memberikan jasa
dan diukur dengan harga yang dibebankan kepada konsumen, klien, atau penyewa. Definisi ini
menggunakan pendekatan revenue- expense. Mulai terdapat pergeseran pendekatan yang
digunakan dari revenue- expense approach ke pendekatan asset- liabilitas dalam APB Statement
4 yang mendefinisikan revenue sebagai gross peningkatan asset dan gross penurunan liabilitas
yang diukur sesuai dengan GAAP yang merupakan hasil dari tipe aktivitas yang bertujuan
mendapatkan profit.Revenue didefinisikan sebagai arus masuk atau peningkatan asset sebuah
entitas atau pelunasan liabilitasnya (atau kombinasi keduanya) selama satu periode dari
mengantarkan atau memproduksi barang, memberikan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan
aktivitas operasional utama perusahaan. Definisi ini diberikan oleh SFAC No. 6 dengan
menggunakan pendekatan asset- liabilitas.
Ketiga definisi diatas menimbulkan pertanyaan bagaimana mengukur

revenue,

menyisipkan isu pengakuan ke dalam definisi tersebut. Gains memiliki dua pengertian yaitu
pendapatan yang diperoleh selain dari hasil penjualan barang dan jasa yang merupakan aktivitas
utama perusahaan atau peningkatan ekuitas (net asset) dari transaksi sekeliling ataupun
1

insidental, kecuali yang berasal dari pendapatan/investasi pemilik. Kemudian muncul dua
pandangan dalam menyajikan laporan keuangan yaitu current operating income concept dan allinclusive income concept. Current operating income concept berpikiran bahwa gains tidak
menunjukkan produktivitas perusahaan karena berasal dari luar aktivitas utama perusahaan. Oleh
karena itu, tidak perlu disajikan dalam laporan keuangan. Namun hal ini ditentang oleh allinclusive income concept yang berpendapat bahwa semua informasi harus disajikan.
Revenue Recognition
Secara teoritis, revenue harus diidentifikasi pada selama periode dimana mayoritas
aktivitas ekonomi yang diperlukan untuk pembuatan dan pelepasan barang dan jasa telah dicapai.
Masalahnya, secara praktis sulit untuk melakukan pengukuran yang obyektif. Selain itu, tidak
semua aktivitas terjadi dalam satu periode. Berikut ini merupakan empat poin alternative
pengakuan pendapatan:
1. Selama produksi untuk kontrak jangka panjang tertentu, seperti agriculture dan
pertambangan yang menggunakan installment method dimana pendapatan diakui pada
saat kas diterima. Syaratnya adalah adanya estimasi yang reliable atas proses yang
sedang berlangsung seperti lamanya proses, kos untuk menyelesaikan, dan adanya
jaminan kolektabilitas.
2. Pada saat produksi diselesaikan, dengan syarat kondisi market dan demand yang stabil
serta produk dapat segera dipertukarkan.
3. Pengakuan pada saat terjadinya penjualan merupakan prinsip umum dalam pengakuan.
Namun terdapat beberapa transaksi baru dimana kondisinya tidak sesuai dengan prinsip
ini sehingga menimbulkan masalah baru. Misalnya: penjualan dengan garansi kembali.
4. Pada saat kas diterima. Pengakuan berdasarkan basis kas diperbolehkan apabila tidak
diperoleh reasonable basis untuk estimasi kolektabilitas.
EXPENSES AND LOSSES
Expenses atau biaya didefinisikan oleh ATB 4 melalui pendekatan revenue- expense,
meliputi semua expired cost yang sudah dikurangkan dari pendapatan. Sedangkan menurut APB
Statement No. 4, biaya adalah gross penurunan pada asset atau gross peningkatan pada liabilitas
yang diakui dan diukur sesuai dengan GAAP yang dihasilkan dari aktivitas profit- oriented suatu
entitas. Sedangkan dengan menggunakan pendekatan asset- liabiltas dalam SFAC No. 6, biaya
adalah arus keluar atau penggunaan lain asset atau kewajiban yang terjadi (atau kombinasi
2

keduanya) selama suatu periode dari mengantarkan atau produksi barang, memberikan jasa, atau
melakukan aktivitas lain yang merupakan aktivitas operasi utama perusahaan.
Losses atau kerugian didefinisikan dalam APB Statement No. 4 dan SFAC No. 6 dalam
cara yang sama seperti gains. Losses mencerminkan pengurangan pada net asset tapi tidak dari
expenses atau transaksi modal. Pengakuan terhadap expenses atau biaya terdapat dalam APB
Statement No. 4 dimana expenses itu sendiri diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Kos yang diasosiasikan secara langsung dengan periode pendapatan.
2. Kos yang diasosiasikan dengan periode dengan beberapa basis.
3. Kos yang secara praktik tidak dapat diasosiasikan dengan periode manapun.
Jika memungkinkan, kos harus dibandingkan dengan biaya yang digunakan untuk menghasilkan
pendapatan tersebut. Jika tidak dapat dilakukan secara langsung, maka kos dapat dibandingkan
dengan pendapatan dengan menggunakan cara yang rasional dan sistematis. Apabila kedua cara
sebelumnya itu tidak dapat dilakukan, maka kos diakui pada periode biaya terjadi. kos yang
terjadi di periode saat ini maupun periode lampau, yang tidak memiliki manfaat di masa
mendatang harus diakui sebagai expense sesegera mungkin. Sebenarnya para akuntan
berpendapat bahwa metode alokasi bersifat arbitrary, artinya tidak ada satu metode yang lebih
baik dari metode yang lain. Oleh karena itu terdapat beberapa yang menyarankan allocation- free
accounting dengan menggunakan laporan arus kas, exit- price systems, dan tipe tertentu dari
replacement- cost system.
FUTURE EVENTS AND ACCOUNTING RECOGNITION
Sifat dan peran kejadian di masa yang akan datang serta proses pengakuan telah
memperoleh banyak perhatian. Sebab, proses pelaporan kita berdasar pada pencatatan kejadian
yang TELAH terjadi, tetapi kejadian masa lalu tersebut serta pencatatannya justru sangat
bergantung pada interpretasi kita terhadap kejadian baik yang akan maupun yang tidak akan
terjadi. Misalnya adalah perhitungan depresiasi.
Aspek-aspek mengenai kejadian di masa mendatang yaitu sebagai berikut:
1. Persepsi atas kejadian masa lalu menggunakan one- event view dimana suatu kejadian
hanya dilihat dari sisi satu pihak atau two- event view yang dilihat dari kedua pihak. Oneevent view lebih reliable.
2. Probabilitas kejadian di masa mendatang merupakan salah satu masalah besar terkait
dengan asumsi dan estimasi di masa yang akan datang. Misalnya asumsi bahwa kos yang
digunakan untuk memperoleh asset akan terganti (recovered) dari kegiatan operasi di masa

mendatang, asumsi bahwa kewajiban akan dapat dibayar tepat waktu, atau terkait masalah
kontinjensi.
3. Tujuan manajemen ditolak sebagai basis pengakuan kejadian karena manajemen mungkin
saja merubah tujuannya. Selain itu, adanya teori keagenan dan perbedaan tujuan
manajemen di masing- masing perusahaan menyebabkan berkurangnya daya banding.
4. Nilai pasar mencerminkan consensus pasar atas kondisi saat ini yang merupakan present
value dari ekspektasi kondisi di masa mendatang. Kelemahannya adalah beberapa harga
pasar mungkin saja merupakan hasil dari perdagangan sekuritas secara kecil sehingga
menimbulkan pertanyaan mengenai penyajian yang sejujurnya (representational
faithfulness) dan verifiabilitas.
5. Konservatisme. Menurut analisis Beaver, kemajuan dalam menyelesaikan masalah terkait
kejadian di masa mendatang, akan memperkecil perannya.
6. Kondisi ekonomi di masa mendatang: konsensus untuk menghindari prediksi perubahan
ekonomi di masa mendatang kecuali bila ada bukti yang kuat.
7. Peraturan legal di masa mendatang: menolak memprediksi perubahan legal di masa
mendatang sebelum draft- nya diberlakukan.
Current Operating vs All- Inclusive Income
Terdapat dua pandangan mengenai komponen- komponen tertentu dalam comprehensive
income, apakah disajikan dalam laporan keuangan atau laporan laba ditahan. Current operating
concept berpendapat bahwa laporan keuangan hanya berisi informasi yang berkaitan dengan
aktivitas utama perusahaan, sedangkan extraordinary items (gains and losses) disajikan di
laporan laba ditahan. Alasannnya adalah bahwa extraordinary items tersebut tidak digunakan
manajemen dalam pengambilan keputusan dan hal tersebut tidak mencerminkan produktivitas
perusahaan. Pengguna laporan keuangan cenderung hanya melihat angka paling bawah (total) di
laporan keuangan tanpa melihat rinciannya sehingga dikhawatirkan bila extraordinary
dimasukkan, akan menyesatkan pengguna.
All- inclusive concept berpendapat lain. Ada beberapa alasan, antara lain konsep currentoperating akan mempermudah manajemen untuk melakukan manipulasi, pengguna laporan
keuangan mungkin tidak menyadari substansi gains dan losses yang disembunyikan dalam
laporan laba ditahan, jumlah total income di laporan keuangan harus mencerminkan income
selama satu periode, dan dapat dilakukan klasifikasi yang tepat dalam laporan keuangan antara
aktivitas operasi normal perusahaan dengan aktivitas di luar usaha sehingga keduanya dapat
4

disajikan dalam satu laporan. AAA lebih cenderung pada all- inclusive concept, sedangkan
AICPA awalnya lebih memilih current- operating concept hingga keluarnya APB Opinion
No.9 .Dalam isu kedua konsep ini, ada pula yang disebut bath teory dimana terdapat pemikiran
bahwa dengan mancantumkan seluruh gains dan losses dalam laporan keuangan, berdampak
positif pada harga saham perusahaan tersebut karena investor beranggapan perusahaan tersebut
telah berhasil menemukan kesalahan dalam perusahaannya sehingga dapat segera diperbaiki.
Comprehensive Income
Comprehensive income menggunakan pendekatan all- inclusive concept dan termasuk
dalam cakupan proprietary theory karena seluruh perubahan terhadap ekuitas (kecuali untuk
transaksi modal dengan pemilik) dimasukkan dalam perhitungan comprehensive income. Selain
itu, ia juga dianggap tepat untuk tujuan prediksi dan penilaian ekuitas. Elemen comprehensive
income terdapat pada SFAS No. 130 antara lain penyesuaian translasi kurs mata uang asing,
unrealized holding gains and losses of available-for-sale securities, penyesuaian kewajiban
minimum dana pension, discontinued operations, extraordinary items, dan gains atau losses
yang berasal dari akumulasi perubahan prinsip akuntansi, dsb. FASB menyatakan bahwa EPS
tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan comprehensive income karena alasan fleksibilitas
kebijakan pelaporan: jika comprehensive income disajikan dalam laporan perubahan ekuitas,
maka perhitungan EPS akan membingungkan dan tidak konsisten.
SFAS No. 130 mengijinkan tiga metode pelaporan comprehensive income antara lain:
kombinasi dengan laporan kinerja keuangan (comprehensive income disajikan di bawah net
income), laporan terpisah yang akan dimulai dengan net income, dan dicantumkan dalam laporan
perubahan ekuitas. FASB menyarankan untuk menggunakan metode yang pertama. Namun ada
dua anggota SFAS yang berselisih karena mereka berkeyakinan bahwa kebanyakan perusahaan
akan lebih cenderung pada metode ketiga. Hal ini akan mengurangi visibilitas dan pentingnya
comprehensive income.
NONOPERATING SISTEM
Nonoperating sistem telah dikembangkan sejak APB Opinion No.9 dan sekarang terdiri dari
tiga subdivisi yaitu: pos-pos luar biasa, perubahan prinsip akuntansi, operasi yang terhenti

(discontinued operations). Selanjutnya, item keempat yaitu penyesuaian periode sebelumnya


yang disajikan di laporan laba ditahan.
Pos-Pos Luar Biasa
Penyajian pos-pos luar biasa memicu kontroversi yang basisnya adalah persepsi pengguna
laporan keuangan atas hasil operasi, dan proyeksi operasi di masa mendatang untuk entitas
pelaporan. Hal tersebut sangat bergantung pada kemampuan untuk memisahkan operasi normal
dengan operasi yang di luar usaha atau jarang terjadi. Selama 19 tahun, pelaporan pos-pos luar
biasa tidak seragam. Kemudian APB Opinion No. 9 berusaha mengatasi kekacauan dengan
meminta disajikannya pos-pos luar biasa dalam sebuah bagian khusus di laporan keuangan. Pospos luar biasa didefinisikan sebagai kejadian atau transaksi yang memiliki dampak material yang
diharapkan jarang terjadi dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor rutin dalam evaluasi operasi
dan proses bisnis secara rutin. Namun definisi tersebut masih dirasa ambigu. Akhirnya APB
mengeluarkan APB Opinion No. 30 yang mendefinisikan pos-pos luar biasa sebagai item yang
harus memenuhi dua syarat yaitu unsual in nature dan infrequency of occurrence. Apabila suatu
kejadian atau transaksi memenuhi dua persyaratan tersebut, maka ia harus dilaporkan dalam
laporan keuangan dibagian tersendiri sebelum laba bersih dan disajikan stelah dikurangi pajak.
Namun jika terdapat kejadian atau transaksi yang hanya memenuhi salah satu dari persyaratan
tersebut, maka disajikan bersama dengan pendapatan, costs, dan expenses seperti normal operasi
yang lain serta tidak boleh disajikan setelah dikurangi pajak. Jika material, maka dipisahkan dari
item lain. Tapi jika tidak material, maka tidak dipisah.

Perubahan Akuntansi
Perubahan akuntansi dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu perubahan prinsip akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan perubahan entitas pelaporan.
1. Perubahan pada prinsip akuntansi : karena adopsi GAAP yang berbeda dari GAAP yang
digunakan sebelumnya. APB Opinion No. 20 merupakan standar komprehensif dan
konsisten pertama yang membahas tentang perubahan akuntansi. Setelah itu muncul
SFAC No. 3 yang akhirnya digantikan oleh SFAS No. 154. SFAS No. 154 mensyaratkan
6

perubahan retrospektif di semua income statement yang terkait kecuali jika memang tidak
mungkin dilakukan. Akun neraca akan disesuaikan untuk merefleksikan efek kumulatif
perubahan prinsip akuntansi pada awal periode yang disajikan. Perubahan retrospektif
tidak berlaku pada akun yang akan terpengaruh oleh perubahan akuntansi kecuali untuk
pajak penghasilan. Menurut APB Opinion No. 20, alasan perubahan harus diungkapkan
pada catatan kaki.
2. Perubahan pada estimasi akuntansi : karena adanya perubahan pada hal-hal yang telah
diestimasi sebelumnya karena seiring berjalannya waktu, informasi untuk membuat
estimasi semakin banyak didapatkan. Perubahan estimasi akuntansi tidak dilaporkan
secara terpisah. Efek perubahan dicatat pada periode perubahan jika periode tersebut
merupakan periode yang terkena pengaruh, atau pada periode tersebut dan periodeperiode berikutnya jika perubahan mempengaruhi keduanya.
3. Perubahan pada entitas pelapor : karena adanya perubahan material pada entitas pelapor
sejak terakhir pembuatan laporan keuangan. APB Opinion No. 20 mensyaratkan laporan
keuangan semua periode untuk dicatat ulang untuk menunjukkan informasi keuangan jika
entitas tersebut sejak awal berdiri memang sudah seperti itu. Laporan keuangan periode
perubahan harus menyatakan sifat dan alasan perubahan.
Operasi yang Terhenti (Discontinued Operations)
Satu perlakuan khusus terhadap perkiraan non-operating yang mengharuskan pelaporan
akuntansi yang bersifat khusus yaitu pada saat kegiatan operasi suatu entitas terhenti. Operasi
yang terhenti akan memunculkan keuntungan maupun kerugian karena penghapusan sebagian
dari usaha yang mengharuskan perlakuan akuntansi khusus.

Penyesuaian Periode Sebelumnya


Tidak ada perubahan berarti pada SFAC No. 154 untuk mengamandemen peraturanperaturan sebelumnya. Akuntansi dan penyajian penyesuaian periode sebelumnya tidak berbelitbelit, yaitu jumlah penyesuaian periode sebelumnya tersebut dibebankan atau dikreditkan pada
saldo laba ditahan awal periode, kemudian exhibited net of tax pada pernyatan laba ditahan dan
terakhir dikeluarkan dari penentuan net income periode saat ini.
7

Menurut APB Opinion No. 9, untuk dapat diklasifikasikan sebagai penyesuaian periode
sebelumnya, suatu peristiwa/transaksi harus memenuhi syarat :

Teridentifikasi secara spesifik ke suatu periode dan tidak dapat diatribusikan ke peristiwa
ekonomi yang terjadi di periode sebelum periode tersebut

Ditentukan terutama oleh orang alih-alih manajemen

Tidak rentan terhadap estimasi sebelum penentuan


Karena ada intervensi dari SEC, maka akhirnya FASB merevisi konsep penyesuaian

periode sebelumnya ini menjadi terbatas pada (SFAS No. 16) :

Koreksi kesalahan pada laporan keuangan periode sebelumnya

Penyesuaian yang berasal dari realisasi income tax benefits dari preacquisition operating
loss carryforwards of purchased subsidiaries
SFAS No. 16 tidak banyak mempengaruhi pelaporan perubahan akuntansi tertentu yang

treated for accounting purposes seperti penyesuaian periode sebelumnya. Perlakuan ini
disyaratkan untuk sedikit perubahan prinsip akuntansi.
LABA PER SAHAM
Sebelum APB Opinion No. 9, keputusan untuk melaporkan EPS, bagaimana
perhitungannya dan kemana dilaporkan berada di tangan manajemen sehingga mudah
dimanipulasi. Opini ini hanya sekedar merekomendasikan, tapi tidak mewajibkan. Karena
mudahnya manipulasi, maka pada 1969 APB merilis APB Opinion No. 15 yang bertujuan supaya
EPS dapat merefleksikan substansi ekonomi yang mendasar dari struktur modal perusahaan
pelapor.
Pada 1993, FASB bekerjasama dengan IASB menerbitkan prospektus untuk mengevaluasi
APB Opinion No. 15 untuk (1) meningkatkan comparability dengan negara lain, (2)
memudahkan perhitungan EPS, dan (3) merevisi persyaratan pengungkapan. Perubahan prinsipal
yang terjadi pada SFAS No. 128 ini adalah :

Penghilangan perhitungan primary earning per share karena sulit dihitung dan sulit
dimengerti pengguna. Saat ini, yang disyaratkan hanyalah basic EPS dimana tidak ada
dilution dan diluted EPS yang memiliki dilution paling besar.
8

Basic dan diluted EPS sama-sama harus ditampilkan dalam kondisi apapun.

Perhitungan EPS harus ditampilkan pada income statement untuk baik basic EPS maupun
diluted EPS.

Rekonsiliasi baik penyebut maupun pembilang antara basic dan diluted EPS.

SPESIALISASI SUBJEK MENGENAI PENGUKURAN LABA


Perusahaan yang dalam Tahap Perkembangan
Masalah teoritis terkait perusahaan yang masih berada pada tahap perkembangan adalah
apakah kos yang muncul akan dibebankan ataukah ditunda. Alasan untuk menunda kos dan
operating losses adalah karena kos tersebut (1) belum mendatangkan revenue dan (2)
memberikan benefit masa depan. Sebelum 1 Januari 1976, ada dua standar akuntansi yang
ditujukan untuk perusahaan yang sedang berkembang dan untuk operating enterprises. SFAC No.
7 mensyaratkan bahwa sifat kos merupakan hal yang menentukan akuntansi yang tepat dan
bukan sifat perusahaannya.
Restrukturisasi hutang yang bermasalah
Troubled debt restructuring muncul ketika kreditur mengabulkan kelonggaran pada
debitur karena debitur mengalami kesulitan keuangan yang bisa dipertimbangkan. SFAS No. 15
mementingkan konsekuensi ekonomi di atas representational faithfulness. Dampaknya dihitung
dari kewajiban tercatat segera sebelum restrukturisasi total aliran kas undiscounted setelah
restrukturisasi. Ketika jangka waktu hutang dimodifikasi namun tetap bersifat sebagai kewajiban,
maka tidak ada transaksi/peristiwa yang terjadi (tidak ada pencatatan) baik di sisi kreditur
maupun di sisi debitur selama total aliran kas masa depan yang tidak didiskon > kewajiban
tercatat.
Saat ini, SFAS No. 114 telah mengubah peraturan tersebut bagi kreditur dimana aliran
kas yang direstrukturisasi didiskon terhadap tingkat suku bunga efektif pada awal transaksi.
Pengurangan carrying value pinjaman akan dicatat sebagai tambahan bad debt expense.
Perubahan present value aliran kas masa depan ekspektasian diakui sebagai pendapatan bunga
ataupun pengurangan bad debt expense. Masalah dari SFAS ini adalah :

Transaksi asli terlihat masih berlaku apdahal tidak


9

Hanya berlaku bagi kreditur

Pelunasan Awal Hutang


Sebelum APB Opinion No. 26, ada tiga metode akuntansi laba/rugi terhadap penghilangan
utang sebelum waktunya :

Diamortisasi selama sisa jangka waktu aslinya

Diamortisasi selama jangka waktu utang baru

Diakui pada laporan laba rugi saat ini. Metode ini akhirnya diadopsi pleh APB Opinion
No. 9 untuk menentukan apakah gin/loss tersebut bersifat extraordinary.
APB Opinion No. 30 menyatakan bahwa laba/rugi dari penghilangan utang sebelum

waktunya tidak termasuk extraordinary. Akhirnya, SFAS No. 4 menyatakan bahwa laba/rugi dari
penghilangan utang sebelum waktunya dicatat seperti dan bersama dengan pos-pos luar biasa
setelah dikurangi pajak yang berlaku, jika material.
MANAJEMEN LABA
Manajemen laba merupakan intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (Schipper). Manajemen laba yang paling
banyak ditemui adalah kompensasi manajemen dan perataan laba.
Kompensasi Manajemen
Kompensasi ini bertujuan untuk mengaur perilaku manajemen dengan kepentingan
pemegang saham mengingat dua pihak itu seringkali menemui konflik. Selain kompensasi kas,
ada juga insentif bonus berdasarkan income/harga saham dan insentif jangka panjang. Income
dapat diatur dengan memanipulasi discretionary accruals (akrual yang dapat diatur manajemen
dalam jangka pendek).

Perataan Laba
10

Manajer berusaha untuk memperhalus income pertahun agar arus earning dapat lebih
stabil dengan varian antar tahun yang lebih kecil sehingga penilaian terhadap perusahaan
menjadi lebih baik. Ada tiga cara untuk dapat meratakan laba :

Timing transaksi

Pilihan metode/prosedur alokasi

Classificatory smoothing antara operating dan nonoperating income.

11

Anda mungkin juga menyukai